It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@elul udah pernah bikin yg panjang dan malah pusing mikirin urutan ceritanya..hehe..
Aku juga tidak tahu..mendadak huruf 'b' hilang dari kamus. Terpaksa aku ganti dengan huruf 'm'..
((I like the way I call by this name, sounds similar john grisham ))
Aku pesan ff yang romantik seperti yang pernah km tulis di trit tuangkan.
@tsunami aku lebih menunggu km buka album dari pada buka trit di stories. #sikap
) )
Di sini kududuk di tengah suasana ramai. Kuamati semua orang saling berdesak-desakan saling mendahului. Manusiawi, itulah yang terpikir olehku, tapi apakah manusia tidak dapat membatasi naluri kenyamanannya dengan naluri kasihnya.Lamunan mengantarkanku pada peristiwa menyakitkan yang terjadi padaku bertahun-tahun yang lalu.Aku... hanya seorang bocah yang mempunyai mimpi untuk menjadi seorang koki pencipta aneka macam kue. Senyum nikmat orang-orang yang mencicipi kueku adalah kepuasan tersendiri bagiku.
Ibuku adalah inspirasiku, dia bukan sekedar koki kue bagiku, dia adalah koki penyaji cita rasa inspirasi bagiku.Tapi berbeda dengan ayah tiriku, hujatan, cacian, hinaan selalu ia lontarkan setiap hari ketika kucoba menarik senyum dari wajahnya saat mencicipi kue buatanku.Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun-tahun berlalu, tidak ada yang berubah sedikitpun dari penilaian ayahku itu meski orang lain berkata sebaliknya. Penilaiannya sangat berarti bagiku, dengan penilaiannya membuatku terus menerus berlatih dan terus mencoba menghadirkan cita rasa yang lebih baik dan lebih baik.
Hingga saat dia menutup mata, baru kusadari apa yang terjadi. Secarik kertas tulisan ayah yang tertinggal," anakku, aku tahu bertahun-tahun hatimu perih dan bebanmu berat, aku tau itu anakku. Tapi aku hanya ingin turut berjuang bersamamu untuk meraih impianmu, meski dalam setiap kata yang terucap bagai hujaman belati tajam bermata dua yang menghujam jantungmu pun jantungku. Tapi ketika kau baca surat ini, kau sudah membuktikan bahwa beban yang kau pikul, hujaman belati yang kau tanggung, menghantarkanmu pada impianmu." Air mata deras mengalir saat itu. Terima kasih ayah... satu kalimat sederhana terucap dari dalam lubuk hatiku sekarang.Kini kulembali mengingat nostalgia kala itu, ditengah keseharianku sebagai pemilik toko kue terkenal yang telah memiliki beberapa cabang di kotaku ini... fin
tetep tsuningits..
Aku dan Sani sudah lama berteman. Kami menghabiskan masa kecil bersama-sama. Di mana ada dia, di situ ada aku. Dia sudah menjadi bagian paling berarti dalam kehidupanku.
Kini, kami sudah menginjak bangku SMA. Semenjak hari pertama sekolah, aku sudah merasakan perbedaan sikapnya. Dia yang selalu terbuka, mendadak tertutup padaku. Tak ada lagi Sani yang selalu membagi tawa maupun dukanya denganku. Kehadiranku pun sering tak dianggap. Kerap kali kulihat dia termenung, memandang kosong di kejauhan.
Hari ini, Sani tak masuk sekolah. Kulihat orangtuanya membawa ke rumah sakit. Ku buntuti kemana gerangan tujuan mereka. Kulihat mereka masuk ke ruangan bertuliskan Poli Kejiwaan. Kemudian mereka duduk di depan ruangan dr. Grinchan, Sp.KJ . Tak berapa lama seorang perawat menyuruh mereka masuk. Saat itulah Sani melihatku. Ia berjalan menghampiriku kemudian menarik tanganku. Ia menyuruh orangtuanya untuk tinggal di luar.
Dan di ruangan ini hanya ada aku, Sani dan dokter itu. Selama beberapa saat, dia bertanya beberapa hal ringan. Tentang sekolah, teman, keluarga dan lain-lain. Kemudian sang dokter mengajukan pertanyaan yang sudah aku tunggu. Ia menanyakan apa yang menjadi beban pikiran Sani.
Sejenak Sani terdiam, lalu ia memandangku. Kemudian ia mengucapkan sebuah jawaban.
"Bisakah dokter menghilangkan teman khayalanku ini?", katanya sambil menunjukku.