It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
______________________________
Hallo gays. TS mau curhat dulu dikit hehe.. Maaf ya kalian nunggu lama lagi TS kemaren pekan UAS,sampai udah ngambil rapor hehe.
Yg masih sekolah,coba pasti lagi pada liburan ya? hahaha.. Sayangnya TS gk ada libur TS ada jam tambahan disekolah dan cuma libur Natal itu pun libur lagi pas Tahun baru dan H+4 tahun baru. Setelah itu sekolah lagi.
Sebenarnya TS pengen banget update ceritanya itu cepet tapi waktunya selalu mepet.
TS bener2 minta maaf ya dan berterimakasih banget buat yang masih mau nunggu dan baca. Terimakasih ya *peluk satu2* hihihi Oke baiklah mari kita mulai!!
______________________________________
Dua minggu berlalu...
Ya,dua minggu...
Dua minggu sudah aku menjalani hariku yang baru.
Maksudku, hidup ku yang bertambah berat karena Mario. Sudah dua minggu terakhir aku mendapat pelajaran tambahan darinya yang membuat kepala ku ingin pecah rasanya. Setiap membayangkan wajahnya saja membuatku bad mood.
Aku mencoba mengatur cahaya yang masuk ke pandangan ku. Mata ku terasa sangat sembab pagi ini. Sambil membiasakan cahaya yang ada, aku mengingat kejadian tadi malam...
"Iya aku mau ngomong sama kamu!" suara Okta meninggi sambil menggenggam tangan ku dan menariknya kedalam mobil.
"Tapi...Tapi..Gak bisa sekarang. Aku lagi belajar Ta" kataku sambil berusaha menahan langkahku. Aku teringat Mario yang memberiku tatapan tak suka saat aku izin kebawah untuk menemui Okta yang tiba-tiba datang malam itu.
Okta berhenti menarik tanganku dan malah membalikkan badannya menatapku tajam.
"Apa sih yang kamu pelajari? Sampe gak bisa ngomong sama aku sebentar aja?!" suaranya tetap meninggi.
"Ini gak seperti yang kamu bayangin" kataku yang kehabisan kata-kata untuk mulai menjelaskan. Bahkan hanya itu yang bisa ku katakan.
Okta menyipitkan matanya dibalik kacamata. Tatapannya semakin tajam.
"Oh ya? huft.. Kamu tuh berubah ya sekarang" kini suaranya sedikit melunak tapi dengan tatapan yang makin tajam.
"Aku seminggu di Bandung kemaren, Pernah kamu hubungin? Aku kontak kamu, Pernah kamu respon? Pernah? Jawab!" sambungnya dengan nada yang kembali meninggi.
Seminggu yang lalu memang Okta pergi ke Bandung untuk kerumah keluarga besarnya dan aku benar-benar tak membuat kontak dengannya karena bebanku yang banyak membuatku stress ditambah tugas dari Mario yang selalu menghantui ku, membuatku lupa dengan handphone ku. Aku fikir juga Okta butuh waktu untuk menikmati momen bersama keluarganya sehingga membuatku sedikit melepasnya.
"Aku gak maksud gitu Ta. Dan...Aku emang lagi sibuk" jawabku yang kini tak mampu menatap matanya yang tajam.
Okta mencengkeram keras lenganku. Aku tau dia geram dan mencoba menahan amarahnya.
"Okta! sakit!" kataku bergetar mencoba melepaskan tanganku darinya.
"Emang kamu pikir apa? Seminggu sebelum kamu ke Bandung. Emang kamu udah coba buat kontak sebaik mungkin sama aku?" suara ku bergetar. "Apa pernah kamu ngajak aku keluar? Pernah? Buat jemput aku aja kamu banyak alesan. Kamu egois!" sambungku seraya menahan air mata yang mengumpul dipelupuk mataku.
Cengkeraman Okta melonggar, dia menatapku dalam, tanpa aku bisa mengerti tatapan itu. Aku memilih untuk melepaskan pergelangan tanganku darinya dan berlari masuk kedalam rumah.
