It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#gigitpintu
oo ooww..kok pake lidah..
hehehe. .
Vacuum dari mn inii @tarry..
kenceng amat sedotan nyaaa... #Eeehhh
Td mlm mau update tp saya ga bs buka situsnya..
udah bbrp kali d coba tetep aja ga bs..
pdhl lwt hp lancar, tp pas d cb d laptop gagal terus..
so sorry y guys..
update an d pending duluu..
klo udh bs lg, br d update lg..
thats it 4 now..
ciao
Aku sudah di kelas 6 sekarang. Biasanya anak-anak kelas 6 sibuk dengan pendalaman materi sebagai persiapan Ujian Nasional. Namun tidak halnya denganku.
Sejak awal aku tahu aku punya sifat malas belajar stadium lanjut. Aku malas membuat PR yang diberikan, aku juga malas belajar untuk ulangan. Herannya nilai-nilaikuselalu terjaga.
Walau begitu, tidak jarang aku dihukum oleh guru karena sifat malasku ini. Sejak kelas 4 dulu, aku langganan dihukum berdiri diluar kelas karena lupa mengerjakan PR. Bukan lupa sebenarnya, tapi aku memang tidak berniat mengerjakannya. Untuk apa mengerjakan sesuatu yang sudah kita kuasai, benar? Itupikirku waktu dulu. Terkesan sombong dan meremehkan memang, tapi itulah kerja otakku. Pikiranku agak sedikit terlalu angkuh waktu itu.
Tidak terhitung berapa ratus, mungkin ribu, tulisan ‘aku tidak boleh lupa mengerjakan PR lagi’ kutorehkan didalam lembar demi lembar buku. Tidak jarang guruku meminta tanda tangan dari orang tuaku diakhir satu buku penuh yang sudah kutuliskan dengan begitu indah itu.
Awal-awalnya aku memang selalu meminta tanda tangan emak atau bapakku. Namun, seiring berjalannya waktu dan juga dengan semakin seringnya hukuman yang menimpaku, aku menjadi plagiat tanda tangan yang lumayan terjamin kualitasnya (Khusus yang ini jangan dicontoh yah.. It’s very very dangerous.. Hee..).
Tetap, dengan seringnya hukuman itu aku tidak juga jera, nilaiku pun tetap terjaga. Namun malu yang kuterima luar biasa. Aku lupa kalau adikku juga disekolah yang sama. Dan tak jarang dia melaporkan hukuman-hukuman yang menimpaku dengan teratur kepada orang tuaku. Untungnya Dwi tidak bersekolah disini. Jadikemaluanku (kok bacanya ga enak ya.. Ralat deh), Jadi maluku dapat kutahanselalu (ini juga jangan dicontoh ya adik-adik. Contoh buruk nih).
Satu alasan utama aku malas mengerjakan PR adalah karena aku sangat senang bermain. Jika sudah main, aku bisa lupa waktu. Lupa juga dengan segala tugas-tugas rumahku dari sekolah. Jika disuruh memilih, aku akan menomorsatukan main diatas tugas sekolah.
Jika kalian berpikir temanku hanya Dwi saja, kalian salah. Temanku ada beberapa ketika main, tidak selalu dengan Dwi aku berkutat. Tidak jarang dengan adiknya Dwi pun aku main bersama. Bulu tangkis dan tak jongkok (permainan dimana yang kalah mengejar pemain lain untuk disentuh. Yang tersentuh ganti jaga. Pemain lainbisa berjongkok jika sudah tersudut. Jika pemain sudah jongkok dia aman.Permainan seperti itu.. Kalian tahu?) adalah favoritku. Oh iya, ada satu yang lupa kusebutkan. Petak umpet namanya. Jika sudah bermain seperti itu, tugas sekolah pun terabaikan.
