It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Suka kalimat itu *tunjukatas
Nah nah aku baru liat cerita bagus ini telat banget uhh
Aww suka sama 2 orang di saat bersamaan, cuma suka atau udah cinta? Hmmm
Nah update-an kemarin2 kalimatnya kepotong-potong, updatean yg sekarang gak ada spasi perparagrafnya alias rapet Tapi gakpapa, udah jauh lebih baik
Aku minta mention ya
tapi inget namanya
huwa harus baca ulang !!!!!
@balaka sama kak balaka aja. Hha
@Tsunami padahal update setiap hari masa lupa?
@new92 ganti url kak. Jadinya vaacum.wordpress.com
@3ll0 wkwkwkwkwk. Semoga tidak menyesal kak.
@Tsu_no_YanYan semoga tidak menyesal membaca cerita ini kak. Thanks ya mau baca.
@balaka sama kak balaka aja. Hha
@Tsunami padahal update setiap hari masa lupa?
@new92, @cute_inuyasha ganti url kak. Jadinya vaacum.wordpress.com
@3ll0 wkwkwkwkwk. Semoga tidak menyesal kak.
@Tsu_no_YanYan semoga tidak menyesal membaca cerita ini kak. Thanks ya mau baca.
all sorry double. Euh, ini pake proxy hide.me jadi sory asa ribet gini. Sorry juga tulisannya rapet, soalnya di ms word gak kayak gitu. Bingung saya juga. Tapi kalau mau tulisan nyamannya mampir saja ke blog saya : vaacum.wordpress.com
Trims bagi yang bersedia baca.
Maksudnya Fajar ama bang @balaka aja -mungkin-
mungkin. bisa jadi @3ll0
Aku berjalan cepat—mungkin lebih tepatnya berlari—dengan nafas memburu. ‘Sial, aku telat lagi!’ umpatku pada diri sendiri. Beginilah setiap aku masuk sekolah. Pasti bel sudah berdenting keras sementara aku masih mengemudikan sepeda motorku kencang. Mungkin sebagian dari kalian bertanya, ‘Bukannya OSIS selalu disiplin waktu?’ Atau mungkin dengan kalimat sarkas seperti, ‘Ah, ayo kita datangnya telat. Pengurusnya aja selalu telat, masa kita nggak?’ maka aku akan menjawab, ‘Terserah gue dong, hidup hidup gue ini. Heh! Gue masuk OSIS itu ingin mencoba merubah diri gue menjadi lebih baik lagi. Sementara kalian? Berkata sok suci padahal dibelakang ngomporin!’ walaupun pada kenyataannya, sih, aku tidak akan berkata demikian.
Mengingat tujuan masuk OSIS, aku jadi teringat sama Farid. Bukan bermaksud ingin selalu membahas dia, tapi tujuanku menjadi pengurus OSIS ya karena Farid. Dia adalah alasan utamaku, meski pada waktu itu hanya sebatas ketertarikan singkat. Tujuan kedua karena memang aku ingin menyibukan aktifitasku dengan hal-hal berguna. Setiap aku sendiri di rumah, pasti akan ada sumbu untuk menyulut emosiku hingga pada akhirnya suasana hatiku menjadi kacau. Aku tidak mau seperti itu.
“Tunggu, Pak!” teriakku membahana ketika melihat gerbang bercat abu-abu itu mau ditutup. Pak Budi menggelengkan kepalanya pelan, mungkin terkesima melihat rekor telatku yang hampir setiap hari.
“Fajar, lari 10 putaran!” teriak Bu Neni lantang. Sontak aku terkejut mendengar bu Neni mengucapkan 10 putaran. For God sake... biasanya juga 3 atau 5 putaran. Kok sekarang jadi 10?
“Ta-tapi...”
