It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
akankah persahabatan ini hancur gara2 mencintai sahabat sendiri???
daniel parah nih, dia kaya psikopat, eh daniel tau kalo ical pacaran ma nathan ngga si ??
daniel parah nih, dia kaya psikopat, eh daniel tau kalo ical pacaran ma nathan ngga si ??
dia tau ical pacaran sama nathan gak? bisa bahaya tuuh.
feeling riki tajem amat? itu si riki tau dari mana? ckckck
Btw, si riki galak juga
Riki tau kalo sandi mencintainya?kpn taunya?gmana?dari siapa?
#kepo
“Lu bener-bener gak mikir ya gimana perasaan gue saat lu dengan sengaja ngejauh dari gue cuma demi lindungin hati lu? Lu nyadar gak lu mikirin diri lu sendiri aja! Mana yang katanya sahabat. Bangsat tahu gak sama sahabat macam ini.”Tatapan tajam Riki terus tertuju kearah Sandi, seolah kata itu hanya untuk Sandi seorang. Aku hanya bisa diam begitupun dengan Sandi yang hanya bisa menatap Riki dengan kaku.
“Bukan salah gue lu milikin perasaan itu ke gue, jadi kenapa gue yang harus lu hukum dengan semua ini. Apa perlu gue pura-pura cinta sama lu agar hubungan gue sama lu tetap baik?” Sandi hanya menggeleng berusaha menjawab ucapan Riki.
“Gue sayang sama kalian berdua bahkan lu berdua gak pernah tahu gimana nyeselnya gue waktu mukul lu cuma gara-gara cewek. Berhenti membuat gue tersiksa dengan ini. Berhenti buat gue bingung tentang apa yang harus gue lakuin agar sahabat gue mau balik ke gue tanpa gue harus memaksa hati gue buat cinta ke dia, Berhenti.” Aku susah payah menelan ludah.
“Gue-gue gak maksud buat lu tersiksa. Maaf cara gue memang salah, lu bener gue memang cuma mikirin diri gue sendiri tanpa gue sadar kalau lu tersakiti dengan cara gue ngehindar dari lu. Sumpah gue ngelakuin itu hanya agar gue mudah cepet ngilangin hati sialan ini yang sudah dengan lancang mencintai lu. Gue cuma gak mau lu tahu dan marah kayak gini tapi cara gue memang salah dan lu berhak ngelakuin apapun ke gue. Silahkan caci maki gue, buat hati lu puas!” Sandi bersuara tapi kepalanya tertunduk, pasti begitu sakit rasanya ada di posisi Sandi.
“Jika gue bisa gue sangat ingin ngelakuin itu tapi lu sahabat gue dan menyakiti lu sama saja dengan nyakitin diri gue sendiri!” Persahabatan yang kami miliki memang tak akan mudah hancur dan itu terbukti saat Riki dengan mudah merangkul Sandi dan gue.
“Kita tetap sahabat.” Riki bersuara.
“Ya tapi gak pakai drama lagi oke?” Leluconku mampu membuat kedua sahabatku tertawa walau mata Sandi Nampak berkaca-kaca.
“Makasii udah mau jadi sahabat gue, gue gak bakal pernah nyesel punya sahabat kayak kalian.” Sandi mengusap matanya.
“Yalah lu gak bakal nyesel, gue cakep gini mana mungkin ada yang nyesel sahabatan sama gue.”
“Lu mah muji diri mulu.” Timbal Riki memukul bahuku.
“biarin. Eh tapi Rik, itu terakhir kali ya gue ngelihat lu natap gue kayak tadi serem banget tahu.” Riki tersenyum dan mengangguk.
“Kalau gue boleh tahu, darimana lu tahu tentang ,, yah perasaan bodoh gue ini.”
“Berterimakasihlah pada note yang lu tinggal di kolong meja.” Jawab Riki enteng.
“Sialan gue lupa di note itu gue pernah nulis soal perasaan gue, memalukan sekali gue.” Wajah Sandi terlihat memerah membuat gue sama Riki hanya bisa senyum-senyum.
***
“Lu ngaret ah, kelamaan tahu gak nunggunya.” Ucap Sandi yang mulai terlihat bosan. Kami mau pergi makan karena yang memang dari tadi perut keroncongan minta di isi malah lebih dulu disuguhi drama gak jelas. Kulihat Sandi sudah berdiri di dekat mobil Riki, mungkin Riki sudah di dalam.
“Banyak ngemeng lu, Riki mana?” Tanyaku celingak-celinguk.
“Udah masuk mobil Nathan.”
“Loh, kok mobil Nathan?”
“Dia mau ikut kita makan, makanya ayo buruan!”Sandi melangkah kearah mobil Nathan yang di parkir di depan rumahnya. Aku masuk dan duduk di depan sedangkan Riki dan Sandi ada di belakang. Kulihat Nathan tersenyum kearahku.
“Gak sia-sia aku nunggu lama, penampilan kamu bagus. Aku suka.” Nathan bersuara dengan memasangkan aku sabuk pengaman membuat jantungku berdetak tak biasa. Dia bisa banget buat aku olahraga jantung.
“Hem,, ada yang gak gue tahu di sini?” Ucap Riki tanpa menoleh karena sibuk dengan ponselnya atau malah pura-pura sibuk, Yang ku tahu kata itu tertuju kearah aku dan Nathan.
“Hemmm kami-“ Kenapa penyakit gagu menyerangku.
“Kami pacaran.” Ucap Nathan enteng dan menjalankan mobilnya tanpa peduli dengan resfon Riki yang menganga.