Syukurlah Papa dan Mama sudah tak terlihat disekitar rumah, sepertinya sudah masuk ke dalam kamar. Aku tidak ingin melihat siapapun saat ini.
"Hey. Mau kemana? Duduk! Siapa suruh masuk kamar?" tiba-tiba suara Mario yang ketus memanggilku saat aku mengarah ke pintu kamar.
"Sekarang udah jam 8. Udah selesai kan?" tanyaku dengan suara yang ku usahakan tenang.
Mario menatap jam tangannya sebentar lalu berdiri
"Lo tuh gak bisa ya ngehargain waktu dan duit yang udah bokap lo keluarin buat bayar gue? Gue makin kesian sama bokap lo punya anak kayak gini" suaranya sangat membuatku benci padanya.
"Mario! Lo biaa gak sih gak usah selalu merendahkan gue? bisa gak sih lo ngehargain usaha gue? Lo mikir dong! Kalo lo nganggep diri lo guru, Lo itu guru yang egois. Gak pernah ngeliat keadaan muridnya. Gue gak mau diajar lo lagi" Aku berkata dengan suara yang makin bergetar. Kaki ku pun ikut bergetar dan terasa lunglai, Aku benar-benar kehilangan kontrol atas diriku.
Mario menatapku dengan wajah yang sulit dimengerti, Matanya menatapku teliti.
"Ok kalo itu mau lo. Terserah lo. Gue cuma gak mau mengecewakan bokap lo." katanya seraya membereskan barang-barangnya, memasukan semuanya kedalam ransel dan pergi begitu saja.
Tanpa aku sadari Jhony berdiri di depan pintu kamarnya. Entah sejak kapan, Aku tidak memperdulikannya dan langsung masuk ke kamarku.
Lalu entah sampai kapan aku menangis hingga akhirnya mataku terpejam.
Kepalaku terasa pening mengingat kejadian semalam. Aku bahkan lupa mematikan lampu kamarku.
Pukul 05.30
Hari ini aku benar-benar malas untuk beranjak dari kasurku. Dengan niat seadanya aku menyeret kaki ku menuju kamar mandi.
Masih dengan niat seadanya aku membuka pintu kamar. Aku berjalan ragu kearah meja makan.
Tentu aku khawatir dengan tanggapan Mama atau Papa karena mataku yang bengkak, atau mungkin karena mereka mendengar perselisahan antara aku dan Mario. Yang bagaimana pun pasti Papa akan membela orang kepercayaannya yang satu itu.
Aku duduk dengan ragu ditempatku seperti biasa, mencoba bertingkah normal tanpa menghiraukan pandangan Mama pada wajahku yang kusut, sementara Papa masih sibuk melahap sarapannya.
"Kenapa sih ma?" tanyaku padanya, lama-lama risih juga saat Mama meneliti wajah ku seperti itu.
"Kamu kusut banget sih Man? Itu mata juga sampe bengkak begitu. Abis ngapain sih?" suaranya terdengar sangat penasaran.
"Begadang" jawabku asal seraya mengoleskan selai strawberry keatas rotiku.
"Ih, kamu tuh macem-macem aja deh ntar kalo sakit gimana? Ngapain sih begadang segala?" seperti biasa Mama selalu berlebihan. Jawaban yang salah,batinku.
"Salahin tuh Mario, Karena tugasnya jadi aku begadang" dusta ku. Padahal semalam jelas aku bertengkar dengannya.
Jhony menatapku sarkas.
"Ah masa sih? Emang tugasnya banyak? Coba tuh pa, bilangin Mario jangan ngasih tugas banyak-banyak nanti kalo kebiasaan begadang trus sakit kan repot" ucap Mama berlebihan.
"Ya biarin aja sesekali memang harus diasah juga otaknya tanpa diajarin Ma. Lagipula Papa belum nanya perkembangan kamu sama Mario" ganti Papa yang berbicara. Sial, memangnya anaknya ini pisau. Kulirik Jhony yang ternyata sedang memperhatikan ku, yang dilirik pun segera memalingkan wajahnya.