Waktu itu pulang sekolah aku langsung keluar untuk bermain. Kulihat anak-anak lain sedang memanjat pohon jambu air. Tidak ada Dwi disana. Pohon itu memang selalu menjadi sasaran kami jika sudah mulai berbuah. Dan dari jauh kulihat buahnya juga sudah banyak. Tidak heran anak-anak memanjatnya.
Namun pemilik pohon jambu itu galak. Mereka sepasang guru. Sangat galak dan tegas. Terutama jika ada anak-anak yang memetik buah-buahan yang ada dipekarangan mereka. Pekarangan itu asri dengan banyaknya tumbuh-tumbuhan yang mengelilingi dan menaungi. Dipekarangan itu terdapat beberapa pohon berbuah. Diantaranya ada buah delima, jambu biji, juga jambu air. Yang paling sering menjadi incaran adalah pohon jambu air dan delima. Karena pohon jambu biji tidak memberikan tantangan berarti.
Aku menyambangi mereka yang sedang asyik memanjat. Dengan suara-suara tertahan mereka bergerilya dari sudut pohon yang satu ke yang lainnya. Mencari jambu air yang telah ranum buahnya.
Buah jambu air ini sedikit unik. Well, paling tidak menurutku begitu. Buah jambu inimempunyai kulit luar daging buah yang berwarna hijau dengan sedikit, sangatsedikit, semburat merah. Itu pun tidak terlalu nampak kemerahannya. Warna hijaulah yang mendominasi. Tidak seperti pohon jambu air lain yang kulit daging buahnya berwarna merah. Itu sudah biasa, benarkan?
Aku sudah dibawah pohon jambu air sekarang. Aku senang melihat kelihaian merekayang menjarah buah-buah jambu yang telah ranum, Tapi aku sedikit kesal, merekajuga kadang memetik buah yang belum seberapa masak. Terlihat dari banyaknya pentil-pentil buah yang berjatuhan. Aku tergelitik untuk ikut memanjat.
Bisakah aku memanjat? Tentu saja. Kalian pikir aku siapa? Aku bukan anak manja. Urusan memanjat tidak usah ditanya. Aku bisa. Hanya bisa. Tidak terlalu lihai tapi.
Akupun mulai memanjat pohon itu. Sudah mengincar buah yang sudah kutandai dari pengamatanku dibawah. Anak yang lain belum menjamahnya. Perlahan tapi pasti aku mulai mendekat. Seperti mengintai mangsa, Kuamati buah jambu itu lamat-lamat. Banyaknya orang dipohon ini (ada sekitar 3 anak saat itu. Ditambah aku jadi 4 orang anak) membuat pergerakan pindah sedikit tersendat.
Dengan sabar aku hampir sampai ke buah yang sudah kuintai. Yes. Aku sampai. Buah ituterletak disisi pohon paling atas. Jadi hanya ada aku dibatang pohon teratasini. Kujulurkan tanganku, kuraih jambu itu. Setelah dapat, segera kukantongi. Segera aku mempersiapkan diri turun. Namun, baru saja aku menaruh kaki kebatangpohon dibawahku. Kasak kusuk terdengar.
“Woii..Woii.. Bu guru tuh.. Cepetan turun. Bisa abis diomelin kita kalo ketahuan”
“Iye bener. Nyok Turun Nyok. Rei.. Buruan..”
Aku juga melihat wajah pemilik pohon ini dari jauh. Sepertinya baru pulang mengajar. Aku panik. Mereka bergerak secepat kilat dari pohon. Meninggalkan aku yang masih kesulitan karena panik mendera. Kucoba bergerak secepat yang kubisa.Tapi percuma, sudah kubilang kan jika aku hanya sedikit mahir saja? Disinilah kesulitan itu kutemui. Dalam ketergesaan tak kupedulikan pijakan. Kakiku slip dan...
aku terjatuh. Aku jatuh dari pohon jambu.
