It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Terimakasih atas perhatian kawan semua pada nasib Dika. Sebenarnya TS ini mau istirahat dulu, tetapi demi seorang koko di Kelapa Gading, maka cerita ini akan berlanjut
Tanggal 14 Maret 2014 keluarga Dika membawa aku, mama, dan adek pindah pada rumah baru yang tidak begitu mewah, namun dibilang sederhana juga tidak,
ini jauh lebih bagus dari rumah peninggalan Bapakku.
Orang tua Dika membeli rumah ini yang berada di daerah selatan Surabaya,
tepatnya di daerah Siwalankerto, karena lokasi rumah ini tidak begitu jauh dari lokasi pemakaman Dika.
Menjelang pensiun, mereka ingin menghabiskan banyak waktu untuk berdekatan dengan anaknya.
Biasanya aku yang paling pagi tiba di makam saudaraku yang kurang beruntung ini,
aku mengucapkan salam, menanyakan kabarnya, dan membersihkan dedaunan yang jatuh pada makamnya,
sehingga, ketika mama-papanya datang, semua sudah bersih dan mereka akan senang mendapati anaknya yang senyum dalam makam tersebut menanti do'a dari orang tuanya, do'a yang akan membebaskan dari azab kubur.
InsyaAllah Dika tidak tersentuh oleh azab kubur, Dika dituntun oleh kalimat Syahadat di akhir hayatnya ditambah do'a semua orang yang mencintainya.
Namun kali ini, ketika aku datang, aku melihat sesosok orang tua berpakaian hitam sedang duduk menghadap makam Dika.
Aku merinding,
Badanku berkeringat dingin,
Aku sangat takut berhubungan lagi dengan benda tajam
Cukup sudah benda itu melukai dan membunuh orang lain
Apa ini pak Imam ???
Ya Allah ......
Aku segera mundur dengan cepat, secepat langkah yang mampu ku gerakkan saat itu
Namun agak sulit, tubuhku sudah berubah
Tubuhku sudah tidak seperti dulu, pak Tamam supir keluarga Daya tega menyakitinya
Aku takut sekarang giliran Pak Imam yang menggunakan benda tajam
Empat puluh lima menit kemudian, aku berharap bapak berbaju hitam itu sudah menyingkir dari makam Dika
Aku dengan sangat berhati-hati kembali melongok ke makam Dika
Dari kejauhan kulihat para orang tuaku dinaikkan ke sebuah mobil dan terakhir ku lihat bapak berbaju hitam itu masuk mobil dan menjalankan mobil itu meninggalkan lokasi pemakaman.
Allahuakbar.....
Dia tidak sendiri ? Mereka Banyak ?
Terus mamaku, mama-papa Dika mau disakiti ????
Tidak ada lagi orang yang dapat kuminta tolong kecuali mas Kusno dan Pak Maskur.
Aku segera telpon mas Kusno,
kalau dia lagi shift pagi, aku coba selanjutnya untuk menelpon pak Maskur
tuuuttt......
telpon diangkat oleh mas Kusno, Alhamdulillah
"mas Kusno tidak shift pagi yo ? lagi di kosan atau lagi di rumah orang tua ?" tanyaku
"Lagi di Waru, rumah bapak ! Ada apa Jala ? masih sakit punggungmu ?" kata mas Kusno
"Alhamdulillah sudah mendingan mas, tapi sekarang keluargaku dalam masalah mas, ada bapak berbaju hitam membawa orangtuaku sama mobilnya entah pergi kemana, sepertinya pak Imam tapi wajahnya tidak jelas" informasiku untuk mas Kusno
"Ya Allah, apa lagi yang didendamkan ya ? sudah membunuh orang, sudah melukai kamu! orang sinting, aku segera kesana" kesanggupan mas Kusno
"Makasih mas, aku tunggu di depan TPU Siwalankerto ya mas" kata terakhirku untuk mas Kusno
"Yo, waspada Jala, berteriak, jangan kamu lawan dia ! ingat tubuhmu sedang luka" saran mas Kusno
Tidak ada ketenangan hati terasa, sebelum mengetahui kabar orang tuaku, setidaknya sekarang mas Kusno tidak terlalu jauh dari Surabaya, Waru dekat dari lokasi TPU ini