“Apa? Itu pelaran buatmu, Jar. Masa kamu mau telat terus sih?” balasnya sambil berjalan menuju pos penjaga. Aku mengangguk lesu. Akhirnya, pagi itu pun aku habisan untuk berlari mengelilingi lapangan yang luasnya hampir segede lapangan bola. Sejujurnya aku sedikit malu jika hampir setiap hari telat terus. Masalahnya... aku pengurus OSIS! Aku tidak enak hati sama kakak kelas yang sudah purna. Apalagi sama pandangan orang yang melihatku takjub. Lagi aku berfikir, mungkin mereka akan berkata, ‘Berani-beraninya dia melanggar aturan OSIS.’ Aku pun akan dengan senang hati menjawab, ‘BODO!’
Aku istirahat sejenak ketika lariku sudah di putaran ketiga. Gila! Ini bukan hukumaan, tapi penyiksaan!
Kulihat bu Neni sedang berjalan ke luar gerbang. Ini kesempatanku untuk kabur. “Pak, udah 10 keliling. Hmmm, boleh saya minta surat ijin masuk kelas?” tanyaku dengan nafas ngos-ngosan. Bapak penjaga piket mengangguk seraya menyodorkan kertas yang harus kuisi. Setelah selesai, aku kembali berlari menuju kelas sendirian. Yah, sendirian mengingat hari ini yang telat hanya aku seorang. Padahal kemarin-kemarin ada banyak, sekitar 3-6 siswa.
Dari kaca jendela aku melihat teman-teman kelasku sedang ribut bermain gitar, lalu ada juga yang sedang bermain biola. Itu berarti, saat ini guru sedang tidak ada di kelas. Dan, ternyata benar. Setelah aku masuk aku disambut meriah oleh teman-temanku yang mengatakan aku harus meningkatkan keterlambatanku. Termasuk... Ardar. Aku dan dia sebangku di deretan paling belakang. Secara fisik, dibandingkan dengan Farid Ardar lebih unggul kalau menurutku. Sebenarnya aku juga bingung kenapa bisa menyukai Farid padahal jika ditinjau banyak sekali siswa populer yang notabennya mempunyai fisik di atas rata-rata. Mungkin karena esensinya aku tidak suka jika melihat seseorang dari fisiknya saja. Aku harus melihat hatinya dan sikapnya.
“Jar, nanti pulang sekolah anterin aku ketemuan sama pacar di koridor ya?’
“Sip. Pacar yang mana nih? Yang simpanan bukan?” candaku sambil tertawa.
“Haha, gila! Emangnya aku cowok apaan?” balasnya sewot.
“By the way, kemarin aku dan Farid tanding bola di lapangan dekat rumahnya,” lanjut Ardar sambil membuka permen coklat lalu memakannya.
“Terus?” sahutku penasaran.
“Ya kita berdua main bola giliran. Kadang aku yang jadi kiper, kadang Farid yang jadi kiper. Sahabatmu itu ternyata seru juga ya. Aku dibuat ketawa terus sama dia.”
Mendengar Ardar berucap seperti itu entah kenapa aku merasa sedikit sakit hati. Meski ucapanku kala itu rela mengorbankan perasaanku demi Farid, tetap saja di lubuk hatiku yang paling dalam ada rasa tidak rela melihat kedekatan mereka semakin erat. Sialnya, aku tidak rela bukan hanya pada satu orang, tapi terhadap kedua orang itu.
***
“Jar, sekarang kumpul OSIS ya?” tanya Riska, teman sekelasku.
“Iya, Ris. Barusan aku dapet sms dari Teh Raisa,” balasku sambil memasukan buku ke dalam tas.
“Jar, ayo, udah nugguin!” seru Ardar di depan pintu kelas.
“Ka, aku ke koridor dulu ya. Ada urusan sebentar sama dia. Kamu duluan aja ke ruang OSIS-nya.” Riska mengangguk mengerti.
