It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ini cerita ngalir enak dibaca,
Suka pas bagian Tiki sama Taka wkwk. Apa cuma gua yg berharap mereka incest beneran pas di spa
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz
@meong_meong @anohito
@jeanOo @privatebuset
@Gaebarajeunk @autoredoks
@adinu @4ndh0
@hakenunbradah @masdabudd
@zhedix @d_cetya
@DafiAditya @Dhivars
@kikyo @Tsu_no_YanYan
@Different @rudi_cutejeunk
@Beepe @dheeotherside
@faisalrayhan @yubdi
@ularuskasurius @Gabriel_Valiant
@Dio_Phoenix @rone
@adamy @babayz
@tialawliet @angelofgay
@nand4s1m4 @chandischbradah
@Ozy_Permana @Sicnus
@Dhivarsom @seno
@Adam08 @FendyAdjie_
@rezadrians @_newbie
@arieat @el_crush
@jerukbali @AhmadJegeg
@jony94 @iansunda
@AdhetPitt @gege_panda17
@raharja @yubdi
@Bintang96 @MikeAurellio
@the_rainbow @aicasukakonde
@Klanting801 @Venussalacca
@greenbubles @Sefares
@andre_patiatama @sky_borriello
@lian25 @hwankyung69om
@tjokro @exxe87bro
@egosantoso @agungrahmat
@mahardhyka @moemodd
@ethandio @zeamays
@tjokro @mamomento
@obay @Sefares
@Fad31 @the_angel_of_hell
@Dreamweaver @blackorchid
@callme_DIAZ @akina_kenji
@SATELIT @Ariel_Akilina
@Dhika_smg @TristanSantoso
@farizpratama7 @Ren_S1211
@arixanggara @Irfandi_rahman
@Yongjin1106 @Byun_Bhyun
@r2846 @brownice
@mikaelkananta_cakep @Just_PJ
@faradika @GeryYaoibot95
@eldurion @balaka
@amira_fujoshi @kimsyhenjuren @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep
@LittlePigeon @yubdi
@YongJin1106 @Chachan
@diditwahyudicom1 @steve_hendra
@Ndraa @blackshappire
@doel7 @TigerGirlz
@angelsndemons @3ll0
@tarry @OlliE @prince17cm @balaka
@bladex @dafaZartin
@Arjuna_Lubis @Duna
@mikaelkananta_cakep
@kurokuro @d_cetya
@Wita @arifinselalusial
@bumbellbee @abyh
@idiottediott @JulianWisnu2
@rancak248 @abiDoANk
@Tristandust @raharja
@marul @add_it
@rone @eldurion
@SteveAnggara @PeterWilll
@Purnama_79 @lulu_75
@arGos @alvin21
@hendra_bastian @Bun
@jeanOo @gege_panda17
@joenior68 @centraltio
@adilar_yasha @new92
@CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan
@eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @Togomo
@adilar_yasha @GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26 @abyyriza @privatebuset @Bun @sujofin @centraltio
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh @Vio1306 @gemameeen
@febyrere @Prince_harry90
@ando_ibram @handikautama @babayz @seventama @Gaebara @coniostring1
×××°•••°°•••°×××
Ku berjalan terus tanpa henti
Dan dia pun kini telah pergi
Ku berdoa di tengah
Indahnya dunia
Ku berdoa untuk dia yang kurindukan
...
Would it be nice to hold you ..
Would it be nice to take you home ..
Would it be nice to kiss you..
...
Jangan pernah lupakan aku
Jangan hilangkan diriku
Jangan pernah lupakan aku
Jangan hilangkan diriku
Jangan pernah lupakan aku
Jangan pergi dari aku
[ Jangan Lupakan - Nidji ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Setelah satu jam lamanya menunggu sambil iseng mendengarkan lagu dari ponselku yang ku connect-kan ke headset wireless milikku dan bermalas-malasan diatas kasur, pada akhirnya aku dengan berat hati harus menyusul Taka juga. Manusia bego satu itu memang paling tidak bisa membaca rute didalam peta yang ada di ponselnya. Aku yang baru bisa tidur kembali pukul lima pagi, seusai menunaikan Shalat Subuh, terpaksa terbangun pukul tujuh pagi karena lupa men-silent handphone-ku.
Yap! Taka sukses membuatku terbangun akibat tak tahan mendengar dering handphone dari panggilan teleponnya.
Dari mulai mata yang malas terbuka karena masih mengantuk, sampai pada akhirnya menjadi terbuka lebar karena selama satu jam itu pula, Taka terus protes karena dia nyasar.
