It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
masukan yang bagus nh dari bang boljugg, thanks.
yg tersirat di media tdk sesuai dgn apa yg dibaliknya,
media juga punya peran besar giring2 opini, pengalihan fakta, pemujaan berlebih, spt kasuz jokuwi,
mereka hanya menyajikan secuil fakta,
dan menyembunyikan hal2 lain yg besar do baliknya,
semata utk kepenyongan mreka sendoti
jdi jgn gmpg ketipu.,.
realitas media berbeda dgn realitas sesungguhnya,
itulah yg disebut rekayasa fakta dan kebenaran,
mk nya lazim maling treak maling
@bombo @sinjai
who's better than jokowi?
tuhan...
.
Mantan narapidana kasus korupsi Panda Nababan yang diusung DPP PDIP sehingga terpilih sebagai Ketua DPD PDIP Sumatera Utara pada pertengahan Maret lalu dipersoalkan berbagai pihak, khususnya dari pakar hukum.
‘Memang sangat disayangkan sikap PDIP yang masih menempatkan mantan terpidana kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur BI Panda Nababan sebagai ketua DPD PDIP Sumatera Utara. Meski secara hukum tidak ada aturan yang melarang hal tersebut, namun jelas secara etika sangat tidak pantas,” ujar pakar hukum ilmu pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Khairul Huda kepada wartawan di Jakarta, Selasa
(1/4/2014).http://m.indopos.co.id/2014/04/pernah-jadi-napi-korupsi-panda-dinilai-langgar-etika.html
Menurutnya, larangan bagi terpidana atau mantan terpidana yang diatur dalam UU hanya bagi jabatan kenegaraan, sedangkan untuk jabatan struktural di partai memang tidak dilarang di dalam UU.
“Namun dari sisi etika memang sudah melanggar karena akan muncul pertanyaan, apakah tak ada kader lainnya di partai itu yang jauh lebih baik untuk memimpin cabang partai tingkat provinsi di Sumatara Utara ?” lontar Khairul.
Mantan narapidana kasus korupsi Panda Nababan yang diusung DPP PDIP sehingga terpilih sebagai Ketua DPD PDIP Sumatera Utara pada pertengahan Maret lalu dipersoalkan berbagai pihak, khususnya dari pakar hukum.
‘Memang sangat disayangkan sikap PDIP yang masih menempatkan mantan terpidana kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur BI Panda Nababan sebagai ketua DPD PDIP Sumatera Utara. Meski secara hukum tidak ada aturan yang melarang hal tersebut, namun jelas secara etika sangat tidak pantas,” ujar pakar hukum ilmu pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Khairul Huda kepada wartawan di Jakarta, Selasa
(1/4/2014).http://m.indopos.co.id/2014/04/pernah-jadi-napi-korupsi-panda-dinilai-langgar-etika.html
Menurutnya, larangan bagi terpidana atau mantan terpidana yang diatur dalam UU hanya bagi jabatan kenegaraan, sedangkan untuk jabatan struktural di partai memang tidak dilarang di dalam UU.
“Namun dari sisi etika memang sudah melanggar karena akan muncul pertanyaan, apakah tak ada kader lainnya di partai itu yang jauh lebih baik untuk memimpin cabang partai tingkat provinsi di Sumatara Utara ?” lontar Khairul.
Bukannya berterima kasih, para konglomerat ini malah banyak yang kabur ke luar negeri, terutama Singapura, dengan membawa triliunan rupiah uang rakyat yang diberikan Suharto kepadanya. Suharto sendiri sudah tumbang. Namun aneh bin nyata, para pengganti Suharto—Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono—tidak ada yang berani dan serius mengusut kasus ini.
Kenyataan itulah yang membuat banyak orang yakin jika kasus BLBI bukanlah kasus kriminal biasa, namun kasus kriminal yang sangat kompleks menyangkut kolusi antara pengusaha dan pejabat pemerintahan. Diyakini ada puluhan bahkan ratusan pengusaha dan pejabat pemerintah yang terlibat. Sebab itulah, sampai sekarang tidak ada penguasa di negeri ini yang berani membuka kasus ini dengan bersungguh-sungguh karena bisa jadi dirinya, anggota keluarganya, teman-temannya, dan orang-orang di sekelilingnya selama ini akan terjerat hukum dan masuk penjara. BLBI bagaikan kotak pandora, yang jika dibuka dengan benar maka akan tampak siapa saja yang perampok, preman, dan para sekutunya.