"Kok belok ke arah rumahku mas ? Lurus dong ke rumah om Santoso" saranku
"Perasaanku mereka menuju rumahmu ! percaya deh" jawab mas Kusno
"Iya mas, aku ikut saja" persetujuanku
"kalau tidak ada, kita coba ke rumah pak Santoso itu" kata mas Kusno
"Iya mas" aku mendesak mas Kusno ga becara lagi
Sampai di depan halaman rumahku, kudapati warung Bu Ina terbuka tetapi tidak ada orang,
Ada mobil polisi di halaman rumahku
"Tuh kan Jala ! eh kamu manggil polisi ya ?" tanya mas Kusno
"Tidak mas, aku tidak manggil polisi" jawabku
"Ada apa ya Jala ?, apa ada lagi pembantaian di dalam rumah ?" kecemasan mas Kusno yang terpancar dari wajahnya yang memucat
"Jangan mas, semoga ga ada lagi ceceran darah ! cukup ya Allah" lilir suaraku meminta sebenar meminta pada Yang Maha Kuasa
Di depan pintu masuk, aku dituntun oleh polisi untuk masuk rumah
"Oh pak Kusno ? ini Jala ya ? bagaimana kabar punggungnya ?" tanya polisi ini
"Iya pak, saya Jala, sudah mendingan pak" jawabku
"ini pak polisi di Bangil ya ?" tanya mas Kusno mengumpulkan memorinya
"Iya, saya Purwoko yang menangani kasus ini" kata polisi itu
"Jala, saya sama almarhum Dika dulu melapor di Bangil" kata mas Kusno
"Ohhh...." aku tercekal
"Apa ini orangnya ?" tanya pak polisi itu
"Oh..... " nafasku serasa berhenti, ada sosok wajah yang tiba-tiba tampak mengerikan di mataku, om Santoso meringkuk dengan tangan terikat, terbayang bagaimana dia menganiaya Dika !
"Jala, hanya ini bentuk usaha om yang tidak ada saat kamu dan Dika butuh pertolongan, om tahu tempat persembunyian orang ini" wajah yang berbaju hitam, tidak lain adalah om Ferry yang membimbingku untuk hidup disiplin zaman SMA dulu. Om Ferry adalah sahabat baik orang tua Dika. Bagaimana perasaannya ketika tidak bisa mencegah Santoso dan Tamam menghabisi Dika ?
Aku hanya diam, kalian sama saja ! dulunya dia juga ikut-ikutan menerorku ketika ada kabar fitnah dari pak Imam tentang hubunganku dengan Daya, emang kami sebejad apa om ?
Pake ngikat-ngikat tangan om Santoso segala ! Sejujurnya, aku lebih senang jika polisi yang meringkus om santoso, bukan dia.
Seketika om Santoso bersuara
"Jala, maafkan saya ! saya hanya membela diri saat Dika kalap setelah mengiris, menusuk, dan membunuh Tamam, pak Imam ketakutan dan berlari ke luar rumah" informasi dari om Santoso
"Aku tidak tahu om, apa informasi om ini benar atau tidak. Ini sudah ada polisi yang menangani ! kita lihat saja di pengadilan" kataku dengan datar cendrung tanpa ekspresi
Para orang tuaku puas dengan jawabanku
Mata mamaku dan mama Dika berapi melihat om Santoso dan om Ferry. Kemana saja perasaan hangat saat setahun menjadi orang tua angkatku sedikit membantu biaya SMA,
kemana persaannya, yang jelas Dika anak sahabat nya sendiri mati terbunuh ! Setali Tiga Uang, Imam-Santoso-Ferry otak pebisnis is pebisnis, jangan pernah berharap banyak !
Penghujung bulan Maret 2014, mama dan papa Dika mengajukan mutasi ke Surabaya dengan segala administrasinya. Bagi pemerintah ini hanya beruba reward jelang pensiun muda sehingga negara malah tidak terbebani secara keuangan. Perlu waktu satu bulan untuk proses tersebut. Mama kembali bekerja sebagai pembantu rumah tangga di komplek marinir daerah Perak
Bi astuti masih dengan rajin mengontrol pengobatanku, semua orang mau melihat apa dia juga tulus menebus semua perbuatan kakaknya.
