It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
dimention yaa
sek bentar
@puwijaya aku senang mendengar komentar mu. hope you enjoy!
@babycurse @wyatb @be_double
@blackshappire @ottorisk @asz_2468
@adamy @telur_ungu
@indra_perjaka @bagoes_cahbagoes
@antis @mltgw @edwardlaura
@admmx01 @aicasukakonde @fends
@adinu @LastBreath @d_cetya @luky
@aicasukakonde @buyung-yk
@permanario @alvaredza .
@boybrownis @Ian_sunan
@Monster_Swifties @arieat @cibro
@Wooyoung @CL34R_M3NTHOL
@kiki_h_n @yuzz @elsa @iuss
@indra_hunks @adamx @arixanggara
@hendra33
@sunnyhoney @nand4s1m4
@mikaelkananta_cakep
@dan99ization @TigerGirlz
@bumbellbee @onewinged_bird
@ottoRisk @MisterF @Gaebara
@mr_makassar @zick_perzon
@Ray_Ryo @leehan_kim @2mocin
@latio @rayrio017
@congcong @ajatarman
@Ziehl_Neelsen @ipinajah @3llo @matamu @dewa_ariez17
@de_adjha87 @teru @mohsyazfarrel @dafazartin @hehe_adadeh @Soshified @kuroy @emut2x @balaka @patric @wita @3ll0 @nothinglikeusus @nielsantoso @yansah678
selamat siang. moga menyukai update kali ini. dan maaf ya terlalu lama gak update. hopefully i can accomplish this story. sorry untuk yang tidak ke mensen. atau tidak mau di mensen.
“Ngarep banget aku cium di bibir!” ejeknya sambil tersenyum culas
“ye… sapa yang ngarep”, balasku tak mau kalah.
“Terus ngapain pakai matanya merem dan muka memerah…” ucapnya tanpa ampun mampu menelanjangi kehormatan ku (ceile).
“Pede gilak. Udah mau sholat”, ucapku sambil berharap dia menyingkir dari hadapanku.
Sambil tetap tertawa penuh kegembiraan dia menyingkir. Walau tidak bisa konsentrasi sama sekali aku tetap melanjutkan sholatku. Sepertinya Havi membuat lelucon tentang kehomoanku. Emang setiap straight sepertinya begitu. Walau aku masih mempertanyakan hal itu.
Setelah sholat, Aku langsung beberes kamar tidur dan berencana menyetrika baju yang akan ku pakai kuliah nanti. Ku lihat Havi sedang baca baca buku. Sambil tiduran dia berguling kesana kemari. Aku ambil setrika dan dan mulai menyetrika.
Ditengah tengah asyiknya menyetrika tanpa ku sadari Havi mendekat dan memelukku dari belakang. “boleh nitip gak?” ucapnya berbisik di belakang telingaku dan tangannya melingkar di perutku. Darahku berdesir. Posisi seperti itu bikin ku sedikit melayang. Sial, ucapku dalam hati. Havi sepertinya balas dendam dengan apa yang aku lakukan. Dia berhasil menggoda ku balik dan selamat kamu berhasil Havi untuk membuat nafsu ku melonjak ke ubun ubun, batinku sebal.
“Enak aja setrika sendiri aja” ucapku untuk mempertahankan martabatku sebagai homo yang terhormat.
“Ayolah… ya ya…?” bujuknya sambil tetap melingkarkan tangannya.
“Nih ku setrika muka mu” ucapku sambil mengayunkan setrika panas kearah nya.
Havi melepaskan pelukannya dan menyingkir. Dia cemberut. Aku makin merasa Havi memanfaatkan hasrat ku terhadap laki-laki. Pilihan yang sulit menentukan mana yang lebih baik, dia straight yang toleran terhadap kehomoan ku atau straight yang memanfaatkan kehomoanku. Walau Havi mungkin gabungan dari keduanya.
Dia ambil handuk dan keluar. Sepertinya dia mau mandi. Aku pun melanjutkan menyetrika.
***
FLASHBACK
Salman berharap Jay sama sekali tidak menyadari apa yang dia berusaha lakukan. Walaupun dia tidak yakin, Jay pasti menyadari sesuatu bahwa Teman baiknya berusaha memanfaatkan tubuhnya. Jay bertemu dengan Salman dan berusaha bersikap biasa. Jay Cuma masih berpikir apakah sahabatnya itu Cuma iseng atau emang dia —hal yang sebenarnya Jay takutkan— homo.
