It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kasian akbar, ngidap hiv, moga dpt lekas sembuh ya,
iiisshhh aku gak berencana 'mematikan karakter' lagi kok. liat nanti aja ya *wink*
Btw @tamagokill punya akun wattpad kah?
punya. sayangnya aku gak pede jadi author disana. tapi ada salah satu reader disini yang udah ijin untuk posting karyaku disana
°•¤ The Stars (Act 07) ¤•°
Aku sedang berbaring di kasur saat mendengar ketukan ringan dari pintu kamar. "Siapa?" tanyaku. Dengan ogah-ogahan, aku beranjak kearah pintu. Sebelum si pengetuk pintu membalas, aku sudah membuka pintu kamar.
Nampak Wahid sedang berdiri ditemani seorang cowok, yang kalau aku boleh menebak, usianya sepantaran denganku. Tapi cowok yang sedang bersama Wahid ini memiliki kulit gelap dibandingkan denganku dan Wahid, juga memiliki postur tubuh yang sama tingginya dengan Wahid. Hanya saja, dia lebih langsing dibandingkan denganku. Tapi jauh lebih berisi dibanding Wahid yang kurus itu.
Wahid tidak bisa dibilang kurus juga sebenarnya. Tapi karena dia sering kali memakai kaos yang size-nya dua kali lipat dari besar badannya, jadilah dia terlihat cungkring.
"Cari siapa?" tanyaku pada Wahid, setengah bercanda.
"Ini Alit, Kak... Katanya tadi udah janjian mau ketemu Kak Akbar..." Wahid menjelaskan.
"Oh iya... Silahkan masuk" aku berujar sambil membalas jabatan tangan Alit. "Cepet juga sampenya. Emangnya deket ya?" tanyaku pada Alit yang langsung masuk ke dalam kamarku setelah melepas sepatunya dan meletakkannya didekat lemari pakaian yang bersebelahan dengan pintu kamar.
"Lumayan jauh sebenarnya. Tapi karena jalanannya sepi, tadi saya ngebut" jawabnya diiringi senyum simpul yang membuatnya terlihat manis.
Benar juga katanya. Sekarang kan sudah pukul dua belas malam. Terlebih, jalur menuju ke kosanku kan memang sangat lengang diatas jam sepuluh malam.
"Makasih ya Hid... Gue tutup dulu ya pintunya" kataku pada Wahid yang berdiri diambang pintu. "Mau masuk, atau diluar nih?" tanyaku lagi. Karena kulihat dia ingin sekali ikut masuk ke dalam kamarku.
Well, aku sudah tiga hari di Bali. Dan Wahid selalu menemaniku jalan-jalan. Hanya di seputaran Denpasar, Nusa Dua, Jimbaran saja. Paling jauh, aku mengajaknya ke Bali Zoo di Gianyar. Lalu mampir jalan-jalan ke Pasar Sukawati. Disana, aku membelikannya kaos yang mempunyai gambar sama denganku.
Kalau aku ingat tentang kaos itu, aku jadi seperti membelikan Wahid kaos couple. Dan sekarang ini pun aku sedang memakai kaos pilihan Wahid. Tapi bukan "kaos couple" kami itu.
"Hid... Bisa tolong bikinin minum?" aku bertanya pada Wahid yang sedang menutup pintu. Aku memberikan kode agar dia mengunci pintu kamar.
Sambil membuatkan dua cangkir kopi instan untukku dan Alit, juga secangkir coklat untuk dirinya sendiri, mata Wahid terus mencuri pandang kearahku yang sedang melepaskan kaos dan celana jeans yang kupakai. Dan hanya menyisakan boxer berwarna merah yang memiliki motif unik.
Aku tersenyum saat melihat banyangan diriku di dalam cermin. Ini Boxer pemberian Rivaz. Dulu aku minta tolong padanya untuk membeli boxer di salah satu OL Shop yang berlokasi diluar Singapura. Karena sampai saat ini, aku tidak pernah berminat memiliki credit card. Rivaz juga melarangku. Manusia boros seperti aku, memang tidak diperbolehkan memiliki credit card, kata Rivaz. Sialan kan?
Tapi setelah barang sampai, Rivaz tidak mau uangnya kuganti. Dia bilang, itu sebagai hadiah ulang tahunku yang sudah lewat seminggu. Tadinya dia memang sudah berencana memberikan kado untukku. Tapi dia bingung mau memberikan apa. Jadinya, saat aku meminta tolong padanya itulah, dia memutuskan untuk membelikanku satu lusin boxer. Dan semuanya berwarna merah dengan corak berbagai macam. Kenapa semuanya merah? Karena aku pernah bilang pada Rivaz, kalau aku suka sekali dengan warna merah.
Sebelumnya aku sangat membenci warna merah. Tapi karena aku pernah iseng membeli sepatu berwarna merah, dan Rivaz bilang warna itu bagus dikulitku, jadinya aku bersemangat membeli berbagai macam benda berwarna merah. Mulai dari sepatu, kaos, kemeja, tas, dasi untuk kerja. Bahkan yang agak ekstrim, aku membuat celana berbahan jeans yang kuminta pada designer langgananku agar dibuatkan dengan warna merah. Sayangnya celana itu sudah terlalu kecil di pinggangku. Aku juga lupa meletakkannya dimana. Entah kubawa atau tidak bersamaku saat ini.