Apa maksudnya sih anak itu, batinku kesal.
Aku hanya diam saja melanjutkan memakan rotiku.
"Temen kamu tumben belum jemput udah jam segini" ujar Papa tanpa melepaskan pandangan dari jam tangannya.
"Tau dah. Lupa kali" jawabku asal. Aku benar-benar tidak mau membahas tentang Okta apalagi dijam sarapanku.
"Trus nanti kamu bareng Papa atau gimana?" tanyanya lagi.
"Mas temennya dateng tuh. nunggu di mobil, buruan katanya" tiba-tiba Mba Ika datang seperti jelangkung yang tak diundang. Aku sangat tidak ingin mengharapkan kehadirannya saat ini dengan membawa kabar itu. Lagipula apa maksudnya Okta menjemputku dan menyuruhku cepat. Aku tidak memintanya datang.
Setelah pamitan dengan Mama dan Papa, aku berjalan malas keluar rumah, aku benar-benar tidak ingin bertemu dengannya hari ini.
"Woy, buruan jalannya. kalo diseret begitu kapan nyampenya?" tiba-tiba kaca mobil Okta terbuka.
Oh, bukan. itu bukan suaranya, tapi itu jelas mobilnya.
Aku mencoba memicingkan mataku untuk melihat wajahnya.
Hah?
Apa?
Apa aku tak salah lihat?
Orang itu...
Orang yang jutek...
Orang yang selalu duduk dibelakang Okta.
Ada apa dengannya?
Kenapa dia yang menjemputku? Dan memakai mobil Okta.
"Yaelah...Malah bengong lagi. Buruan" teriaknya, menyadarkan lamunanku.
Aku langsung berjalan cepat kearahnya sebelum ia berteriak kencang seperti meneriaki maling.
"Kok lo sih yang jemput?" tanyaku ketika sudah duduk dibangku belakang.
"Heh, Siapa suruh duduk situ? emang gue supir lo?" ujarnya sinis. Aku segera pindah untuk menghindari perdebatan saat moodku sedang jelek.
"Ya,jadi kenapa lo yang jemput gue?" tanya ku setelah berhasil duduk dibangku depan disebelahnya.
"Udah dijemput aja bawel" katanya seraya melajukan mobilnya dengan tidak santai.
"Seriusan. Okta mana?" tanyaku dengan nada yang serius. sementara dia tetap melihat kedepan dan membawa mobil dengan cepat, kelewat cepat.
"Pake tuh Seatbelt nya" katanya,masih dengan itonasi khasnya.
Aku tak menghiraukannya,dan malah sibuk menatap keluar jendela.
Kalau dia bisa menghiraukan pertanyaan ku, mengapa aku tidak bisa, batinku.
"Eh,budek ya? Pake!" suaranya meninggi membuat kupingku sakit.
"Gue gak budeg. Lo yang dari tadi budeg" kataku sedikit emosi. Orang ini benar-benar memintaku untuk membelahnya seperti sepotong taoge yang ingin ku belah dua.
"Okta gak masuk. Dispen. Mau sparing basket ntar siang. Lo gimana sih pacarnya gak tau" katanya, sadar saat aku balik mengatainya budeg.
"Trus kalo mobilnya dibawa tetangganya, ntar Okta naik apa?" tanyaku polos. Aku memang benar-benar tak tahu.
"Ya bawa motor lah" jawabnya sinis. Iya aku polos, polos yabg terkesan bodoh. Atau mungkin aku memang bodoh? Jelaslah naik motor. Moodku benar-benar membuat otakku bekerja tidak sesuai kenormalannya.
"Gue juga bawa mobil karena disuruh jemput Cinderella nya" sambungnya.
Enak saja. Dia bilang aku ini Cinderella? Memang aku semanja itu harus selalu diantar jemputnya.
Eh, tapi mengingat kejadian saat pulang sekolah kemarin, kemampuan mendapatkan angkotku menurun drastis. Aku ketergantungan olehnya. Oleh Okta.
