It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*hugs & kisses back*
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz
@meong_meong @anohito
@jeanOo @privatebuset
@Gaebarajeunk @autoredoks
@adinu @4ndh0
@hakenunbradah @masdabudd
@zhedix @d_cetya
@DafiAditya @Dhivars
@kikyo @Tsu_no_YanYan
@Different @rudi_cutejeunk
@Beepe @dheeotherside
@faisalrayhan @yubdi
@ularuskasurius @Gabriel_Valiant
@Dio_Phoenix @rone
@adamy @babayz
@tialawliet @angelofgay
@nand4s1m4 @chandischbradah
@Ozy_Permana @Sicnus
@Dhivarsom @seno
@Adam08 @FendyAdjie_
@rezadrians @_newbie
@arieat @el_crush
@jerukbali @AhmadJegeg
@jony94 @iansunda
@AdhetPitt @gege_panda17
@raharja @yubdi
@Bintang96 @MikeAurellio
@the_rainbow @aicasukakonde
@Klanting801 @Venussalacca
@greenbubles @Sefares
@andre_patiatama @sky_borriello
@lian25 @hwankyung69om
@tjokro @exxe87bro
@egosantoso @agungrahmat
@mahardhyka @moemodd
@ethandio @zeamays
@tjokro @mamomento
@obay @Sefares
@Fad31 @the_angel_of_hell
@Dreamweaver @blackorchid
@callme_DIAZ @akina_kenji
@SATELIT @Ariel_Akilina
@Dhika_smg @TristanSantoso
@farizpratama7 @Ren_S1211
@arixanggara @Irfandi_rahman
@Yongjin1106 @Byun_Bhyun
@r2846 @brownice
@mikaelkananta_cakep @Just_PJ
@faradika @GeryYaoibot95
@eldurion @balaka
@amira_fujoshi @kimsyhenjuren @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep
@LittlePigeon @yubdi
@YongJin1106 @Chachan
@diditwahyudicom1 @steve_hendra
@Ndraa @blackshappire
@doel7 @TigerGirlz
@angelsndemons @3ll0
@tarry @OlliE @prince17cm @balaka
@bladex @dafaZartin
@Arjuna_Lubis @Duna
@mikaelkananta_cakep
@kurokuro @d_cetya
@Wita @arifinselalusial
@bumbellbee @abyh
@idiottediott @JulianWisnu2
@rancak248 @abiDoANk
@Tristandust @raharja
@marul @add_it
@rone @eldurion
@SteveAnggara @PeterWilll
@Purnama_79 @lulu_75
@arGos @alvin21
@hendra_bastian @Bun
@jeanOo @gege_panda17
@joenior68 @centraltio
@adilar_yasha @new92
@CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan
@eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @Togomo
@adilar_yasha @GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26 @abyyriza @privatebuset @Bun @sujofin @centraltio @sar_el
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh @Vio1306 @gemameeen
@febyrere @Prince_harry90
@ando_ibram @handikautama @babayz @seventama @Gaebara
×××°•••°°•••°×××
"Tiki?!"
Bang Zaki meraihku tepat sebelum aku terjatuh. Lebih cocok kalau dibilang aku menabrak Bang Zaki sebenarnya.
Dan kami sama-sama tercengang saat kami berdiri berhadapan. Aku sampai mundur dua langkah untuk menatap Bang Zaki dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sementara Bang Zaki sendiri cuma bisa berdiri mematung menatapku dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga.
Beberapa menit kami hanya saling berdiri bertatapan. Aku tidak tau isi kepala Bang Zaki. Tapi aku menyadari banyak hal.
Bang Zaki yang berdiri dihadapanku benar-benar sudah berubah. Berubah tidak bisa menjadi kata yang tepat.
Bang Zaki yang berdiri dihadapanku sekarang hampir tak dapat kukenali. Ia begitu kurus. Bahkan kantung matanya terlihat menghitam. Seperti orang yang sudah berbulan-bulan tidak tidur. Bahkan aku tak sadar sudah meraih wajahnya dengan kedua tanganku. Kulit wajah Bang Zaki terasa mengendur. Aku bahkan dulu bisa merasakan kulitnya sangat kencang dan kenyal seperti bayi. Tapi kini...
