#1 Aku tidak pernah menyadari seperti inilah rasanya. Payah. Otak ku seoalah berdalih bahwa aku adalah remaja paling bodoh. Dia terus-menerus memaki dengan teori yang menggunakan pola seharusnya. Harus begini-begitu, entahlah. Sedangkan hati hanya bisa meratapi. Aku menatap ice cream didepanku yang sudah mulai mencair. Separonya memang sudah lenyap kumakan. Aku menyukai ice cream seperti aku menyukaimu. Tapi entahlah kali ini ice cream sama sekali tak membantu merubah mood ku. Seolah jengah aku melihatnya, sama seperti melihatmu. Namun tak berarti bayangmu hilang begitu saja. Tolol, sekali lagi suara otak ku menggerutu. Lalu aku bangkit dan menuju casir membayar ice cream sial tadi. Setelah membayarnya akupun beranjak pergi. Aku baru menyadari kalau akulah satu-satunya pelanggan yang berada di caffe ice cream ini. Kemana lagi sekarang? Rasanya masih malas kalau harus langsung pulang. Ku lirik jam di tanganku, waktu masih menunjukkan jam 3 sore. Aku masih butuh hiburan. Ketika hendak menjalankan motor matic ku, hp yang berada di saku baju seragam sekolahku bergetar. Kuraih segera dan melihat ada 1 pesan disana. Dari Maura, teman satu bangku dikelas ku.
'Tantri, kamu dimana? Tas sama jaketmu ada di aku. Tadi sepulang sekolah kamu seperti ditelan bumi', segera ku balas sms itu.
'iya ra, setelah ini aku ke rumahmu. Makasih', lalu ku lanjutkan kembali menyusuri jalanan kota. Menghibur diri untuk menghapus jejakmu.
Comments
"Hei, kemana saja sih? Ditungguin dari tadi juga baru nongol", cerocos maura sambil tangannya sibuk membuka kunci gerbang.
"Iya, tadi masih ngelayani fans yang bejibun". Maura hanya menanggapi dengan sok mual. Setelah gerbang terbuka, matanya mengisyaratkan untuk masuk. Aku pun menuntun motorku dan meletakkannya didepan garasi di samping pintu untama rumah maura. Lalu maura menutup pintu gerbang itu lagi dan setelahnya segera menyusulku.
"Kamu nggak langsung pulang kan?"
"itu pertanyaan apa ngusir nih?"
"sensitif amat sih tan, kayak cewek. lebih tepatnya emak-emak! aku tuh mau ngajak ngobrol kamu dulu"
"iya, kamu tuh yang tersinggungan. nggak bisa di ajak bercanda"
"yaudah yuk, kita ngobrol ditaman belakang aja ya". Aku mengikuti maura yang mengajakku ke halaman belakang rumahnya. rumah sebesar ini terkesan sepi karena hanya maura yang menghuni bersama beberapa pembantu. Kedua orang tuanya memang jarang pulang. Setelah sampai dibagian belakang rumahnya hal pertama yang terlihat adalah luasnya kolam renang
"Eghm, ada tamu kehormatan masak nggak dikasih apa-apa sih?", aku mencoba menyindir maura.
"bawel, noh mbak rani udah bawa minuman sama cemilan. Aku tuh tauk banget tabiat kamu", maura menunjuk perempuan paruh baya yang menuju ke arah kami sambil membawa nampan ditangannya. Setelah nampan berisi minuman dan camilan itu di letakkan di meja depan kami, si embak itupun pergi.
"So, ada apakah gerangan sehingga tadi kamu tau-tau ngilang gitu aja?"
"ngilang, kayak setan kali. Emm..Nggak ada apa-apa sih ra, cuman aku emang lagi males aja di kelas tadi", jawab ku sekenanya.
"Tantri, udah berapa lama sih kita berteman? Bersahabat?. Kamu nyadar nggak sih? beberapa hari ini tuh kamu aneh! Mudah tersinggung, cepat marah, sering ngelamun, murung. Ada apa sih?". Aku terdiam sebentar, memikirkan pernyataan maura barusan. seperti itukah diriku?
"Aku juga bingung ra"
"Eghm, apa ini ada hubungannya sama Aldi?", maura bertanya seolah dia sudah bisa menebaknya. Sejenak aku seperti... Apa ya?? Seperti maling yang ketangkep basah. Kayak anak kecil yang ketahuan bohong sama ibunya. Aku terdiam lagi.
"Tan, aku disini siap menjadi pendengar setia lo", tangan maura menggenggam tanganku erat. itu membuatku jadi lebih tenang.