“Semalam gak terlalu bisa tidur, agak panas”, sebelum Jay menyadari kata-katanya barusan merupakan pembuka obrolan yang buruk. Karena Jay ingin berusaha bersikap biasa dan berpura-pura tidak tahu.
“Masak sih? Aku tidur lelap kok”, ucap salman dengan penuh keraguan dan kebohongan.
“Haha… iya kali ya? Ranjang ku ranjang ku surga kamu setan dari neraka”, ucap Jay yang niat awalnya untuk mencandain Jay justru seperti membuat metafora atas apa yang dilakukan Salman.
“Sial kau”, ucap Salman sambil membatin itu beneran metafora atau murni candaan.
“Haha… canda ah. Kalau situ setan aku temannya setan dong”, ucap Jay sambil tertawa lebar.
“Kalau mau nginap lagi, nanti malam aja.” Sambung Jay menawarkan pada Salman.
“Besok besok aja deh”, balas Salman.
Obrolan singkat mereka harus berhenti ketika ibu guru memasuki kelas. Kekhawatiran, keingintahuan masing-masing harus dipendam sendiri-sendiri. hingga nanti pada saatnya harus diungkapkan dan mengubah persahabatan mereka.
***
STILL FLASHBACK
“Man, nginap di rumah mu ya ntar malem?” Tanya Jay lewat pesan singkat.
“Iya boleh, tapi tau sendiri kan kamarku”, jawab Salman.
“Iya gak papa, udah beberapa kali kan aku nginap di rumahmu.”
“Oke, jangan malem, sore aja”
“Oke”
Sore pukul 5 Jay mulai memasuki halaman Rumah Salman. Langsung dia memarkir di teras depan. Terlihat Salman berdiri di depan pintu menyambut sahabatnya. Di dalam terlihat sepi, mereka langsung menuju kamar Salman. Kamar dengan ukuran 2 x 3 terlihat sempit dengan ranjang, meja belajar dan lemari pakaian. Jauh berbeda dengan kamar Jay. Tapi kamar Salman memiliki jendela lebar yang menghadap kea rah jalan. Dari jendela bisa terlihat orang lalu lalang.
Kamar Salman terletak di lantai atas. Jadi orang tua Salman membangun dua kamar setelah merasa rumah mereka terlalu sempit. Satu untuk kamar kakaknya dan satunya untuk Salman yang sekarang dia tempati. Ranjang Salman tidak lebar dan nyaman hanya untuk satu orang. Jika dua orang harus tidur diatasnya, dua orang harus tidur sangat dekat. Jay duduk di kursi belajar sambil melihat orang lalu lalang melalui jendela lebar disampingnya.
Salman turun dan kembali dengan minuman dan beberapa snack yang telah ia beli. Dia meletakkannya di meja belajar. “Aku mandi dulu” ucap salman dan dibalas anggukan oleh Jay. Salman keluar dengan mengalungkan handuk di lehernya. Jay sendirian di kamar.
Jay kemudian mengamati kamar Salman. Di daun pintu terlihat poster gulat WWF. Warnya sudah sedikit memudar. Poster itu sepertinya sudah di sana sejak Salman masih SD. Di sebelah pintu ada poto yang tergantung. Terakhir kali Jay ke kamar Salman, poto itu belum ada. Jay melihat gambar dirinya sendiri di poto itu. Poto yang diambil ketika ada acara di sekolah. Di situ ada Jay, Salman dan dua teman lainnya. Potonya memang bagus.
Jay beranjak dari tempatnya duduk, mengambil tablet dari dari tasnya dan rebahan di ranjang. Di tengah-tengah keasyikannya memainkan tabletnya Salman masuk. Dia duduk di kursi belajar dan memakan snack yang dia bawa tadi. Dia membuka satu bungkus kacang garing dan menyodorkannya kepada Jay. Jay bangkit dan ikut memakannya.
Mereka ngobrol kesana-kemari membicarakan banyak hal. Sebagai teman baik, tidak ada istilahnya kehabisan obrolan. Tidak ada PR malam itu sehingga mereka Cuma ngobrol dan main tablet. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Walaupun mereka sudah makan malam setelah magrib. Jay mengeluh lapar.
Mereka turun kebawah dan membuat mie instan. Sambil duduk di depan tv mereka makan. Ada film yang sedang diputar. Rasa-rasanya sudah puluhan kali film nya diputar. Mereka pun naik ke atas dan memutuskan tidur. Sambil posisi tiduran dan menghadap ke langit-langit kamar mereka ngobrol.