Aku jatuh dari pohon jambu itu dari ketinggian yang hanya dua meter saja. Terjerembab dalam posisi miring tengkurap dengan dahi menghantam tanah. Malangnya nasibku, Wajahku yang mencium tanah itu mengenai batu kecil sejenis kerikil tapi bukan, yang mengenai ujung alis kananku yang terletak di ujung pertemuan kedua alis. Aku kaget. Amat sangat kaget. Kaget karena terjatuh tentu. Sepertinya aku tidak apa-apa. Tapi tubuhku masih terpaku disana dengan posisi yang sama.
Aku paksakan bangkit. Anak-anak lain syok melihatku jatuh. Namun sepertinya bukanitu yang mengganggu. Mereka menunjuk-nunjuk wajahku. Kurasakan hangat mengalir di bawah mata kananku. Kuarahkan tanganku kesitu. Kusapu daerah itu. akuterkesiap, aku tergagap. Darah. Aku berdarah. Tidak sakit. Tapi darah itu kian mengucur deras. Anak-anak itu panik. Mereka berlarian sambil berteriak-teriak. Bu guru pemilik pohon itu telah sampai dan berdiri dengan tangan dipinggang. Ooooww.. Aku dalam masalah besar sekarang.
Ibu guru pemilik itu terlihat galak bukan buatan. Wajahnya terlihat sangar namun penuh wibawa. Aku tertunduk. Darah menetes jatuh. Aku masih tidak merasakansakit. Aneh.
“Hayoo..Pada maling jambu ya.. Dasar anak-anak nakal. Lho.. lhoo.. itu si Rei kenapa? Kenapa mukanya berdarah-darah gitu..” amarah yang tadinya diniatkan disemprotkan dengan deras, berganti kepanikan seketika.
“Ii..ituu.. tadi si Rei jatuh dari po’on..” Kata anak yang masih bersamaku. Panggilannya Azis (kalau tidak salah ingat. Maklum. Aku tidak terlalu akrab). Dua yang lainnya sudah kabur entah kemana.
“Oalaaahhh..kenapa kamu diemin gitu. Sini. Sini Rei.. Ayo pulang.. ini mah mesti cepet-cepet dibawa ke dokter nih.. Lagi kamu Rei.. Pake acara naik-naik pohon segala.. Emangnya kamu bisa manjat apa? Kamu jangan terpengaruh sama yang lain dong.. bla.. bla bla..”
Kata-kata selanjutnya senyap seketika.. Walau sedikit tidak diterima dikatakan tidak bisa memanjat, tapi aku senang. Karena aku tidak disalahkan. Predikat anak baik ternyata sudah terlanjur melekat padaku. Sehingga setiap siapa pun yang bertemu selalu bermanis-manis padaku. Belum tahu saja mereka. Aku tidaklah sebaik yang mereka sangkakan.
Aku mulai pusing. Pikiranku sedikit mengawang-awang. Aku pun merasa berjalan diatasawan. Langkahku terasa ringan. Efek kehilangan banyak darah mulai kurasakan.
“Reeeiiiiii..Dasar nakal!! Sapa suruh manjat-manjat!! Rasain tuh akibatnya..!” itu emakkutentu saja.
“Itu muka kenapa berdarah? Berantem kamu ya?” Dasar bangor..” Emak oh emak..marahnya ditahan dulu dong, pusing nih erangku dalam hati.
Wajar dia marah. Jika dia panik, dia memang selalu marah seperti itu. Terlebih dengan banyaknya darah diwajahku. Dipukulnya bokongku. Sedikit keras penuh sayang. Sayang dengan anaknya yang sedikit nakal. Bokong dan pahaku masih menjadi sasaran pukulan emakku.
“Bu..udah bu.. Kasian si Rei.. Diobatin dulu tuh lukanya. Tadi dia jatuh dari pohon" Bu guru galak itu melerai emakku yang sedang memarahiku. Aku hanya diam dengan pusing yang mulai melanda.
Emakkusedikit tersentak “JATOH? Hadeuh Rei.. Sapa suruh naek po’on! Dasar.. bla..bla.. bla..” semprot emakku sambil menarik tanganku kerumah.