Ini bukan Bang Zaki yang aku tau. Ini Bang Zaki yang lain! Bang Zaki yang berdiri dihadapanku ini bukan Bang Zaki yang dulu!
"Apa kabar Bang?" tanyaku mencoba memecah kesunyian diantara kami. Aku terlalu fokus memperhatikan Bang Zaki, sampai aku tak menyadari kalau Zain sudah pergi dan meninggalkan kami berdua saja.
Bang Zaki berdeham lalu tersenyum kecut dan memalingkan wajahnya. "Y-ya beginilah... Kamu sendiri apa kabar, Ki?"
Kutatap lekat matanya. Tak ada binar kebahagiaan di dalam matanya. Bahkan terlihat sangat gelap dan kelam.
"Abang sakit?" tanyaku seraya mengusap pipinya dengan jempolku.
Bang Zaki meraih pergelangan tanganku. Ia menurunkan tanganku yang memegangi wajahnya. Lagi-lagi ia hanya tersenyum kecut.
"Iya. Kemaren Mamang Zaki abis opnam. Kena gejala typus" Zain mendadak muncul dan membawakan sebuah mangkuk berisi bubur ayam. "Makan dulu Mang..."
"Disini dingin. Masuk aja yuk Bang" kuraih mangkuk ditangan Zain. Kemudian kuraih pergelangan tangan kanan Bang Zaki, mengajaknya ke meja makan.
"Abang bisa makan sendiri Ki..." tolaknya halus saat aku menawarkan diri untuk menyuapinya.
Kalau dulu, aku akan selalu duduk disebelahnya. Kini kami duduk berseberangan. Aku memilih duduk disini setelah mengambil segelas air untuk Bang Zaki, sekaligus agar bisa menatapnya.
"Ki... Tolong jangan ngeliatin Abang kayak gitu" pintanya tanpa menatapku. Ia menyendok buburnya sambil sedikit membungkuk padahal. Dari mana Bang Zaki tau aku memandanginya sedari tadi?
Kuraih tangan kirinya untuk kugenggam. Bang Zaki ingin mengelak, tapi aku mengeratkan genggaman tanganku hingga membuatnya membiarkanku menggenggam dan mengusap punggung tangannya.
"Bang... Kenapa enggak ngabarin Tiki, kalau..."
"Buat apa?" Bang Zaki memotong kalimatku. Masih tidak menatapku. Ia hanya memfokuskan pandangan matanya ke arah mangkuk yang isinya sudah hampir habis. "Dan buat apa kamu datang kemari lagi, Ki?"
"Tiki mampir aja. Pengen ketemu Zain" jawabku.
Bang Zaki berhasil meloloskan tangannya dari genggamanku.
"Nice try, Ki. Tapi... Sayangnya kamu enggak pernah berhasil bohong ke Abang"
Ucapan Bang Zaki memang benar adanya. Dan terasa sangat menohok. Aku sendiri sebenarnya bingung. Kenapa bisa nekat kemari. Dan kebetulan sekali bisa bertemu dan berbicara langsung dengan Bang Zaki seperti ini. Rasanya sudah terlampau lama kami tidak berbicara seperti ini.
"Abang enggak pernah kangen ke Tiki?"
"Jadi kamu kemari karena kangen ke Abang?"
"Tolong jangan memberi pertanyaan saat diberi pertanyaan Bang... Apa Abang benar-benar enggak pernah kangen?"
Bang Zaki menggeleng. Kemudian ia berdiri dan berjalan ke kamarnya. "Kalau kamu mau ketemu Zain, dia selalu ada di sebelah"
Aku langsung mengikuti dan meraih bahunya.
"Buat apa Abang beli itu semua?"
Bang Zaki mengerutkan dahinya saat kami saling bertatapan. "Maksud..."
"Beli semua itu dari Steven" aku tak menemukan paper bag yang tadi diletakkan Zain. Sepertinya Bang Zaki sudah memindahkannya. Entah kemana. "Tiki kemari karena tau dari Steven kalau Abang sering beli barang dagangan dia"
Bang Zaki menatapku dengan ekspresi datar. "Jadi kamu habis beli apa ke Steven? Mau kamu pakai ke pacar barumu?"
