It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kemarin komen aku tripost jadi yg 2 aku edit jadi titik.eh sisa 1 malah gak ada.
waah daniel bnr2 pengen gw jitak abis2an nih. siapa lo nyuruh ical jauhin nathan? udaah bilang aja klo kalian pacarwn cal, than. agak2nya masalah buat mereka nanti ada sangkut pautnya sama daniel nih
“Aaarrrrggghhhhh, Gilaaaaa.” Aku mengacak rambutku frustasi, bagaimana bisa ada seorang kayak Daniel bangsat itu. Aku mau bunuh dia coba aja aku berani.
“Lu mending gak usah terlalu mikirin soal dia deh. Biarin aja dia mau ngoceh kayak gimana.” Suara Sandi mencoba menenangkanku dengan mengelus pundakku. Aku menatap Sandi sebentar dan kembali tertunduk kesal mengingat soal Daniel.
“Makan tuh bakso lu, jangan sampai lu kena maag Cuma gara-gara cowok macam Daniel!” Kali ini Riki yang bersuara membuat ku memandang dingin kearah makananku yang tak tersentuh.
“Gue gak punya sejarah penyakit maag dan gue juga gak berminat buat makan tuh bakso. Selera gue hilang nginget tuh wajah iblis berbentuk malaikat.”
“Jangan terlalu benci sama dia, ntar malah naksir lu.” Balas Sandi menyendok baksoku. Gue jitak kepalannya membuat dia meringis.
“Lu ngomong tapi bakso gue lu telen juga!” Sewotku membuat ia menatapku sendu.
“Lu juga gak makan, kan sayang.” Lagi-lagi ia menyendok bakso itu membuat Riki hanya bisa geleng-geleng. Aku kembali menunduk lesu.
“Gue gak bakal pernah naksir sama tuh mahluk, lu kan tahu gue sukanya sama satu cowok dan gue gak pernah nafsu ma cowok lain!”
Aku merasakan seseorang memegang wajahku, setelah aku mendongak ternyata Nathan yang langsung duduk di dekatku. Aku tersenyum kearahnya menyembunyikan kegundahan hatiku.
“Gue pergi dulu ya,” Ucap Riki yang sudah berdiri.
“Mau kemana?”
“Biasa nemuin calon istri!” Jawab Riki antusias tanpa peduli dengan tatapan nanar Sandi, mungkin juga Riki mencoba membuat Sandi nerima pilihan hatinya. Aku hanya bisa menatap Sandi yang terus menatap kearah Riki yang berlalu dari hadapan kami. Melihat dari tatapan Sandi ada tatapan tak rela di sana. Pasti perasaan Sandi masih sangat besar buat Riki tapi dia mencoba membuat keadaan menjadi biasa.
“Hei, Nanti pulang bareng aku?” Pertanyaan dari mulut Nathan membuat aku menoleh kearahnya. Aku mengangguk dengan senyum sumringah.
“Tapi ikut ke rumah temen dulu ya? Aku mau ngenter pesanannya.” Ucap Nathan lagi.
“Siapa?”
“Juna. Dia gak jadi ikut orang tuanya pindah soalnya sekolahnya tinggal bentar lagi jadi dia di ijinin buat tinggal di sini sama bibinya. Sekalian mau kenalin kamu sama dia.” Jelas Nathan membuat aku hanya manggut-manggut.
“Gue juga nebeng donk. Motor gue masuk bengkel, tadi saja berangkatnya naik angkot .”
“Oke.” Balas Nathan tanpa menoleh Sandi masih tetap menatapku yang entah apa yang menarik di wajahku yang datar ini. “Kamu kenapa? Ada masalah lagi?” Tanyanya beruntun kearahku, Aku menatap dia sebentar dan kembali mengangguk lemah.
“Aku mau pindah duduk, bila perlu pindah kelas. Aku benci cowok bernama Niel itu.” Ucapku mulai bercerita.
“Memangnya dia buat apa sama kamu?” Kali ini Nathan semakin lekat menatapku yang masih tertunduk.
“Dia gak minta maaf soal kak Mey dan malah menanyakan perihal hubungan aku sama kamu. Masak dia juga suruh aku jauhin kamu!”
“Apa?” Terdengar dari suara Nathan, dia sangat terkejut. Aku menghembuskan nafas berusaha menenangkan hatiku.
“Entahlah anaknya memang aneh, wajah boleh manis tapi kalau udah ngomong kalah deh penjahat berdarah dingin.”
“Udah gak usah terlalu bergaul sama dia. Yang pasti jangan nanggepin ucapannya. Anaknya emang punya penyakit kejiwaan deh kayaknya.” Jelas Nathan membuat aku dan juga Sandi menatap ingin tahu.
“Penyakit kejiwaan gimana?” Celetuk Sandi.
“Kata Juna sih, dulu dia sempat pukul temannya sampai pingsan Cuma karena mengajak dia ngomong. Anehkan, mukanya emang nujukkin dia anak baik-baik tapi kelakuan mah kayak preman.”
“Kamu serius, semengerikan itu dia?” Tanyaku sedikit ragu.
“Itu sih kata Juna yang satu sekolah dengan dia. Mana ku tahu benar apa tidaknya.” Jawab Nathan mengangkat bahu.
“Ya udah lu pindah bangku deh. Di depan gue ada Santi, dia pengen banget duduk sama itu anak. Pindah aja entar lu duduk sama Fredi. Gimana?” Tawar Sandi. Tawaran yang cukup menarik menurutku.
“Emang Santi mau?”
“Soal itu mah gampang!”