“IIIINN..III.. IIINN.. hadeuh nih perawan satu kemana sih. Iii.. iiinn..” Emakku teriaksetengah melengking memanggil kakak perempuanku. Teriakan nadanya terlalu tinggisatu oktaf menurutku dan agak sedikit pitchy.. #Lhooo..
Kakakku tergesa-gesa menghampiri. “Ada apa mak?”
“Kamu jaga rumah. Telpon bapak. Ini nih adek kamu yang bangor jatoh dari po’on. Emakmau bawa dia ke klinik di ujung jalan dulu. Ngerti In?” kakakku mengangguk.
Jalan ke klinik tidak terasa. Karena jaraknya memang tidak seberapa. Sesampainyadisana, emak langsung daftar ke petugas daftar sedikit menyerocos. Aku mendengar kata gawat disenandungkan berulang-ulang. Sebentar-sebentar ini gawat, itu gawat, anak saya gawat, aku mulai tidak kuat.
Pusing yang melanda mendera dengan tanpa jeda. Petugas jaga langsung melihatku dan buru-buru mempersilakan masuk ke ruang praktek dokter walau masih ada pasien disana. Emakku maju paling depan dengan tangan menggengam lenganku erat. Aku diseretnyake dalam.
Dokter dan pasien sedikit heran. Namun petugas jaga berusaha menjelaskan dan dokternya pun sigap langsung bertindak. Didekatinya diriku, digiringnya kearah ranjangitu, dilepaskannya bajuku..
wait.. wait.. wait.. kok penjelasannya ambigu yah..ulang yah.. okeh?
Dokter itu sigap. Dibawanya aku ke ranjang pasien untuk diperiksa. Diamatinya lukadialisku. Dibersihkannya luka itu dengan kapas yang telah diberi entah-apa-itu. Dingin kurasakan kala itu. Masih tak terasa sakit anehnya. Dokter itu menyuntik disekitar alisku. Obat kebal katanya waktu itu. Untuk apa? Aku tak butuh. Tanpa obat itu aku tidak merasakan sakit pikirku. Kemudian lukaku dijahitnya. Dua jahitan menghias alisku. Keren bukan?
“Bu.. anaknya hebat yah dijahit gitu ga nangis.. Padahal masih kecil gitu yah..” kata ibu-ibu yang kuserobot gilirannya. Mendengar kata-katanya aku tersenyum bangga.Tapi kata-kata tentang anak kecil itu entah kenapa membuatku gerah. Aku sudah kelas 6 tauuu..
“iya bu.. anak saya ini emang pinter. Kagak cengeng dia mah..” kenapa jadi pada arisan disini pikirku.
Dokter yang ikut mendengarkan sedikit tersentak. Fokusnya beralih lagi padaku. Diperiksanya aku untuk kedua kali.
“Kamu tadi merasa sakit?” tanya pak dokter
Aku menggeleng. Pak dokter mengangguk ringan. Jempol dan telunjuknya mengusap dagu.
“Kalo saya pegang gini sakit?” tanya pak dokter lagi
Aku menggeleng “kan udah disuntik bius”
“Sebelum disuntik kamu ngerasain sakit” ini dokter banyak tanya ya.. Bikin pusing ajah.
“Ga sakit. kenapa gitu dok?” aku baik bertanya.
“bener kamu ga ngerasain sakit?” aku mengangguk.
“Tapikau tadi ngerasain apa waktu saya bersihin luka?” Eeettt nih dokter beneran deh minta disemprot nih. Cerewet banget. Kagak tahu apa kalo aku masih pusing.
“Dingin. Kan dibersihin alkohol bukan ya? Dokter nanyanya aneh ih. Udah belom nih sayah lapar dok..” dokter itu manggut-manggut.
“Benar kamu tadi ngerasain dingin?” aku mengangguk.