“Siapa yang harus bertanggungjawab?” demikian judul salah satu esai Marwan Batubara di dalam buku “Skandal BLBI: Ramai-Ramai Merampok Negara” (2008). Dalam esai tersebut Marwan secara detil dan lugas menyebut satu-persatu orang yang harus diminta pertanggungjawabannya di muka hukum karena terlibat dalam kasus mega-kriminal bernama BLBI, sebuah kasus yang menghancurkan bangsa besar ini. Siapa saja mereka?
Pertama, tentu saja para obligor BLBI, para konglomerat perampok tersebut yang nama-namanya tidak perlu lagi dipaparkan di sini karena sudah begitu terang dan jelas.
Kedua, selain para obligor BLBI, Presiden Suharto, sejumlah menteri ekonomi dan Direksi Bank Indonesia yang terlibat dalam pengucuran BLBI juga harus bertanggungjawab. Demikian pula para pejabat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bekerja secara tidak profesional dan menguntungkan para kriminal BLBI.
Ketiga, jika Suharto adalah presiden yang mengucurkan BLBI, maka Megawati merupakan presiden yang mengeluarkan kebijakan sangat kontroversial dan menyakiti rasa keadilan rakyat terkait penyelesaian kasus BLBI, dengan mengeluarkan kebijakan Release and Dischard (R&D). Kebijakan Megawati ini mengakibatkan terhentinya proses penyidikan terhadap sedikitnya 10 tersangka koruptor BLBI pada tahun 2004 oleh Kejaksaan Agung.
“Pembebasan para obligor pelaku pidana ini oleh Presiden Megawati melalui Inpres No.8/2002 merupakan perbuatan melawan hukum dan mencederai rasa keadilan masyarakat.. Megawati harus bertanggungjawab atas kebijakan yang telah dibuatnya tersebut!” tegas Marwan. Selain Megawati, para menteri di kabinetnya yang terkait bidang ekonomi juga harus bertanggungjawab.
Ketiga, adalah International Monetery Fund alias IMF. Hal ini sudah jelas dan menjadi pertanyaan besar mengapa pemerintah kita masih saja tunduk pada institusi dunia yang jahat ini dan mengapa sampai detik ini kacung-kacung IMF berwajah melayu masih saja dipercaya untuk mengurus perekonomian negara ini, padahal mereka telah sukses menghancurkan negara dan bangsa ini sekarang.
Walau Marwan hanya menyebut dua presiden, yakni Suharto dan Megawati, yang harus bertanggungjawab terhadap kejahatan BLBI, namun sesungguhnya semua presiden harus bertanggungjawab karena masing-masing dari mereka mempunyai andil besar dalam memperparah perekonomian dan pembiaran mega-skandal kasus ini. Dan jangan lupa, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terkait bidang ekonomi sejak zaman Suharto sampai sekarang juga harus dimintai pertanggungjawabannya karena membiarkan bahkan ikut menghalangi diusutnya kasus BLBI secara tuntas. Padahal, kejahatan para obligor BLBI ini telah merugikan bangsa dan negara ini sebesar Rp. 630 triliun yang terdiri dari kasus BLBI sebesar Rp. 144,5 triliun, tambahan BLBI Rp. 14,47 triliun, program penjaminan Rp. 39,3 triliun, dan obligasi negara Rp. 431,6 triliun (Marwan Batubara dkk; Sandal BLBI: Ramai-Ramai Merampok Negara; 2008).
Dalam tulisan keempat akan dipaparkan sumbangsing mantan presiden lainnya yang ikut-ikutan mempurukkan bangsa ini ke lembah kehancuran terkait kasus BLBI dan dunia perbankan di negeri ini.(bersambung/rd)
..........
Kotak Pandora Bernama BLBI (2)
[img][/img]
Usai pertemuan di Pulau Dajjal tahun 1987, konspirasi globalis merancang tahap demi tahap agar Asia Tenggara bisa dijadikan laboratorium ‘bail-out game’ tersebut. Tahap-tahap ini bisa kita lihat dalam kejadian nyata yang kemudian benar-benar terjadi.