"Oke... Enaknya mulai pijet dimana nih?" tanyaku pada Alit.
Tadi aku iseng membuka akun facebook-ku yang entah sudah berapa tahun vakum. Mendadak saja aku ingat e-mail beserta password-nya. Padahal selama aku tinggal di Ausie juga di Singapura, aku benar-benar lupa. Lebih tepatnya, pada awalnya aku mencoba melupakannya. Dan berhasil. Dan beberapa menit lalu, aku tiba-tiba saja teringat.
Kemudian aku ingat, kalau dulu Almarhum mas Toya pernah berujar padaku, kalau mau mencari terapis freelance, aku bisa mencarinya di beberapa grup khusus Massage yang pernah dia rekomendasikan.
Sayangnya, setelah mencari dan mencari, sangat sedikit yang memakai foto asli pada foto profilnya. Bagaimana customer bisa yakin, kalau di profile-nya saja, si terapis tidak memakai identitas asli. Iya kan?
Hingga pilihanku jatuh pada Alit. Dan tadi itu, setelah menghubunginya melalui nomor telepon yang dia sertakan pada iklannya, aku pun memanggilnya kemari. Tentunya setelah deal dengan tarifnya dong. Juga menanyakan Massage jenis apa saja yang dia bisa. Dan karena dia bisa Balinese Massage, aku pun tertarik untuk mencoba.
Setelah Alit mempersiapkan segala peralatan tempurnya, aku pun berbaring diatas kasur yang sudah Alit lapisi dengan dua lembar sarung Bali. Biar minyaknya tidak langsung mengenai sprei-ku yang berwarna putih tentunya.
Alit memintaku untuk menelungkup. Kemudian dia menutup tubuhku dengan selembar sarung Bali lagi. Dan sebelum dia memulai pekerjaannya, aku memintanya untuk melepas boxer yang kupakai.
Selain karena aku tidak mau boxerku nanti mempunyai bercak dari minyak yang dipakai Alit, aku juga ingin bagian bokongku di Massage pula. Aku sangat suka kalau bokongku itu dipijat. Aku pernah tertidur pulas waktu almarhum mas Toya memijat bokongku.
Mudah-mudahan saja Alit bisa membuatku tertidur seperti mas Toya dulu.
•••~~~•••~~~•••~~~•••
Pijatan Alit sebenarnya enak. Tapi sayangnya nothing special. Kalau aku boleh membandingkan, masih jauh lebih enak pijatan almarhum mas Toya. Sama halnya dengan Syaka, pijatan dia pun sama enaknya dengan almarhum mas Toya.
Tapi ya sudahlah. Pijatan Alit pun sudah lumayan mengurangi pegal-pegal di sekujur tubuhku.
Saat Alit memintaku untuk membalikkan badan, aku sengaja memecah konsentrasiku pada pijatan Alit dan di layar ponselku. Aku membuka galeri foto di dalam ponselku. Memandangi berbagai macam pose selfie yang aku lakukan dengan Wahid.
By the way, saat aku melirik ke arah Wahid, matanya fokus kearahku. Lebih tepatnya dia terlihat serius sekali memandangi Alit yang sekarang sedang sibuk memijat area pahaku.
"Lit..." panggilku kearah Alit yang sedang konsentrasi memandangi area selangkanganku yang sedikit terbuka.
"Ya Bang?" Alit menyahut dan membalas tatapan mataku.
"Pernah diminta buat handjob atau blow job gak?" tembakku to the point. Alit yang mendengar pertanyaan konyolku itu langsung membelalakan kedua matanya. Dia terdiam dan terlihat salah tingkah. Tempo pijatannya pun menjadi agak kacau.
"Biasanya nambah berapa?" tanyaku lagi. Alit pun menyebutkan sebuah harga. "Elu bisa di fuck gak?" pertanyaanku kali ini membuat mata Alit melirik kearah Wahid.
Kali ini Wahid sudah duduk di samping kepalaku. Tadi aku memanggil Wahid, dan memintanya duduk disebelah kepalaku. Karena Alit terlihat bingung, aku sengaja berganti posisi dengan duduk bersandar di dinding, dengan kedua kaki berselonjor. Kulingkarkan kedua tanganku dipinggang Wahid yang kuminta duduk merapat dan berselonjor sepertiku.
"Bisa aja Bang... Tapi..."
"Tenang... Nanti elu gue bayar dua kali lipat deh" aku mencoba membujuknya. "Atau mau tiga kali lipat?" tawarku lagi.
Aku berani memberinya tawaran seperti itu bukan karena aku sok berduit. Tapi karena tarif Alit, memang bisa dibilang murah dibandingkan dengan yang lain.
Dikiranya nyari duit segitu semudah ngedudukin kontol, apa?
Setelah terus membujuk Alit, yang malu tapi mau itu, aku memintanya untuk cuci tangan terlebih dulu. Dan selama Alit mencuci tangannya dikamar mandi yang berada didalam kamar kosku ini, aku berbincang-bincang sejenak dengan Wahid.
"Hid... Elu pernah ngeliat cowok ML ama cowok gak?"