Ucapannya tepat sasaran. Menyadari hal itu, Bang Zaki menyingkirkan tanganku dari bahunya.
"Mau dipakai buat apapun, itu bukan urusanmu Ki..."
"Iya. Itu bukan urusan gue! Dan gue penasaran kenapa elu beli semua sex toys sebanyak itu Bang! Belum lagi jumlah botol Poppers sebanyak itu. Buat apa?" Aku tak bisa untuk tak menahan emosiku lagi. Pertanyaan itu menyembur begitu saja.
Menanggapi pertanyaanku, Bang Zaki hanya tersenyum dengan mata terpejam selama beberapa detik sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Jadi kamu juga beli Poppers ke Steven? Kenapa? Pacar barumu juga perlu bantuan obat itu supaya dia enggak kesakitan?" Bang Zaki mendekat. Wajah kami hanya berjarak satu jengkal. "Pulang. Dan jangan pernah tunjukan batang hidungmu lagi kemari. Kamu bisa langsung masuk ke rumah sebelah. Tapi jangan pernah menginjakkan kakimu kemari lagi! Abang muak melihat wajahmu!"
Aku mundur selangkah. Kemudian menggigit bibirku sendiri dan terus menatapnya. Aku ingin melihat kejujuran di dalam matanya. Tapi aku tak menemukan kebohongan, termasuk tak kutemukan kejujuran di dalam matanya.
"Maaf sudah mengganggu... Jangan pernah telat makan ya Bang... dan tolong, jangan sampai sakit lagi..." aku berujar lirih. Suaraku bergetar saat mengucapkan semua kalimat itu. Dan sebagai penutup, kukecup pipinya, lalu bergegas meninggalkannya.
Saat sudah sampai di dalam mobil, aku tidak langsung pergi walaupun sudah memutar mobilku. Aku masih duduk diam dibelakang kemudi. Sampai suara ketukan di jendela menyadarkan lamunanku.
"Ya Zain?" tanyaku pada Zain yang mengetuk jendela mobilku.
Zain mengulurkan secarik kertas, dan memberikannya padaku. "Ini nomor Zain. Kalau Abang ada waktu, hubungi Zain disini. Hati-hati di jalan ya Bang. Dan mohon... Maafin sikap Mamang..." Zain menggigit bibir bawahnya sambil mencoba untuk tersenyum.
Kuraih kepala Zain. Kukecup kedua pipi dan keningnya. "Kalau Zain bete di rumah, main ke rumah Abang ya"
"Pasti!" jawabnya dengan senyum lebar dengan kedua jempol teracung di depan wajahku.
×××°•••°°•••°×××
Aku berpapasan dengan Taka usai menutup dan mengunci garasi. Ia bertanya padaku, tapi aku yang masih kesal dengan sikap Bang Zaki beberapa menit lalu, membuatku tak menggubris Taka.
Kubuka lemari pendingin yang berada di mini resto, kuambil sebotol minuman ringan, kutenggak hingga habis setengah isinya.
"Fuck!" Umpatku kesal sambil memukul meja pantry.
"Ki...? Elu kenapa?" Taka meremas bahuku.
"It's okay... I'm fine" jawabku.
"Elu. Enggak. Oke. Sama. Sekali!" Taka mengeratkan genggamannya di bahuku. Kutepis tangannya dan berjalan menuju kamarku. Pintu kamarku terayun terbuka dan Ethan menyambutku.
Setengah berlari aku menaiki anak tangga menuju kamar tidur di atas.
"Fuck!!" Aku berteriak penuh amarah dan membanting botol minuman ringan hingga tutupnya terbuka dan isinya membasahi lantai.
Aku lalu duduk sambil mendekap wajah dengan kedua telapak tanganku.
Aku sedih melihat kondisi Bang Zaki. Tapi aku juga emosi mendengar semua kalimat yang ia ucapkan padaku. Secara langsung di hadapanku pula!
Saking sibuk merasakan emosi yang sedang berkecamuk di dalam diriku, aku sampai tak sadar kalau Ethan ada di hadapanku. Ia sedang mengepel lantai.