Pada tahun 1996, John Naisbitt menerbitkan buku Megatrends Asia: The Eight Asian Megatrends That Are Changing The World yang mencanangkan keajaiban Asia (The Miracle of Asia) sebagai pemilik Milenium Ketiga. Perekonomian dunia akan tumbuh dengan pesat di Asia, demikian Naisbitt. Buku ini dicetak besar-besaran dengan promosi yang dahsyat. Media massa dunia yang dikuasai Yahudi berlomba-lomba memuat rilis buku ini. Naisbitt bagaikan selebritas dunia baru yang diundang ke berbagai negeri Asia untuk memaparkan ramalannya. Buku Naisbitt oleh banyak tokoh Asia diyakini kebenarannya tanpa reserve. Dada para pemimpin Asia menjadi sesak sarat kebanggaan. Megalomania berujung pada lupa daratan. “Inilah saatnya kami memimpin dunia,” demikian pikir mereka.
Masyarakat satu pun tidak ada yang berpikir bahwa Naisbitt—demikian pula Huntington dan intelektual lainnya di kemudian hari—sesungguhnya merupakan satu teamwork dari kekuatan globalis yang tertutup kabut, yang secara sistematis merencanakan The Unity of The World di bawah kekuasaan Yahudi (Novus Ordo Seclorum, seperti yang tertera di lembaran satu dollar AS).
Akibat suatu kampanye terselubung yang sistematis dan sangat rapi seperti itu, yang sengaja memprovokasi para pemimpin Asia dan para pengusahanya, maka dengan begitu yakin mereka segera bersikap ekspansif, membangun negara dan perusahaannya menjadi lebih besar dari apa yang sebenarnya dibutuhkan. Lantas darimana uangnya?
Bagaikan suatu kebetulan (yang aneh), awal tahun 1990, lembaga keuangan dunia menawarkan utang dalam jumlah amat besar dengan persyaratan amat lunak. Para pemimpin dan pengusaha Asia yang sudah ‘merasa besar’ berbondong-bondong memanfaatkan tawaran yang sangat menggiurkan ini. Dengan sangat berani mereka mengambil utang dalam besaran angka yang fantastis, tanpa menyadari bahwa utang tersebut sesungguhnya berjangka pendek dan berbunga tinggi. Rasionalitas mereka telah hilang, dikubur oleh analisa seorang Naisbitt yang secara meyakinkan menulis bahwa abad 21 adalah abadnya Kebangkitan Asia.
Tepat di awal tahun 1997, menjelang peringatan satu abad Kongres Pertama Zionis Internasional yang saat itu berlangsung di Basel, Swiss, yang kemudian melahirkan Protocol of Zions (1897), konglomerat dunia berdarah Yahudi, George Soros, tiba-tiba memborong mata uang dollar AS dari seluruh pasar uang di Asia, terutama di Asia Timur dan Tenggara. Akibat disedot Soros, kawasan Asia kesulitan likuiditas dollar AS. Akibatnya, kurs dollar membubung tinggi ketingkat yang belum pernah terjadi dalam sejarah moneter dunia. Padahal, tahun 1997 ini merupakan tahun jatuh tempo pembayaran utang. Para pengusaha Asia yang telah kadung meminjam utang pada lembaga keuangan dunia harus membayar utang beserta bunganya yang tinggi saat itu juga.
Akibatnya sangat mengerikan. Seratus persen perusahaan-perusahaan pengutang di Asia Tenggara—terkecuali Singapura—dan yang paling parah di Indonesia, ambruk tanpa sempat sekarat. Jutaan karyawan di PHK. Jutaan rakyat tak berdosa jatuh ke dalam lembah kemiskinan yang tak terperikan. Harga-harga membubung teramat tinggi. Jutaan bayi tak lagi minum susu. Air susu sang ibu mengering karena tak makan, sedang susu kalengan harganya tidak terjangkau. The lost generation dipastikan akan melanda Asia Tenggara.
Kini giliran IMF dan Bank Dunia yang naik panggung. Bagai malaikat, International Monetery Fund dengan berbagai bujuk rayu menawarkan skema penyelamatan utang. Indonesia adalah pasien IMF yang paling tunduk dan setia. Di saat itulah, sesuai dengan rencana dari pertemuan di Pulau Dajjal di tahun 1987, IMF yang didirikan oleh Yahudi ini menawarkan resep “The Bail-Out Game”. Indonesia menjadi kelinci percobaan dari satu formula yang dibuat oleh komplotan Yahudi Internasional ini. Maka sejak tahun 1997 itu pemerintah memberikan jaminan penuh (garansi) kepada para nasabah bank swasta agar tidak ragu-ragu menanamkan uangnya di berbagai bank swasta. Sebab, jika bank swasta tersebut bangkrut—oleh korupsi para direksi dan komisarisnya sekali pun—maka pemerintahlah yang berkewajiban menalangi, membayari uang para nasabahnya.