"Apa tuh Kak?"
"Yaelah... Masak gak tau ML?"
"Beneran gak tau Kak..."
"Ngewe..." bisikku ditelinga Wahid. "Ngentot" lanjutku lagi. Dan penjelasan terakhirku membuat pipinya merona. "Pernah?"
Wahid menggeleng. Tampangnya terlihat bingung. Juga terlihat cute.
"Tapi aku pernah ngeliat di internet Kak" ujar Wahid berbisik ditelingaku. Mungkin karena malu pada Alit yang sudah kembali dari kamar mandi.
"Buka dulu baju lu, Lit. Semuanya sekalian. Biar gak repot" perintahku. Kali ini kusibakan kain sarung yang menutupi selangkanganku. Kulebarkan kedua pahaku dan duduk ditepi kasur. Sebelum Alit kuminta duduk bersimpuh dilantai, aku sempat memainkan penis uncut diselangkangannya.
"Di wax atau di cukur nih? Bersih banget" tanyaku pada Alit sambil memainkan kulupnya maju mundur.
"Dicukur aja Bang" jawab Alit, lalu dia menggigit bibir bawahnya. "Punya Abang di wax?" Alit balas bertanya dan meraih penisku. Aku mengangguk.
Puas saling meremas dan membuat gerakan saling mengocok penis satu sama lain, Alit yang sepertinya sudah ngiler itupun melahap penisku yang berdiri tegak.
"Gede banget Bang" puji Alit disela-sela aktifitasnya menyelomoti penis di dalam mulutnya.
"Ssshh... Suka kan?" aku bertanya sambil nyengir senang kearah Wahid. Mata remaja tanggung itu menatap takjub kearah Alit dengan jakun bergerak naik turun.
"Penasaran Hid?" kuraih selangkangan Wahid. Bisa kurasakan rudal gundul mulus miliknya itu sudah tegak dan tidak bisa bergerak bebas didalam celana trainingnya.
Wahid diam saja saat aku mengangkat kausnya, dan mulutku pun bergerak maju meraih putingnya yang berwarna cokelat.
"Ssshhh... Ah!" Wahid mendesah dan menengadahkan kepalanya saat lidahku berputar-putar diujung putingnya, kemudian menyucupnya pelan. Dari gerakan lidahku yang bergerak berputar-putar dan sesekali menghisap, kadang gigiku menggigit kecil bagian ujung putingnya itu hingga membuat tubuh Wahid bergetar hebat.
Dengan cepat, kutarik turun celana training Wahid beserta celana dalamnya yang berwarna biru tua itu hingga sebatas mata kaki. Dan Wahid pun membuat gerakan menendang-nendang agar semua celananya itu terlepas dari kedua kakinya.
Tiga hari lalu rudal itu hinggap sesaat didalam mulutku dalam keadaan lemas. Dan sekarang, siapa sangka kalau rudal gundul milik Wahid itu bisa sangat kaku dan keras, juga bentuknya bengkok kearah bawah seperti kail pancing.
Aku bangkit berdiri untuk mengubah posisi kami bertiga. Sebelum aku memberi aba-aba untuk melanjutkan aktifitas saling mengulum kami, aku membuka lemari pakaian dan mengambil beberapa benda dari dalam sana.
Dan sekarang, kuminta Alit menungging dikasur dengan wajah menghadap kearah selangkanganku. Saat mulutnya kembali melahap penis milikku, kutampar bokong Alit hingga membuatnya berseru tertahan. Kuraih kepala belakangnya. Kutahan agar dia tidak bisa melepaskan penis didalam mulutnya.
Sementara Wahid menatapku dengan pandangan penuh rasa ingin tau.
Kuambil botol berisi gel pelicin yang sedang digenggam Wahid. Kukeluarkan beberapa tetes diatas jariku, lalu kubalurkan dibibir anus milik Alit yang sedang berkedut-kedut.
"Mmmmhhhh.... Mmmmhhhh..."
Kubiarkan Alit melenguh tertahan saat mulutnya sibuk menikmati penisku, dan lubang anusnya kumainkan dengan dua jariku sekaligus. Sebenarnya, lubang itu sangat sempit. Tapi karena gel pelicinku ini punya kelebihan ekstra, yaitu sangat licin dan tidak akan menimbulkan rasa sakit sekalipun dibalurkan pada anus perjaka, aku bisa menjamin Alit sekarang ini sedang mendapatkan nikmat ganda. Buktinya sekarang dia menggeolkan pinggulnya.
Puas memainkan bibir anus Alit, hingga kurasakan bibir anus miliknya mulai bisa rileks. Sekarang kuraih lagi botol gel pelicin milikku. Kumasukan ujungnya yang berbentuk kerucut sedalam satu centi meter ke dalam anus Alit. Kuremas ringan botol gel pelicin digenggaman tanganku agar gelnya masuk ke rongga anus milik Alit.
Hingga kemudian, kuraih dildo yang memiliki size paling kecil. Panjangnya sekitar 15cm. Dengan diameter sekitar 2cm saja. Dildo yang kugenggam itupun kini sudah rata terbalur gel dari tanganku.