Pantas dia menyebutku Cinderella.
Tapi tetap saja aku tak suka.
Mobilnya mulai memasuki lokasi parkir disekolah ku. Setelah mendapatkan tempat parkir, aku bersiap untuk turun. Namun, sebuah tangan memegang lenganku yang membuatku menengok ke arah si pembawa mobil. Apa maksunya ini?, batinku.
"Ntar lu pulang sendiri. sorry gue gak bisa nganter. Dan gue bukan tetangganya Okta" katanya, suaranya merendah tak seperti biasa. Ah sebenarnya suaranya bagus jika saja ia tidak menjadi seorang yang sinis.
"Oh...Oh i..iya" kataku gugup saat beradu pandang dengannya. Lalu aku pergi meninggalkannya yang tak bergeming.
Aku melangkahkan kakiku di pelataran sekolah.
Okta sparing basket? bahkan aku sendiri tak tahu seperti biasa. Biasanya aku menonton sparing ataupun tournament basket bersama Elena dan Sandra, tentunya karena pacar kita bertiga sama-sama anak tim basket, Apalagi Sandra yang tak pernah ketinggalan mendukung pacarnya, si kapten.
Okta mungkin lupa, atau dia masih marah karena salahnya dia sendiri. Oh ini sungguh salahnya.
Entahlah, aku tak ingin memikirkan ini lagi.
Pelajaran hari ini membuatku mual. Apalagi ternyata materi pre test Fisika hari ini adalah materi yang diberikan Mario semalam, Namun sayangnya tak berhasil masuk keotakku.
"Arman, dicariin Sandra sama El tuh di depan" ujar Yuna saat aku sedang membereskan buku kedalam tas ku.
"Yuk berangkat.." tiba-tiba Elena menarik tanganku saat aku baru saja sampai disampingnya.
"Loh,mau kemana?" tanyaku bingung.
"Lah, emang lu lupa man? Tim basket kan sekarang lagi sparing di SMA Pelita. Kita nonton lah" kata Sandra, membuatku menepuk jidat.
"Lupa?" tanya Elena
"Gue bahkan gak tau. Okta gak bilang tuh" kataku seraya berjalan pelan karena percakapan kita sudah menjadi santapan wartawan amatir yang kepo, maksudku tentu saja para pembuat gosip.
"Hah? Seriusan? ih kok gitu?" tanya Sandra dengan wajah polosnya.
"Tau ah, gue lagi males sama dia" jawabku dengan malas.
"Males kenapa? Lu mah sekarang jarang cerita-cerita sama kita deh. Whatsaap aja gak pernah di bales. coba tuh liat di Grup berapa ratus chat" ujar Elena
"Gue gak sempet Online nih. Les mulu riap hari" suaraku terdengar lesu.
"Oh iya ya. Tapi ya gak apa-apa kan lu ikut nonton sekarang? Ayolah" paksa Elena dan Sandra.
Sebenarnya aku tidak enak dengan kedua sahabatku ini, tapi aku bisa apa? selain hari ini aku harus les dengan Mario, Aku juga sedang tidak ingin bertemu dengan Okta. Menghindari perdebatan yang lebih parah karena mood ku belum membaik.
"Maaf banget ya... Gue kali ini bener-bener gak bisa" ujarku sambil memasang wajah memelas.
"Yasudahlah Man, gue ngeri maksa lu ntar diomelin guru les lu yang galak itu" kata Elena kemudian.
"Gak mau titip salam buat Okta?" tanya Sandra
"Enggak deh San. Makasih hehe" ujarku memaksakan tersenyum.
"Yaudah kita duluan ya" seru Elena yang kubalas dengan senyum lelah.
Sepertinya aku masih merasa bergantung dengan Okta. Terbukti seperti kemarin aku hanya berdiri mematung tak berniat naik kedalam angkot. Pikiran ku kosong.
Akhirnya setelah lama mematung aku baru melangkahkan kaki ku menaiki angkot dan memilih duduk di depan untuk menghindari hal-hal yang tidak diingikan, seperti asap rokok yang bisa membunuhku.