“Kamu tadi ngerasain apa waktu saya suntik?” Fix ini mah. Si dokter beneran minta disemprot nih. Nanyanya itu lho.. Cerewet banget banget. Bikin pusingnya dobel.
“Ya kayak ditusuk jarumlah. Udah ih. Laper nih. Mak pulang yuk. Laper ini..” kataku sedikit protes.
“Bentar. Tuh dokternya belum selesai. Udah kamu diam ajah. Dok, gimana anak saya?”
Dokter itu melirikku dan terlihat berpikir “Anak ibu ga papa.. bla.. bla.. bla.. Cuma tadi saya pikir ada luka lain karena dari tadi dia diam saja sewaktu dijahit. Anak lain mungkin akan menangis. Tapi anak ibu hebat. Dia hanya diam. Diamnya itu yang sedikit mengkhawatirkan, tadi saya pikir ada luka yang menyebabkan syaraf perasanya hilang, tapi ternyata semua aman. Makanya saya tadi banyakbertanya.. bla bla bla..” Cepetan donk. Laper nih. Pusingnya menyingkir. Tergantikan oleh rasa lapar yang teramat sangat.
Entah bagaimana aku sudah sampai kerumah lagi. Percakapan dokter itu dengan emakku membuatku bosan. Terlebih dengan rasa lapar yang menyiksa. Sesampai dirumah aku langsung meraih piring dan menyendok nasi banyak-banyak. Dengan lauk pauk yang sudah tersedia aku makan dengan lahap. Teramat sangat lahap sekali. Hingga taksadar ini sudah piring kedua. Terdengar suara bapak dan nenekku dipintu depan. Aku fokus menghabiskan makan.
Bapakdan nenek menghampiriku. Mereka ingin melihat kondisiku. Makanku sedikit terganggu. Mereka meneliti dahiku. Alisku tepatnya. Bapak menepuk-nepuk bahuku. Nenek mengelus-elus rambutku dan mencium keningku.
Mereka beranjak meninggalkanku sendiri dimeja makan. Terdengar mereka membicarakankondisiku dengan emak diruang depan. Makananku habis sudah. Dua piring tandas, namun perut seolah belum puas. Kuraih pisang ambon yang ada sesisir.
Kudengar suara orang tua dan nenekku di depan, berbincang-bincang. Aku dengar suaraseperti “Dokternya kaget si Rei ga nangis, Ga ngerasa sakit. Dokternya takut siRei syarafnya terganggu..” Syaraf perasa kali mak pikirku.
“Ga..Ga papa. Jangan kuatir. Si Rei itu kan dijaga sama Buyutnya. Jadi waktu diajatuh itu, buyutnya hilangin rasa sakit supaya Rei bisa tahan walau diaberdarah waktu itu. Efeknya mungkin dia akan selalu lapar selama seharian..”Suara nenekku menjelaskan.
Aku? Dijaga? Buyutku?
Apa karena itu rasa sakit itu tak terasa? kok bisa? Nenek masih percaya aja sih sama yang begitu-begituan. Udah haji juga ih si nenek mah.. Emang akunya aja kali nek yang kuat bisa nahan sakit pikirku sedikit terlalu membanggakan diri sendiri. Tak sadar pisang sesisir telah terusir masuk semua kedalam perutku.
Suara-suara mereka tak lagi kudengar. Aku langsung ke atas. Masuk ke kamar. Rasa lelah yang mendera tiba-tiba kurasakan. Seolah tenaga terlepas dari raga. Dalam hitungan detik aku tenggelam dalam lautan mimpi indah.
Ketika terbangun hari sudah malam. Tak menyangka, sudah hampir empat jam aku terlelap. Terdengar suara pintuku diketuk. Tanpa menungguku menyahut, pintu terbuka. Dwi terlihat mengintip disana. Aku tersenyum melihat wajahnya. Dia masuk dan tersenyum. Mendekat kepadaku dan duduk disebelahku. Aku masih terbaring.