Dan kini, kuminta Wahid berdiri mengangkangi Alit dengan posisi membelakangiku yang sedang menikmati service blow job dari Alit. Kuminta Wahid untuk memainkan dildo-dildo yang kujejerkan disisi kakinya. Mulai dari size terkecil, hingga size sedang yang berukuran 20cm dengan diameter 3cm. Aku bilang sedang, karena aku masih punya yang berukuran lebih besar lagi.
Karena sibuk memainkan anus Alit dalam posisi berdiri mengangkangi Alit, mau tak mau, Wahid harus sedikit membungkukkan badannya. Satu tangannya berpegangan pada bongkahan bokong Alit sebelah kiri, sementara tangan kanannya sibuk menggerakkan dildo keluar masuk. Mulai dari ujungnya saja, hingga dildo itu hilang separuh. Bahkan Wahid sangat bersemangat ketika dildo itu bisa masuk hampir pada pangkalnya.
Saat dildo itu masuk semakin dalam, Alit hanya bisa meremas-remas pahaku yang masih licin dengan minyak pijatnya.
Kedua tanganku yang sedari tadi memegangi kepala Alit, kini berpindah kepinggang Wahid. Saat aku memberikan kecupan ringan dibongkahan bokong tepos miliknya, Wahid menoleh kearahku. Bahkan tangannya yang sedari tadi sibuk memainkan dildo, kini meraih belakang kepalaku. Tangan Wahid meremas tengkukku, dan dia memberi akses lidahku yang bergerak menuju liang anusnya yang berkedut-kedut.
Wahid pun kini makin melebarkan kakinya dan membiarkan wajahku terbenam diantara belahan bokongnya. Lidahku kini sibuk bermain dengan riang di bibir anus perjaka milik Wahid. Ujung lidahku yang sedikit masuk ke bibir anusnya itu pun, terasa diremas kuat.
Tanganku yang sedari tadi sibuk meremas dan bergerak melebarkan belahan bokong Wahid, kini berpindah ke rudal milik Wahid. Kugenggam dan kutarik dengan lembut kearahku. Agar bisa kunikmati rudal bengkok berbentuk kail pancing milik Wahid kedalam mulutku.
"Uuaaahhh... Mmmmhhhh..." Wahid tersentak. Tubuhnya bergetar. Dan kepalanya mendongak. Saat lidahku melintasi garis diantara buah zakarnya yang berukuran kecil. Tebakanku, Wahid pasti hobi sekali onani. Karena ukuran buah zakarnya yang sangat jauh berbeda dengan batang rudalnya.
Puas dan lelah dengan posisi kami bertiga tadi, aku pun kembali mengambil keputusan untuk merubah posisi kami bertiga.
Kucabut dildo berukuran sedang yang ditancapkan Wahid didalam anus milik Alit. Dan kuminta Alit berbaring telentang dengan pinggang berada ditepian kasur. Kuangkat pinggulnya dan kuambil dua buah bantal agar mengganjal pinggangnya.
Kedua tangan Alit memegangi belakang lututnya. Anusnya yang beberapa menit lalu sangat sempit dan kini sudah sangat lebar akibat ulah Wahid, kini tak lagi berkedut. Tapi sudah lumayan lebar dan terbuka seperti huruf O pada mulut ikan Koi milik Ibu Kos.
Penis uncut milik Alit kini terkulai lemas dengan ujung kulup yang terus meneteskan cairan kental yang kuduga adalah precum miliknya. Tapi saat kucolek, ternyata itu adalah cairan sperma miliknya.
"Udah crot berapa kali nih Lit?" tanyaku pada Alit.
"Gak tau Bang..." jawabnya lemah.
"Masih sanggup gak?" tanyaku sambil memerah ujung penisnya yang masih meneteskan sisa spermanya, lalu memasukkan jariku yang kubalurkan sperma Alit ke mulutnya sendiri. Alit menghisap jariku dengan nafas terengah-engah.
"Sudah aja Kak... Kasian Alit udah keliatan capek" Wahid membuka suara.
Kuulurkan tanganku dan meraih pinggangnya. Wahid nampak terkejut saat kuraih bibirnya dan kulumat dengan sedikit kasar.
Dan saat Wahid melingkarkan kedua tangannya di tengkukku. Juga membalas lumatan bibirku. Maka gantian aku yang terkejut. Karena dia lumayan lihai berciuman.
Selama beberapa menit kami saling melumat bibir atas dan bawah satu sama lain. Tanganku bergerak turun dan meremas bongkahan bokong Wahid. Sambil terus melumat bibirku, sesekali Wahid melenguh saat bibir anusnya kumainkan dengan ujung jari tengah milikku. Kuangkat kaki kanannya dengan tangan kiriku. Kubelai dan kuremas pahanya yang mulus. Sementara kini jari tengahku dengan liar merojok lubang anus milik Wahid yang sempit.
Bahkan aku sempat lupa kalau didalam kamar masih ada Alit.
Kulepaskan pelukanku pada tubuh langsing Wahid. Kubaringkan dia di atas kasur. Tepatnya disebelah Alit.