"Ethan. Sini"
"Ogah"
"Sini!" Perintahku.
Ethan sampai menjatuhkan gagang alat pel ke lantai dan langsung menghampiriku. Kutarik tangannya hingga ia terhuyung jatuh menabrakku. Kupeluk erat Ethan dan menyandarkan daguku di bahunya.
Ethan balas memelukku. "Ternyata bener ya. Orang yang pendiam dan sabar itu, kalo marah nakutin"
"Jadi elu takut ama gue nih ceritanya?"
"Iya. Gue takut di tonjok"
Aku menjatuhkan diri ke kasur, dan Ethan kemudian menimpaku. Dengan cepat aku membalikkan badan. Kutarik celana pendeknya hingga terlepas. Ethan tak bisa melawan. Tapi ekspresi wajahnya menunjukan kalau ia terkejut.
"Gue tonjok ya. Disini!" ujarku dengan jari yang kuselipkan di belahan pantatnya.
"Mau! Tapi pelan-pelan ya nonjoknya" Ethan langsung melepaskan kaosnya dan berbaring pasrah di kasur. Ia mencoba menantangku.
"Gak janji!" balasku
×××°•••°°•••°×××
"Iya gitu... Dihirup pelan-pelan... Gantian di hidung kiri dan kanan" aku memberikan instruksi pada Ethan.
Setelah hampir satu jam aku memberikan pemanasan pada lubang uhum-nya, dan ia dengan semangat melumat uhum-ku sampai akhirnya mengeluh rahangnya terasa kram. Aku pun pada akhirnya mengambil bungkusan berisi sebuah botol poppers yang kubeli dari Steven.
Dari kamar atas tadi, kami pindah ke mini library di lantai bawah. Dengan tubuh yang sudah sama-sama polos, aku menggendong Ethan yang bergelayutan seperti monyet. Dan dia tadi nyeletuk kalau dia monyet, maka aku King Kong-nya. Aku hanya tertawa mendengarnya.
"Anjrit! Ini bukan narkoba kan Bang? Rasanya... Gue... Lang... sung... Nge-high..."
Kurebahkan Ethan di sofa. Kepalanya kuberikan bantal untuk bersandar. Tak lupa aku gunakan bantal lain untuk mengganjal pinggulnya.
Kuminta Ethan untuk memegangi lututnya sendiri hingga menyentuh dadanya. Sementara kuteteskan sedikit lubricant berbotol kerucut di bagian terluar lubang uhum Ethan. Kuratakan sedikit dengan ujung jariku. Kumasukan sedikit jariku agar nanti, Ethan tak merasa sakit saat aku memasukkan ujung botol lubricant yg berbentuk kerucut ini. Aku membelinya karena Steven bilang, ini adalah lubricant painless terbaik yang dia jual dan paling laris.
"Sakit?" tanyaku pada Ethan. Ia menggeleng dan menggeliat saat jariku masuk semakin dalam memberikan pemanasan yang lebih intens. Ethan menatapku dengan mata sayu. Ia bahkan menggigit bibirnya sendiri di iringi desahan lembut.
Kubuka botol poppers lagi, kini kuletakkan menutupi lubang hidung bagian kanan milik Ethan. Tanpa kuminta, Ethan menghirupnya perlahan dengan mata terpejam. Begitupun saat aku melakukan hal yang sama di lubang hidung sebelah kiri.
Tangan kanan Ethan lalu terjulur meraih uhum-ku yang sedari tadi masih keras, dan makin mengeras hingga berdenyut melihat geliat dan ekspresi wajah Ethan.
Kubaluri uhum-ku mulai dari kepala hingga ke pangkalnya. Karena aku tak suka memiliki hutan rimba dibawah sana, aku selalu rajin memangkasnya, tapi tidak membuatnya gundul. Sama halnya dengan Ethan. Meskipun ia ternyata memiliki bulu halus di seputaran lubang uhum-nya, itu malah membuat tampilannya semakin sexy.
Kumasukan ujung botol lubricant yang berbentuk kerucut. Kupencet botolnya, dan kubiarkan agar liang uhum Ethan terlumasi dengan sempurna. Aku tidak mau membuatnya sakit seperti kemarin.