"Orang nyasar kok bisa duduk nyaman di McD?!" aku menggerutu sebal seusai menemui dan menunggu Taka menghabiskan sarapan paginya di McD Teuku Umar Barat, yang berjarak sekitar sepuluh menit dari kosanku kalau di tempuh dengan sepeda motor.
"Intuisi Ki" jawabnya sambil nyengir kebo. "Dari pada gue harus nungguin elu di depan POM Bensin, lebih baek gue sarapan dikit di McD" lanjutnya. Memang sih, lokasi POM dengan McD bersebelahan. Dan aku juga tidak mempermasalahkan.
Yang jadi masalah adalah aku, yang keluar kamar hanya mengenakan kaus dalam dan celana pendek, terpaksa jadi tontonan gratis selama menunggu Taka menyelesaikan makannya. Walaupun di Bali memang banyak bule seliweran hanya memakai celana surfer sambil bertelanjang dada atau memakai kain sarung Bali dengan atasan bikini pada bule perempuan, tetap saja aku tidak terbiasa. Kan aku bukan mereka. Walaupun casing bule, tetap saja aku orang Indonesia yang terbiasa memakai pakaian yang tertutup.
Tapi memang salahku juga. Harusnya tadi aku memakai kaus atau kemeja dan memakai celana pendek yang layak pakai dan lebih enak dipandang. Dari pada celana pendek yang kupakai sekarang ini.
Taka berdecak kagum saat ia memasuki kamarku. Dia memuji caraku menata ruang, dan bertanya bagaimana aku bisa menata ruang sedemikian rupa, sehingga dia langsung merasa betah dan tidak ingin pulang.
"Ya udah, elu stay disini, trus gue stay di kamar lu. Bareng Suwek. Oke?"
"Enak di elu nyesek di gue dong, Ki"
"Yaelah. Selama elu stay bareng bonyok, kan gue udah terbiasa tidur bareng Suwek. Emangnya elu lupa kalo gue ama dia pernah kos bareng?"
"Iya sih. Tapi kan waktu itu situasinya beda" Taka menyahut sambil memutar matanya 360 derajat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Isyarat kalau dia agak kesal akibat ucapanku.
Aku hanya terkekeh pelan melihat tingkah saudara kembarku satu itu. Justru sifat kekanak-kanakannya itulah yang membuatku selalu sayang padanya. Bisa dikatakan, sebenarnya aku kangen godain dia sekaligus kangen dia godain selama aku kos sendirian disini.
"Balik tidur?" Taka bertanya saat melihatku merebahkan diri ke kasur dan memeluk erat guling.
"Gue gak bisa tidur dari semalem" jawabku dengan mata terpejam. Bisa kurasakan Taka yang ikutan berbaring di belakangku. Tangannya di letakkan diatas pinggangku. Kemudian perlahan merambat sampai di bagian bawah dadaku.
"Just call my name~ and I'll be here..." Taka bersenandung pelan dengan suaranya yang super fales. Membuatku terkekeh sesaat.
Kulepas pelukan di guling dan membalikan badan. Sekarang gantian aku yang memeluk erat Taka.
"Kapan ya terakhir kali kita tidur pelukan begini, Ki?"
Aku hanya menggerakkan pundakku. Sebenarnya aku ingat. Tapi aku malas menjawab.
"Kalo gak salah, terakhir itu... waktu elu di culik ama Bang Bayu kan, Ki?"
Aku menggerakkan pundakku lagi. Pertanyaannya benar. Tapi aku malas menjawab, lagi. Tidak kusangka kalau Taka masih ingat kejadian waktu itu.
"Ngantuk banget ya Ki?"
Dengan mata terpejam, kali ini aku mengangguk pelan beberapa kali.
"Ki..." Taka memanggil lirih setelah beberapa menit kami terdiam. Aku tak menyahut. Kali ini aku kesadaranku sudah mendekati lima puluh persen saja. "Elu pulang aja dong. Jangan disini... Gue males jauh-jauhan lagi ama elu, tau gak? Gue kangen banget ama omelan lu... Gue juga kangen gangguin elu, tau gak?"
Aku memilih untuk diam. Meskipun dalam hati aku merasa senang dengan pengakuannya. Andai saja yang berujar seperti itu Bang Zaki, aku pasti sudah melompat kegirangan. Tapi bukan berarti aku tidak senang dengan pengakuan Taka. Hanya saja... Memang seperti ada yang kurang sreg kalau bukan Bang Zaki yang meminta.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Tadi aku langsung terlelap saat memeluk Taka. Dan sekitar jam dua belas aku terbangun karena mendengar suara dari arah dapur yang letaknya hanya berjarak dua meter dari tempat tidur. Setelah menguap lebar dan menggeliat sebentar, aku pun beranjak menuju dapur.