Kini gantian aku yang bersimpuh dilantai dengan wajah terbenam diantara kedua paha Wahid yang kurentangkan dengan kedua tanganku. Tubuh Wahid bergetar, dan sesekali bokongnya terangkat saat mulut dan lidahku asik memainkan buah zakarnya. Kedua tangannya meremas sprei disisi tubuhnya. Pemandangan dihadapan mataku ini membuat Wahid terlihat sexy.
"Oouuuhhhh... Kak... Disitu Kak... Akhhh..." Wahid merintih saat jari tengahku bergerak keluar masuk di liang anusnya dengan cepat. Sesekali kucongkel dinding prostatnya. Hal itu membuat cairan precum miliknya mengalir deras dari lubang kencingnya.
Kulahap ujung rudal milik Wahid. Lidahku merasakan rasa gurih asin dari cairan precum Wahid yang terus mengalir deras. Kugerakkan kepalaku turun naik. Hingga membuat rudalnya keluar masuk di dalam mulutku.
Saat kubiarkan Wahid menghentakkan pinggulnya keatas, dan membuat seluruh batang rudalnya amblas kedalam mulutku, matanya menatap takjub kearahku. Dan disaat itulah, tangan kiriku yang menganggur, meraih puting kanannya. Memelintirnya. Dan disaat yang bersamaan, kucongkel dinding prostat milik Wahid.
Dan sepersekian detik kemudian, tubuh Wahid kejang-kejang. Mulutnya menganga lebar. Wahid mengerang tertahan, dengan kedua mata terpejam erat. Dan semua itu dibarengi dengan tembakan cairan kental dengan jumlah sangat banyak dari rudalnya. Sebagian besar tertelan olehku, karena disaat itu ujung rudalnya melesak masuk hingga ke kerongkonganku. Dan sebagian kecil sisa cairan kental Wahid meleleh keluar dari sudut bibirku yang tak mampu menampung.
Kubiarkan Wahid yang masih terengah-engah diatas kasurku. Lalu kuraih pergelangan tangan Alit. Kubawa dia ke kamar mandi. Kami tinggalkan Wahid yang mungkin angan-angannya masih sibuk terbang jauh di langit ketujuh.
Tanpa harus kuminta, rupanya Alit sudah mengambil inisiatif sendiri. Kedua tangannya berpegangan pada wastafel didepan cermin dengan kedua kaki terbuka dan bokong dicondongkan ke belakang. Seolah menawarkan diri agar aku bisa menikmati lubang anusnya itu.
Kubasahi bibirku yang kering setelah menutup pintu kamar mandi. Kemudian berdiri dibelakang Alit yang memunggungiku.
"Suka pake posisi ini ya?" tanyaku menggodanya. "Ini udah dipake berapa orang Lit?" godaku lagi. Kali ini sambil mengobok-obok lubang anusnya dengan tiga jari milikku.
"Sssshhhh... Pake ini ajalah Bang..." rintihnya memohon padaku sambil menggenggam batang penisku yang masih keras mengacung. "Ooohhh... Ooohhhh... Waahhh... Ooohh... Ugh!" Alit berseru penuh nikmat saat kumasukan ujung penisku kedalam lubang anusnya. Sempat kutarik sebentar. Kemudian dengan sekali hentakan keras, kuamblaskan hingga kepangkalnya.
Selama beberapa menit, aku sibuk memompa bokong Alit diposisi yang sama. Kemudian aku duduk dilantai kamar mandi, dan Alit langsung menerjangku. Dengan binal, digenggamnya penisku, untuk kemudian dia duduki dan anusnya itu menelan seluruh batang penisku. Selama melakukan gerakan naik turun berulang kali diatas penisku, penis Alit kini kembali menegang. Bahkan kulupnya terbuka dan memamerkan ujung penisnya yang bulat seperti jamur. Dan dari lubang kencingnya mengucur deras cairan precum. Sementara saat ia menurunkan bokongnya hingga penisku raib di dalam anusnya yang berkedut hangat itu, lubang kencing Alit berulang kali menyemprotkan sperma kentalnya.
"Ugh!! Ugh!!! Oghhh...!!" Alit terus saja menggelinjang. Tapi terus bergerak naik turun.
Hingga beberapa menit kemudian, Alit hanya bisa terengah-engah dan menatap takjub kearahku.
"Gila!! Belum keluar juga Bang?!" pekiknya takjub, terkejut, dan kagum.
Kuminta Alit agar mencabut penisku dari dalam anusnya. Disaat itulah, Wahid masuk ke dalam kamar mandi. Kuminta dia duduk di sampingku.
Sementara Alit kuminta memainkan puting kiri milikku dengan mulutnya. Wahid kuminta memainkan puting kananku sambil mengocok penisku dengan sisa-sisa gel pelicin yang masih melekat di batang penisku, dan sperma Alit yang membanjiri perutku.
Lalu Wahid ganti melumat bibirku. Sementara lidah Alit kini pindah di leher dan tengkukku. Tangan Wahid kini digantikan tangan kiri Alit yang lebih lihai melakukan handjob.
Wahid memainkan puting kananku dengan cara memilin, dan sesekali meremas dadaku yang bidang juga kekar berulang kali. Bergantian kiri dan kanan.
"Lit! Isep Lit!!"
