It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lol
selamat malam hehe... mohon yang tidak bersedia di mensen bilang. yang belum ke mensen juga harap bilang. mohon ya komen, boleh komen asem, komen asin, komen pedes. lol atau click "Like" aja
thanks
Sepertinya memang dia tidak benar-benar bertanya untuk mendapatkan jawaban. Hanya basa-basi atau semacam itu. Pilihan untuk memberikan jawaban “half-truth” merupakan pilihan yang terbaik saat terdesak seperti itu. Berbohong hanya akan menciptakan kebohongan yang lain, dan kita tidak tahu kapan rantai kebohongan itu menemui ujungnya. Pelajaran di masa lalu membuatku berpikir ribuan kali untuk berbohong.
jawaban lengkap seharusnya “ini sedang nonton film pendek gay, tapi sayang jelek karena gak ada adegan seksualnya.” Tapi kata-kata yang berbahaya dan mengundang tanya dihilangkan. Jadi “ini sedang nonton film pendek, tapi sayang jelek.” Sama seperti kalimat di banyak iklan yang menyampaikan half-truth agar menarik lebih banyak konsumen. Aku membayangkan jika Cuma menjawab “nonton film pendek”, akan muncul pertanyaan yang lain, “film pendek apaan?”. Oleh karena itu memberi alasan pada orang lain bahwa sesuatu di hadapannya tidak menarik membuat orang lain jadi sedikit ingin tahu dan berupaya mengabaikan. Dan sepertinya berhasil pada Havi. Atau dia pura-pura tidak tertarik? Entahlah.
Aku melihat ke arah celana ku yang sudah tidak menggembung. “Dia” yang sepertinya punya caranya sendiri dalam bertindak dan tidak bisa ku perintah. Apakah Havi melihat celanaku menggembung dan meyakini kalau aku sedang nonton film porno, sehingga dia bersikap seolah-olah tidak peduli agar aku tidak malu. Entah apapun asumsi yang muncul di otakku saat ini, merupakan sumber kekhawatiranku. Sudah cukup sore sebaiknya mandi saja, pikirku. Aku pun beranjak dari ranjang, mengambil handuk dan berjalan ke arah kamar mandi.
Jika hawa nafsu itu dari setan seharusnya ia bersifat panas dan air adalah kekuatan yang mampu meredakan nya. Tapi anehnya, hawa nafsu lebih sering mendapatkan kepuasannya saat dikamar mandi. Aku pun cepat mengguyur tubuhku. Airnya cukup segar bagi tubuh dan mampu menghilangkan kekhawatiran dari hatiku untuk sementara waktu. Kamar mandi yang cukup luas dengan bak yang besar. Warna keramik merah bata-nya menghiasi lantai dan sebagian dinding. Sepertinya warna ini lebih baik dari pada warna putih yang bagaimana pun akan mudah terlihat kotor. Jika warna nya gelap akan lebih mudah menyamarkan kekusaman. Mungkin. Ritual mandiku: tubuh disabun, terus keramas berpakaian lengkap kemudian baru sikat gigi. Entah kenapa sikat gigi menjadi yang terakhir.
Ketika masuk ke kamar sepertinya Havi belum naik ke atas. Dia masih nonton TV di bawah. Aku pun cepat berganti baju, ambil hape dan turun ke bawah. Aku meihat Havi dengan serius memperhatikan ke arah layar televisi. Aku pun duduk di sofa sebelahnya.
“Bagus semua acaranya. Channelnya juga banyak gak kayak di rumahku”, ucapnya sambil tertawa.
“Oh ya emang ada channel apa aja?”, sambil ku perhatikan tanda channel di pojok layar televisi, sepertinya ibu kos menyediakan tv kabel di kos. Pantesan bayar kosnya mahal, ya bagus deh lebih kerasan kalau nonton tv.
“Entahlah aku juga belum tahu, sepertinya cukup banyak. Ada banyak channel olahraga juga.” Ucapnya.
Aku pun menatap kearah layar yang sedang memutar channel HBO, sepertinya sedang memutar film. Aku pun keluar karena sudah terlewat terlalu jauh untuk ikut menonton. “Aku keluar dulu ya? Mau jalan-jalan.” Havi pun mengangguk. Walaupun ku berharap dia menahan ku atau memilih ikut jalan-jalan sore denganku. Tapi sepertinya sama mustahilnya dua kemungkinan itu. Havi sudah biasa jogging pagi dan tahu lingkungan sekitar kos. Dan juga dia tahu kalau filmnya akan berakhir jadi tidak mungkin memintaku untuk ikut nonton.