Persidangan berlangsung cepat, pengakuan om Santoso, mas Wiji, segala bukti beruba benda yang digunakan untuk kejahatan yang berencana, serta bukti fisik tubuhku, dan visum tubuh Dika sebelum dimakamkan, tidaklah membuat pelaku kriminal bebas bernafas. Mas Wiji dan om Santoso menikmati hasil perbuatan yang mau saja ikut-ikut menyakiti orang lain, otak pelakunya masih berkeliaran di Batam.
Mama melaporkan semua SMS dari pak Imam dan satu SMS gelap dari Batam
Dengan keputusan ini, biaya pengobatan dan kehidupanku resmi ditetapkan dengan keputusan pengadilan. Aku tidak ingin sepenuhnya merepotkan mereka, sebentar lagi aku akan sembuh, maka aku bisa bekerja kembali menghidupi diriku, mamaku dan adikku.
Kawanku, waktu juga cepat bergulir, sekarang aku sudah berada pada bulan April 2014
Saat mama dan papa Dika memulai kehidupan baru di Surabaya, hidup yang menyenangkan dekat dengan makam anak yang sangat mereka banggakan.
Orang tua Dika ga asing dengan kota Surabaya dan kota Malang, mereka juga membawa darah Jawa Timur. Dika akan selalu senyum dalam alam kuburnya, karena dia telah kembali pada tanah asalnya, dan sekarang dekat dengan orang-orang yang dia cintai.
Melihat kesenanganku pada produksi pertanian, para orang tuaku tidak memperbolehkanku untuk kembali bekerja di Bangil tersebut. Papa Dika membukan usaha distribusi hasil pertanian kota Malang ke pasar sekitar selatan Surabaya yang dekat dari rumah yaitu daerah waru-juanda dan sekitarnya. Daerah kami ini mudah diakses karena diapit oleh dua jalan tol utama. Sehingga dalam usaha distribusi, kelebihan ini adalah faktor penunjang dalam memutar modal. Untuk keperluan ini, papa Dika mempercayai pada dua orang keponakan dari sepupunya di Malang untuk berada di sampingku ketika menyetir dari Malang ke Surabaya, bukan orang lain yang tidak diketahui latar belakangnya sebagai upaya berjaga-jaga dari kekejaman jilid dua.
Hari-hari selanjutnya tubuhku sudah semakin membaik dan perjalanan malang-surabaya terasa semakin menyenangkan. Meskipun demikian, hari Jum'at aku dari pagi hingga siang di rumah menemani mama dan papa Dika. Tentu pagi-pagi hari Jum'at aku selalu ada disamping makam Dika untuk berdo'a sambil bertanya, apa kabar kamu pagi ini Dika ? dari dasar hati yang terdalam.
Sekarang mama dan papa Dika dapat kesibukan yang baru, adek ku Ratna sekarang didaftarkan mereka pada sekolah luar biasa (SLB) tuna rungu.
Mamaku ? tidak pernah beliau menggantungkan diri pada orang lain, mamaku menikmati pekerjaannya yang juga membatu orang pada prinsipnya.
Di akhir bulan April, papa ada kesempatan untuk mengmbangkan jumlah rekanan petani di Malang yang akan kami tolong penjualan produksinya ke Surabaya.
Dalam hati kecilku, tidak hanya keuntungan semata yang kucari, para petani tertolong, dan kegiatan ini juga menyenangkan bagi papa, aku bisa bisa lihat senyum papa sedikit-sedikit bisa ikhlas merelakan kehilangan anak.
Kata Daya dan Dika, adiku cantik, ada kedamaian pada mata dek ratna yang mereka bisa menemukan mataku disana. Mama Dika sekarang juga mengakui itu, beliau dengan penuh senyuman menjaga progres dek Ratna di SLB tersebut. Mama akhirnya mendapatkan gadis kecil yang cantik.
Adek juga tahu diri, dek Ratna tidak pernah mengeluh. Dek Ratna hanya menangis jika kakinya terasa sakit, artinya dek Ratna butuh fisioterapi, dulu mama masih berfikir bagai mana cara makan, bukan untuk memfisioterapi kaki dek Ratna.
Jika mengingat ini, air mataku berurai, Dika dengan ikhlas dan dengan uang jajannya pernah membawa dek Ratna untuk mendapatkan fisioterapi.
Sekarang, sudah waktunya aku membuat mama dan papa kamu tersenyum pada masa-masa pensiun ini,
aku janji Dika, akan selalu ada di samping orang tuamu dan akan selalu ada berdo'a di depan makammu.
