It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Zizi.... Anjirrrr hahahah gue punya pengalaman buruk sama nama ini~ #menerawangjauh
Zizi kena brotherzone ya khuhuhu
waah ternyata ada kesinambungan sama cerita yg satu lagi. bagus tuh.
apakah nanti irga itu suka sama zizi?
@balaka hoho coba kita cari tahu bersama ;;)
:>
@arifinselalusial oke ;;)
@3ll0 @cute_inuyasha @Unprince @muffle @balaka @4ndh0 @kristal_air @Widy_WNata92 @lulu_75 @Tsunami @Cyclone @arifinselalusial @Tsu_no_YanYan.
Bagian 4
Aku masih di ruang mading menunggu kak Irga selesai latihan basket. Dari pada menunggu panas-panasan di lapangan, aku lebih memilih menunggu di ruang mading yang adem sembari bantuin kak Farid ngedit artikel(lumayan bisa berdua sama kak Farid). Aku suka sekali ekspresi kak Farid saat dia sedang serius begini, mataku terus mengambil kesempatan untuk mencuri-curi pandang meliriknya.
Tiba-tiba seseorang langsung masuk ke ruang mading dan memeluk kak Farid dari belakang, dia merengek seperti anak kecil. Kak Farid yang sepertinya sudah paham dan sudah terbiasa dengan kejadian itu, hanya mengusap-ngusap kepala orang yang bersandar di bahunya tanpa sama sekali merasa terganggu. Tetapi tidak dengan ku! Aku cengo speechles dengan apa yang aku lihat. Orang yang sedang merengek di bahu kak Farid adalah kak Anjas ketua osis!
"Rosa mutusin gw lagi Far...!" Rengek kak Anjas. Kak Anjas yang terlihat begitu cool dengan jiwa kepemimpinannya, kini dia hanya terlihat seperti anak kecil yang sedang mengadu telah di jahili temannya.
"Gw gak mau putus sama Rosa pokoknya, gw gak mau!" Lanjut rengekan kak Anjas. Aku masih terkesima melihat dua orang di hadapanku. Karena sebelumnya aku tidak tahu mereka memiliki hubungan yang cukup dekat untuk melakukan itu.
"Lu gak malu ada orang ngelihat ketua osis paling keren di sekolah ini nangisin cewek." Ujar kak Farid melirikku. Aku hanya bisa tersenyum canggung.
Kak Anjas diam sebentar tanpa melepas pelukannya di leher kak Farid, dia meneliti ku sebentar. "Eh, ada adeknya Irga..."
"Maaf kak, aku keluar dulu.."
"Zizi kamu sini aja, biar aku yang bawa anak kecil ini keluar!" Kak Farid segera memutus kata-kataku, lalu dia dengan cepat membereskan barang-barangnya dan di masukan ke dalam tas. Kak Anjas hanya menyeringai dan menggaruk-garukan kepalanya. Sepertinya dia malu telah aku pergoki seperti itu.
"Jangan bilang siapa-siapa ya tentang ini.." Pinta kak Anjas dengan senyuman malu sebelum dia keluar duluan dari ruangan. Aku mengangguk mantap dan memberikan senyum meyakinkannya. Kak Anjas membalasnya lagi dengan senyum kelegaan dan langsung berlalu pergi dengan mencoba cool membawa kembali wibawanya.
"Kalau kamu udah selesai di sini, kuncinya kamu bawa aja ya. Kakak mau beliin permen ke anak kecil itu dulu." Kak Farid mengedipkan sebelah matanya. Aku kembali tersenyum membalasnya. Aku kok gak tahu ya kalau kak Anjas dan kak Farid sedekat itu? Berarti kak Anjas juga dekat sama kak Irga dong?
Belum selesai aku dengan pertanyaan-pertanyaan ku itu, mataku teralihkan pada buku seperti jurnal yang tergeletak di lantai, di bawah meja tempat kak Farid duduk tadi.
Ketika aku mengambil jurnal itu sebuah photo terjatuh dari dalam bagian buku yang terselip. Dag dig dug aku mengambil photo itu. Perlahan aku memperhatikan photo itu dengan seksama, dan betapa terkejutnya aku melihat siapa yang ada di photo itu.
"Kak Anjas?" Aku tercekat melihat dua orang cowok yang tidak lain adalah kak Farid dan kak Anjas sedang saling merangkul di photo. Aku gak akan begitu tercekat, kalau saja di bawah photo itu tidak ada tulisan yang di lingkarkan love yang tertulis 'I Love U, Anjas Reinaldi'.