“Siapa teman terdekat mu ketika SMP?” Tanya Jay.
“Dimas, Haris,Kevin, kalau kamu?”
Sejenak Jay berpikir, “sepertinya Alex teman paling dekatku saat itu”, ucapnya tidak yakin.
“Cuma dia aja?”
“Sudah ku bilang tidak banyak teman akrab yang ku miliki” jawab Jay.
“Sekarang Alex dimana?”
“Dia sekolah di SMA 3, tapi sudah lama tidak bertemu dan berhubungan” terang Jay.
“Aku terakhir minggu lalu ketemu Kevin, dia sama ceweknya”
“Cantik?”
“He..ehm… cantik. Sekarang mereka lebih sibuk dengan cewek masing-masing. Tidak seperti saat SMP.”
“Hehe… kasihan banget dirimu”
“Hu…um… pernah Dimas, Haris, Kevin ngajak liburan bareng dengan cewek masing-masing”
“Terus?”
“Aku ogah lah. Aku gak punya cewek”
“Seharusnya kamu ngajak aku” timpal jay sambil tertawa.
“Homo banget dong”
“Emberan cyin”
Mereka tertawa bareng. Tak lama mereka tertidur. Salman berusaha memunggungi Jay. Tapi menjadikannya harus menghadap tembok. Posisi yang tidak terlalu nyaman buatnya. Tapi salman berusaha mempertahankan posisinya sampai tertidur.
Tengah malam gerakan tangan Jay mengenai muka Salman, cukup keras hingga membangunkannya. Salman membuka mata dan menatap wajah Jay yang hanya beberapa centi. Terlihat sekali Jay tidur lelap. Ingin sekali Salman memeluk Jay. Entah kenapa jika melihat Jay tidur muncul pikiran yang aneh-aneh dari Salman.
Salman berusaha menyingkirkan pikirannya. Dia tidak mau melakukan hal yang sama tempo hari. Tapi pikirannya terus berkecamuk. Sebelum dia bangkit dan duduk di ranjang. Akal sehatnya sudah hilang. Dia tiba-tiba membuka resleting celana Jay dan dengan sedikit usaha dia telah mengeluarkan pusaka Jay. Dengan nafas menderu Salman memegang dengan kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia memasukkan kembali dan menutup resleting dan kembali tidur. Dia sadar telah bertindak terlalu jauh. Dia berusaha tidur. Walau dia merasa Jay tetap tertidur tapi Salman merasa akan terjadi hal buruk.
Jam menunjukkan pukul 4.30 pagi. Jay menggerakkan kaki Salman. Lantas Salman bangun. Jay mengajak Salman untuk sholat. Seusai sholat mereka duduk-duduk di pinggir ranjang.
“Kamu gay?” Tanya Jay.
Bagaikan bola basket membentur kepalanya Salman menjawab dengan parau, “maksudnya?”
“Kamu homo?”
“Enggak…” kilahnya.
“Yakin?”
Salman mengangguk.
“Tadi malam kamu ngelakuin apa?”
Bola bowling sekarang mengenai dadanya. Salman Cuma terdiam.
“Apa maksudnya? Kamu suka cowok? Kamu suka aku?” ucap Jay dengan ragu-ragu ketika mengucap aku.
Salman hanya terdiam.
“Jawab man, kamu harus jawab”
“Aku tidak punya jawaban”
“Kamu tidak punya jawaban tapi kamu bisa menerangkan kenapa kamu melakukan itu”
“Apa yang harus diterangkan? Aku melakukan itu hanya karena penasaran saja”
“Hanya itu?”
“Memang nya aku harus berkata apa?”
“Kamu telah melakukan pelecehan”
Suara Salman tercekat di tenggorokannya mendengar apa yang Jay katakan.
“Aku tidak tahu apakah kamu seperti yang aku takutkan selama ini. Tapi tindakan mu itu merupakan tindakan tidak terpuji.”
Salman hanya terdiam.
“Salman teman baik ku. Kok kamu tega melakukan itu terhadapku? Aku merasa hina kamu perlakukan seperti itu.”
“Maaf”
“Maaf saja tidak cukup. Akan aku beri kamu waktu yang cukup untuk memikirkan apa yang telah kau perbuat padaku” Jay berdiri mengambil tas nya dan keluar kamar Salman.
Masih pukul 5 pagi jay keluar rumah salman dan Langsung pulang. Salman hanya bias melihat Jay keluar dari halaman rumahnya melalui jendela lebar di kamarnya.