Tanpa harus diminta dua kali, mulut Alit langsung berpindah kebatang penisku. Sementara tangannya memegang pangkal penisku, dan meremas buah zakar miliku, mulutnya kini yang bergerak memompa penisku yang mulai berdenyut-denyut.
Kujulurkan tangan kananku meraih bokong Wahid. Kuremas dan kurojok lagi lubangnya dengan jari telunjuk dari tangan kiriku. Membuat Wahid kian liar memagut bibirku.
"Mmmmhhhh... Mmmmhhhh... Mmmmhhhh...!!!" kami bertiga melenguh tertahan saat akhirnya kutembakkan spermaku didalam mulut Alit.
Bahkan saat ditengah-tengah tembakan spermaku, Alit sempat berhenti menghisap penisku. Dan malah memasukan penisku ke dalam anusnya lagi hingga amblas.
"Thanks guys..." ujarku sambil meremas bokong Alit dan Wahid sebagai tanda terima kasih.
Selama beberapa menit, kami hanya duduk sambil bertukar pandang satu sama lain. Entah siapa yang memulai, kami mulai terkekeh. Dan saat keringat kami mulai kering, kami pun mandi di bawah kucuran shower.
•••~~~•••~~~•••~~~•••
(A New Day Has Come)
(A New Day Has Come)
I was waiting for so long
For a miracle to come
Everyone told me to be strong
Hold on and don't shed a tear
Through darkness and good times
I knew I'd make it through
And the world thought I had it all
But I was waiting for you
Hush now
I see a light in the sky
Oh it's almost blinding me
I can't believe I've been touched by an angel
With love
Let the rain come down
And wash away my tears
Let it fill my soul
And drown my fears
Let it shatter the walls
For a new sun
(A new day has come)
(A new day has come)
Where it was dark now there is light
Where there was pain, now there's joy
Where there was weakness, I found my strength
All in the eyes of a boy
Hush now
I see a light in the sky
Oh it's almost blinding me
I can't believe I've been touched by an angel
With love
Let the rain come down
And wash away my tears
Let it fill my soul
And drown my fears
Let it shatter the walls
For a new sun
A new day has come
A new day has come
Let the rain come down
And wash away my tears
Let it fill my soul
And drown my fears
Let it shatter the walls
For a new sun
A new day has come ...
A new day has come ...
Hush now
I see a light in your eyes
All in the eyes of a boy
(A new day has come)
I can't believe I've been touched by an angel with love
I can't believe I've been touched by an angel with love ...
[A New Day Has Come (Album Version) - Celine Dion]
•••~~~•••~~~•••~~~•••
Alit sudah pulang setengah jam yang lalu. Awal dia datang tadi, dia melangkah dengan sangat gagah. Dan saat pulang tadi, kuperhatikan cara dia berjalan sedikit berbeda. Bisa jadi, akibat gempuranku pada anusnya tadi.
Sekarang aku sedang berbaring memakai boxer saja.
By the way, sebelum aku berbaring, Wahid sempat membersihkan kasur dan mengganti sprei yang tadi acak-acakan dengan sprei baru yang masih bersih. Pantas saja setelah mandi tadi, dia nampak tergopoh-gopoh keluar kamar. Dan kembali membawa sprei bersih.
Sekarang Wahid sudah tidur dengan pulas. Kubiarkan wajahnya yang dia benamkan diketiak kiriku. Sementara tangannya memelukku erat.
Untung saja aku sudah mandi. Jadi aku percaya diri saja saat Wahid membenamkan wajahnya di ketiakku ini. Sesekali jariku mengelus pipinya yang halus. Tanpa sadar bibirku menorehkan senyum ringan.
Seperti inikah aku dulu, saat Rivaz membiarkanku memeluk tubuhnya? Tapi kenapa aku tidak pernah berbuat lebih pada Rivaz? Dan kenapa pula aku malah tergoda untuk melakukan sex tadi dengan Wahid, yang notabene bukanlah tipeku?
Padahal, sewaktu aku di Ausie dulu saja, aku selalu menolak orang-orang berpostur seperti Wahid.
Apakah ini karma?
Aku yang sedang melamun, dikejutkan dengan bunyi alarm dari iPhone yang tergeletak diatas meja disamping kasur.
MINUM OBAT. Itu yang tertulis di layar iPhone-ku. Alarm ini dibuat Rivaz sewaktu aku masih di Singapura.
Ah! Iya!
Aku lupa!!
Benar-benar lupa!!!
Seketika aku panik. Perlahan, kubebaskan diriku dari pelukan Wahid. Dan menggantikan tubuhku dengan guling. Beruntung Wahid sudah terlalu lelah akibat aktifitas kami tadi.
Kubuka perlahan laci di dalam lemari pakaianku. Kuambil satu dari tiga botol kecil berisi obat pemberian Rivaz. Usai kuminum salah satu pil didalamnya, aku bingung mencari rokokku.
Beruntung aku tadi tidak menyetubuhi Wahid. Kalau tidak...
Kalau tidak aku pasti sudah menghancurkan masa depannya!!!
Lalu aku memikirkan Alit.
Astaga!
Walaupun pijatannya tidak senikmat pijatan almarhum mas Toya, tapi dengan jumlah uang yang kuberikan padanya tadi, tidak akan bisa melunasi satu dosaku yang tidak akan mungkin dia maafkan!!
