It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Alasan saya tidak akan memilih megawati:
1. Latar belakang pendidikan tidak jelas.
1. B. Sudah terbukti gagal memimpin Indonesia.
2. Tidak ada kontribusi apapun terhadap politik Indonesia kecuali numpang beken nama bapaknya.
Alasan saya tidak memilih Puan:
1. Tidak ada pengalaman manajemen atau memimpin rakyat.
2. Tidak ada kontribusinya (track records) terhadap reformasi dan pembangunan Indonesia.
3. Masih sangat muda dan miskin pengalaman
4. Cuma mengandalkan politik dinasti, alias nepotisme klan keluarga.
Saya pilih Jokowi setengah hati, karena sebetulnya dia harus kelarin Jakarta dulu. Tapi saya lebih tidak rela lagi kalau koruptor dan anak anak bau kencur yang maju jadi presiden.
Kalau bisa tidak pilih parpol saya lebih baik tidak pilih deh, yang penting presidennya jujur, bekerja dan mumpuni.
Saya percaya JOKOWI tapi saya tidak percaya PDIP.
PDIP milik keluarga sukarno, JOKOWI MILIK BANGSA INDONESIA!!
http://www.kaskus.co.id/thread/52d7ba76a3cb1716798b4953/jokowi-yes-megawati-no-puan--big-no
davx28
Kaskuser
UserID: 544946
Join: 11-09-2008
Post: 148
Badges: 0
davx28 tidak memiliki reputasi
Report Post
Jokowi Yes, PDIP Noooo
30-01-2014 11:52
Hindari deh pilih caleg dari PDIP, supaya ada perimbangan kekuatan kalau jokowi jadi presiden, karena kalau eksekutif dan legislatif dikuasai PDIP bakalan terulang kejadian waktu mega jadi presiden, yaitu di jualnya aset2 bangsa dan negara oleh PDIP ( diantaranya Indosat yang menguasai mayoritas satelit di indo, di thailand kasus yg mirip bisa bikin perdana menterinya di gulingkan).
Ingat, Jokowi bukanlah administrator handal, kelebihannya jujur, sederhana dan merakyat, sehingga dia harus didampingi administrator yg hebat, seperti jusuf kalla atau anis baswedan atau boleh juga gita wirjawan. Ingat juga, mayoritas kader dan caleg PDIP itu preman berdasi !!!
Sekali lagi : Jokowi Yes, PDIP Noooo ...
.
Newbie
UserID: 3886343
Join: 10-01-2012
Post: 57
Badges: 0
Kalo agan bilang mega gak berhasil itu salah besar karena ada beberapa prestasi Mega yang bisa di bilang berhasil :
Spoiler for Keberhasilan Mega:
1. MEGA BERHASIL MENJUAL ASET NEGARA ( BUMN )
2. MEGA BERHASIL MEMBUAT RAKYAT RINDU DENGAN SUHARTO
3. MEGA SUKSES MEMBIARKAN TRAGEDI SEPTEMBER KELABU MENJADI BASI DAN TIDAK DI ANGKAT SAAT MEGA MENJADI PRESIDEN.
4. MEGA BERHASIL MENGELUARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KERJA SISTEM KONTRAK
Nah itu keberhasilan juga kan ?
Soal mega pendidikannya gak jelas... itu agan juga gak bener... jelas kok mega pendidikannya sampe SMU.
Di larang sekolah ? adiknya... Ibu Rachmawati sampe kelar loh di UI. semua tergantung niat sich...
.
kakus19
Newbie
UserID: 1769638
Join: 11-06-2010
Post: 34
GOBLOK
07-03-2014 14:09
Jokowi YES, Megawati NO gimana ceritanya hah?
sama2 satu partai, jokowi harus manut ama IBU. klo ga manut ntar hampir ditendang seperti RISMA di surabaya.
jokowi mega itu satu paket coy
.
Sampai-sampai beberapa media menugaskan wartawannya untuk membuntuti jokowi setiap saat!
Budaya "menghamba" seorang "budak" terhadap "tuan"-nya telah tertanam dalam benak pendukung Jokowi..
Kebablasan
Semasa dua periode kepemimpinan di Solo, Jokowi cenderung mementingkan politik pencitraan. Dan terbukti bagaimana politik pencitraan yang dibangun mampu mempertahankan elektabilitas dirinya. Hingga membuat Jokowi jadi "Nabi dadakan" dengan pencitraan menutupi kegagalan kinerjanya.