"Sorry Ki... Gue laper... Tadi gue..."
"Nevermind... Pokoknya kalo ada rejeki, tolong refill lagi kulkas gue. Lagian itu kulkas isinya kan cuma buah-buahan doang Ka" aku menyahut sambil melangkah masuk ke dalam kamar mandi yang letak pintunya bersebelahan dengan pintu dapur.
Sekitar lima belas menit kemudian, usai aku mandi, aku terkejut melihat kedatangan Suwek. Dari pengakuan Taka, sebelum aku terbangun tadi, dia sudah menghubungi Suwek agar datang kemari membawa makanan.
"Gue langsung balik ye..."
"Warung rame?" tanyaku pada Suwek yang bersiap-siap memakai sepatunya diambang pintu kamar.
"Enggak terlalu... Tapi gak enak aja ama Mbak Donna kalo gue ninggalin Warung kelamaan" jawabnya, kali ini sambil mengenakan helm.
"Salam ya buat Mbak Donna dan yang laen. By the way, hari ini gue gak kerja"
"Oke..."
"Elu gak pengen tau alasannya?"
"Taka bilang elu kecapean. Gara-gara semalem gak bisa tidur" jawab Suwek sambil tersenyum. "Elu istirahat aja Bang Ki... Jaga kesehatan"
"O-oke..." aku menoleh kearah Taka yang ternyata juga sedang menatapku sambil tersenyum.
Setelah Suwek pamit pulang, aku membiarkan pintu kamar terbuka. Setelah mematikan AC, aku juga membuka jendela kamar. Kemudian duduk di samping Taka sambil membelakangi pintu kamar. Sementara Taka menggeser pantatnya, dan memilih untuk duduk berhadapan denganku.
"Abis makan, keluar yuk Ki" Taka berujar di sela-sela aktivitas makannya.
"Kemana? Jangan bilang nemenin elu belanja. Ogah banget!" Aku menyahut.
"Kagaklah Ki..."
"Lalu?"
"Muka lu itu Ki..."
"Ada apa ama muka gue?"
"Muka lu itu... Muka orang kurang piknik"
"Pe'a..."
"Hehehe... Tapi bener, kan? Selama ini elu cuma asik ama kerjaan. Keluar jalan-jalan aja hampir gak pernah" Taka menyorongkan tubuhnya maju ke depan. "Mumpung sekarang elu lagi single, gue temenin elu cuci mata deh... Kemana pun elu mau..."
Belum juga aku sempat membantah, Taka sudah memberikan tatapan yang berarti dia tidak mau ajakannya ditolak.
Aku menghela nafas. "Oke deh. Tapi elu yang boncengin gue. Deal!"
"Siiipp... Tapi elu gak boleh protes selama gue bonceng"
Aku hanya mengangguk setuju. Karena mulutku sedang sibuk mengunyah.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Karena tadi pagi Taka datang hanya mengenakan kaus lengan panjangnya dan celana panjang jeans, akhirnya aku meminjamkannya pakaianku. Yang menarik adalah kami sama-sama mengenakan celana jogger pendek. Aku memakai celana berwarna biru turqoise, sementara Taka memakai celana berwarna kuning terang. Celana itu dulu dia yang memilihkan, tapi belum pernah aku pakai. Dan untuk atasannya, kami sama-sama memakai atasan berwarna putih polos. Taka memakai kaos, sementara aku memakai kemeja lengan pendek.
Saat sedang mengunci pintu kamar, sementara Taka sedang memanaskan mesin motor di bawah pohon yang berada di seberang kamarku, aku berpapasan dengan salah satu teman Aidan. Kalau tidak salah, namanya Fandra.
"Keluar Kak?"
"Iya nih. Tuh adek gue ngajak keluar" aku menjawab sambil menunjuk kearah Taka menggunakan daguku.
"Adeknya mirip banget Kak"
"Hehehe... Iyalah. Kan sodara kembar"
"Oya?"
Aku mengangguk mendengar pertanyaan Fandra dan bisa memaklumi ekspresi terkejut di wajahnya.
"Udah Ka?" tanyaku pada Taka yang sedang duduk diatas motor sambil memainkan ponselnya.
"Bentar Ki... Semenit aja lagi. Trus kita cabut..." jawabnya sambil mencoba memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku celana.
"Masukin ke tas aja Ka. Dompet lu sekalian" aku berjalan menghampirinya dan membuka resleting tas selempangku, lalu menyodorkan kearahnya.