Sore ini aku memilih untuk mandi lebih awal dari biasanya dan duduk diteras kamarku, melihat ikan mas koki yang dulu dibelikan Okta. Ikan itu bergerak-gerak seolah ingin bebas. Melihat ikan ini aku mau tak mau melambungkan ingatanku dengan Okta. Hubungan kita memang merenggang karena jadwal les ku yang tiba-tiba memenuhi waktu luang ku.
Ya, tak bisa kusalahkan juga sih, Apalagi trus menerus menyalahkan si Monster Ganteng macam Mario itu. Aku hanya tidak menyukai cara belajar serta sifatnya yang jutek. Selebihnya aku bersyukur Papa memberikan guru semacam Mario karena terlihat fresh,serta aku pun berfikir dewasa kalau Papa dan Mario sama-sama menuntut keberhasilanku sendiri untuk kesenangan pribadinya.
Tiba-tiba terdengar deruman motor yang kukenali pemiliknya, Mario. Aku segera tersadar dari lamunan ku dan mengambil beberapa buku Bahasa Inggris untuk materi hari ini.
Sebenarnya aku sangat takut menatap wajahnya lagi. Setelah peristiwa tadi malam, masih bisa kuingat wajahnya yang merah menahan amarahnya. Semoga dia diberikan kesabaran,batinku.
Aku keluar kamar saat Okta belum sampai keatas, lalu duduk ditempat biasa.
Aku menundukan kepala saat Mario mulai jalan mendekat dan duduk disofa tempatnya biasa duduk.
"Tumben udah dateng" ujarnya tanpa melihatku.
"Kok masih mau ngajar sih? kemaren kan gue bilang gak mau belajar sama lu" ujarku.
"Emang siapa yang mau ngajar? Orang gue cuma mau dateng aja. Duduk doang pun gue dapet gaji. Lu gak mau diajar sih gue gak rugi" ujarnya acuh.
Aku menghela nafas panjang.
"Yaudah sih gue minta maaf. sekarang tolong bantu gue buat belajar" kataku akhirnya.
"Kesurupan lo?" ujarnya seraya mengambil buku ku dengan senyum merendahkan.
Yasudahlah yang penting aku bisa belajar, batinku.
Kami tak banyak berbicara malam ini.
Mario pun tak banyak protes karena kebodohanku.
Mungkin dia lelah, batinku ketika aku melihat kerutan di dahinya yang berlipat seperti orang yang banyak fikiran.
Les pun akhirnya berakhir dengan sunyi.
Aku langsung masuk ke kamar dan melihat handphone ku.
Okta mengirimkan ku pesan Whatsaap...
"Aku kecewa sama kamu"
"Kamu berubah"
"Aku berharap kamu dateng seperti biasa"
"Kamu emang bener-bener berubah Man"
Aku menatap pesan Whatsaap itu lama.
Akhirnya aku memilih untuk tidak membalasnya. Biarkan saja aku dibilang berubah.
Aku berubah demi kebaikan Ta... batinku.
Aku berbaring diatas kasurku dan menekan tombol 'Play' pada iPod ku.
Lagu itu pun terdengar oleh ku.
Now Playing :
Tangga - Dari Sisi Aku.