Inilah yang disebut Haryatmoko dalam buku Yasraf Amir Piliang, Transpolitika: Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas sebagai "politik citra". Bagaimana momen kebenaran telah digantikan oleh momen citra, sehingga politik
terperangkap didalam permainan bebas citra dan teks. Dengan demikian, politik kehilangan fondasinya.
Penciptaan citra dan manipulasi teks demi kekuasaan murni dengan menyembunyikan kebenaran itu sendiri (YA Piliang: 2005).
Politik citra melalui manipulasi teks terhadap fakta2 kegagalan dan SUKA BOHONGNYA JOKOWI, ini akan terus dilakukan dgn kuat, karena ada dana GAIB BLBI yang begitu besar di dalamnya!
Mampukah kita menghentikan praktek-praktek kebohongan Jokowi dan kekuatan dana luar biasa besar di belakangnya?
http://m.kompasiana.com/post/read/605746/1/jokowi-kebohongan-serta-manipulasi-teks-media
.
Netralitas Polri dipertanyakan saat memberikan penambahan pengawalan terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) saat berkampanye untuk PDIP di sejumlah daerah. Indonesian Police Watch (IPW) menilai Polri memberikan keistimewaan kepada calon presiden yang diusung PDIP tersebut.
"Sementara pada Prabowo dan Wiranto yang juga tampil sebagai capres, Polri tidak memberikan pengawalan khusus. Untuk itu Kapolri harus menjelaskan, kenapa memberi keistimewaan pada Jokowi," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada Republika, Ahad (6/4).
IPW berharap situasi yang kondusif di sepanjang masa kampanye tetap terjaga hingga proses Pilpres 2014 selesai. Namun, imbuh Neta, Polri perlu mencermati situasi pascapenghitungan suara dan menjelang Pilpres.
Pertarungan partai politik maupun calon presiden diperkirakan cukup ketat mengingat SBY tidak bisa maju lagi sebagai capres. "Kondisi ini tentu akan membuat eskalasi politik bakal panas yang otomatis menjadi ancaman bagi situasi kamtibmas," katanya.
Sebelumnya diberitakan, pengawalan yang diberikan Polri kepada Jokowi dinilai berlebihan. Salah satu contohnya adalah saat Jokowi mengikuti acara partai di Ngawi, Jawa Timur, pekan lalu.
Di Jalan PB Soedirman, yang merupakan jalan utama Kota Ngawi ditutup demi menyambut kedatangan Jokowi, Senin (31/3). Jalan tersebut sudah disterilkan dari kendaraan lain 1,5 jam sebelum Jokowi datang.
Pantauan Republika, sejumlah petugas kepolisian dan Dinas Perhubungan sudah berjaga-jaga di depan sebuah rumah yang akan disinggahi Jokowi. Rumah yang berada di Jalan PB Soedirman tersebut merupakan kediaman keluarga Bupati Ngawi Budi Sulistyono, yang juga kader PDIP.
Jokowi sendiri tiba di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB dengan menumpang mobil Innova warna putih yang dikawal mobil polisi. Setelah rombongan Jokowi datang, jalanan kembali dibuka untuk umum.
Ternyata, mantan Wali Kota Solo tersebut singgah hanya untuk menikmati sarapan dengan menu nasi pecel. Setelah sekitar 15 menit menyantap makanan, Jokowi kembali melanjutkan perjalanan untuk blusukan di Jawa Timur.
Pengamanan yang diberikan pada Jokowi terlihat terlalu berlebihan. Padahal, ia datang hanya untuk sarapan sebentar saja.
Di masa kampanye pemilu legislatif, kata boneka banyak digunakan untuk menyindir sosok Jokowi. Gubernur Jakarta ini dianggap tidak alami, baik dalam hal citra maupun sepak terjangnya.
Banyak yang mengatakan citra Jokowi sengaja direkayasa agar terlihat sempurna. Walhasil, apa-apa terkait sosoknya selalu tanpa cela. Sekalipun faktanya baru beberapa bulan lalu banjir di Jakarta menewaskan belasan jiwa.
Tidak sedikit pula yang menilai adanya aktor pengendali di balik Jokowi. Ini yang membuat dia gemar mmeninggalkan tugas sebelum masa jabatannya berakhir.
Jokowi pun kerap diibaratkan pemimpin yang hobi lari dari medan perang. Dan kini bersiap meninggalkan prajuritnya di Ibu Kota yang sedang berperang mati-matian melawan banjir dan kemacetan.