Selanjutnya papa sudah tidak memperbolehkan aku ke Malang. Disana sudah sangat stabil bisa dihandle oleh keponakan beliau.
Aku hanya mengontrol perputara modal dan melancarkan distribusi di Surabaya ini.
Kesempatan ini akan memberikan cukup waktu untukku bersama mama dan papa Dika di rumah.
Pada kesempatan berikutnya, meski ditanggapi dengan tidak begitu ramah oleh mama dan papa Dika, om Ferry ataupun bibi Astuti tetap menjaga silaturahmi dengan mereka, terutama melihat perkembangan kondisi punggungku.
Terhadap sikap mereka ini, aku simpulkan telah ada sedikit perubahan ! karena sekarang mama dan papa punya kesibukan yang menyenangkan.
Semoga ke depan, hati yang dendam ini akan hilang dengan ikhlas memaafkan.
Suatu pagi hari Jum'at kebetulan hari libur nasional, saat dek Ratna tidak sekolah, dan saat mama juga libur dari rumah majikannya, kami berkumpul untuk mengunjungi makam Dika.
Minggu yang lalu, aku sendiri yang disini, sama seperti minggu-minggu sebelumnya
Mendapatkan makam Dika yang bersih dan rapi, mereka tersenyum,
Semoga Dika juga tersenyum mendapati keluarganya yang tidak lagi sekalut seperti tiga bulan yang lalu.
Sesekali koko memancing dengan SMS, sebagai bentuk perhatian dimana posisiku sekarang, apakah kegiatanku dipantau oleh papa Dika atau tidak, dan sebagainya. Koko juga sedang meluaskan usaha penjualan HP nya ke wilayah Sumatra, karena pasar Jakarta dan Bandung dirasa sudah jenuh. Hmm Sumatra ? menarik juga kegiatan koko sekarang ini.
Dan bibi Astuti juga semakin rajin berusaha sambil mengunjungiku di Surabaya ini.
Ada juga kabar gembira dari koko, sebentar lagi koko akan menikah dengan seorang gadis pujaannya. Hmmmm gadis ? selama ini aku tidak pernah dengar koko akrab dengan seorang gadis, mengapa begitu mendesak ? semoga koko tulus, dan bukan karena alasan sesuatu yang tidak berasal dari hati kecil koko.
Bagaimana kabarnya dengan bibi astuti ? semoga bibi juga masih akur dengan tante Hana, akan kucari tahu kabar tentang ini. Selama ini bibi tidak pernah lagi membicarakan tante Hana sejak kasus kakaknya ini terbongkar.
Aku sebenarnya juga ingin tahu, seperti apa keluarga si Tamam ? apa saja harta pak Imam yang telah diplorotinnya, suatu hari nanti aku akan tahu dari bibi Astuti.
Bersambung
Dika dalam kenangan dan harapan. Ini untuk kawan semua di hari Minggu
@ReyhanZa , @dafaZartin, @tarry , @cansetya_s , @arieat , @onewinged_bird , @Gabriel_Valiant , @alvaredza , @greenbubbles , @fends , @zeva_21, @boybrownis , @AlexanderAiman , @kimo_chie, @bumbellbee , @haha5 , @3ll0 , @nakashima , @pradithya69 , @mumura , @astlyo , @Kiyomori, @Mr_Makasar, @d_cetya , @kuroy , @congcong , @Tsunami , @Akbar Syailendra , @rone , @uci , @diditwahyudicom1 @bianagustine
Bro gabriel, Kejadiannya di rumah om Santoso Surabaya. Aryo berjaga-jaga di Cempaka Putih Jakarta
Bro 3II0, Dika akan senyum karena selama ini bro mendukung perjuangannya. Makam Dika di TPU Siwalankerto
Kalo bro ada waktu bisa lihat-lihat seperti apa TPU itu
Berharap akan ada kebahagiian setelah ini.
Apa kabar hari Minggu kawan semua ? semoga ini merupakan hari Minggu yang berkah dan kebaikkan untuk orang-orang terdekat dari kawan semua, amin.
Perkembangan hari-hariku mungkin tidak sehebat kawan semua yang sekarang mungkin sedang mengembangkan ilmu pengetahuan tinggkat tinggi, sedangkan aku masih berkutat dengan pasar dan sayuran.