Tertangkapkah olehmu
Apa yang ku rasa
Terus ganggu hatiku
Sering kali ku ragu
Ragukan pedulimu
Dan tak yakin kesungguhanmu
Cobalah lihat dari sisi aku
Agar kau pahami coba kau dengar
Jerit hati kecil ini cobalah tuk mengerti
Sedikit saja
meski aku ada,tapi seperti tak ada
ku disini, namun tak berarti
Cobalah lihat dari sisi aku
Agar kau pahami coba kau dengar
Jerit hati kecil ini cobalah tuk mengerti
Sedikit saja
Lihat.. lihat aku Izinkan sedikit egoku
Lakukan seperti mauku
Tataplah kedua mataku
Dan coba kira keinginanku
Cobalah lihat dari sisi aku
Sulitkah… Bisakah… Kau pahami
@bram94
@Abyan_AlAbqari
@callme_DIAZ
@kutu22
@Dltyadrew2
@Monic
@0003xing
@Beepe
@Bintang96
@Rikky_kun
@Dimz
@Snowii_
@Gabriel_Valiant
@indoG
@n0e_n0et
@Cheesydark
@Venussalacca
@jokerz
@bponkh
@laikha
@foursquare
@Ian_McLaughlin
@alexwhite
@Archiez
@dionville
@mahardhyka
@sandy .buruan
@DiFer
@obay
@egalite
@Jhoshan26
@adinu
@tyo_ary
@ananda1
@adilope
@dannyfilipe1
@exxe87
@cassieput
@bi_men
@lintang1381
@aldi_arif
@hikaru
@harya_kei
@YuuReichi
@Tsu_no_YanYan
@No_07021997
@yubdi
@wisas
@bladex
@tohartoharto
@cmedcmed
@CoffeePrince
@wandi_aja
@faradika
@adre_patiatama
@hwankyung69
@Adam08
@haikal24
@bebong
@DM_0607
@raka_okta
@arifinselalusial
@sky_borriello
@tamagokill
@Rizal_M2
@angelofgay
@pokemon
@FauziNIC
@lasiafti
@Éline
@MikeAurellio
@anjinganjing
@DanniBoy
@mamomento
@kimo_chie
@Sefares
@Rez1
@newsista
@Kim_Kei
@the_angel_of_hell
@rafky_is_aldo
@alexrico
@kimsyhenjuren
@rickyAza
@rizky_27
@Ervfan55
@marvinglory
@Flowerboy
@emoniac
@Taylorheaven
@Onew
@Anju_V
@VBear
@kangmas1986
@FISE
@mikaelkananta_cakep
@arwin_syamsul
@caetsith
@davey88
@vasto_cielo
@GeryYaoibot95
@voldemmort1
@galihsetya14
@abiDoANk
@trinity93
@farizpratama7
@OlliE
@nand4s1m4
@rarasipau
@NielSantoso
@Yongjin1106
@tsu_gieh
@esadewantara88
@Putra_17
@diditwahyudicom1
@ikmal_lapasila
@kikyo
@MErlankga
@ElninoS
@edwardlaura
@putra_ajah
@arieat
@Ariel_Akilina
@rey_drew9090
@ddonid
@joeb
@elul
@andra99
@TigerGirlz
@irfan295_
@pria_apa_adanya
@balaka
@kevinlord7
@Chachan
@_newbie
@raffi_harahap
@deph46
@ichafujo97
@Lonely_Guy
@abang_jati
@zephyros
@chandisch
@tialawliet
@blackshappire
@Adra_84
@Tamma
@icha_fujo
@Key_Zha
@boy_filippo
@hantuusil
@diyuna
@yuzz
@pyolipops
@AvoCadoBoy
@aldyliem
@Arjuna_Lubis
@yooner5
@ryanjombang
@Irfandi_rahman
@RezaYusuf
@i_am
@diandasaputra
@khaW
@Zazu_faghag
@pradithya69
@san1204
@bapriliano
@Ranmaru
@Anggoro007
@3ll0
@Remiel
@Fae91
@gege_panda17
@d_cetya
@zevanthaikal
@tarry
@unknowname
@adjie_
@keanu_
@bell
@lulu_75
@3ll0 @abiDoANk @jacksmile @tsunami
@Aghi @caetsith @TigerGirlz @fiofio
@Ardhy_4left @uci14 @uci @NielSantoso @Aji_DrV @Zazu_faghag @cute_inuyasha
Eh rada bingung yg "aku keluar kamar saat Okta belum sampai ke atas" itu mksdnya Mario kan mgkn TSnya ngantuk ... tidur gih
Btw terimakasih sudah baca
masih berharap riko muncul
duduk ditempat biasa" harusnya itu Mario kan? salah sebut
part ini monoton