"Bang... Ma..sukin..." Ethan mengerang dengan tangan meremas uhum-ku. Ia membantuku mengarahkannya untuk memasuki lubang sempit keriput miliknya itu. "Mmmm... Aaah!"
"Sakit?" tanyaku khawatir.
Ethan menggeleng pelan. "Enakhh... Dorongh... Lebihhh... Dalam ya Bang... Mmmhhhhh...." Ethan memejamkan matanya dengan kepala mendongak dan masih sambil menggigit bibir bawahnya.
Aku tersenyum melihat reaksinya. Artinya poppers yang dia pakai bereaksi dengan baik pada tubuhnya. Bahkan aku saja, sewaktu pertama kali memakai poppers dulu, sempat tidak bisa bernafas selama beberapa detik.
Dulu aku mencoba memakainya karena penasaran. Bukan untuk di encus tentunya. Aku tidak pernah mau menjadi bottom. Hasratku tidak kearah itu. Dan karena aku tau efek nge-fly sesudah menghirup poppers, makanya aku bisa memahami reaksi Ethan saat ini.
"Bang... Kok dicabut?" Ethan protes saat aku menarik lepas uhum-ku dari lubang uhum-nya.
"Kayaknya elu kesakitan gitu" aku menjawab dengan raut wajah kubuat cemas. Padahal aslinya hanya menggodanya saja. Alasan lain karena aku ingin meraih botol poppers tergeletak di sebelah kakiku. Harganya tidak bisa dibilang murah, makanya akan sangat disayangkan kalau sampai tak sengaja ku tendang dan membuat botolnya retak atau pecah.
"Enak Bang! Sumpah! Rasanya lebih enak dari yang pertama"
"Yang pertama kan emang sakit karena elu masih perjaka, Ethan sayang..." Aku berujar sambil memberikan instruksi pada Ethan agar ia menghirup aroma poppers lagi. Kali ini ada yang mau aku lakukan, dan aku ingin membuat lubang uhum-nya benar-benar merasa rileks.
Ethan heran saat aku malah duduk disebelahnya. "Gue pengen ngerasain goyangan bini gue" ujarku sambil mengecup bibirnya. Dan perlahan, dengan bantuanku, Ethan berpindah posisi mengangkangi uhum-ku yang tegak mengacung.
Saat Ethan mengarahkan ujung uhum-ku ke bibir liang uhum-nya, aku sedikit merundukan kepala untuk meraih puting kirinya. Sementara tangan kananku memegangi punggungnya. Dan tangan kiriku memilin puting kanannya.
"Ugh!" Ethan terdongak dengan mata merem melek. Badannya bergerak naik turun perlahan, seiring semakin dalamnya batang uhum-ku melesak keluar masuk di liang uhum-nya yang terasa menjepit erat walaupun sudah kuberikan banyak lubricant.
Ethan terus memacu badannya naik turun. Dan dengan sedikit instruksi dariku, ia dengan lihai menggerakkan pinggulnya. Kadang memutar. Atau bergerak naik turun tanpa harus menggerakan bagian atas tubuhnya.
Kedua tanganku kuselipkan diantara paha dalamnya. Sementara kedua tangan Ethan sedari tadi membekapku. Memudahkanku untuk menyelomoti putingnya bergantian kiri dan kanan.
Aku menghitung mundur dalam hati. Mulai dari tiga... Dua... Satu dan hup! Aku berdiri dengan uhum-ku yang masih tertancap di dalam liang uhum-nya. Justru dengan posisi berdiri sambil menggendong Ethan, uhum-ku bisa masuk hingga ke pangkalnya. Hal ini membuat Ethan mengejang dan menggeliat diiringi erangan keras akibat uhum-ku menyodok keras dinding prostatnya. Dan hal tersebut berefek pada uhum-nya yang sedari tadi tegak mengacung, menyemburkan santan kental seperti jelly. Efek lainnya adalah batang uhum-ku, terutama diarea ujungnya, serasa semakin dihisap dan dijepit kian erat.