Perkembangan risalah hatiku juga tergolong sulit, entah aku akan tumbuh tanpa cerita mengenai risalah hati.
Aku telah berjanji pada pak Imam untuk tidak berhubungan lagi Daya, karena dia takut aku telah memberikan pengaruh buruk pada anaknya, Sekarang dia lihat siapa yang buruk sebenarnya. Pantang untukku melanggar janji. Sehingga sejak disepakati hari pemutusan kominikasi ini hingga sekarang, aku tidak pernah lagi berkontak dengan Daya
Aku tidak berniat bercerita pada Daya mengenai kejadian buruk tiga bulan yang telah berlalu, dan Daya juga tidak berniat untuk mengetahuinya. Toh Dika hanya dianggapnya saingan ! tidak lebih
Biarlah, dan ternyata semua ini adalah jauh lebih baik efek nya dari yang diperkirakan, sehingga aku bisa fokus memperhatikan keluargaku serta mama dan papa Dika.
Sekarang di kamarku ada dua lemari, yaitu satu lemari yang menampung peninggalan Dika dan satu lemari berisi pakaianku. Beberapa barang Dika berupa barang dengan kenangan dengan orang tuanya di simpan di kamar mama dan papa Dika tepat di sebelah kamarku. Tempat tidur dek Ratna ada di kamar itu dan ada satu kamar kecil yang lain untuk Ratna yang letaknya disebelah kamar mama-papa Dika. Rata-rata Ratna tidur di kamar mama tersebut. Jika dek Ratna mau aku mendorong tempat tidurnya ke kamarku dan aku yang menemani tidurnya.
Namun malam ini papa mengambil gitar Dika yang ada dalam lemari.
Dengan petikan jari papa, lagu lembut mengalun dengan indah, mama terdiam
Ini lagu kesenangan mereka sekeluarga
Lagu inilah yang mereka minta khusus padaku untuk menyanyikannya di caffee om Santoso dulu, saat pertama mereka melihat kondisiku yang pindah ke Surabaya.
"Ntar papa nangis lagi ! ga baik ah pa ! kalau kangen mungkin papa bisa bikin pusi atau apa gitu untuk Dika" saranku dengan lembut pada papa
"pernah loh kami dan Dika nyanyi bertiga, suara Dika itu ga pernah berubah, tetap saja fales" desah mama
"haha iya Jala, suara papa jelex ya, suara Dika jauh lebih Jelex" papa sangat antusias membahas kenangan dengan anaknya
"oh Dika laguin lagu ini ?" tanyaku heran
"kenapa Jala ?" tanya mama juga heran
"ini lagu rindu dendam ya ?" tanyaku untuk lebih memastikan
"iya Jala, saat itu mama lihat dia pertama kali jatuh cinta, berseri, tapi kok langsung patah hati, ?" mama menyembunyikan ketawa getirnya
"Bisa saja kali ma, mungkin terlalu sayang sama kawan, hingga dia mengalah" kataku dengan jujur
"Pasti orang itu sangat khusus, Fanni yang sangat cantik saja tidak menggoyahkan hati Dika. Padahal setiap saat, mama Fanni membicarakan Dika, hingga mama jodoh-jodohkan, dia tidak bergeming" kata mama membuka tabir hatinya hehe
"walahh kamu menjodoh-jodohkan anakmu ?" papa agak protes mengetahui kabar baru
"hehe mama tahu Dika tidak akan mau, ini juga baru mama ceritakan ya, kami bertiga mama, Fanni, dan mamanya sudah merancang semua bentuk acara, mulai ulang tahun Fanni, hingga Fanni kelihatan berprestasi mengusir Natasya dari sekolah mereka" kata mama dengan wajah lugu
"waduh, banyak sekali yang ga ku ketahui ma" gumanku
"hehe itu bentuk usaha yang tidak ikhlas" kesimpulan papa
"iya pa" kata mama menyetujui
"menurut papa, malah Dika ketika liburan di KL melihatkan perubahan, dia banyak melamun, kalau pagi asiiiiikkkkkk bertelponan dengan seseorang dan suaranya jadi berobah, jika biasanya seperti angkatan darat, ini suaranya jadi sayang ke tulang begitu" kata papa
"sayang ke tulang apa sih pa ? bahasa papa" kataku membalas kebahagian papa dan hatiku sedikit ga karuan mengingat tulusnya cinta Dika untuk mendapatkan orang yang tidak pernah ada hati untuknya
"Iya gitu ? hmmm mama kok ga perhatian ya ?" kata mama
"Karena mama terobsesi sama Fanni" kata papa
"Yaaa sudah, ntar bertengkar dan ada yang nangis, ok lah nih aku nyanyi untuk mama, papa, dan Dika. Tarik papa ......" persetujuanku pada papa
Papa mulai mengetuk dan menstring gitar ala michael learn to rock, breaking my heart .....
