It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dirga cemburu sama Aron..
dan Elsa makan ati liat tingkah Dirga pastinya...
iissss....rumit banget cinta mereka
“Jangan menemuinya lagi!” Kata itu meluncur keluar dengan luwesnya, seolah ucapan itu tak akan menyakiti siapapun. Seolah kata itu hanya kata biasa tapi tidak, bagaimana bisa kata itu di anggap biasa oleh seseorang yang di suruh menjauhi orang yang begitu sangat di cintai. Tak habis pikir rasanya orang mengucapkan itu tanpa melihat hati orang yang terluka.
Langkah gontai terlihat dari seorang pemuda yang baru saja bertemu dengan mama dari kekasihnya, yang baru saja mama kekasihnya menyuruh ia menjauhi anaknya, menjauh bukan untuk sehari dua tapi untu selamanya tentu semua orang sangat tahu arti kata dari selamanya.
Bisa di perkirakan kalau pemuda itu akan menolak mentah-mentah jika saja orang lain yang menyruh tapi ia tak bisa begitu saja menolaknya karena yang menyuruhnya adalah orang paling penting bagi kekasihnya, bagaimana bisa ia membuat kekasihnya memilih antara dia dan orang yang melahirkannya.
Tapi dia juga tak bisa mengiyakan perintah itu karena hatinya tak akan semudah itu untuk mengikuti keinginan otaknya. Hatinya berontak tapi logikanya berjalan lebih depan. Ingin saja ia beritahukan itu pada kekasinya agar ia bisa menemui jalan keluarnya tapi bagaimana kalau malah terjadi hal yang selama ini tak ia inginkan yaitu pilihan.
kekasihnya memilih mamanya bukan itu yang ia takutkan tapi bagaimana jika kekasihnya memilih dia atau yang lebih parah lagi kekasihnya tak bisa menentukan pilihan, dia sungguh tak ingin memberikan beban itu pada pemuda yang selama ini selalu menggenggam tangannya.
pikiran-pikiran yang terus bergelayut di kepalanya membawa langkah kakinya ke sebuah rumah yang cukup ia kenali. Bukan rumah kekasihnya , tentu saja ia tak seberani itu untuk datang lagi kesana bukan karena pengecut hanya tak mau membuat masalah, mungkin itu alasan yang lebih keren.
Pemuda itu menatap nanar kearah rumah yang dia datangi, dia bisa saja untuk mengetuk pintu tapi tidak, ia tak ingin melakukan itu. Entahlah kenapa ia tak ingin pemilik rumah mengetahuinya ada di sini. Tidak terlalu malam untuk bertamu hanya saja ada alasan lain hingga ia tak melakukan itu, dia juga bahkan tak tahu alasan apa hingga ia tak berani melakukan itu.
Di peluknya lututnya seolah takakan ada lagi yang akan mampu memeluknya lagi sehangat pelukan kekasihnya. Dia takut tak akan dapat lagi mendapat pelukan kekasihnya. Dia kalut sekarang.
Suara pintu terbuka tapi tetap ia tak tertarik untuk melihat siapa yang akan terkejut menemuinya di sini, Dia masih terlaku sibuk dengan pikiran bagaimana harus menjauhi kekasihnya agar keinginan mama dari kekasihnya itu terwujud.
“Arka!” Seruan itu, ia sangat kenal pemilik suara itu. Tentu saja suara itu milik cinta masalalunya, bukan untuk kembali pada cinta lamanya yang membuat ia ada disini tapi lebih kepada ia butuh teman untuk mendengar keluh kesahnya dan hanya pemuda yang sedang mendekapnya inilah satu-satunya yang ada di pikirannya untuk berbagi kesakitannya.
“Masuklah,” Dekapan itu semakin nyata menunjukkan betapa rapuhnya dia, betapa dia tak bisa mempertahankan hubungnnya. Dia sudah hancur bahkan hancur sebelum berperang. Dia kalah di garis pertama, tak ada lagi yang mampu ia pertahankan, hubungan sudah bisa di katakana tidak ada.
Dirga tak ingin bertanya `apa yang terjadi?` tentu Dirga sangat tahu kalau terjadi sesuatu hal yang sangat buruk hingga membuat pemuda seperti Arka bagai prang yang linglung datang kerumahnya dan mendapati ia sedang jongkok dengan memluk lututnya.