Pemerintah bukannya menolong sektor riil, namun malah menolong orang-orang kaya, para konglomerat pemilik bank, dengan menggunakan uang rakyat.(bersambung/rz)
............
Kotak Pandora Bernama BLBI (1)
[img][/img]
Pertengahan Februari lalu, Dradjat Wibowo geram. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini sungguh-sungguh kecewa dengan sikap Presiden SBY yang memilih tidak hadir dalam rapat paripurna yang mengagendakan dengar pendapat dan meminta jawaban dari presiden atas interpelasi DPR-RI tentang kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang istilahnya diperhalus menjadi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Buat saya, itu indikasi jika Presiden tidak serius untuk menyelesaikan kasus ini. Mungkin Presiden khawatir bahwa ‘kotak pandoranya’ akan terbuka, yang mungkin akan menimbulkan huru-hara politik. Tapi kalau kita selalu saja takut membuka ‘kotak pandora’ itu, lha terus sampai kapan kita membiarkan uang negara nggak kembali-kembali. Jangan lupa jumlahnya 702 triliun rupiah!," keluh Dradjat dihadapan para wartawan yang mengerubunginya di Senayan saat itu.
Dalam mitologi Yunani, Kotak Pandora adalah sebuah kotak yang isinya merupakan semua kejahatan-kejahatan manusia. Jika dibuka, maka terbongkarlah semua kejahatan yang pernah ada. Istilah ini sengaja dipakai Dradjat Wibowo karena kasus KLBI atau BLBI ini memang sarat dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan para politisi, elit negara, yang berkomplot dengan para pengusaha perampok yang selama ini diuntungkan oleh rezim yang berkuasa. Bisa jadi, sebab itu kasus ini sampai sepuluh tahun usia reformasi masih saja gelap pekat. Tidak ada satu pun penguasa di negeri ini, dari Habibie hingga SBY, yang berani atau punya nyali membuka dan menuntaskan kasus BLBI.
Dalam peluncuran buku ‘Skandal BI: Ramai-ramai Merampok Uang Negara’ di Jakarta akhir Januari lalu, Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Sri Edi Swasosno, menegaskan jika kasus tersebut diyakini bermuatan konspirasi global. "Skandal BLBI adalah konspirasi global untuk merampok rakyat Indonesia dan menaklukkan bangsa ini secara teritorial, hingga akhirnya berbagai sumberdaya yang ada pada bangsa ini bisa dikuras. Ini kejahatan perbankan terbesar di dunia," tandasnya seraya menyatakan jika kasus ini akan terus menyiksa rakyat Indonesia sampai dengan tahun 2030 karena pemerintah masih harus membayar bunga obligasi rekap sebanyak Rp 60 triliun per tahun, yang tentunya berasal dari uang rakyat (!).
...........
http://www.eramuslim.com/fckfiles/image/koruptor_buron.jpg
Kotak Pandora Bernama BLBI (Tamat)
Sh
Kasus BLBI merupakan induk dari segala KKN di Indonesia dari era 1980-an hingga sekarang. BLBI merupakan warisan KKN Suharto yang terakhir kepada bangsa ini. Dan adalah fakta jika semua presiden penerus Suharto tidak ada yang punya nyali untuk mengusutnya secara tuntas. DPR-nya sami mawon, fraksi yang berasal dari warisan rezim Orde Baru dan fraksi yang mengaku-aku sebagai reformis sama saja dalam kasus ini. Apakah ini mengindikasikan jika cipratan uang BLBI menyebar ke mana-mana? Wallahu’alam.
Hari-hari ini, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar melakukan koordinasi dengan pihak terkait, Jaksa Agung di antaranya, untuk memulai kembali pengusutan terhadap kasus BLBI. Antasari bahkan menyebut jika target KPK adalah menyeret 18 tersangka kasus ini, para konglomerat hitam yang kabur.