tuk tu kutuk kutuk terkutuk lah burung perkutut tuk tu kutuk kutuk terkutuk, gitu kawan ketukannya kalo ga percaya dengar deh lagu itu, hehe
Aku melantunkan suara hati Dika yang sekarang dapat kurasakan, kami sekarang adil, Dika tenang di alam kubur, Daya tenang dengan studinya di Jerman, dan aku tenang mengobati luka di tubuh, cinta tak terbalaskan.
Aku tancap suara tinggi masuk ke hati, dan ku kasih ekspresi kesakitan pada mama dan papa
There is no excuse my friend,
for breaking my heart,
breaking my heart again.
This is where our journey ends.
Your breaking my heart again.
Papa seketika menghentikan gitarnya, dan menekur menahan rasa di dadanya
"Dika.......... maafkan papa nak !" jeritan suara papa
Mama menutup muka dengan ke dua telapak tangan, dan meraug... "ooohhhhhhh tuhan...."
Aku sudah perkirakan ini akan terjadi, biarlah mereka mengungkapkan perasaan mereka hingga tenang
Waktu berjalan, dan berputar, hingga mereka lebih sabar dan tidak mudah terusik dengan perasaan
"Mama, Papa, sudah magrib, kita sholat ya ?" ajakku dengan lembut
"iya nak, papa ambil udhuk dulu ya" kata papa
"mama juga, mama ikutan sholat berjamaah" kata mama
Selanjutnya giliranku mengambilkan adekku wudhuk, memakaikan mukenah untuknya
dan akupun mengambil wudhuk dan berpakaian sholat
Aku bentangkan empat sajadah,
"Wah.... anak mama sudah cantik, mau ikut sholat sama-sama ya dek ?" kata mama pada dek Ratna
Adek tersenyum dengan simpul
"Nah mas Jala yang jadi imam sholat, berhubung referensi ayat-ayat pendek papa masih terbatas" alasan papa menolak jadi imam heheh
"Iya, bulan depan, papa kita yang jadi imam ya, kita tunggu" aku balas dengan sangat kekeluargaan
"amiiiinnnnn" do'a dari mama dan dek Ratna mengangguk
Selesai sholat, aku mengatur meja makan dan segera menyiapkan bahan dan peralatan untuk membuat tumis kangkung yang dijadikan sayur untuk makan malam dan menghangatkan goreng ayam balado yang biasanya ku stock di kulkas. Memang Dika juga dulu sering mengatakan bahwa mamanya ga pernah masak.
"hmmm wangi amat" kata mama tanpa maksud
malah ditimpali oleh papa
"bulan depan, giliran mama yang pintar masak" goda papa
"amiiiinnnnn" jawab ku dan dek Ratna kembali Senyum
"amiin juga, asal si mas jangan hari Jum'at saja di rumah, tiap hari ya Ratna ya" mama ga terpancing, hehe. mungkin adekku bingung mama dan papa kok sama-sama ga mau kalah
bahagia sekali malam ini, senyum dan canda mama dan papa Dika sudah kembali keluar, meski senyum dan canda itu tidak seindah seperti 3 bulan yang telah berlalu.
"Duh si mas, kalau tahu begini rasa punya anak yang ganteng, tidak kami izinkan kamu kembali ke Surabaya Jala, kami sekap kamu di jakarta" kembali papa keluar guyon kekeluargaanya
"tapi kami berterima kasih ya dek Ratna ya, sama si mas yang suaranya merdu dan masakannya enak" kata mama, dan dek Ratna mengangguk
"wadoh.... sudah.... makanan akan dingin, jadi baiknya kita makan sekarang ya mama, papa, dan dek Ratna?" kataku dengan nada sangat perhatian
"Ok..... ayo kita come on ...." persetujuan mama dan papa Dika
Aku tata sayurnya dan goreng ayam balado yang sudah dihangatkan di microwave.