"Oya... Nama lu Fandra kan?" tanyaku pada teman Aidan yang masih berdiri di depan kamarku.
"Bukan Kak. Gue Alan. Fandra yang satunya. Emangnya muka gue ama dia mirip ya?"
"Harap maklumin ye... Faktor Usia" Taka yang menyahut dan membuat Alan menyunggingkan senyuman di wajahnya yang --menurutku-- imut itu.
"Elu lupa kalo umur kita sama?" aku menyahut sambil mencubit pipinya.
"Hehe! Senjata makan tuan ya Ki?" Taka cengengesan sambil mengusap pipinya yang tadi kucubit.
"Kalo bawa mobil udah gue ajak deh elu, Lan" kataku pada Alan.
"Eit! Not today! Hari ini spesial buat kita berdua aja Ki"
"Hahahaha... Makasih Kak. Lagian gue baru juga balik nih. Belon tidur dari semalem" Alan menyahut.
"Yuk. Kita cabut" ajak Taka.
"Tidur gih Lan. Gue cabut dulu ya"
"Siiipp..." Alan mengacungkan ibu jarinya.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Awalnya kukira Taka akan mengajakku untuk menemaninya shoping seperti yang biasa dia lakukan tiap kali mengajakku keluar. Definisi kata piknik untuk Taka adalah belanja sepuasnya. Tapi ternyata aku salah. Tujuan awal kami adalah Petitenget. Karena rute perjalanan kami memang kearah sana. Aku sempat menduga dia mengajakku ke Pantai Petitenget, tapi ternyata dia mengajakku untuk menyambangi suatu bangunan setengah jadi. Belum sempat aku bertanya, Taka sudah berujar kalau bangunan setengah jadi itu adalah proyek kosan milik kami yang pernah Taka beritahukan padaku dulu. Dimana saat itu Taka memintaku untuk ikut membantu modalnya.
Terkejut? Tentu saja. Karena ini adalah pertama kalinya aku kemari. Biasanya aku tidak pernah sempat kemari. Proyek kami ini ikut dibantu oleh Bang Bayu.
"Gue kira, waktu elu bilang kosan tuh, ya bakalan kayak kosan tempat gue gitu Ka. Ternyata..." Aku mengamati 360 derajat bangunan yang sedang dikerjakan oleh para tukang dengan penuh kagum. "Ini lebih pas di sebut bungalow lho Ka"
Taka nyengir saat aku menatapnya. Tangan kirinya bersandar di bahu kananku. "Relasi gue kan lumayan banyak Ki... Dan itu mau gue manfaatin buat nyewain bangunan ini nantinya"
"Keren... Akhirnya elu make isi kepala lu dengan hal sehebat ini Ka!"
"Berkat elu Ki..." sahutnya penuh rasa bangga. "Eh iya Ki... Nanti kalo udah jadi, elu bantuin gue beli perabotan... Trus... Bantuin nata ruangannya. Biar nyaman kayak kamar kosan lu gitu"
"Beres..." Aku menyahut sambil tersenyum dan mengelus pundaknya.
Terharu juga bisa melihat Taka seperti sekarang. Sepertinya otaknya yang dulu muter-muter, sudah mulai stabil di dalam kepalanya.
Sebelum pergi, Taka sempat mengenalkanku pada Mandor yang kebetulan sedang berada disana. Kami tidak berbicara banyak, karena Taka bilang kami sedang terburu-buru.
Dari Petitenget, Taka membawaku kearah Denpasar. Ditengah jalan, kami sempat dicegat Polantas. Gara-gara tadi aku sempat tidak memakai helm yang kuletakan di pangkuanku. Karena Taka lumayan ngebut, tadi aku ingin menikmati angin yang menerpa wajahku. Membuat wajahku terasa segar.
Beruntung, Taka membawa SIM dan STNK di dalam dompetnya. Jadi kami tidak perlu berlama-lama berbicara dengan Pak Polantas yang galak itu. Dia kira kami turis asing yang kadang kebut-kebutan kalau mengendarai motor. Tidak hanya menunjukkan SIM dan STNK, kami juga menunjukkan KTP kami, yang menyatakan bahwa kami sudah menjadi penduduk tetap di Bali.
"Ki... Dari sini jalur tercepat menuju area Nusa Dua kemana ya?" Taka bertanya dengan kepala menoleh kearahku sebentar.
Aku tidak langsung menjawab, dan malah mengamati baik-baik jalan yang sedang kami lalui. "Kita sekarang di Kerobokan, Ka. Mendingan kita lewat Sunset Road aja"
"Ooohhh... Oke"
"Elu tau jalannya?"