Dan semoga KPK juga tidak lupa bahwa ada beberapa anggota DPR periode 2004-2009 yang diduga kuat ikut menikmati uang BLBI sehingga bisa melancong ke AS. Semua pejabat terkait dari era rezim Suharto hingga sekarang harus diseret ke muka hukum. Niat baik KPK patut mendapat dukungan. Jika perlu, KPK bisa mencontoh Cina dalam penegakkan hukum kasus Mega-Korupsi: ditembak mati bersama anggota keluarganya yang terbukti di pengadilan ikut menikmati uang panas. Namun sayang, payung hukum dalam UU Tipikor belum sehebat negeri komunis itu di dalam penegakan hukum.
Boleh saja SBY-JK menyatakan jika di masa kekuasaannya dilakukan usaha penegakan kembali kedaulatan hukum, politik, dan juga ekonomi kita. Namun yang dilakukan ternyata kebalikannya. SBY-JK tentu masih ingat, dikeluarkannya UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal ditambah Perpres No.76 dan 77/2007 adalah buktinya. “UU itu merupakan pukulan telak dan mematikan bagi upaya penegakan kedaulatan ekonomi kita. Pemerintahan Yudhoyono telah membuatkan jalan tol nan mulus bagi korporasi asing, besar dan kecil. Untuk menguasai perekonomian Indonesia!” tegas Amien Rais.
Salah satu rencana rezim peragu ini yang harus ditentang adalah rencana penjualan 44 BUMN. Jika semua rencana gila-gilaan dan—dalam istilah Amien Rais, “Konyol”—ternyata dilakukan juga oleh SBY-JK atau penerusnya, maka sungguh malang nasib bangsa ini, akan meluncur ke jurang kebinasaan tanpa ampun.
Kita tentu tidak bisa lagi mengharapkan rezim SBY-JK untuk optimal dalam pemberantasan korupsi. Masa kerja SBY-JK tinggal hitungan bulan. Kita tentu masih ingat, kasus Adelin Lis yang tertangkap di Beijing akhir 2006 ternyata berakhir anti-klimaks. Pemilik dua perusahaan kayu raksasa ini dijadikan tersangka oleh Polda Sumatera Utara dengan dugaan melakukan illegal-logging dan merugikan negara sebesar Rp.227 triliun atau Rp. 227.000 miliar (!). Angka ini merupakan sepertiga dari APBN Indonesia. Namun pengadilan akhirnya membebaskan Adelin Lis dengan dalih tidak menemukan pelanggaran hukum yang dilakukan. Rakyat protes keras namun SBY-JK adem-adem wae.
Lalu pada Februari 2006, tiga konglomerat perampok uang rakyat dalam kasus BLBI bisa-bisanya melenggang masuk istana dan keluar dengan aman dan nyaman. “Mengapa istana, tempat bersemayamnya jantung kekuasaan, dapat menggelar karpet merah buat para musuh besar bangsa dan negara itu? Mengapa?” tanya Amien Rais. Dua kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari kasus-kasus ‘penegakan hukum’ ala rezim yang berkuasa sekarang ini. Fakta yang tak terbantahkan inilah yang membuat banyak dari kita tersenyum miris melihat iklan full-size di berbagai harian nasional yang bertema ‘Tidak Pada Korupsi’. Mungkin, maksudnya adalah “Katakan tidak pada upaya pengusutan kasus korupsi!”
Pemilu dan Pilpres 2009 akan diselenggarakan di tengah lautan kemiskinan bangsa ini yang kian dalam dan meluas akibat krisis global yang mengakibatkan terjadinya PHK massal tanpa bisa dihindari. Kita hanya bisa berdoa semoga kenduri besar tersebut bisa terlaksana dengan menghasilkan para pemimpin rakyat yang berani mati menyelamatkan negeri ini dari kehancuran.
Jika Pemilu dan Pilpres 2009 hanya melahirkan para pemimpin seperti sekarang, yang begitu acuh terhadap penderitaan rakyatnya sendiri, maka besar kemungkinan usia pemerintah hasil Pemilu dan Pilpres 2009 tidak akan berumur lama, bahkan tidak akan sampai pada Pemilu dan Pilpres lima tahun ke depan kemudian. Bangsa ini akan kembali terjerumus pada situasi chaos yang jauh lebih dahsyat ketimbang 1998.