"susah ya klo udah berteman
"itulah sahabat tan, aku sebenernya nggak mau maksa kamu buat cerita. tapi orang nggak akan bisa bantu kamu klo kamu cuman diem. dan aku, nggak bisa terus-terusan berakting bego ngeliat sahabat aku yang jelas-jelas sedang bermasalah". aku tersanjung mendengar kata-kata maura, seumpama ada kategori best friend award sudah pasti piala itu akan kuberikan kepadanya.
"kemaren lusa, aku mengutarakan perasaanku selama ini ke ketua kelas kita ra", jelasku sambil menatap lurus ke arah kolam.
"apa?? maksudmu Aldi?? tantriii ini seriusan kan? heloow kamu nggak lagi ngerjain aku kan? ada camera tersembunyi nggak sih?", jawab maura histeris sambil kepalanya menoleh kesana-kemari seperti mencari sesuatu.
"apa'an sih ra"
"waw. jadi serius? aku pikir selama ini kamu cuman berani cerita ke aku tan"
"begok ya aku?", tanyaku lemas.
"kok begok sih? aku cuman kaget sayangg. trus-trus gimana ceritanya itu?", aku terdiam sebentar. mengambil nafas panjang, dan mulai bercerita.
"malam itu aku nggak tau kenapa aku bisa senekat itu, pas aku lagi online facebook aku ngeliat di list Aldi juga lagi online. aku chat dia, aku menyapanya".
"trus", maura nampak antusias mendengar ceritaku.
"awalnya kita ngomongin tentang sekolah dan hal basa-basi lainnya. sampai akhirnya aku bilang aku suka sama dia".
"oh jadi kamu nembak dia lewat Fb?"
"aku nggak nembak dia kali ra, cuman ngungkapin rasa kagum ku aja. ngungkapin rasa suka ku ke dia. aku nggak minta
"oh beda ya? okay-okay. terus, reaksi dia gimana?"
"awalnya dia kaget. sampai akhirnya aku perjelas dengan kata I love you. norak banget ya?", aku tersenyum kecut. terlihat memaksa.
"dan dia baru sadar?", tanya maura. aku hanya menganggukkan kepala.
"aku yang bodoh ra, aku yang terlalu berharap lebih dengan imajinasi-imajinasi yang melampaui batas"
"hei. kamu nggak bodoh sayang!! cinta itu memang harus diungkapin. seenggaknya lebih baik menyesal setelah mencoba daripada menyesali seumur hidup karena sama sekali belum pernah mencoba", tatapan maura begitu meyakinkan ku. seolah ada penyemangat terlihat disana.
"Lalu, bagaimana kelanjutannya? bagaimana pula reaksi aldi setelah kejadian itu?", tanya maura dengan tenang.
"percakapan malam itu nggak berlangsung lama. padahal kamu tahu ra? rasanya aku ingin mengungkapkan semuanya. aku ingin dia bertanya banyak hal, aku ingin dia membahas tentang perasaan ini. aku ingin merasa, apa ya? seperti ketika kamu memakan makanan kesukaan mu dan memakannya sampai habis. aku ingin menuntaskannya ra". aku menjelaskan dengan gamblang ke maura, tak terasa air mata yang ku tahan mengalir begitu saja. maura yang menyadari seolah mengerti dengan keadaan ku. dia mengusap-usap punggung ku dengan lembut. diserahkanya sejuntai tisu yang sedari tadi menunggu digunakan.
"Dia hanya berkata sesuatu yang tidak aku butuhkan. dan berucap terima kasih diakhir kalimatnya
"terus terang aku nggak tau harus bilang apa tan, tapi yang harus kamu tau aku selalu disini jika kamu membutuhkan"
"makasih ra, kamu memang sahabat yang pengertian". maura menunjukkan senyum termanisnya yang membuatku mau tak mau ikut tersenyum. aku merasa lebih baik. terkadang kita hanya butuh untuk didengar untuk mengungkapkan suatu masalah. dan maura mengerti sekali soal itu. dia bisa menempatkan kapan hanya menjadi pendengar setia, dan kapan harus berbicara memberi masukkan. beruntung aku mengenalnya. Menjelang senja aku pamit pulang dari rumah maura, sedikit merasa lebih lega untuk menghadapi hari esok dan bertemu dengan dia.
klo ad prckpan pkr tnda petik dua.
kasi spasi biar enak ga bingung yg ngomong siapa.
overall great mention yah klo update.
@Needu masih d lanjut kok.