Sekalipun dengan tegas membantah ada pihak yang mendikte, namun pria Solo itu mengaku senantiasa diberi arahan oleh Megawati sebelum menjabat. Ya, taruhlah Jokowi tidak didikte melainkan diarahkan.
Kembali ke kritikan soal boneka, kubu Jokowi selalu menyatakan bahwa tudingan boneka adalah sesat. Kinerja Jokowi pun dianggap nyata, seperti popularitasnya. Pendukungnya mengklaim banyak capaian yang sudah ditorehkan Jokowi di Jakarta, termasuk dengan pembangunan MRT dan monorel.
Bahkan sejumlah jalanan Jakarta, sudah dipasangi papan penanda proyek pengerjaan MRT atau monorel sudah dimulai. Entahlah, apakah papan-papan itu hanya sebatas pencitraan atau bukan. Yang jelas, Jakarta sudah pernah mendapat harapan palsu yang dimonumenkan dengan tiang-tiang monorel bisu di Kuningan dan Senayan.
Dengan segala klaim itu, partai PDI Perjuangan dengan percaya diri mengumumkan nama Jokowi sebagai calon presidennya, sebelum pemilu legislatif dimulai. Harapannya adalah agar suara PDI perjuangan bisa meroket.
Lantas muncullah sejumlah riset lembaga survei yang menunjukkan bahwa popularitas PDIP dengan Jokowi bakal meroket setinggi langit. Salah satu lembaga survei berbau asing, Roy Morgan Reaserch, bahkan memuat survei ekeltabilitas Jokowi bakal meroket hingga 37 persen! Luar biasa.
Sebaliknya, ada propaganda masif bahwa kekuatan Partai Islam akan tamat di 2014. Survei dari lembaga dipublikasikan sekitar sepekan sebelum pencoblosan. Sekilas, Yang saya tangkap dari survei itu adalah popularitas Jokowi nyata adanya.
Saya mengaku sempat tergiring oleh opini bahwa Jokowi benar-benar telah sukses menjawab keinginan masyarakat. Bahwa Jokowi dan PDIP memang dikehendaki untuk bisa maju langsung ke bursa pemilihan presiden. Saya nyaris dibuat yakin oleh penggiringan opini bahwa percuma memilih parpol Islam karena mustahil akan mampu mencalonkan presidennya.
Namun nyatanya, penggiringan opini itu sesat. Tak sepenuhnya rakyat bisa direkayasa. Hasil-hasil survei itupun jadi lelucon setelah hasil legislatif diketahui.
Faktor Jokowi yang digembar-gemborkan bakal meroketkan suara PDI Perjuangan, nyatanya tak terbukti. Dari berbagai hasil survei, suara PDI Perjuangan hanya sekitar 18 hingga 20 persen. Padahal untuk mencalonkan Presiden, partai berlambang banteng itu butuh 25 persen suara sah, atau total 20 kursi di parlemen.
Sebaliknya, suara Partai Islam tak mati. Justr
u makin tumbuh. Hanya PKS yang suaranya relatif berkurang. Dan dengan gabungan suara Partai Islam itu sangat memungkinkan untuk memunculkan calon presiden sendiri. Mendadak, Poros Tengah jadi sebuah deja vu.
Di sisi lain, popularitas Gubernur yang paling sibuk kampanye di Pemilu 2014 itu jadi dipertanyakan. Tudingan boneka pun kembali makin mengemuka. Pertanyaan pun sontak muncul. Apakah benar, ada yang sengaja merekayasa Jokowi agar terlihat sempurna? Apakah benar ada yang merekayasa bahwa popularitas Jokowi tak ada tandingannya?
Apakah benar pula Jokowi merupakan seseorang yang dibutuhkan Indonesia? Pertanyaan itu tidak bisa kita jawab buru-buru. Jangan pula jawab pertanyaan itu dengan hasil survei baru. Yang jelas faktanya, di Pemilu Gubernur Jakarta, Jokowi memang bisa meraih popularitas dengan angka 53 persen.
Itu pun lawan Jokowi adalah salah satu gubernur incumbent dengan citra yang paling babak belur se-Indonesia, Fauzi Bowo. Si lawan yang citranya negatif di media itu pun masih bisa mencuri 46 persen dari Jokowi. Lantas bagaimana nasib Jokowi jika diadu dengan pemimpin lain yang jauh lebih populer, macam Prabowo?