Sekarang, sikap apatis rakyat terhadap pemerintah sudah sedemikian tinggi. Hal ini bisa ditelusuri dari rendahnya angka partisipasi rakyat di dalam berbagai pilkada yang diselenggarakan. Rakyat sudah banyak yang mulai cerdas dan menyatakan jika semua partai politik, baik yang warisan Suharto maupun yang lahir setelah 1998, sama saja: Suhartois. Situasi negeri ini sekarang ibarat hutan ilalang kering yang akan cepat terbakar habis jika ada satu letikan kecil api menimpanya.
Sudah menjadi hukum alam jika dalam situasi penuh keputus-asaan, biasanya rakyat kecil akan berdoa agar Allah SWT kembali mengutus seorang tentaranya untuk memimpin rakyat menumbangkan tiran. Sang tentara Allah biasanya hadir dalam sosok seorang manusia yang bersahaya, lurus dan bersih dalam hidupnya, yang berani mengatakan dan membela kebenaran walau nyawa menjadi taruhan, dan bisa merasakan denyut kepedihan rakyat yang selama 40 tahun terus-menerus dijajah oleh pemerintahnya sendiri. Tentara Allah tidak akan pernah mau berdamai dengan kemunafikan apalagi bersekutu dengan thagut. Tentara Allah adalah sekutu Muhammad SAW, bukan sekutu Abu Jahal apalagi bersahabat dengan Qarun. Jika tentara Allah SWT telah datang, maka seluruh rakyat kecil akan bersatu-padu dibelakangnya untuk berjuang menggulingkan kezaliman dan kemunafikan. “Hasta La Victoria Siempre!!!”(Tamat)
.........
Kebijakan Megawati ini mengakibatkan terhentinya proses penyidikan terhadap sedikitnya 10 tersangka koruptor BLBI pada tahun 2004 oleh Kejaksaan Agung.
“Pembebasan para obligor pelaku pidana ini oleh Presiden Megawati melalui Inpres No.8/2002 merupakan perbuatan melawan hukum dan mencederai rasa keadilan masyarakat.. Megawati harus bertanggungjawab atas kebijakan yang telah dibuatnya tersebut!” tegas Marwan. Selain Megawati, para menteri di kabinetnya yang terkait bidang ekonomi juga harus bertanggungjawab.
Berarti om boljugg sendiri gak bisa jawab kan pertanyaan who's better than jokowi?
Jadi ya sudah JKW4P
Boediono itu org baik, santun, tapi pragmatis, dan ga punya latar belakang atao pengaruh politik. Dia jga menteri pas kabinet mega kan, kebijakan2 pragmatis nya, yg based on intuition dy sbg seorang ekonom, jalan berpikir yg ga bsa d buktikan kebenarannya oleh org non-ekonom, d manfaatin sama politikus busuk senayan. Melihat celah kebijakan2 yg ga populer, mereka ambil untung, dan bsa cuci tangan karena sorotan publik justru ke pembuat kebijakan, sedangkan pembuatan anggaran? Mereka yg kuasain dan ga transparan ke publik. Kasus ini ga jauh beda sama BLBI. Bahkan kalo privatisasi yg maen cukong Temasek, BLBI yg d indikasikan bermain adalah politikus kakap senayan menjelang pemilu 2009...
Intinya figur seorang presiden, kalau dia ga pny karisma utk memengaruhi suara fraksi2 di DPR (yg notabene jga tergantung pada kemampuan fraksi asalny bwt menjaga harmonisasi politik di senayan) jatuhnya ya akan kayak kasus Bu Mega. Sejauh ini, figur Jokowi itu satu2nya harapan, reformasi butuh 15 tahun bwt menghasilkan harapan baru bwt negara yg lagi sakit ini dlm sosok Jokowi, jgn sia2kan 9 april dan 9 juli nanti, balas panggilan harapan reformasi itu. Kalo loe masih peduli.
Ada yang tau ????
gw udh punya; relatif bersih dan gk terlibat korup dan hebatnya tipudaya mega
cumn ttg jokuwi;
kita punya fakta2 ttg dia dn kelompok yg di blkg nya
somethimg to be aware of
over exposed kerna di support dana luarbiasa konglo2 item ex mega...
@sinjai
sejarah ttg sukarno dan keterlibatan dlmm pki bnyk dibelokkan loh;
jmn mega; issue itu/ pki dihapus dari pelajaran sekolah;
gatau skrg dh dibalikkin nggk
baca sukarno file by antony dake
@Giovan