×××°•••°°•••°×××
Melihat Ethan yang menggelepar diatas gendonganku tadi, membuatku berpikir untuk menyudahi saja aksiku. Tapi Ethan menolak keras. Ia ngotot agar aku tetap melanjutkan. Bukan karena ia sudah keluar lebih dulu lantas berhenti dan menyudahi saja, tapi lantaran ia belum pernah merasakan sex senikmat barusan, ia pun memaksaku untuk melanjutkan aksiku.
Tapi sebelum aku melanjutkan, kuminta ia untuk menghirup kembali aroma poppers. Aku khawatir setelah ia keluar duluan, aksiku selanjutnya akan menyakitinya lagi.
Kusandarkan punggungnya di dinding. Sambil menghentakan pinggulku maju mundur dan membuat uhum-ku dengan leluasa memompa liang uhum-nya.
Kami melakukan itu selama lebih kurang lima belas menit. Lima belas menit yang terasa sangat lama bagi kami.
Diposisi yang sama, kuraih poppers dan lubricant yang kuletakkan di sofa. Lalu aku melangkah naik menuju kamar diatas. Perlu di ingat, uhum-ku masih tertancap sempurna. Dan aku pun masih sangat kuat menggendong Ethan hingga kami tiba diatas.
Kuturunkan Ethan di kasur. Ia meraih botol poppers dan menghirupnya perlahan dan sangat dalam. Hingga membuatnya nyaris menjatuhkan botol poppers seukuran dua jari tanganku itu.
Awalnya Ethan ingin terlentang dengan kedua kaki mengangkang lebar. Tapi kemudian kuminta ia membalikkan badannya.
Bukan telungkup tentunya. Melainkan menungging, dengan posisi kakinya yang berada di tepi kasur. Kutekan dadanya hingga ia bisa memeluk kasur.
Ethan terkekeh saat aku menampar bokongnya dengan uhum-ku. Lalu saatnya memberikan pelumas lagi pada liang uhum-nya.
"Aanghhhh!!" Ethan kembali mengerang saat uhum-ku memasuki tubuhnya lagi. Dalam posisi ini, meskipun jepitannya terasa menggigit, tapi aku bisa dengan mudah menggerakkan pinggulku maju mundur.
Mulai dari perlahan, hingga menambah kecepatan atas rengekan manja Ethan. Kuremas-remas bokongnya dan kupacu pinggulku hingga membuat Ethan menggeliat dengan kedua tangan menggapai ke segala arah.
Ia menggeram tertahan saat kuhentak kasar pinggulku. Dan tak ada tanda-tanda penolakan. Melainkan sebaliknya. Ia malah menggerakkan pinggulnya memutar dan mengejan seolah ingin meremas semakin kuat uhum-ku yang kupacu secepat piston.
Kakiku beranjak naik ke tepian kasur. Berada di kedua sisi pinggangnya. Aku sudah tak peduli dengan kasur yang berderit seirama dengan hentakanku. Sementara tanganku terulur meraba dadanya. Kembali kuraih dan kupilin putingnya. Dari reaksinya, aku tau Ethan menyukai kalau aku memainkan dua titik tersebut.
Keringatku menetes di punggung Ethan yang juga sudah basah oleh keringatnya sendiri. Saat akhirnya aku menindih dan mendekapnya, Ethan menelengkan sedikit wajahnya. Kusambut bibirnya. Ia menyambut bibirku. Kami saling melumat, dan aku masih terus menggerakkan pinggulku non-stop.
"Sial! Kenapa gak dari dulu kayak gini?" Ethan merutuk disela hentakanku.
"Kenapa emangnya, hmm?"
"Enak banget, gila!"
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Kemudian aku merubah posisi kami lagi. Kali ini kumiringkan badan Ethan. Salah satu tangannya melingkar di bahuku. Sementara satu tanganku meraih pahanya agar terangkat dan memudahkanku memompa pantatnya.
Kalau di film biru, mungkin yang berada di posisiku akan meraih salah satu puting si bottom. Tapi hal tersebut tidak bisa kulakukan. Kenapa? Karena tinggi badan Ethan yang jauh dibawahku. Jadilah, kami hanya bisa saling melumat bibir satu sama lain. Dan hal itu tidak mengurangi kenikmatan ini.