***
Pukul 3 sore aku pulang kuliah. Hari pertama kuliah. Sudah banyak tugas menanti. Dengan gontai ku keluar kelas dan memutuskan untuk langsung pulang ke kos. Di lorong ku lihat Edrick berjalan ke arahku. Dia berhenti ketika melihatku.
“Ayo pulang bareng aku aja”
“Kamu udah selesai?”
“Udah”, jawab Edrick.
“Oke”
Kami pun berjalan ke arah tempat parkir. Aku pun naik ke atas motornya. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kosan. Ku ajak Edrick untuk naik ke atas. Dia pun mengikuti ku. Ku lihat Havi ngobrol dengan asyik dengan mas Alung. Sedetik aku merasa cemburu.
Mas Alung dan Havi melihat kami. Tapi tanpa babibu aku dan Edrick langsung naik ke atas. Aku pun berganti dengan kaos. Edrick langsung rebahan di kasur. Aku menawari Edrick minum, ku sorongkan sebotol air minum. Lantas dia meminumnya.
Aku pun ikut berbaring di sampingnya. Edrick sedang memainkan ponselnya. Aku pun membuka buka facebook. Aku pun berhenti pada gambar yang di posting teman. Ada pameran buku. Terlintas sejenak untuk mengajak Havi. Tapi kemudian aku ragu mengajak Havi atau Edrick.
“Ed, ke pameran buku yuk ntar malem?”
“Pameran buku dimana?”
“Ini…”, lantas ku tunjukkan hape ku padanya.
“Gak jauh itu dari sini.”
“Mau nggak?”
“Mau mau” jawab Edrick.
“Ntar malem jam 7 ya? Kamu kesini”
“oke sip”
Tidak selang berapa lama Havi masuk. Dia menyapa Edrick. Ku hanya menatapnya. “Hav, ayo ntar malem ke pameran buku” ajak Edrick tiba-tiba kepada Havi. Sekilas Havi menatapku. Dia terdiam sejenak. “sama sapa? Berdua?”
“Enggak sama Salman juga”
“Ikut aja jika mau. Ntar pinjam motor”, ucapku.
“Ah enggak deh besok-besok aja. Mas Alung ngajak ke hot spot. Dia mau download.” Ucap dia yang entah kenapa aku ngerasa Mas alung adalah prioritas dia.
“Ohh…”ucapku datar.
Sambil tiduran ku lihat Edrick dan Havi terlibat dalam obrolan yang asyik. Aku merasa malas untuk masuk ke dalam obrolan mereka. Aku pun mengambil bantal.
Tanpa ku sadari aku tertidur. Havi berdiri di pinggir ranjang. Handuk melilit pinggangnya, dengan rambut basah yang sedikit menetes dia mencipratkan air dari rambutnya ke muka ku. Tubuhnya yang lumayan berisi sedikit basah.
“Bangun woe”
Ku lihat jam menunjukkan pukul 5. Karena sedikit sebal ku berbalik ambil guling dan memeluknya.
“Eh udah sore. Bangun”, gerutunya.
Tiba-tiba dia naik ke ranjang dan memeluk ku dari belakang. Seketika darahku berdesir. Dengan lembut dia berbisik. “Bangun sayang”. Ku kibaskan pelukannya. Sekilas muncul niat untuk menarik handuk yang melilit pinggangnya tapi ku batalkan. Ku hanya bisa menatapnya sebal. Walau dalam hati rasanya tubuh ini meleleh dengan sikapnya barusan.
Tanpa basa-basi ku ambil handuk dan keluar kamar. Havi ketika berdua saja sering bersikap konyol tapi romantik. Aku pun merasa Havi telah membuat ku selalu memikirkannya. Dan bodohnya aku, aku masih berharap dia kayak aku dan bisa mencintaiku. Harapan yang bodoh. Ku meyakinkan diriku bahwa Havi straight.
Aku pun selesai mandi dan sholat. Ku lihat Havi sibuk dengan hapenya.
“Hav ntar setelah sholat bareng ya makannya”
“Aku mau makan sama mas Alung sambil ke tempat hot spot”
“Ikut”
“Naik apa dong kan gak ada motor”
Rasanya gak rela Havi pergi berdua sama mas Alung.
“Oh ya udah”, ucapku.
Lantas azan magrib berkumandang. Cepat-cepat ku sholat dan berencana ke warung sebelah kos untuk makan. Jam menunjukkan pukul 6. Ku tinggalkan Havi sendirian di kamar. Tidak butuh waktu lama mungkin sekitar 15 menit untuk selesai makan. Ketika ku kembali ke kamar. Havi sudah tidak ada. Sepertinya sudah berangkat dengan mas Alung.