Aku berjalan menuju koridor bersama Ardar. Disana banyak sekali siswa yang sedang mengobrol, main gitar, atau pacaran. Sudut pandangku teralih ketika melihat perempuan berambut lurus tergerai sedang berkutat dengan HP. Perempuan itu namanya Anis, mempunyai kulit putih dan berbadan kecil. Manis sih, tapi sayangnya aku tidak menyukainya. Bukan benci, ya, tapi tidak suka secara orientasi.
“Kok, sms aku gak di bales sih?” tanya Anis tanpa basa-basi. Mukanya sedikit ditekuk ketika mengucapkan kalimat seperti itu.
“Anu... HP-nya mati, An. Sory ya...” Anis mengangguk lalu tersenyum manis. Arrrgh, kok aku ngerasa muak ya sama gaya pacaran anak sekarang? Maksudku, aku merasa geli aja ketika ada perempuan sok manja pada pacar laki-lakinya. Eh? Tapi kayaknya kalau aku pnya pacar akan sama deh. Euh, dunia emang sudsah edan.
“Jar, nanti kamu ke rumah aku ya. Orang tua pergi ke Garut, menghadiri acara nikahan saudara.” Aku mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. “Kalau bisa ajak juga Farid. Oke?” lagi, aku mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. Huh, kedekatan mereka semakin erat rupanya.
“Ar, aku kumpul OSIS dulu, ya. Nanti sms aja kalau ada kepentingan. Yo, An, Ar, aku duluan...”
“Hati-hati. Kalau ada belokan lurus ya...,” sahut Anis berkelakar.
“Hahahaha, sip sip. Kalian berdua juga hati-hati. Kalau ada setan lari ya ke tempat yang terang,” timpalku sedikit menyinggung. Mereka tertawa renyah menganggapi ucapanku.
Setelah sampai di ruang OSIS, ternyata rapatnya sudah dimulai. Gila, baru aja keluar udah di mulai. “Maaf kang, teh saya telat. Tadi ada urusan sebentar sama temen.”
“Ya, silahkan duduk sesuai dengan sekbidnya.” Aku menyimpan tas di sudut ruangan lalu mencari tempat kosong untuk kududuki. Oh iya, sebelumnya akang mau tanya, di kelas kalian ada yang mengeluh gak liburnya di pake untuk porak?” Hah? Porak? Kok aku gak tau.
“Gak ada kang, mereka pada antusias. Katanya kalau bisa diadain bola boy untuk cewek. Sementara cowok futsal sama volly. Nah buat volly kan niatnya cewek cowok digabung, tapi mereka mintanya dipisah,” ucap Farid. Pantesan dari pelajaran pertama sampai akhir gak ada guru, ternyata libur masih ada satu minggu lagi. Aneh juga sih libur cuman satu minggu karena biasanya suka dua minggu. Ternyata yang satu minggunya di pake buat PORAK.
“Buat Fajar, kemarin minggu kamu gak rapat ya? Kemana?” tanya ketua OSIS sedikit sinis. Gini nih kalau gak hadir tanpa ada persetujuan.
“Anu kang, kemarin minggu saya nge diklat OSIS SMP. Gak enak kalau saya gak hadir, soalnya tradisi LDKS di SMP mengundang alumni untuk jadi panitia,” balasku sedikit sinis pula.
“Lain kali ijin dulu ya. Hmmm, untuk besok kamu jadi korlap. Sudah ngerti kan tugasnya?”
“Ngerti kang.”
***
Suasana sekolah setiap sorenya selalu ramai oleh eskul futsal sama bela diri, sementara di siang hari ramai oleh eskul pramuka, pecinta alam, PMR, dan KIR. Tak lupa, mau libur ataupun tidak kantin adalah salah satu tempat yang pasti akan banyak pengunjung. Salah satunya aku dan Farid sekarang yang memadati. Tempat favorit kami berdua berada di ujung, dimana tempat itu entah kenapa jarang—bukan jarang tapi tidak pernah—ada orang yang menempati. Sempat aku bertanya pada ibu kantin. Katanya, di tempat itu banyak hantunya. Aku menggelengkan kepala sambil ketawa karena ibu kantin itu mengucapkannya dengan nada berkelakar. Itu berarti, beliau tidak benar-benar serius.