Seharipun telah berlalu, aku subuh-subuh terbangun dengan segala rutinitas subuh, dan ...
Hari ini skedulku adalah menerima setoran dari pedagang pasar, semua sudah tersedia program komputernya, tinggal imput data dan keluar berapa yang harus di trasfer ke Malang tepatnya pada keponakan-keponakan papa. Mentrasfernya pun tidak perlu capek-capek ke bank atau ATM cukup internet banking bisa siang hari atau sorenya seselesai mereka setoran saja, zaman sudah sangat maju sekali.
Aku mau minta pamit sama mama dan papa ketika aku hendak berangkat kerja,
namun di kamar kudapati papa sedang menangis, kok suasana agak mundur 60 derajat ???,
mama menopang Ratna duduk dekat papa.
"wah ada papa, mau aku temani ke makam Dika ?" tawaranku
"weleh papa sedang mengajar Ratna nyanyi ! si mas lucu ya dek ?" papa menutupi kesedihan hatinya
"atau papa mau ikut ke pasar, ikut yuk para pedang sering nanyain papa" hiburku
"ga ah, papa dan mama mau ngantar dek Ratna ke sekolah hari ini" kata papa
"Jala, pulang sore ya ! Hari ini jadwal Ratna difisioterapi" kata mama
"Oh iya... hampir lupa, jalan-jalan kita dong cari goreng pisang kepok, asikkkk" kata papa
"iya asikkk mama, papa, dan dek Ratna, siap, aku laksanakan !" ala angkatan bersenjata
Aku pamit dan mereka kembali ketawa-ketawa
Sebenarnya hatiku juga tidak tenang, tiba-tiba teringat wajah papa yang rindu pada anaknya, maka aku ke makam Dika dulu. Lagian para pedagang setorannya rata-rata di atas jam 10 an.
Belum banyak daun yang rontok, makam Dika masih bersih, karena tiga hari yang lalu aku juga berada disini
"assalaamu'alaikum Dika, apa kabarmu pagi ini ? Tadi malam papa mainin gitar dan aku nyanyiin lagu kesayanganmu, kamu dengarkan ?" kataku sambil mengusap-usap batu nisan yang mengarah ke kepala Dika yang membujur di dalamnya.
"Jangan pernah sedih ya saudaraku, kami ada untukmu"
Kemudian aku melangkahkan kaki menuju tempat kerja dan berusaha
Di penghujung bulan April 2014, kami berharap mamaku bisa pulang dari rumah majikannya meski untuk satu malam saja. Mama dan papa mau membicarakan ide terhadap undangan pernikahan koknya Felix di jakarta tetapi rasaku intinya bukan itu, intinya adalah ide mama-dan papa terhadap hasil usaha yang ku kelola dan mereka peruntukkan bagi masa depanku. Dari segi keuangan apalagi pesangon dari pensiun muda yang mereka dapat sangat banyak ditambah tabungan mereka selama ini, papa dan mama tidak akan kekurangan uang dan mereka tidak butuh hasil usaha ini, maka mereka minta kesediaanku untuk merenovasi rumah peniggalan bapak.
Aku setuju sekali ide itu, aku tidak ada ide untuk beli baju apa, beli barang apa, aku tidak butuh benda-benda itu. Ketika ada senyum bahagia di wajah mereka saat mengetahui persetujuanku, itu yang ku pegang. Aku sudah janji tidak akan membuat mereka sedih. Syukur Alhamdulillah mamaku juga sangat mengerti persaan orang yang sedang kehilangan anak untuk berhati-hati menolak apa yang jadi kebahagiaan bagi mereka. Sementara itu, teknis keberangkatan ke Jakarta kami serahkan pada kokonya Felix di Jakarta.
Empat hari menjelang selesainya renovasi rumah peninggalan bapak, baru terlihat rencana besar mama yang lain.
"Satu lagi permohonan kami nak, kita mulai mengembangkan usaha kue, dan mamamu tidak perlu berbetah-betah di rumah marinir itu" kata mama
"pengenya gitu sih ma, tidak tahu apa pendapat mama " jawabku
"kalau kamu yang minta pasti mamamu setuju, jangankan mamamu, papa juga akan begitu" goda papa
"hmmm ayo kalau aku minta MAS apa papa bersedia ?" kataku
"mas apa ? mas tarjo, mas Joseph, atau mas Daya ?" tanya mama
"kok mas Daya sih ?" protes papa tanda tidak setuju
"Toko Mas Daya maksud mama !" mama mencoba ngeles
"oh kirain mas Daya bule Jerman itu" kata papa, oh...... ?????