Aku pun membuka gerbang kos dan melangkah keluar. Hal yang akan aku cari tahu adalah toko kelontong, warung makan, mesjid, warnet. Karena jika posisinya jauh akan merepotkan ku karena aku tidak membawa motor. Selama berjalan-jalan aku menjumpai beberapa warung makan selain yang dekat dengan kosan. Harus di coba satu-satu warung makannya. Dan memilih mana yang paling enak dengan harga paling terjangkau syukur-syukur bisa ngutang jika terpaksa, batinku dengan senyum mengembang. Buru-buru ku hapus senyum itu. Sedang di jalan, alangkah bagusnya jika tidak tersenyum sendiri.
Tidak cukup jauh aku juga menemukan mesjid, sepertinya mesjidnya baru direnovasi. Aku pun berhenti di pinggir jalan raya di mana bisa menemukan angkutan umum. Tak terasa aku sudah berjalan sekitar 20 menit. Masih cukup waktunya untuk balik sebelum azan maghrib berkumandang. Berharap Havi belum mandi atau semacam itu dan aku bisa melhatnya berganti baju. Apalagi kaosnya tadi lumayan menunjukkan kalau tubuhnya emang berisi. Bikin penasaran berapa ‘pack’ yang ada di perutnya, pikirku sedikit mesum.
Aku pun berjalan lebih cepat ke arah kos. Berharap menemukan kesempatan yang berharga seperti itu. Kurang lebih 5 menit sebelum sampai kos aku sadar. Kesempatan itu tidak bisa diciptakan, kesempatan itu hanya akan menghampiri ketika orang itu siap. Akhirnya aku pun masuk ke gerbang kos dan menghilangkan ide untuk bisa melihat Havi ganti baju. Aku pun duduk di sofa depan televisi. Ku raih remot control dan mulai mencari channel apa saja yang tersedia. Sepertinya Havi sedang di atas. Dari bekas duduknya ku raba sudah dingin tidak terasa hangat. Mungkin Havi sudah beranjak dari nonton tv sejak tadi.
Azan maghrib pun terdengar dari kejauhan. Sepertinya dari mesjid yang aku lihat tadi. Aku pun beranjak, mematikan televisi dan naik ke atas. Ku lihat Havi sedang tiduran sambil membaca buku. “Sampai mana tadi?” ucapnya sambil meletakkan buku yang dia baca. “Sampai jalan besar”, ucapku sambil duduk dipinggir ranjang. “Ada banyak warung di sekitar sini yang bisa dicoba, hehe”, ucapku sambil tertawa kecil. “Iya banyak warung, ntar cari yang paling murah dan enak.” Ucapnya sambil ikut tersenyum.
Ketika aku mau berdiri tiba tiba dari ranjang dia melompat ke atas punggungku minta gendong. “Hehe jangan lupa ntar aku di traktir, enak aja gendong gratisan” ucapnya sambil tersenyum licik. “Ih berat tauk, cepetan turun ah”, ucapku dengan sebel Karena Havi emang berperawakan lebih besar dari aku. “Udah tau gendong itu berat, tadi masih minta gendong aja.” Serangnya. “Iya iya, ntar ku traktir. Habis sholat maghrib kita keluar.” Havi pun melepaskan tangannya yang melingkar di dadaku dan mulai turun. “Siip!” ucapnya dengan senyum penuh kemenangan.
Malam itu aku pun menraktir Havi ke warung yang ku pilih. Karena ini adalah traktiran, aku setuju untuk membiarkan dia memilih apa yang dia mau makan. Tapi Havi ternyata sangat pengertian dia memilih menu yang murah, walaupun aku sudah memaksanya memilih yang ‘lebih bergizi’. “Udah ini aja gak papa, dari pada sekarang km traktir yang mahal, mending yang murah tapi sering”, ucapnya sambil senyum di buat-buat. Aku pun berusaha mengeplak kepala nya tapi dia menghindar. Dasar ternyata dia opportunis juga. Aku pun memesan makanan yang sama, nasi dengan sepotong ayam, tumisan buncis dan satu gelas teh hangat.
Selesai makan, sambil berjalan pulang aku membaca beberapa pesan dari Edrick.
“Man sedang apa?”
“Baru keluar makan ini, kamu sedang apa Ed?”
