It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
yupp. pilih mobil apa motor
udah sih sama edrick aja. tp emang perasaan gak bisa dipaksa
ayo update berikutnya jgn sampai tahun ini lewat ya? hehe...
ayo update berikutnya jgn sampai tahun ini lewat ya? hehe...
“Beneran Man, aku cinta kamu.”
“Kamu gay?” ucapku ragu dan pelan dengan kata gay. Berharap dia Cuma bercanda saja.
“Apapun kamu menyebut ku, Aku mencintai mu Salman”
“Udah tutup telepon nya dan ke sini” aku menutup telepon dan melambaikan tangan ku padanya untuk mendekat. Sejenak dia ragu kami saling memandang dari kejauhan. Dia berjalan mendekat dengan pelan. Aku tetap pada posisi ku.
Sambil memandangi kolam aku bilang, “Terima kasih Edrick telah mencintaiku. Cinta manusia harus dihormati dan dihargai. Aku yakin itu perpanjangan kasih Tuhan”, terangku dengan diplomatis. Dia tetap menatapku. Dia tidak berkata apa-apa.
Cukup lama kami diam. Tidak Cuma Edrick yang gelisah. Aku juga bingung dan gelisah. What should I do? What should I do?. Aku ingin menerimanya tapi ah aku gak bisa. Menolak cintanya? Dengan alasan apa? Aku gak mau menyakitinya. Memiliki kekasih sepertinya hal yang indah untuk dibayangkan.
“Apakah kamu juga gay, Man?” ucapnya yang mengagetkan ku.
“Menurutmu?” balasku singkat. Apakah aku harus come out dan membuat pengakuan.?
“Entahlah. Aku hanya merasa kamu sama seperti aku”
“Sepertinya kamu salah. Aku gak kayak kamu”, maaf Edrick aku berbohong padamu.
“Maaf, ku pikir kamu sama. Makannya aku berani bilang kalau aku cinta kamu”, ucapnya dengan nada sendu penuh penyesalan.
“Edrick, kamu gak salah. Jika aku dalam posisi kamu aku akan memberitahu nya. Siapapun dia.” Aku teringat pada Havi.” Cinta itu anugerah Tuhan kan?” sambungku.
Edrick mengangguk. Aku menatap sekilas kemudian aku memutuskan melakukan sesuatu. Aku memeluknya dengan erat. Cukup lama untuk merasakan hangat tubuhnya. Kemudian aku berbisik padanya. “Aku bisa menjaga rahasiamu. Dan aku bisa menjadi teman terbaikmu jika kamu mau”. Sepertinya Edrick meneteskan air mata.
Aku melepas pelukannya. Mengambil tas di kursi dan member isyarat untuk segera pulang. Dia mengikuti dari belakang. Sesampainya di tempat parkir sepeda motor aku meminta kontak sepeda motornya. Aku ingin di depan. Kami pun meluncur membelah jalanan. Selama perjalanan pulang kami cuma diam saja. Sesekali ku liat wajah Edrick dari kaca spion. Tidak ceria.
Aku pun turun dari motornya. Ku lepas helm ku dan berkata, “hati-hati ya dan terima kasih.” Dia pun mengangguk dan langsung meluncur ke jalanan yang sepi. Dengan gontai aku melangkah ke dalam kos. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Terlihat beberapa masih menonton tv. Ku tidak melihat Havi. Aku langsung naik ke atas. Ku buka pintu. Ku lihat Havi tanpa memakai atasan berbaring sambil memegang hapenya. Terlihat tubuh nya yang selalu menggodaku. Dan ada orang lain di sebelahnya yang bikin hati ini tidak karuan. Mas Alung juga berbaring di sebelahnya. Seketika mereka menatapku. Mengetahui aku datang Havi bangkit dari kasur.
“Mana snacknya. Beli jajan gak? Tadi mampir kan?” ucapnya memberondongku dengan pertanyaan.
Sakit hati ini. ketika dia bilang tidak ke pameran buku tapi ternyata datang. Aku tiba dia berduaan saja dengan mas alung. Memang kamu bukan siap-siapa aku Havi tapi rasa cemburu itu datang begitu saja menjalar ke dalam hatiku. Dan kamu gak sensitive sama sekali.
“Enggak sempat” ucapku lirih. Ku letakkan tas ku ke meja. Aku Cuma diam. Ku lepas baju dan tetap memilih diam. Mas Alung Cuma diam saja. Sebentar, aku tidak boleh seperti ini. Aku harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
“Tadi Sampai kos jam berapa?” Tanya ku.
“Jam 10.20 sampe kos.?” Jawab mas Alung.
“ Tadi dari tempat hot spot, mas Alung ku bilang kalau kamu ngajak ke pameran buku. Mas Alung langsung ngajak meluncur ke sana”, terang Havi.
Aku sebal kamu punya alasan yang bagus Havi. Tapi kenapa kamu gak ngasih tau kalau kamu juga di sana? Batinku. Ah mungkin kamu emang tidak ingin menemui ku disana.
“Mau hubungi kamu baterai ku habis” sambung Havi yang membuatku semakin sebal karena dia sama sekali tidak bersalah. Terus kenapa kalian berdua di kamar? Ah tapi itu tidak perlu alasan. Aku tidak ingin mendengar alasan yang benar lagi. Aku butuh alasan agar aku bisa ‘memberi makan’ rasa cemburuku terhadapmu Havi.
Aku duduk di kursi. Havi sekarang memakai baju dan mas Alung pamit untuk tidur di kamarnya. Sangat adil. Havi tidak memberi ku kesempatan yang sama. Aku pun ambil bantal guling dan memulai tidur. Ku lihat Havi juga mau tidur. Aku tidak bisa terus hidup dalam keadaan seperti ini. Rasanya sesak. Apalagi Edrick seperti itu. Aku memang lebih menginginkan Havi tapi aku yakin Edrick memang benar benar mencintaiku.
Mana ada straight yang punya perasaan yang sama seperti gay. Mereka tidak akan pernah sama. Aku sudah membohongi Edrick dan rasa cemburu ku pada Havi semakin besar. Aku tidak menyangka bisa begitu mencintai Havi. Awalnya ku kira aku Cuma nafsu sama dia. Ah mungkin nafsu dan cinta berbeda tipis setipis kulit bawang.
Aku pun mulai tertidur. Ada atau tidak ada Havi di sebelahku aku tidak peduli. Aku harus ambil keputusan besok.
siap2 ada kehebohan apa nih dari sang Havi
gak usah di mensen, semoga bisa update segera!