Pernah aku dan Farid ditanyai oleh beberapa orang. “Gak takut, kang? Atau kalian lagi uji nyali ya? Atau, kok betah amat sih duduk disitu.”
Emangnya, ada apa sih dengan tempat itu? Selama aku duduk, aku tidak pernah merasakan kejadian aneh. Mungkin itu hanya mitos sekolah ini. Aku juga pernah di wanti-wanti sama ibu kantin bahwa aku tidak boleh duduk di bangku paling ujung. Jadi pada akhirnya aku duduk di bangku kedua paling ujung.
Terkadang aku suka lucu sendiri jika duduk disini sama Farid. Pasalnya, dia itu penakut. Haha, sering dia memintaku untuk pindah bangku. Tapi aku menolak dengan alasan selalu penuh. Seperti saat ini, ketika bokongnya hendak duduk di kursi mulut dia komat kamit gak jelas. Dasar Farid. Keseluruhan, aku menyukai tempat ini karena rasanya damai jika pikiran lagi mumet sama tugas atau masalah cinta. Tempat ini adalah ketenangan. Kebisingan disekitar suka menghilang dan itu... rasanya menenangkan.
“Rid, kamu mau pesan apa?” tanyaku.
“Nasi goreng sama jus melon aja.”
“Oke. Tunggu sebentar ya.”
“Jangan lama!” timpalnya sambil mendelik.
“Iya iya, bawel!”
Ibu kantin seperti biasa akan tersenyum ramah jika aku datang. Sebenarnya enak kalau sudah punya langganan. Pesanan kita suka di dahulukan dari pada orang lain. “Mau pesan apa, Jar?”
“Nasi goreng 2, terus minumannya jus jambu sama jus melon.”
“Oke, tunggu sebentar ya.” Aku mengangguk lalu kembali duduk di bangku.
“Kamu ada acara gak nanti sore?” kataku pelan. Lama Farid tidak menjawab, baru ketika bunyi game di HP-nya berhenti dia menjawab.
“Ada mau benerin lap top sama ayah ke BEC. Emang kenapa gitu?” tatapannya kini beralih menatapku.
“Berarti gak bisa ya? Niatnya aku mau ngajak kamu main ke rumah Ardar. Sebenarnya dia yang ngajak sih.”
“What!!?” balas Farid keras, membuat beberapa siswa menatap aneh ke arahnya. “Serius, Jar?” lanjutnya antusias.
“Iya, masa aku boong sih.”
“Baiklah aku ikut,’ sahutnya sambit senyum-senyum sendiri.
“Terus benerin laptop nya gimana?”
“Bentar ku telepon dulu ayah.” Farid mengambil HP di saku celananya lalu dia pun mengarahkan HP itu ke telinga. Lama dia berbincang dengan di telepon. Setelah selesai, dia menekuk wajahnya mengerikan. “Aku gak bisa kayaknya. Ayah tetep ngotot berangkatnya harus sekarang.”
“Haha gak papa kali, Rid. Toh masih bisa besok-besok...”
Obrolan kami berdua berhenti sampai disitu. Setelahnya kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Makan pun tak ada obrolan yang menyertai. Mungkin ada yang menganggu pikiran Farid sehingga dia diam seperti ini.
“Pulang yuk,” ucapnya setelah makanan kami habis tak tersisa.
“Oke...”
Setelah membayar makanan, kami berdua berjalan menuju parkiran. Seperti biasa aku mengantarkan Farid ke rumahnya, lalu menjalankan motor menuju kompleks Suka Maju menuju rumah Ardar. Aku tidak pulang ke rumah karana ibu dan ayah kerja sampai malam. Hal itu mungkin yang membuatku dibebaskan untuk pergi kemana pun asalkan minta ijin sebelumnya. Setela sampai, aku melihat Ardar sedang memandikan sepeda gunungnya. Dia memakai celana pendek ketat dan kaos oblong. Haha, andai Farid ada disini, aku penasaran gimana reaksi dia. Akhirnya aku memotret Ardar secara sembunyi-sembunyi. Jika aku rindu kan aku bisa lihat foto ini.