"Tau dong... Kan Ayank gue sering ngajak gue jalan-jalan. Cuma kadang gue masih bingung ama rute tercepatnya"
"Nanti lewat Jalan Tol aja. Biar cepet"
"Oke, sip!" Taka menyahut dengan mengacungkan jempol kirinya.
"Seinget gue... Di daerah sini ada Sauna Spa khusus gay loh Ka" kataku iseng.
"Oya? Dimana Ki?"
"Hmmmm... Kalo gak salah di jalan Tangkuban Perahu... Emangnya elu mau kesono?"
"Kapan-kapan aja deh. Tapi berdua ama elu ya Ki"
"Ogah ah..."
"Lah? Kenapa?"
Aku diam saja tidak menyahut. Hanya tersenyum sendiri. Aku bertanya sendiri dalam hati, bagaimana reaksi Taka kalau aku bilang penghuni kamar sebelah adalah Gay Escort? Well, rasanya terlalu kasar kalau menyebut mereka Gigolo. Kurasa Gay Escort adalah sebutan yang lebih halus.
Selama di perjalanan, Taka sempat mengatakan kalau Zain dan Tora titip salam. Taka yakin, meskipun masih umur segitu, bocah-bocah itu tau kalau aku sedang ada masalah dengan Bang Zaki. Bahkan menurut Taka, Zain jadi jarang main dengannya karena bocah itu ingin menjaga perasaan Bang Zaki. Aku tersenyum kecut mendengar pendapat pribadi Taka satu itu.
Selang beberapa menit kemudian, setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya kami sampai juga di jalur keluar Jalan Tol Bali Mandara. Beruntung tadi aku sempat memberi saran agar Taka lewat jalan tol. Kalau tidak... Aku bisa stress selama di perjalanan. Karena arus lalu lintas di Bundaran Taman Ngurah Rai yang biasanya memang padat, sepertinya menjadi super padat seperti di Bundaran HI Jakarta kalau sedang macet.
"Untuuung aja kita pake motor ya Ki... Gue gak bisa ngebayangin kalo kita make mobil. Bisa kejebak di Sunset Road tuh"
Aku tertawa saja menanggapi keluhan Taka.
"Ngomong-ngomong, dulu elu kos di daerah sini kan Ki?"
"Iya. Tapi udah kelewat. Dari perempatan lampu merah tadi, belok kanan Ka. By the way, ini kita mau kemana? Benoa?"
"Kagak. Gue mau ke pantai Nusa Dua"
"Yaelah.... Salah jalan! Puter balik"
"Bahahaha... Salah jalan rupanya. Maap gue lupa nanya"
"Mao gue yang nyetir?"
"Gak lah. Nanggung. Elu nyetirnya pas pulang aja. Gue masih belon apal jalan di kawasan sini"
Selang lima menit kemudian, kami sudah sampai di kawasan BTDC, Nusa Dua. Dan setelah memarkir motor, menit berikutnya kami sudah berjalan kaki menyusuri pantai.
Kami santai sejenak di sebuah Beach Club. Sekedar menikmati minuman hangat. Karena hari ini anginnya lumayan kencang, aku memilih untuk menikmati Hot Coffee Latte. Sementara Taka lebih memilih untuk menikmati Iced Strawberry Tea. Kami juga memesan burger dan sandwich untuk mengisi perut. Karena kami sampai sini sekitar jam tiga sore, dan jam makan malam tinggal beberapa jam lagi, kami putuskan untuk tidak memesan makanan berat. Apalagi Taka kan sebenarnya selalu menjaga pola makannya.
"Elu sering kemari Ki?"
"Kadang. Sekedar joging bareng Suwek. Tapi kalo lagi bosen makan masakan dikosan, biasanya gue ama Suwek pergi ke Bumbu Bali"
"Jauh dari sini?"
"Hmmmm... Kalo naek motor sekitar sepuluh sampe lima belas menitan. Nanti mau dinner kesana?"
"Emangnya enak makanan disana?"
"Saran gue sih mending jangan kesana Ka?"
"Oh, gak enak ya?"
"Siapa bilang?"
"Lah...?"
"Justru karena masakan disono cocok ama lidah gue, makanya gue ogah ngajak elu"
"Sialan... Mau dong Ki... Nanti kesono ya... Kan udah lama kita gak makan bareng"
Aku tertawa mendengar ucapannya, "Emangnya elu mau kita suap-suapan?!"
"I don't mind at all" jawabnya sambil memainkan alisnya naik turun. Lengkap dengan wajah kocaknya. Apakah wajahku juga terlihat dungu seperti Taka kalau aku memakai ekspresi yang sama dengannya ya?, aku membatin sendiri.