"sudah... sudah..... habis bercanda ntar ada yang nangis" aku menyetop dan sekaligus menghibur
"hehe... namanya juga kangen anak, nanti kamu juga merasa bagaimana kangennya sama anak" kata papa
Rencana besar mama Dika dua minggu jelang ramadhan 2014 yang serasa seperti baru hari kemaren kita lewati berasama, berjalan dengan baik
Peralatan memasak hingga ke oven pembakar roti sudah tersedia dalam rumah peninggalan bapak yang telah di renovasi
Tiba-tiba
"Jala, kita dapat tugas mensurvey 5 toko kue" aku kaget mendengar sebuah suara di belakangku
Om Ferry ! hmmmm ?
"iya mas, mama sama papa ke rekanan yang lain, ayo kita balapan siapa yang paling banyak proposalnya diterima" tantangan mama Dika
Hmmmm Alhamdulillah mereka telah akur kembali......... Ya Allah, engkau menerima do'a hambaMu, sahabat akan jadi sahabat selamanya tidak ada dendam hanya karena khilaf yang mampu menghapus makna sahabat. Om Ferry akan menyusuri toko kue rekan-rekan yang akrab dengannya dan mama-papa Dika juga menyusuri kenalan mereka. Untuk sementara mereka memakai hubungan baik, tahap selanjutnya strategi pemasaran perlu difikirkan lagi untuk pengembangan.
Tiga hari menjelang Ramadhan, adalah hari pernikahan kokonya Felix, kami telah berjanji hadir pada resepsi pernikahannya yang dimulai sore hingga malam hari ini, kami akan berangkat dengan pesawat jam 9 pagi dan pulang jam 10 malam
Paginya aku ke makam Dika dulu, untuk berdo'a dan sekedar mengabarkan bahwa kami akan ke Jakarta, karena koko akan melangsungkan pernikahan. Dika akan setuju, karena koko adalah salah satu orang yang yang mensupor langkahnya.
Memasuki jalan setapak ke makam Dika aku melihat lagi seseorang berbaju Hitam menghadap makam Dika
Ya Allah ....
Kalau ini benaran pak Imam
siapa lagi kalau bukan dia ? Siapa ya ????? selain pak Imam ?
aku dalam bahaya !
Aku segera mundur
menyelamatkan diri
dan segera menelpon papa
Aku berhasil mencapai pintu gerbang dan duduk di dekat Bapak pekerja di TPU ini yang sudah sangat akrab dan hafal dengan wajahku
"Pak ada orang berbaju hitam di makam Dika" kataku
"Banyak mas pagi ini yang datang berpakaian hitam" kata Bapak itu
"oh gitu ya Pak, saya disini sebentar ya pak menunggu orang tua saya" kataku minta izin
"silahkan mas, saya senang ada teman ngobrol" balas bapak itu
Seketika Tiba sebuah mobil bewarna putih dengan lambang marinir
rupanya mama diantar marinir itu ke rumah dan keluargaku serempak nebeng ke makam Dika, karena mobil aku yang bawa pagi ini seorang diri ke makam
"itulah, pergi sendiri ke makam" goda papa
"hanya menghindar pa, kalau kejadian lagi maka akibatnya lebih fatal pa" aku ngeles, padahal agak trauma sama orang berbaju hitam, apa lagi mengingat kekejaman si almarhum Tamam
"mana dia nak Jala ?" si marinir juga pengen tahu
Bersambung ....
@ReyhanZa , @dafaZartin, @tarry , @cansetya_s , @arieat , @onewinged_bird , @Gabriel_Valiant , @alvaredza , @greenbubbles , @fends , @zeva_21, @boybrownis , @AlexanderAiman , @kimo_chie, @bumbellbee , @haha5 , @3ll0 , @nakashima , @pradithya69 , @mumura , @astlyo , @Kiyomori, @Mr_Makasar, @d_cetya , @kuroy , @congcong , @Tsunami , @Akbar Syailendra , @rone , @uci , @diditwahyudicom1 @bianagustine
jangan lupa aku di mention yaaa.