Butuh alasan yang sangat tepat untuk membuat seorang Arka berbuat demikian dan alasan apa itu? Pertanyaan itu mengiringi langkah Dirga yang membawa Arka ke kamarnya. Menyelimuti Arka disana yang sudah terlihat kedinginan dengan mata yang terus menatap kosong.
Diusapnya kepala Arka, menenangkannya satu-satunya hal yang bisa di lakukan oleh Dirga saat ini. Dirga ingin Arka bercerita sendiri padanya bukan malah menanyainya yang sudah pasti tak akan mendapat jawaban tak berarti dari Arka.
“Kami harus pisah.” Akhirnya kata yang di tunggu Dirga keluar juga dari mulut barka yang terlihat kaku. Tapi hanya kata itu dan Arka kembali bungkam membuat Dirga hanya mampu menghela nafasnya. Dirga bukanlah tipe orang yang sabar menunggu sesuatu apalagi itu menyangkut urusan hati orang yang ia cintai.
“Dia memutuskan hubungan denganmu?” Pertanyaan Dirga mendapat gelengan dari Arka.
Suasana kembali hening dan itu sangat tak mngenakkan bagi Dirga. Sementara Arka masih terus menatap kearah lantai seolah lantai itu mempu menjelaskan lebih banyak dari mulutnya. Andai lantai itu bisa bicara ingin saja Arka berkeluh kesah disana agar tak ada orang yang perlu tahu tentang kesakitannya tapi itu tak akan terjadi.
“Kamu yang memutuskan dia?” Kembali gelengan yang di terima Dirga tapi kali ini dengan sahutan yang agak tersendat.
“Keadaan.”
“Keadaan macam apa?” Dirga tak sabaran dan Arka hanya bisa menggeleng lemah.
Bulir kesakitan itu akhirnya mengalir lancar dari wajah Arka bahkan semakin bertambah deras saat Arka mengingat betapa antusiasnya ia bertemu dengan mama kekasihnya itu. Kenapa keadaan sedemikian menyiksanya, kenapa di saat cinta itu ada di depan mata seolah tembok besar terbentang di sana dan dia tak mempunyai cukup tenaga untuk menghancurkan tembok itu.
Bisakah keadaan membaik sekarang, bisakah ia menjauh saat keksihnya tak tahu apa-apa tentang pertemuannya dan sang mama. Bisakah kekasihnya mengerti dan tak marah padanya saat nanti ia memutuskan untuk menghindar darinya, mampukah ia mengerti.
Suara dering ponsel
Nama Aron tertera disana, tentu saja kekasihnya akan menelponya. Malam ini mereka ada janji tapi dengan tanpa pemberitahuan apapun ia malah membatalkan janjinya. Hatinya hancur melihat nama yang tertera di layar ponselnya, tapi dengan sisa tenaga yang ada dia menerima panggilan itu.
Kekasihnya berceloteh tentang keadaanya, dia khawatir dan Arka tahu itu. Airmata itu kembali menggenang dan meluncur turun tapi kali ini ada tangan yang mengusapnya walau Arka tak menatap pemilik tangan itu tapi dia sudah cukup berterimakasih dengan keterdiamannya.
“Aku ingin kita putus.” dengan suara serak ia mengatakan itu pada kekasihnya dan langsung mematikan sambungan, selesai sudah. Semua selesai baginya tapi ia sangat tahu kekasihnya tak kan semudah itu menerima kata-katanya yang bahkan tak memiliki alasan yang masuk akal.
Arka menyandarkan kepalanya pada bahu yang ikut menangis melihat betapa tersiksanya dia, betapan hancurnya perasaanya. Pemuda itu iku menangis dalam diamnya.
Dirga tak bahagia bagaimana mungkin ia bahagia saat Arka memutuskan hubungannya dengan Aron dengan airmata. Dia memang menginginkan Arka tapi tidak dengan cara yang seperti ini.
@nakashima @abyyriza
@DM_0607 @charliemrs
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0
@Adamx @haha_hihi12 @Asu12345 @Roynu
@chioazura @harya_kei @Bun @balaka
@PeterWilll @Rika1006 @Vanilla_IceCream
@ramadhani_rizky
maaf mention kalian, butuh kritik dan saran yg membangun kayaknya nich.. hehe
@Asu12345 aq benci typo tapi sayang kalau sama tivo di ceritanya ka rendi *nglantur mksii ya sarannya suka"