Malahan, tangan Ethan yang mendarat didadaku. Ia meremasnya dengan gemas tiap kali kuhentak pinggulku hingga uhum-ku amblas dan menghilang di dalam remasan liang uhum-nya.
Sebagai penutup, aku kembali merubah posisi kami lagi. Kini kami saling berhadapan dengan tubuhku yang menindih Ethan.
Gaya klasik missionary ini bagiku sangatlah intim. Karena selain aku bisa menyelipkan tanganku diantara ketiak Ethan dan memeluknya erat, Ethan pun bisa dengan leluasa meremas bahuku. Meremas punggungku. Bahkan dengan nakalnya ia menepuk bokongku.
"Oh shit! Shiiitt!!! Lebih cepet Bang! Oouuuhhhh yaaahhh... Mmmhhhhh... Iyaahhhh... Gitu terusss... Aaaahhh... Aaahhhh..."
Kupindah kedua kaki Ethan dan kusandarkan dibahuku. Salah satu tangannya dengan mudah meraih kedua telur kembarku yang berulang kali menghantam tulang ekornya. Tidak hanya ia raih untuk digenggam. Melainkan meremas-remasnya, dan herannya aku merasa keenakan.
"Gue mau sampe sayang..."
"Ahhh iyaa! Shit! Gede banget sumpah! Shiiitt... Gila! Gak nyangka gue... Bisa masuk semua!"
Kuraih uhum milik Ethan yang sebenarnya entah berapa kali sudah menyemburkan santan jellynya itu hingga membasahi perut dan dadanya. Kupilin dan kugerakan tanganku mengocoknya.
"Ah! Bangke lu Bang! Bisa kering pejuh gue gara-gara elu! Aaahhh...!" Ethan kembali menggeliat dan mengerang, dan disaat yang bersamaan...
"Ah...!!! Mmmmhhhh...."
Aku pun sampai.
Untung saja Ethan laki-laki. Kalau perempuan, pasti besok dia sudah bisa dinyatakan hamil karena yah... Bukannya sombong, santan jelly milikku itu kalau sudah menyembur, bukan dengan kata crot crot crot. Tapi benar-benar menyembur dalam arti kata sebenarnya.
"Ahh... Anjrit! Gue beneran jadi pure bottom kalo gini ceritanya..." Ethan nyeletuk usai ciuman panjang denganku. "Gue bakalan ketagihan!" Lanjutnya berseru sambil menutup wajahnya dengan kedua lengannya yang ia silangkan.
"Kan elu bini gue, Ethan sayang..." Aku menyahut sambil menyingkirkan kedua tangannya, dan kuminta ia meletakkannya di bahuku.
Kukecup pipinya yang basah oleh keringat. Ethan menggeliat geli saat lidahku melintas di daun telinganya. Dan mendaratkan ciuman di lehernya.
"Capek Bang?" Kuanggukan kepalaku sebagai jawaban. "Puas?"
"Elu sendiri gimana?"
"Gue K.O.!" jawabnya.
"Mau lagi?"
Ethan melotot menatapku.
"Y-yakin elu Bang?" Ethan bertanya ragu, tapi wajahnya menunjukan ekspresi takjub.
"Kerasa kan kalo masih keras?" tanyaku sambil membuat gerakan pada uhum-ku yang masih bersarang di dalam liang uhum-nya.
"Satu ronde lagi, gitu?"
"Siapa bilang? Kita terus ngelakuin ini sampe pagi! Biar gue tunjukin ke elo, arti kata K.O. yang sebenernya..."
Ethan melongo. Tapi ia tak menolak. Ia menyambut tantanganku dengan senyum lebar.
×××°•••°°•••°×××
Aku terbangun karena merasakan desiran angin. Sempat kututupi wajahku dengan tanganku sendiri karena silau. Dan saat kesadaranku perlahan mulai penuh, aku menatap wajah Ethan yang masih tertidur pulas sambil terus memelukku erat.
Tubuh kami masih polos, dan tidak tertutup selimut.