Kuhisap batang rokokku semakin dalam. Dan kuhembuskan asapnya yang tebal dari dalam mulutku.
Kuraih ponsel Android yang baru kubeli di Denpasar bersama Wahid.
Astaga!! Pantas saja ponselku ini sepi selama tiga hari ini. Karena aku tidak mengaktifkan jaringan internet iPhone milikku. Terlebih aku kan baru saja menggunakan nomorku dengan nomor operator Indonesia pada ponsel Android yang kubeli di Denpasar. Sedangkan iPhone yang tadi berbunyi alaram tadi, masih berisi nomor operator Singapura.
Beberapa detik setelah kuaktifkan wifi pada iPhone dan kemudian ku connect-kan dengan thetering dari Android milikku, barulah... Banyak pesan masuk. Beruntung aku langsung memindahkan ke mode silent. Jadi tidak mengganggu Wahid yang sedang tidur.
Semua pesan masuk di whatsapp adalah dari Rivaz!!!
Kuambil earphone wireless yang kuletakkan di atas meja. Lalu ku connect-kan dengan bluetooth iPhone milikku. Kudengarkan satu persatu pesan suara kiriman Rivaz.
Tanpa pikir panjang, aku langsung menghubungi Rivaz dengan free call via Whatsapp. Setelah deringan ke lima, kudengarkan suara Rivaz yang panik, dan terdengar sangat marah.
"Elu dimana, Akbar?!" pekik Rivaz mengejutkanku. "Jawab Bar!!"
Setelah mengatur nafas, dan mengusap mataku yang nyaris menitikkan air mata, ku jawab pertanyaan Rivaz. "Gue di Indonesia, Vaz..."
"Ngapain?! Elu gak tau kondisi badan lu sekarang, hah?!"
Belum pernah aku mendengar Rivaz membentakku. Dan aku bisa memakluminya.
Baru saja aku akan menjawab pertanyaan Rivaz, tiba-tiba saja aku mendengarnya sesenggukan diseberang sana.
"Kenapa elu pergi Bar?" pertanyaan yang sama dengan pesan suara yang kuterima dari Whatsapp-nya. Tapi kali ini terdengar lebih putus asa. Ditambah, sebelum aku mampu menjawab pertanyaan Rivaz, kini Rivaz yang kukenal selalu tenang. Selalu sanggup sabar menghadapi semua tingkah egoisku. Kudengar dia menangis diseberang sana.
Dan suara tangisannya itu, membuat dadaku terasa disayat-sayat dengan silet. Tipis. Namun tajam. Dan meninggalkan luka yang dalam.
Selama lebih dari sepuluh menit, kubiarkan Rivaz menangis. Biar dia lega. Hal yang sama, seperti yang selalu dia lakukan padaku tiap kali aku menangis dalam pelukannya.
"Vaz..." panggilku lirih.
"Ya Bar...?" suara Rivaz kini terdengar lebih tenang. Namun sesekali kudengar senggukannya lagi.
"Sorry..." ucapku akhirnya. "I miss you..." lanjutku lagi.
"Gue kesana ya Bar? Please kasih tau..."
BRUK!!
.
.
.
GEDEBRAK!!
.
.
.
.
GABRUGH!!!!
Kudengarkan suara ribut diseberang sana.
"Vaz...?! Vaz..!?! Elu kenapa Vaz?!!" tanyaku, mau tak mau, dengan panik.
"It's okay... I'm fine! Gue cuma keserimpet... seprei lu... Sekarang gue lagi di apartemen lu..." jawabnya sambil terkekeh. "By the way... Gue pesen tiket. Gue nyusul elu ya Bar?! Hari ini juga gue bakal nyusul elu" ujarnya panik.
Yang kuingat, Rivaz yang kukenal tidak seperti ini. Dia selalu kalem. Santai. Everything gonna be alright, katanya selalu tiap kali menenangkanku. Tapi sekarang?
"By the way... Elu udah tau gue ada dimana, Vaz?" tanyaku tanpa sadar terkekeh.
"Oh iya. Elu sekarang dimana?"
"Bali..." jawabku. Kubuka jendela kamar. Kemudian duduk disana seperti yang ada di lagu anak-anak berjudul 'Burung Kakak Tua'.
Mataku menatap langit mendung diluar sana. Menikmati sejuknya udara pagi. Padahal kemarin suhu disini mencapai 36 derajat Celcius. Tapi pagi ini sangat sejuk.
Mungkin karena udara sejuk pagi ini, atau bisa jadi karena aku mendengar suara Rivaz di seberang sana, untuk sesaat aku lupa dengan kepanikanku beberapa saat lalu.
Sambil terus mendengar celotehan Rivaz yang masih terdengar galak, tapi terdengar sudah jauh lebih tenang, aku menoleh ke arah kasur. Disana kulihat Wahid yang sudah bangun dari tidur lelapnya. Mungkin karena dia keberisikan mendengarku sedang asik bertelepon?
"Pacar Kakak?" tanya Wahid. Raut wajahnya terlihat sedih.
Ah! Mungkin karena dia baru bangun tidur!
"Temen" jawabku tanpa suara. Lalu kukerlingkan mataku dan menghampirinya.