“Sama ini masih makan, tadi habis keluar cari bahan buat ospek besok. Besok aku mampir ku kasihkan bahan yang kamu bawa di kos saja”;
“Wah makasih ya Ed, tanpa mu aku gak bisa menyiapkan bahan buat ospek besok “
“Iya gak papa, aku seneng kok bisa bantu “
“hehe ya sudah selamat makan dan sampai jumpa besok ya “
“oke sip. “
Untung ada Edrick yang bersedia membantu mencarikan barang-barang yang harus dibawa besok. Sebenarnya Edrick sendiri yang menawarkan untuk membantuku, karena aku orang baru di kota ini pasti bingung cari kemana. Apalagi seperti biasa barang yang dibawa pas ospek barang yang tidak bisa ditemukan di satu tempat. Walaupun dalam satu kelompok ospek kemarin sudah di sepakati untuk mencari sendiri-sendiri. “Eh aku juga lho, aku juga nitip ke temen” ucap Havi dari belakang bahuku. Aku baru sadar dia melihat pesan-pesanku dari tadi. “Eh kurang ajar ya, dasar suka ngintip” ucapku. Sambil berusaha mengeplak kepalanya. Dia menghindar sambil tertawa dan berlari di depanku, buka pintu kos dan duduk di depan televisi. Aku pun berjalan dan duduk di sebelahnya.
Untuk beberapa jam terakhir sepertinya Havi yang lebih jahil dari aku sebelumnya. Apakah peristiwa-peristiwa coli di sampingnya dan nonton gay short movie sudah hilang dari benaknya. Atau mungkin dia memang pribadi yang easy-going yang tidak terlalu ambil pusing terhadap peristiwa-peristiwa itu. Walaupun begitu tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Havi. Aku pun ikut memperhatikan apa yang Havi tonton, film dokumenter. Mungkin sekitar satu jam kami sama sama diam berkonsentrasi apa yang kami lihat. “Aku ngantuk, tidur duluan”, ucapku sambil beranjak dari sofa dan melangkah naik. Kulihat havi hanya mengangguk. Sepertinya dia tipe orang yang susah dialihkan ketika menonton televisi.
Aku terbangun pukul dua pagi, dan tidak melihat Havi tidur di sampingku. Aku ambil posisi duduk, mengamati ke setiap sudut kamar. Havi tidak ada di dalam. Atau mungkin sedang ke kamar mandi? Sepertinya tidak mungkin. Atau dia memilih tidur di sofa depan televisi? Kekhawatiranku mulai muncul kembali. Membayangkan Havi takut untuk tidur di sebelahku karena peristiwa semalam. Aku pun berusaha tidur dan memikirkan cara untuk meminta maaf, ya beneran minta maaf dari hati yang terdalam. Aku pun sulit tidur memikirkannya. Sepertinya detik jarum jam berjalan lebih lambat dan bunyinya lebih nyaring dari biasanya. Berusaha terus terpejam agar tanpa ku sadari bisa tidur kembali.
Aku bangun, dengan samar aku melihat sinar matahari yang cukup terang menembus jendela. Cukup terang. Seketika aku kaget menyadari kalau bangun terlambat. Ku raih hape, ku lihat sudah pukul 06.40 dan ada beberapa pesan masuk. Ku lihat ada pesan dari edrick
“Man cepetan keluar aku sudah di depan kosmu.” 06.35
“tnggu dbwh,bngun tlat. 10 mnit lg”, sent.
Aku pun meraih handuk menuju kamar mandi yang terbuka, dan betapa kagetnya ketika ada tikus mati kecemplung di bak mandinya. Bakal telat ini. Ku lihat kamar mandi sebelah masih dipakai, “Havi apakah kamu di dalam?” teriak ku. “Iya, aku juga telat bangun nih, baru masuk”, Jawabnya. Pikiranku semakin kacau menunggu Havi keluar dan selesai mandi butuh waktu lama, bisa telat berangkat ospek. Mandi dengan air rendaman tikus mati, juga bukan pilihan yang tepat. Apalagi keran air yang mengisi bak air pada pagi hari biasanya mengalir kecil. Aku pun meraih gayung dan beranjak keluar. “Havi boleh aku bergabung? Ada tikus mati di bak mandi sebelah.” Ucapku berteriak di depan pintu kamar mandi dengan detak jantung berdetak cepat.
untuk @reihanza .. BELAJAARRRR !!!!
bukannya cowok sukanya yg rapet2 ya kakak @ReyhanZa??