Rasa penasaran akan jurnal itu membuat aku tidak bisa menahan untuk melihat isinya. Dan begitu aku membuka jurnal itu, di bagian depan tertulis kata-kata seperti puisi yang membuatku lebih tercekat.
'Karena kita menghabiskan banyak waktu bersama
Aku merasa nyaman berteman denganmu
Aku bahkan tidak tahu kalau ini adalah cinta
Dan bagaimana hal itu bisa terjadi?
Jika aku tidak melihatmu, aku merindukanmu
Kau terus saja muncul didalam mimpiku
Aku tidak bisa tidur setiap malam
Aku menghabiskan malam dengan airmata
Karena aku takut kau akan menolakku
Aku tidak bisa mengatakan kata-kata itu lagi hari ini
Kata-kata yang aku siapkan di depan rumahmu
Bahkan setidaknya di dalam mimpiku
Aku ingin mengungkapkan kata-kata itu sambil menatap matamu
Kata-kata yang benar-benar ingin aku katakan besok
Kata-kata yang bahkan aku tak berani untuk mengatakannya
Karena aku takut , aku terlalu takut
Kata-kata yang hanya bisa aku pendam untuk waktu yang lama
AKU MENCINTAIMU
Kadang-kadang , kau mabuk dan ditengah malam
Kau mengatakan bahwa kau merindukanku
Kemudian hatiku berdebar-debar sepanjang malam
Membuatku tidak bisa tidur
Kalau saja aku tahu akan sesakit ini
Aku tidak akan memulainya
Lagi-lagi hari ini aku hanya bisa meneteskan airmata..
Yang mencintaimu, Alvero Farid'
Tubuhku lemas seketika, tangan ku gemetar. Berbagai macam pertanyaan memenuhi kepala ku. Tentang kesamaan kami, tentang hubungan mereka. Tapi dari tulisannya itu, aku menyimpulkan kak Farid hanya memendam perasaannya pada kak Anjas. Kalau tebakan ku benar, bagaimana hancurnya perasaan kak Farid saat tadi kak Anjas mendatanginya merengek karna seorang cewek yang di cintainya, tapi kak Farid begitu tenang dan bahkan berniat menghibur kak Anjas. Kejadian seperti itu pasti sering terjadi. Apakah kak Farid benar sekuat itu? Aku saja bisa sangat tidak tenang saat kak Irga jalan sama seorang cewek. Apa lagi kalau kak Irga udah punya pacar, aku pastikam saat itu juga langsung menjaga jarak sejauh mungkin darinya! Aku simpan photo itu di dalam jurnalnya, aku tidak berani membuka lebih dalam lagi untuk mengetahui isinya.
"Udah lama nunggunya?" Kak Irga mengagetkan ku dengan kehadirannya yang gak aku sadari. Dengan cepat aku langsung menyembunyikan jurnal kak Farid.
"Heem..Eh..Anu.." Aku gelagapan menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
"Anu apa?" Kak Irga menaikan satu alisnya.
"Hehe gak kak, kakak udah selesai?" Aku mencoba bersikap tenang.
"Udah ayo Zi, dah sore nih!" Kak Irga langsung beranjak keluar.
"Huuft!" Aku menarik nafas lega. Aku memang sudah janjian sama kak Irga, aku bilang mau main ke rumah kak Irga, dan kak Irga langsung meng-iya-kan.
Sepanjang perjalanan aku duduk di belakang kak Irga yang memboncengku. Tubuh kak Irga yang penuh keringat mengeluarkan aroma yang seksi. Tetapi aku tidak sedang fokus dengan kak Irga, aku masih terus memikirkan isi dalam jurnal itu.
**********
Di rumah kak Irga sangat sepi, kak Irga bilang dia hanya berdua dengan ayahnya, tetapi ayahnya jarang pulang ke rumah karena sering tugas keluar kota. Kak Irga mulai menceritakan tentang keluarganya. Mama kak Irga sudah meninggal dunia dari saat kak Irga masih kecil. Sementara dua orang kakaknya sudah lama tinggal di luar kota. Kakak perempuannya yang pertama sudah menikah dan ikut suaminya tinggal di Palembang, sementara kakak laki-lakinya yang ke dua, sudah hampir 4 tahun tinggal di Jogja untuk kuliah. Aku merasa terharu, kak Irga pasti sangat kesepian. Tumbuh besar tanpa seorang mama pasti sulit, aku tiba-tiba rindu mama 'aku akan peluk mama nanti saat pulang ke rumah' fikirku.
"Maaf ya kak, kalau buat kakak sedih karena menceritakan ini." Aku merasa gak enak, dengan menceritakan itu pasti buat kak Irga menjadi sedih. Walaupun kak Irga gak menunjukan kesedihan itu.