Tapi aku tidak kedinginan. Artinya hari bukan lagi pagi. Melainkan sudah siang. Dan dari mana datangnya angin, sedangkan seingatku semalam jendela tertutup rapat?
Ah iya. Aku ingat.
Karena kami melakukannya hingga fajar menyingsing. Aku sempat membuka salah satu jendela agar bisa menyegarkan kami yang berkeringat hingga membuat seprai basah.
Bukan hanya basah dengan keringat. Tapi juga dengan cairan jelly santan milik Ethan.
Ethan menggeliat. Kini malah membenamkan wajahnya di dekat ketiakku.
Kubelai lembut pipinya. Kemudian kepalanya. Kupinggirkan poni yang menutupi dahinya. Agar aku bisa mengecupnya.
"Mmhh... Pagi Bang..." ucapnya lirih, dengan kedua mata masih terpejam.
"Pagi? Ini udah siang, Ethan sayang..."
"Hah?" Ethan membuka kedua matanya. "Kerjaan gue?"
"Hari ini elu bolos. Potong gaji!" Aku bergurau tentunya.
"Yah... Jangan dong Bang Bos"
"Bang Bos... Gue ini laki lu, pe'a! Sebagai bini..."
"Ampun suami gue tercinta. Tapi gue... Masih K.O... asli. Sumpah dah! Kayaknya nanti gue perlu ke tukang pijet nih"
"Sini gue aja yang mijetin"
"Ogah! Bukannya bener, malah makin birahi gue-nya"
"Dasar! Yuk mandi"
"Ogah... Gak kuat bangun gue Bang" Ethan memejamkan matanya lagi, dan mengeratkan pelukannya.
Tanganku tepat berada di uhum-nya.
Kubelai. Kuremas. Dan kumainkan naik turun kulupnya. Ah iya. Ethan memang tidak sunat. Dan entah kenapa, aksi usilku barusan malah membuatku keranjingan.
Meskipun ukuran uhum kami beda jauh, tapi tetap saja, uhum milik Ethan tidak bisa dibilang kecil. Ini besar dan tebal untuk lelaki seukuran dia. Kalau kata orang, pria kurus punya uhum yang besar, bisa jadi benar.
"Aahhnngghhh... Nakal ah... Jadi bangun kan otong gue..." Ethan menggeliat saat uhum-nya sudah tegak dan keras dalam genggaman tanganku.
"Lagi yuk..." ajakku. Kali ini bersungguh-sungguh. Karena uhum-ku pun sudah kembali tegak berdiri.
"Shoot! Jebol, jebol dah! Tapi emang nagih" Ethan menyahut dan merangkak naik keatas tubuhku.
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
Greedy, ooh
You know that I'm greedy for love
Boy, you give me feelings never felt before
I'm making it obvious by knocking at your door
I know that I'm coming tonight
You know I'm coming tonight
Don't want to deny it anymore
Been in this state of mind
Been in this state of mind
Been in this state of mind all night
Baby, you got lucky, 'cause you're rocking with the best
And I'm greedy
'Cause I'm so greedy
'Cause I'm so
I ain't talking money, I'm just physically obsessed
And I'm greedy
'Cause I'm so greedy
'Cause I'm so greedy, ooh
You know that I'm greedy for love
You know that I'm greedy for love
'Cause I'm so greedy, ooh
You know that I'm greedy for love
You know that I'm greedy for love
'Cause I'm so
I don't need a phone call
Got nothing to say
I'ma tell you when it's over
Got no games to play
You know that I'm coming tonight
I know I'm coming tonight
I just need to get this out the way, oh baby!
[ Greedy - Ariana Grande ]
••• ~~ ••• ~~ ••• ~~ •••
nope. Toya & Zaki itu verse. tapi emang adegan Zaki yg jadi Bot ga pernah dimunculkan
Padahal dulu aku nungguin banget adegan yang itu
bisa jadi
yang lalu biarlah berlalu.
ditunggu aja lah ya adegan Bang Zaki nya jadi Bot. soalnya waktu dulu nulis itu asli emang ada banyak gangguan yg mecah konsentrasi.
buat bikin adegan encus2 di chapter ini aja, aku sampe butuh waktu 2hari. ga kayak jaman Toya Zaki dulu.