Apa pun pertanyaannya, harus diakui kini rakyat kini jauh lebih cerdas. Rakyat tak mampu dibohongi oleh propaganda lembaga manapun, terutama asing, lewat survei-surveinya. Rakyat tahu pemimpin mana yang dibutuhkan Indonesia, mana pula yang hanya sebatas pemimpin boneka
Pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menjelaskan, ada kenaikan perolehan suara yang diraup PDIP pada pemilu tahun ini. Meski pun kenaikan itu tidak signifikan dibanding perolehan suara yang telah ditargetkan.
"Sepertinya PDIP sendiri terkena candu Jokowi. Sehingga lupa untuk memperbaiki atau menutupi kelemahan Jokowi. Kelemahan komunikasi Jokowi ini menjadi pelajaran penting bagi PDIP jika ingin tetap mengusung Jokowi sebagai capres," paparnya dalam keterangan resmi, Kamis (10/4).
Menurutnya, Jokowi tak cakap melakukan komunikasi dengan rakyat. Tak hanya itu, ia juga kurang piawai melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan politik lainnya.
"Pada sistem demokrasi multipartai ini berkomunikasi dengan partai politik lainnya juga tidak kalah penting. Ini tidak bisa diwakilkan oleh ketua umum partai. Jokowi harus melakukannya sendiri agar rakyat percaya Jokowi tidak berada di bawah bayang-bayang Megawati," jelasnya.
Menurut dia, gagalnya Jokowi effect menjadi antitesis terhadap kekuatan media yang berada di belakang Gubernur DKI Jakarta itu. Ini hal baru yang menarik untuk diteliti dalam studi media. "Dalam sosiologi media ada semacam kutukan, orang yang populer atau besar karena media akan hancur juga oleh media. Jangan sampai hal tersebut terjadi pada Jokowi," paparnya.
Quick count sementara menempatkan PDIP mendapat suara di kisaran 19 persen. Capaian suara tersebut meleset jauh dari perkiraan internal sebanyak 27 persen. Malah, sejumlah survei sebelumnya memprediksi PDIP akan meraup 35-40 persen suara karena adanya Jokowi.
jadiiiiiii............
Fachri Hamzah Terdiam, Setelah Kicauan Megawati di Twitter,
Membuka Mata Hati
Saya akui sebagai seorang yang berbibir tipis ketika mencerca
habis-habisan kebijakan Megawati Soekarnoputri dalam masa
pemerintahannya yang singkat pada 2001–2004. Saya hanya
mendengar dari ujung, tapi mengabaikan sumber berita dari
pangkalnya. Seperti kebiasaan kita, hanya menghakimi dari yang
terlihat sekilas tapi mengabaikan yang alasan di balik yang
terpampang.
Tidak seperti ayahnya, orator ulung yang oleh Eropa disamakan
dengan Julius Caesar atau Benito Mussolini dalam hal pidato,
Mega terlihat membosankan dalam berbicara. Atau lebih buruk
lagi, kaku. Demikian pula soal kebijakannya yang kontroversial
seputar penjualan Indosat dan Gas murah ke China dari Ladang
Tangguh.
Walaupun banjir kritik dan hujatan silih berganti menghampirinya,
saya lupa satu hal….dia tidak pernah membela diri. Ketika
kebijakannya itu menjauhkannya dari kesempatan terpilih lagi
jadi presiden 2004 dan 2009, dia tidak juga membela diri. Hanya
partainya PDIP yang mendukung kebijakannya dan berusaha
menjawab tudingan yang brutal itu.
Kita mungkin berpikir bahwa Megawati tidak bisa berpikir untuk
menjawab secara komprehensif terkait keputusannya. Atau dia
mungkin hanya bisa tandatangan sesuai permintaan dari para
menterinya. Sampai tuduhan soal pembisik, disetir dll (seperti
juga dialamatkan pada Gusdur) seolah benar di jaman Megawati.
Sampai baru-baru ini dia bersuara, karena sepertinya tidak ingin
3 Kali pemilu isu lama diputar ulang. Atau mungkin dia tidak
ingin kesempatan partainya bersama Jokowi terusik karena
kebijakannya di waktu lampau. Melalui akunnya di twitter, dia
menjawab seputar yang dipermasalahkan Fachri Hamzah, dkk.