Setelah selesai mengisi perut, dan bersantai sejenak, kami kembali berjalan menelusuri pantai yang airnya sedang surut di bagian bibir pantai yang dangkal. Sekitar lima puluh meter dari lokasi kami berjalan, dibagian yang dalam, kami bisa melihat gulungan ombak. Suara deburan ombaknya yang keras terdengar sampai kemari.
Aku membuka resleting depan tas selempang, dan melihat jam di layar ponselku tanpa mengeluarkannya dari dalam tas. Sudah pukul lima sore. Cepat sekali waktu berlalu.
"Bentar lagi airnya pasang nih Ka..." Aku menyeletuk setelah menutup resleting tasku. Taka yang berjalan di depanku berhenti dan menoleh kearahku. "Mau duduk disini dulu, atau mau langsung balik?"
Taka mengulurkan tangannya. "My phone, please..." Pintanya.
Tentu saja, yang Taka lakukan saat ini bukan sibuk memeriksa pesan masuk pada ponselnya. Tapi membuka aplikasi kamera. Detik berikutnya kami sibuk selfie berdua. Atau bergantian mengambil foto.
Mulut Taka cerewet sekali saat mengarahkanku agar sedikit relax saat ia men-shoot kameranya padaku. Ia berlagak seperti seorang fotografer profesional.
Sekali waktu, Taka tanpa sungkan meminta tolong pada orang yang berada di dekat kami untuk memfoto kami berdua.
"Cakep tuh Ki... Gak elu ajak kenalan?" bisik Taka saat kami meminta tolong pada seorang remaja pria untuk mengambil foto kami.
"Pe'a..." Aku menyahut sambil mencubit pipi Taka.
"Kalian kembar?" Tanya pemuda itu saat ia mengulurkan kembali ponsel milik Taka. Kami tersenyum dan mengangguk sambil berterima kasih padanya. "Sudah lama di Indonesia? Bahasa Indonesia-nya lancar banget"
"Kami lahir di Indonesia kok. Tepatnya di Jakarta. Kebetulan kami baru... Hmmm... Kita di Bali udah berapa lama ya Ka?" Aku bertanya pada Taka.
"Tau... Gue aja udah lupa kita udah berapa lama di Bali" Taka menyahut cuek.
"Saya di Bali baru sekitar lima tahun. Kalau dia, sekitar dua atau tiga tahun. How about you?" Kali ini aku berinisiatif membalas bertanya.
"Saya baru tiga bulan di Nusa Dua. Kebetulan saya kerja di kawasan BTDC sini" jawabnya.
"Kerja di salah satu Hotel?" tanyaku lagi. Dia mengangguk. "Sebelumnya dimana?"
"Sebelumnya dua tahun di Seminyak" jawabnya. Kemudian dia mengulurkan tangannya. "Saya Toshio. Tapi biasa dipanggil Toto"
"Namanya kayak..."
"Orang Jepang?" Toshio memotong ucapanku sambil tersenyum. "Ibu saya mix Manado dan Jepang. Tapi Ayah saya Chinese Semarang. Dan saya sama sekali tidak bisa bahasa Jepang, hehehe..."
Aku tersenyum melihatnya terkekeh, "Tiki. Dan..." Aku membalas menjabat tangan Toshio, dan sempat celingukan mencari Taka yang ternyata sedang berdiri memunggungi kami sekitar lima belas meter dariku dan Toshio. "Dan saudara kembar saya itu namanya Taka. Ibu kami berdarah Sunda dan beberapa campuran lain yang saya sendiri sudah lupa. Sedangkan Ayah kami orang Perancis. Dan tolong jangan ngajak ngobrol pake Bahasa Perancis. Walaupun pernah belajar, saya sudah lupa. Tapi sepertinya Taka masih bisa, karena dia sempat stay disana, walaupun hanya beberapa tahun saja"
"Di Bali kerja atau...?" Toshio menggantung pertanyaannya.
"Ah... Tadinya sempat kerja dengan saudara saya. Tapi karena suatu hal... Sekarang saya sedang menganggur" jawabku dibarengi dengan senyum simpul. "Lalu, di Bali stay dimana?" kali ini aku iseng bertanya.
"Di jalan Gunung Soputan"
"Denpasar?" Aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahku yang terkejut. Toshio tersenyum dan mengangguk pelan. "Dekat berarti. Saya kos di dekat apartemen Ganidha"
"Oya?" Sekarang gantian Toshio yang terkejut.
"Kenapa?"