“Oke.” Nathan menatapku dengan senyum membuat aku membalasnya dengan senyum hangat, Tiba-tiba aku merasa ada yang mengawasi kami, aku menatap ke seluruh penjuru kantin tapi ternyata tidak ada orang. Mungkin hanya perasaanku saja.
***
Setelah menempuh perjalanan selama 35 menit akhirnya kami sampai di rumah minimalis tapi terlihat mewah. Aku membuka sabuk pengaman diikuti oleh Nathan dan Sandi. Rumahnya cukup sejuk dengan pohon-pohon dan juga banyak bunga mengelilinginya, pasti pemiliknya adalah pecinta tanaman terbukti dari beraneka ragam tanaman yang ada di sini.
Aku mengikuti langkah Nathan yang sudah ada di depan pintu rumah itu dan sudah dari tadi mengetuknya. Tak lama kulihat seorang pria yang dulu pernah menatapku dengan tatapan ancaman berdiri di ambang pintu dengan senyum manisnya. Tatapannya tertuju kearahku dan kembali senyum itu muncul tapi tatapan terpaku kearah Sandi, temanku yang satu itu sedang asik memainkan gadgetnya.
“Lu gak niat nyuruh kami masuk!” Nada sarkas terdengar dari suara kekasihku membuat cowok bernama Juna itu mengerjap dan menyadari kalau kami masih berdiri di depan pintunya.
“Sorry-sorry, Ayo masuk!” Ajak Juna. Kami bertiga masuk dan langsung duduk di sofa ruang tamunya. Aku melihat Sandi mengangkat pandanganya dan langsung bersitatap dengan Juna lalu mereka sama-sama menunduk dengan wajah memerah membuat aku dan Nathan hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti.
“Kalian mau minum apa?” Tanya Juna sebagai pemilik rumah yang baik.
“Gak usah repot-repot, jus jeruk aja.” Ucap Nathan membuat Juna meleparnya dengan bantal sofa.
“Itu mah ngerepotin, ya udah tunggu bentar!” Juna berlalu meninggalkan kami.
“Temen lu cakep banget Tan?” Pertanyaan Sandi sontak membuat aku meoleh kearahnya yang duduk sendiri di seberang kami.
“Lu naksir, gaet aja!” Aku yang menjawab.
“Gak ah, gue masih ada rasa sama Riki, takut malah entar jadiin dia pelarian atau lebih parahnya malah dia gak suka sama gue. Kan ngeri, cinta gue di tolak dua kali.” Sandi sok^sok bergedik.
“Siapa tahu dengan ngejalin hubungan sama Juna, lu bisa ngelupain Riki yang gak cinta sama lu.” Ucap Nathan meyakinkan. Nathan terlihat sangat mendukung Juna jadian sama Sandi.
“Lagi bicarain gue ya?” Ucap Juna yang sudah datang kearah kami dengan nampan berisi tiga gelas jus jeruk.
“Ogah kali kita bicarain lu!” Timpal Nathan yang sudah mengambil jus jeruk itu yang langsung ia berikan padaku dan dirinya sendiri.
“Wah kita beneran ngerepotin nih.” Ucapku merasa tak enak, tapi Juna hanya tersenyum menggeleng.
“Nih buat kamu!” Juna menyodorkan Sandi satu gelas minuman membuat Sandi salah tingkah dan menerima gelas itu dari tangan Juna.
“Jadi buat dia special?” Ledekan keluar dari mulut Nathan membuat Juna dan Sandi jadi semakin salah tingkah sedangkan aku hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang malu-malu kucing.
***
“Oke anak-anak setelah kalian mengerti dengan penjelasan ibu, sekarang ibu mau kalian membuat kelompok dan masing-masing kelompok berisikan dua orang. Teliti soal yang kita bahas tadi dan minggu depan tugas itu harus sudah selesai.” Suara guruku. Aku hanya bisa menganga saat dia menyebutkan teman kelompokku yang tak lain dan tak bukan adalah Daniel bangsat.
“Ibu saya boleh ganti teman kelompok gak?” Tanyaku berharab guruku ini mau menerima tawaranku.
“Tidak bisa Ical, Keputusan ibu tidak bisa di ganggu gugat!” Ucapnya setelah memperbaiki lata tetak kacamatanya. Aku hanya bisa menunduk lesu. Bel pulang berbunyi.
“Kamu mau kita kerjain di rumah kamu atau rumah aku?” Aku melirik ke sampingku dan mendapati Daniel sudah berdiri di sana dengan angkuhnya.
“Waktunya masih lama kan? Jadi entar-entar aja deh kita kerjain, gue lagi sibuk sekarang.” Balasku berdiri hendak keluar.
“Tugasnya sulit, aku gak mau nilaiku jelek Cuma karena kemalasanmu.” Ucapnya menghentikkan langkahku.
“Ya udah kerjain sendiri. Lu kan pintar!”
“ini tugas kelompok, mana tanggung jawab mu?” Aku menatap sinis kearahnya, dia hanya menatapku dengan tenag. Sialan ni cowok.
“Oke kita kerjain di rumah lu. Gue gak mau lu nginjek kaki ke rumah gue!” Jawabku sadis tapi dia hanya mengangguk dan mengikuti langkahku. Kenapa dia tak terganggu dengan ucapan-ucapanku, tidak bisakah dia menjauh dariku karena itu akan lebih baik buat hidupku.
***
@nakashima @abyyriza
@DM_0607 @charliemrs
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0
@Adamx @haha_hihi12 @Asu12345 @Roynu
@chioazura @harya_kei @Bun @balaka
@PeterWilll @Rika1006 @Vanilla_IceCream
@ramadhani_rizky @boy
sebel ma dia,gak tau malu..
Sandi udah jadian aja sama Juna...