Sambil menunggu jam tujuh aku ke bawah dan menonton tv. Ada beberapa yang sedang nonton. Ku ikut duduk. Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang ku lihat. Sesekali ku browsing berita online. Buka twitter dan buka facebook. Hampir jam 7 aku naik berganti pakaian dan menunggu Edrick. Ku putuskan menunggu Edrick di teras kos. Edrick baru memberi tahu kalau dia sudah di jalan.
Edrick tiba di gerbang kos. Aku pun melambaikan tangan. Mengisyaratkan dia agar tidak perlu turun. Tiba-tiba dia malah menyalakan klakson. Aku kaget. Bikin yang lain dengar aja, batinku. Kayak pacar yang mau ngapelin. Dia membuka kaca helmnya. Dia tersenyum lebar.
Aku pun naik dan kami pun langsung meluncur ke tempat pameran buku. Mungkin butuh waktu sekitar 20 menit untuk mencapai gedung tempat pameran. Lumayan rame. Kami pun berhenti dari satu stan ke stan lain. Sampai pukul 9.40 aku mengajak Edrick untuk pulang. Aku membeli dua buku yang menunjang kuliah. Edrick membeli sebuah buku. Aku tidak tahu buku apa.
Ketika mau keluar aku kaget. Ada Havi dan mas Alung yang juga menuju ke pintu keluar. Aku tidak suka pemandangan ini. Aku tidak ingin menyapa mereka. Walau sepertinya terlambat. Edrick sudah menghampiri mereka. Dengan canggung, bukan, bukan dengan cemburu ku hampiri juga mereka. Sekilas Havi terlihat tidak enak. Mungkin dia menolak ke pameran buku ternyata dia datang juga ke pameran buku.
Kami berpisah dan menuju motor masing-masing. Rasanya jadi sedih dan sakit hati melihat havi jalan sama mas Alung. Tanpa ku sadari Edrick menghentikan mobilnya di sebuah taman.
“Berhenti dulu yuk” ucapnya. Ku lihat jam menunjukkan pukul 10 malam. Aku pun mengikutinya. Di tengah-tengah taman ada kursi berderet mengelilingi kolam di tengahnya. Ada lampu yang cukup terang di atas masing-masing kursi. Edrick mengajak duduk. Dia mengeluarkan dua botol minuman dari tasnya. Aku pun meminumnya.
Aku melihat Edrick mengeluarkan sebuah buku. Buku lama. Bukan, novel lama. Judulnya coklat strawberry. Aku Cuma membatin kenapa Erick membeli buku itu.
“Kamu pernah baca buku ini?”
“Sudah…”
“Bagus nggak?”
“Bagus”
“Kamu suka endingnya”
Aku terdiam. “mungkin bukan pilihan pembaca untuk suka atau tidak suka terhadap ending sebuah cerita”
“Aku tidak suka akhirnya” ucap Edrick.
“Mungkin kamu bisa membuat ending versi kamu sendiri”
Terlihat senyum sumringah Edrick. “Aku ingin ngasih buku ini ke kamu.”
“Aku udah pernah baca”
“Aku tidak meminta mu untuk membacanya”
“Oke” ucapku.
Edrick tiba-tiba berdiri dan mengajak ku ke pinggir kolam.
“Kamu tunggu di sini”
Edrick berjalan mengelilingi kolam. Sehingga dia berada di seberang kolam.
Tiba-tiba dari kejauhan Edrick memegang hape dan menelepon seseorang. Aku heran, hapeku berbunyi. Dari kejauhan Edrick member isyarat agar aku mengangkat telepon. Kemudian telepon ku angkat.
“salman, aku malu mengatakan ini di dekatmu tapi aku juga ingin tahu reaksimu mendengar ini ‘AKU MENCINTAIMU SALMAN”
Edrick bawa motor ato mobil hayoo?
Untuk Havi no coment.i hate u.
oh ya bang, edrick sm salman ke pameran buku pake motor atau mobil ya bang? kok ada paragraf yg gak sinkron gitu..
trus bang, kok gue ngerasa penempatan flashback nya kurang pas yaa. jd gimana gitu rasanya pas ngebaca nya.. hhehe
so swit masjai... 8->
tp agak ke ganggu dg ada'a flash back dtengah2 cerita pa lagi scene g berhubungan...
Dah man ma edrick je dah pasti, dari pada di phpin havi