"Karena dulu saya kerja di Seminyak, saya tinggal di Ganidha" jawabnya. "Tapi karena saya sudah betah disana, jadi... sampai sekarang saya masih stay disana"
"Waaw... Kebetulan yang..." Aku tak sanggup melanjutkan kalimatku. Dan aku yakin mataku masih terbelalak sambil terus menatap wajah Toshio yang tertawa pelan.
"Kebetulan yang ajaib?" Toshio berujar dengan nada setengah bertanya. Aku tersenyum dan mengangguk berulang kali dengan mata yang terus menatap wajahnya.
Entah berapa lama kami berdua berbincang-bincang. Dari hanya bicara berdua sambil berdiri di pantai, hingga kembali ke Beach Club, yang kali itu dilanjutkan berbincang-bincang dan dinner bertiga dengan Taka. Dari mulai berbicara dengan suara pelan, hingga harus sedikit meninggikan suara karena musik di Beach Club pun sudah berubah aliran menjadi live DJ. Sekitar pukul sepuluh malam, kami putuskan untuk pulang.
Sebutan diri kami yang awalnya formal pun, sudah berubah menjadi lebih informal. Yang tadinya berucap 'saya dan kamu' kini berubah menjadi 'elu dan gue'.
Saat berjalan menuju parkiran, yang tak disangka-sangka kalau motor kami bersebelahan, Taka menerima telepon --yang aku tebak-- dari Suwek dan berjalan agak menjauh dariku dan Toshio.
Aku mencoba membantu mengeluarkan sepeda motor Toshio yang posisinya agak sulit untuk ditarik mundur dari himpitan motor di kanan kirinya. "Biar gue keluarin motornya Taka dulu deh" aku memberi inisiatif. Untung saja sebelum menerima telepon, Taka sudah menancapkan kunci motornya. Memudahkanku untuk menarik mundur motor Taka yang ikut menghimpit motor milik Toshio.
"Toshio... Sorry nih kayaknya gue buru-buru..." Taka berujar dengan tampang kalut.
"Ada apa Ka?" Tanyaku heran. Bagaimana tidak heran, kalau mendadak Taka memasang tampang seperti itu. Beberapa menit yang lalu, dia masih baik-baik saja.
"Ada masalah di Warung..." Jawabnya muram.
Aku langsung duduk diatas motor. "Gue yang nyetir. Elu pasti gak tau jalan pulang" ujarku. "To... Sorry kita duluan nih"
"It's okay Ki. Take care..." Toshio menyahut diiringi senyumannya yang menyenangkan untuk dilihat berlama-lama itu.
"Elu juga. Jangan ngebut. Kayaknya elu agak teler gitu" kataku mengomentari keadaannya. Toshio memang tadi memesan setidaknya lima kali minuman beralkohol.
"Besok sibuk Ki?" Toshio bertanya sesaat sebelum aku tarik gas.
"Harusnya enggak. Kan gue kagak kerja. Kenapa?" Aku menyahut.
"Kalo gitu, gue coba hubungi elo dulu deh" jawabnya. "Besok gue off. Makanya gue berani minum tadi. Kali aja elo ada waktu, kita bisa ngobrol-ngobrol lagi" ia melanjutkan.
"Gampang. Bisa di atur. Anyway, gue duluan ya. Ati-ati di jalan" aku tersenyum dan langsung tancap gas setelah Taka duduk di belakangku dengan tampang cemas.
Sepertinya memang ada sesuatu yang lumayan gawat di Warung. Dan aku tidak bisa, juga tidak berani, menduga-duga. Aku takut kalau aku berpikiran buruk, maka sesuatu yang buruk malah akan terjadi. So, lebih baik aku tetap ber-positive thinking. Berdoa semoga tidak ada hal-hal jelek terjadi.
Dan yang paling penting, aku harus tetap berkonsentrasi penuh saat aku memacu motor dengan kecepatan tinggi seperti sekarang ini. Angin malam yang berasal dari laut di jalur motor Jalan Tol Bali Mandara ini memang kencang. Terlebih saat malam hari. Kalau tidak berhati-hati, bisa sangat fatal. Karena Jalan Tol ini kan lokasinya melintas di atas permukaan laut. Kalau melintas di jalur mobil memang tidak akan terasa. Tapi buatku, tidak begitu nyaman saat melintas di jalur motor, yang lebarnya hanya cukup untuk dua sepeda motor bila jalan beriringan.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Jadi keputusan Abang sudah bulat seperti itu?" Tanyaku mencoba untuk memastikan sekali lagi pada Bang Zaki yang duduk di seberang meja.
Mata Bang Zaki yang terpejam beberapa detik pun terbuka menatapku, kemudian mengangguk.