"Vaz... Gue ngantuk nih. Belum tidur soalnya. Lagian... Gue abis minum obat, biar bisa tidur... Lanjut lagi nanti ya. Bye!"
Tanpa mendengar sahutannya, aku langsung mengakhiri perbincangan kami. Kuletakkan iPhone yang tadi kupakai untuk menghubungi Rivaz diatas meja. Lalu kurebahkan diriku disebelah Wahid. Kupeluk dia erat, dan dia membalas pelukanku. Dan dengan jahil kuremas bokongnya, hingga membuatnya terkejut.
"Tidur lagi. Masih malem nih..."
"Jendelanya gak ditutup, Kak?"
"Ini lantai dua, Hid. Siapa juga yang bakalan masuk kemari lewat jendela? Lagian kordennya kan udah gue tutup" jawabku. Kumasukkan tanganku kedalam celana training Wahid. Rupanya dia tidak memakai lagi celana dalamnya. Memudahkan tangan kananku ini untuk membelai bokongnya.
Lama... mata kami saling memandang satu sama lain. Hingga Wahid berinisiatif mengecup pipiku dengan lembut.
"Elu suka ma gue Hid?" tanyaku serius. "Elu boleh suka sama gue... Gak bakalan gue larang" lanjutku sebelum mendengar jawaban Wahid.
"Tapi tolong jangan jatuh cinta ama gue. Karena gue bukan orang yang baek buat elu" kukecup keningnya selama beberapa detik. Kemudian, kuminta Wahid merebahkan kepalanya diatas dada bidangku.
Kupejamkan mataku, dan tak lama kemudian aku menyusul Wahid yang sudah lebih dulu terlelap dalam dekapanku.
Ahhh... Malam ini terasa amat panjang. Dan melelahkan.
anjaaayyy lah!!! chapter ini kelar dalam waktu hampir 8 jam!!! bukan rekor baru sih.
jaman Y.O. dulu, 1 chapter bisa kelar dalam waktu 3-5 jam aja. hahahaha
Well... Happy Reading Guys
@Antistante @yuzz @meong_meong @anohito @jeanOo @privatebuset @Gaebarajeunk @autoredoks @adinu @4ndh0 @hakenunbradah @masdabudd @zhedix @d_cetya @DafiAditya @Dhivars @kikyo @Tsu_no_YanYan @Different @rudi_cutejeunk @Beepe @dheeotherside @faisalrayhan @yubdi @ularuskasurius @Gabriel_Valiant @Dio_Phoenix @rone @adamy @babayz @tialawliet @angelofgay @nand4s1m4 @chandischbradah @Ozy_Permana @Sicnus @Dhivarsom @seno @Adam08 @FendyAdjie_ @rezadrians @_newbie @arieat @el_crush @jerukbali @AhmadJegeg @jony94 @iansunda @AdhetPitt @gege_panda17 @raharja @yubdi @Bintang96 @MikeAurellio @the_rainbow @aicasukakonde @Klanting801 @Venussalacca @adamy @greenbubles @Sefares @andre_patiatama @sky_borriello @lian25 @hwankyung69om @tjokro @exxe87bro @egosantoso @agungrahmat@mahardhyka @moemodd @ethandio @zeamays @tjokro @mamomento @obay @Sefares @Fad31 @the_angel_of_hell @Dreamweaver @blackorchid @callme_DIAZ @akina_kenji @SATELIT @Ariel_Akilina @Dhika_smg @TristanSantoso @farizpratama7 @Ren_S1211 @arixanggara @Irfandi_rahman@Yongjin1106 @Byun_Bhyun @r2846 @brownice @mikaelkananta_cakep@Just_PJ @faradika @GeryYaoibot95 @eldurion @balaka @amira_fujoshi @kimsyhenjuren @farizpratama7 @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep @LittlePigeon @yubdi @YongJin1106 @diditwahyudicom1@steve_hendra @Ndraa @blackshappire @doel7 @TigerGirlz @angelsndemons @3ll0 @tarry @OlliE @prince17cm @balaka @bladex @dafaZartin @Arjuna_Lubis @Duna @mikaelkananta_cakep @kurokuro @d_cetya @Wita @arifinselalusial @bumbellbee @abyh @idiottediott @JulianWisnu2 @rancak248 @abiDoANk @Tristandust @raharja @marul @add_it @rone @SteveAnggara @PeterWilll @Purnama_79 @lulu_75 @arGos @alvin21 @hendra_bastian @Bun @jeanOo @gege_panda17 @joenior68 @centraltio @adilar_yasha @new92 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @adilar_yasha
@GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL
@Lovelyozan @eka_januartan
@tianswift26 @abyyriza
@privatebuset @Bun @sujofin
@TedjoPamungkas
×××°•••°°•••°×××
yup. kita ke akbar dulu. karena pasti nantinya bakal nyambung juga ke pov yg lain.
trus gimana nanti nasibnya alit..kamu harus tanggung jawab bar, minimal kasih tahu untuk terapi terus dan itu tanggung jawabmu
kasihan alit.
moga wahid gk.jatuh cinta dech kikikiiiiii. ..
Semangat terus ya bang...
Please jngan lagi ada yang di matiin karakternya.