“Bantuin aku dong, Jar.” Ardar membuang air yang sudah terpakai lalu menggantinya dengan air bersih.
“Baiklah...” Aku membuka seragam SMA-ku lalu menyimpannya ke dalam tas. Kini aku sama seperti Ardar : Memakai celana pendek dan kaos oblong. Pada awalnya aku membantu dia membereskan sepeda. Tapi, melihat dia diam tidak memulai obrolan aku mencipratkan busa ke mukanya sambil tertawa. Ardar membalas balik. Sialnya, dia mengguyurku pake gayung.
“Ardar sialan! Bajuku jadi basah kan!” Aku mengambil ember berisi busa lalu mengejar Ardar yang sedang mengisi air dengan ember punya nya. Sekarang, kami berdua perang air, melupakan niat awal kami untuk memandikan sepeda.
BYURRR!!
Dia menumpahkan semua isi air itu ke seluruh badanku. Ketika aku ingin meniru ulahnya, air itu malah terbang ke pinggir. Shit! Tidak kena deh. Merasa dirinya telah memenangkan pertandingan, Ardar tertawa puas, bahkan matanya sampai mengeluarkan air mata. “Hahaha. Lucu sekali wajahmu, Jar.” Dia terus tertawa tak memperdulikan aku yang lagi kesal, namun berubah menjadi tawa kegembiraan. Aku jadi ingat ketika aku kecil dulu. Permainan air seperti ini adalah permainan paling menyenangkan dan sekarang terulang kembali.
“Foto, yuk,” ucap Ardar membuat tawaku berhenti seketika. Hah, foto?
“Kita berdua? Gimana caranya?” tanyaku bingung.
“Ya selfie lah...” Oh iya aku lupa. Ardar ini sangat eksis sekali mau dalam situasi apapun. Di kelas juga dia suka foto gak jelas, padahal guru sedang menerangkan.
“Tapi kamu yang megang kamera...”
“Oke, pake HP kamu ya.” Aku mengambil HP di tas lalu menyorkan ke Ardar.
“Siap... senyum,” ucapnya sedikit keras. Aku ngakak ketika melihat hasil foto kami berdua. Bagus sekali!! Aku melihat mulut Ardar terbuka dengan raut wajah flat, tapi tidak membuat dirinya aneh melainkan tetap tampan. Sementara aku sendiri bertampang datar sambil... ekhem... memeluk dia. Yah, aku melingkarkan tangan di leher Ardar dengan dagu menempel di kepala.
“Nanti kirimin lewat BBM ya, Jar. Sekarang kita mandi, takutnya kulit menjadi gatal-gatal.”
“Oke...” Aku mengambil tas lalu masuk ke rumah Ardar. Dia memberikanku handuk untuk mengeringkan tubuh sementara. Lalu setelah yakin air tidak menetes di tubuhku, aku masuk ke kamar Ardar.
“Yo kita mandi...”
“Hah!?”
“Berdua? Bareng?”
“Iya biar cepet. Kagak usah mau kali, Jar. Toh kita berdua laki-laki.”
For God sake! A-aku... a-apakah i=ini mimpi? Thanks sepeda, berkatmu aku bisa...
To be continued
@balaka
@Tsunami
@new92, @cute_inuyasha
@3ll0
@Tsu_no_YanYan @Unprince
Update. Sorry kalau tulisannya rempet, sorry juga buat yang gak ke tag.
Oh iya, kenapa ya jadi rempet pas di paste? Ini juga harus di edit di kolom komentar. Kalau yang mau gak rempet bisa kunjungi blog saya : vaacum.wordpress.com
Oh iya, ada yang punya bm gak? add pin saya ya. Haha #promosi #plak
53D81D2F