Dia melihat luka dialisku. Diulurkannya wajahnya. Tangannya menyapu dan mengelus-elus pipiku. Badannya dia turunkan kearahku. Mukanya tampan sekali. Bibirnya merona merekah. Tapi kenapa dia semakin mendekat. Agak terlalu dekat. Wajahku memanas. Jarak kami hanya sebatas tipis saja. Deru nafasnya dapat kurasakan menerpaku begitu juga sebaliknya.
Tangannya memegang erat kedua sisi wajahku. Tatapannya menatap mataku dalam. Sayu. Syahdu. Penuh rindu. Nafas kami beradu. Bibir merahnya terbuka. Tersenyum penuh manja. Aku tergugah. Hatiku berbunga. Entah mengapa.
Dalam beberapa detik posisi kami masih sama. Lalu tiba-tiba, tatapannya kian dalam. Detik berikutnya bibirnya sudah melekat diatas bibirku. Aku tergagu. Diam membisu. Dia terus menekankan bibirnya keatas bibirku lembut dan perlahan disesapnya bibir atas dan bawahku. Aku tergagap. Menggeliat hebat. Lama sekali bibir kami beradu. Nafas kami memburu. Tangannya pun entah sudah berapa lama meremas gemas rambutku. Lalu digigitnya pelan bibir bawahku. Aku mengaduh. Mulutku terbukadan dia tersenyum bahagia. Lidahnya mulai menjalar masuk terarah. Lidahnya menjelajah dengan lembut dan perlahan. Lidahnya menyapa lidahku. Lidah kami bertemu beradu. Lidahnya mengajak lidahku berdansa. Menikmati momen indah tanpa jeda. Lidah kami berdansa penuh haru. Haru karena ‘mereka’ telah diijinkan bertemu. Lalu..
“REEEEEIIIIII...BANGUUUUUNNNNN..!!!”
“Dasar keblug ini anak..!! Bangun! Banguunn..!!”
GUBRAAKK
HAH? APA? Aku gelagapan. Ada yang terasa menepuk-nepuk badan. Kasar. Agak kelewat kasar sebenarnya. Dan aku terjatuh dari ranjang. Hufth..
Aku mengerjapkan mata. Masih tidak menyangka dengan yang baru saja terjadi. Aku mimpi. Bertemu seorang putri. Putri bidadari. #Halah.
Itu tadi beneran mimpi? Huuwwaaaaaa...
Emmaaaaakkkk... Balikkiiinn mimpiii kuuuuu..
***
#CipokBasah Muuaaacchhhh..
@octavfelix
@bayumukti
@titit
@tarry
@angelsndemons
@alvaredza
@TigerGirlz
@Zazu_faghag
@arifinselalusial
@FransLeonardy_FL
@haha5
@fadjar
@zeva_21
@YogaDwiAnggara
@inlove
@raka rahadian
@Chy_Mon
@Cruiser79
@san1204
@dafaZartin
@kimsyhenjuren
@3ll0
@ularuskasurius
@Zhar12
@jujunaidi
@edogawa_lupin
@rickyAza
@rebelicious
@rizky_27
@greenbubles
@alfa_centaury
@root92
@arya404
@4ndh0
@Angello
@boybrownis
@jony94
@Sho_Lee
@ddonid
@catalysto1
@Dhika_smg
@SanChan
@Willthonny
@khieveihk
@Agova
@Tsu_no_YanYan
Guys.. selamat menikmati kecupan sore hari menjelang malam minggu..
Hope you guys love it.
buat SR (Silent Reader), Please.. let me know klo kalian mau d mention yah..
kasih kecupan buat sayah ato minimal tinggalin jejaklah, biar bisa saya pungut.. okeh?
Happy Reading guys^^
itu perut muat banyak bgt..
*ksh pisang setandan, jambu aer sekilo, kopi pait dan kembang 7 rupa..
ga tau atuh A' @octavfelix ..
itu dulu seingetku emang makan banyak deh.
tau2 laper berat. berat banget A'..