Setelah mengambil sumpah jadi presiden menggantikan
Abdurrahman “Gus Dur” Wahid yang dilengserkan poros tengah,
pendukungnya sendiri. Megawati mewarisi kekosongan anggaran
untuk APBN, utang luar negeri termasuk tenggat pembayaran
pada International Monetary Fund (IMF).
Ini masih ditambah lagi dengan peralatan militer seperti jet
tempur dan kapal perang yang tidak bisa dipakai. Embargo
senjata oleh AS karena krisis Santa Cruz di Dili oleh militer
jaman Habibie. Ketidakmampuan TNI karena embargo ini
dibarengi kegiatan Kapal Induk AS di laut Jawa dan Selat Timor
mengusik harga dirinya.
Harga diri yang kedaulatannya dipasung krisis dan embaro
membuatnya harus bertindak sebagai pemimpin. Dia tidak mau
menerima tawaran utang dari AS yang syaratnya aneh-aneh.
Membalas manuver kapal induk AS ini, Megawati memutuskan
melepas aset berharga seperti Indosat dan saham BUMN lain.
Setelah mendapat uang untuk mengisi APBN-nya, pemerintah
membayar utang ke IMF, dan membeli senjata baru dari Rusia
dan Polandia seperti Sukhoi dan helikopter. Membangun
pemukiman bagi tentara dan memperbaiki sistem alutsista yang
mengembalikan kepercayaan diri TNI.
Pada saat bersamaan pemeritahannya melakukan diplomasi
mawar dengan menintensifkan hubungan dengan Rusia, China,
Korea Utara dan Eropa Timur. Hal ini untuk mengirim pesan yang
jelas dan tegas kepada AS agar menjauh dari teritorial Indonesia
dan menarik kapal perangnya dari Laut Jawa. Karena Indonesia
bisa bergabung kapan saja untuk mengisolasi AS dari
keangkuhannya.
Sumber keuangan lain saat itu adalah Gas dari Tangguh yang
sayangnya hanya China yang potensial sebagai pembeli.
Bersaing dengan Rusia, Indonesia tidak punya banyak pilihan
selain menawarkan harga murah karena terdesak krisis ekonomi
yang parah.
Namun syarat harga murah itu bukan hal ringan bagi China,
sebab mereka harus membantu pembuatan jalan ke desa-desa
dan beberapa megaproyek seperti jembatan dan bandara. Harga
harus direnegoisasi setiap lima tahun setelah delapan tahun
awal kontrak berjalan.
Syarat yang menyentuh saya, yang buat terharu adalah bahwa
China juga harus membantu 1,2 juta rakyat Korea Utara yang
kelaparan.
Setelah membaca semua kicauan “kultwit” beliau, saya
mendapati pikiran saya terbuka lebar. Bahwa mungkin saya
memang tidak punya kapasitas memimpin sedikitpun dibanding
yang dilakukan dan dialami olehnya. Saya ikut merasakan dilema
yang hanya orang bijak yang sanggup membuat keputusan
demikian brillian.
Mungkin bukan keputusan yang baik, namun kebijakan itu telah
mengangkat moral berbagai pihak didalam negeri sebanyak kita
yang mencacinya dahulu. Kita mencerca tanpa solusi alternatif
sedikitpun. Tapi Megawati telah membawa kita pada keputusan
yang masuk akal dengan kondisi ketika itu. Yang sepantasnya
diberi pujian meski tidak populis seperti BLT misalnya.
Dan satu lagi yang saya dapatkan, bahwa Megawati mungkin
seorang komunikator yang buruk, tapi dia bukan pembuat
keputusan yang buruk. Dia cerdas dan cerdik mengatasi Amerika
dan tahu cara mengisi pundi-pundi negara tanpa menambah
utang.
Begitulah… sekian lama, seseorang baru bisa dipahami. Dan
akun Fachri Hamzah pun terdiam…
Fachri Hamzah Terdiam, Setelah Kicauan Megawati di Twitter,
Membuka Mata Hati
Wow. Very objective. Hey anak anak muda.. Tau apa kalian soal pergantian kekuasaan dr orde baru ke reformasi? Waktu itu kita kan masih anak kecil. Skrg pas uda gede dan kritis, kita menganalisis masa lalu dr sudut pandang kondisi skrg yg jauh lebih stabil. Just like her father, sejarah sendiri nanti yg bakal buat generasi mendatang sadar krn mengutuk ngutuk Megawati yg menurutku barang mewah dan langka di dunia politik Indonesia. @edmund_shreek