"Hehe gak apa-apa kok Zi, gak usah merasa bersalah kayak gitu. Kakak udah terbiasa." Ujar kak Irga dengan senyum.
Aku pun tersenyum, untuk beberapa detik kami kembali saling menatap, dadaku berdesir lagi.
Aku teringat kembali soal jurnal kak Farid. Aku coba bertanya sedikit tentang kak Farid dan kak Anjas. Kak Irga bilang mereka bertiga sudah bersahabat dari SMP, hanya semenjak dua tahun ini kak Anjas di butakan sama cintanya terhadap kak Rosa yang lebih tua satu tahun darinya. Kak Anjas lebih banyak menghabiskan waktu untuk pacarnya. Kak Anjas memang bersikap seperti anak kecil kalau di hadapan kak Farid, kata kak Irga, kak Farid terlalu memanjakan kak Anjas. Yang aku bisa simpulkan dari cerita kak Irga. Kak Irga gak tahu kalau kak Farid menyukai kak Anjas. Jadi aku memilih untuk diam dan tidak memberitahunya tentang apa yang aku temukan.
Aku teringat tentang Dita, seperti ada beban yang masih mengganjal. Paling tidak aku harus menyampaikan ke kak Irga kalau Dita menyukainya.
"Kakak sadar gak kalau kakak di cap playboy di sekolah?" Aku bertanya untuk memulai membicarakannya.
"Masa sih..hehe" Kak Irga menyeringai.
"Kakak tuh suka kasih harapan palsu ke orang lain tau gak, seharusnya kalau kakak gak suka jangan kasih harapan berlebih, gak capek apa gonta ganti jalan sama cewek yang beda-beda?" Cerosos ku menasehatinya.
Kak Irga menggaruk-garuk kepalanya. "Kakak kan cuma mencoba mencari yang terbaik, tapi sayangnya belum ketemu aja Zi..hehe" Dia terkekeh dan tangannya mengacak-ngacak rambutku.
"Dita suka sama kakak." Kata-kata itu meluncur saja dari mulutku. Ya, permintaan Dita tuh membebani ku, dan ada sedikit kelegaan saat kata-kata itu keluar dari mulutku.
Kak Irga diam melihatku, seperti sedang mencari tahu isi dalam kepalaku. "Dita cantik sih, menurut Zizi gimana?" Deg, itu bukan jawaban yang ingin aku dengar.
"Kok tanya aku? Ya itu sih terserah kakak. Aku sih senang aja, tapi aku harap kali ini kakak bisa serius kalau kakak mau jalan sama Dita." Terkadang apa yang keluar dari mulut kita, tidak sesuai dengan apa yang ada di hati kita.
Kak Irga diam lagi, membuang pandangannya ke luar jendela kamarnya. "Kamu suka warna apa?" Kok tiba-tiba nanyain warna?
Aku berfikir sebentar dan mengikuti pandangan kak Irga ke luar jendela. Ternyata langit mulai senja. "Aku suka warna jingga." Kataku tanpa mengalihkan pandanganku.
"Kenapa?" Tanya kak Irga tanpa menolehkan pandangan nya juga.
Aku menoleh untuk melihat kak Irga. Bisa ku lihat wajahnya yang terbias sinar senja, 'ya Tuhan sungguh indah ciptaanMu'.
"Karena Jingga warna senja." Aku membuang pandanganku lagi ke luar jendela. "Senja tidak memiliki waktu yang banyak seperti malam dan siang. Tetapi senja sangat indah, senja itu spesial." Aku tersenyum sendiri.
Aku menyadari tentang cinta untuk orang seperti aku, seperti senja yang walaupun di beri sedikit ruang, tetapi kehadiran cinta itu begitu berharga dan indah untuk sebagian orang seperti aku, walaupun banyak yang tidak menyadari keberadaan cinta yang kami miliki.
Kak Irga hanya tersenyum menanggapiku. Entah apa yang ada di fikirannya. Kami tidak banyak bicara lagi setelah itu, sampai kak Irga mengantarku pulang.
Ku hempaskan tubuhku di ranjang, ku pejamkan mataku mengingat kata terakhir yang kak Irga ucapkan.
"Kakak akan mencoba dengan Dita." Itu kata terakhir yang aku dengar sebelum kak Irga berlalu pergi dengan motornya.
Ku ingat lagi kata-kata yang aku lihat di jurnal kak Farid. 'Andai aku tahu rasanya sesakit ini, aku tidak akan memulainya.' Air mataku mengalir.