"Enam bulan itu sebenarnya sebentar kok Bang... Tiki cuma minta Abang bersabar selama enam bulan saja. Ini bukan demi Tiki, Bang. Tapi demi mereka" aku mencoba meyakinkan Bang Zaki sekali lagi, dengan menunjuk kearah empat orang karyawan Part Timer dan dua orang Karyawan tetap yang sedang berdiri di depan Warung bersama dengan Taka dan Bli Syaka.
"Mulai detik ini... Meskipun sebenarnya berat, Tiki mengundurkan diri... Dari Warung... Juga dari kehidupan Abang... Karena memang itu tujuan Abang yang sebenarnya, kan?"
Mata Bang Zaki menatapku usai aku mengucapkan semua kalimat itu dengan suara bergetar.
Sebenarnya bukan hanya suaraku saja yang bergetar. Bisa kurasakan bibirku pun ikut bergetar, tapi aku mencoba menutupinya dengan cara menggigit bibir bawahku. Sementara di bawah meja, tanganku meremas celana pendek yang kukenakan dan menahan kedua kakiku untuk tetap kuat berpijak.
"Apa Abang benar-benar tidak bisa memenuhi permintaan terakhir dari Tiki mengenai mereka?"
"Bisa" jawabnya setelah berdeham sebentar.
Aku menarik nafas panjang, kemudian menghelanya. Dan mencoba untuk tersenyum kearah Bang Zaki. "Makasih Bang... Dan..." Kali ini aku berdiri. "Tiki minta maaf untuk ucapan Mamah yang pastinya sudah membuat Abang sakit hati seperti ini... Memang benar saran Abang dulu. Harusnya... kita tetap merahasiakan hubungan kita ini dari siapapun. Permisi..."
Aku berjalan keluar melalui pintu belakang. Karena aku tidak mau orang-orang yang berada di depan Warung melihatku meneteskan air mata seperti ini.
Aku melangkah cepat memasuki toilet yang berada beberapa meter saja dari pintu keluar. Kunyalakan keran di wastafel dan kupakai air yang mengucur deras untuk membasuh wajahku.
Setelah mengelap wajahku yang basah menggunakan lengan kemeja, aku melangkah keluar menuju depan Warung. Aku sengaja menghindari kerumunan dan langsung masuk ke dalam mobil milik Bang Julian yang terparkir di seberang Warung. Bli Syaka menyusul dan duduk di sebelahku, kemudian setelah menutup pintu, ia meminta Bang Julian untuk segera meninggalkan Warung.
Saat mobil yang dikemudikan oleh Bang Julian berlalu dan Warung tak nampak dari pandangan, aku meraih lengan Bli Syaka dan memeluknya dengan menyandarkan daguku dipundaknya.
"Pinjam sebentar Bli..." bisikku lirih.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
When you love someone so deeply they become your life
It's easy to succumb to overwhelming fears inside
Blindly I imaged I could keep you under glass
Now I understand to hold you I must open my hands
And watch you rise
Spread your wings and prepare to fly
For you have become a butterfly
Fly abandonedly into the sun
If you should return to me
We truly were meant to be
So spread your wings and fly
Butterfly
I have learned that beauty has to flourish in the light
Wild horses run unbridled or their spirit dies
You have given me the courage to be all that I can
And truly feel your heart will lead you back to me when you're ready to land
I can't pretend these tears aren't overflowing steadily
I can't prevent this hurt from almost overtaking me
But I will stand and say goodbye for you'll never be mine
Until you know the way it feels to fly
So flutter through the sky
Butterfly
Spread your wings and fly
Butterfly
[ Butterfly - Mariah Carey ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
@cute_inuyasha bawah perut (?)
@tianswift26 huuu~~~ iya nih... enaknya di apain ye si Bang Zaki?
@balaka yups... we'll see...
@handikautama sudah di update shay
nih, aku pinjemin bahuku aja deh
makasih masih setia baca cerita yang update nya selalu lama ini. mudah-mudahan bisa cepet kelar. biar gak panjang kayak sinetron hehehehe
Ini aku shoot dari dalam mobil sih. Soalnya,,, kalo lewat jalur motor, agak takut ngeluarin hape. Gak lucu aja kalo .... ugh! gak berani bayangin
Rekomendasi tempat nongkrong yang enak? Aku biasanya ke Agendaz Beach Club. Bisa nyantai dengerin live DJ, atau musik-musik Club sambil duduk santai di tepi pantai. Kalo bawa adek atau anak, bisa maen ke Surf and Turf yang lokasinya persis di sebelah Agendaz. Info lebih lanjut, silahkan cari di Google
Btw, saranku sih kalian cari info The Bay Nusa Dua