“jadi yang terakhir tahu di sini gue? gue lihat Sandi sama sekali gak terkejut dengan berita itu.” Sandi mengangguk dan diikuti olehku sedangkan Nathan hanya sibuk memperhatikan jalan yang kami lalui.
“Ya begitulah jadi sahabat tiri.”
“Emang ada sahabat tiri? setahu gue tuh anak tiri.”
“Gue contohnya, tapi gue mau nanya deh soal kak Mey tadi pas lu dateng gue lihat matanya sembab. Abis lu apain kakak lu yang cantik itu?” Pembahasan Riki berubah-ubah.
“Biasa masalah asmara.” Ucapku seadanya. Kulihat Riki hanya manggut-manggut dan Sandi malah hanya diam memperhatikan jalan mungkin sedang menata hatinya yang telah hancur, itu sih menurutku.
Kurasakan sentuhan di tanganku setelah kulihat ternyata tangan Nathan, aku menatapnya dengan tatapan bertanya.
“Semua baik-baik saja?” Tanya Nathan agak berbisik. Aku tahu yang di maksud olehnya adalah perkara kak Mey yang di bahas oleh Riki tadi. Aku hanya mengangguk, tapi pasti nanti dia akan bertanya tapi sebaiknya ku ceritakan ia nanti saat kami sedang berdua.
***
Tidak telat ke sekolah itu rasanya bahagia banget, yah lebih karena aku berangkatnya bareng sama kekasihku yang sedari tadi terus membuat aku senyum tidak jelas. Indahnya cinta bikin aku kayak orang bodoh.
“Cal!” Aku menoleh dan mendapati Bara yang sedang terengah-engah sambil membukukan tubuhnya di depanku.
“Kenapa?” Tanyaku heran.
“Gue manggil lu dari tadi malah Cuma senyum-senyum gak jelas.” Ayolah biarkan aku yang sedang bahagia dan berbunga. “Gue pinjem buku kelas satu lu donk yang bahasa inggris soalnya pak Dev nyuruh kita nyari tuh buku sedangkan buku gue mana ada yang betah bersemayam di kamar gue.” Lanjut Bara yang sudah bisa menguasai pernafasannya. [emang ada istilah menguasai pernafasan?]
“Lu pikir gue gak sama kayak lu, apalagi gue yang alergi dengan istilah buku yang udah gak guna.” Timbalku hiperbola.
“Gue lupa ternyata lu memang murid seadanya.”
“Wah ngehina lu!” Bara hanya cengengesan. “Tapi ntar deh gue cariin lu sama Riki, kayaknya tuh anak nyimpen semua bukunya deh.”
“Janji ya?”
“Oke” Bara melambai dan berlalu meninggalkanku yang kembali menikmati keindahan hayalanku dan kembali melanjutkan langkahku kearah kelas tapi tiba-tiba senyumku langsung lenyap saat kudapati Daniel sudah duduk tenang di bangkuku. Aku lupa ternyata kami sekelas dan sebangku.
Aku berusaha merubah wajahku sedatar mungkin, tak mau tersulut amarah mengingat kejadian kemaren. Aku duduk dan meletakkan tasku di atas meja.
“Cal!” Suaranya yang super memuakkan itu keluar tapi dengan cepat ku pasang headset di kedua telingaku dan memutar music sekencang mungkin agar aku tidak perlu mendengar ocehan iblisnya.
Pak Ridwan masuk tak lama setelah bel berbunyi yang aku sendiri tak tahu kapan bel itu bunyi, aku langsung membuka headsetku. Setelah melakukan ritual ngalur ngidur seperti kebiasaannya akhirnya kami di suruh mencatat.
“Apa hubungan kamu sama Nathan?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Daniel saat kami sedang sibuk-sibuknya mencatat. Dia seolah bicara sendiri melihat sikapnya yang serius itu. Aku memutuskan tak mau meladeninya, buat apa juga ngeladenin cowok perusak hubungan orang kayak dia.
“Aku bertanya Rival dan kamu musti jawab!” Nada mematikan keluar dari suaranya tapi tangan dan matanya sibuk dengan bukunya, aneh dia bisa seperti itu.
“Gak ada urusan sama lu dan gue juga males bicara sama lu jadi diemlah!” Aku menipalinya tanpa menatapnya, mengikuti caranya.
“Aku gak suka sama Nathan jadi bisakah kamu menjauhinya?” Anjing ni anak, pengen gue tancepin pisau ke mulutnya yang sangat lancang itu.
“Breng—“ Aku hampir berteriak tapi tak jadi karena menyadari tatapan aneh seluruh temanku dan guruku, karena aku sudah berdiri tanpa aku sadari. Aku hanya bisa menatap linglung.
“Kamu ada masalah Ical?” Pertanyaan itu terlontar dari mulut guru yang sudah bau tanah itu.Oke aku sedikit kasar tapi itu memang kenyataanya.
“Ngg-nggak pak!” jawabku terbata. “Tapi saya ngerasa tidak cocok satu bangku dengan Daniel pak jadi bisakah saya tuker tempat?”
“Dengan alasan apa hingga kamu merasa tidak cocok?” Masak aku harus bilang karena dia suruh saya jauhin pacar saya atau karena dia terus mengusik saya tentu tak akan ada yang percaya melihat tuh bangsat pinter banget aktingnya dengan tampang pura-pura bodohnya.
“Itu pak, itu,” Sial aku tidak punya alasan yang cocok.
“Bilang aja kamu tidak ada teman main, karena kedua sahabatmu duduk di tempat jauh. Jangan banyak alasan dan nikmatilah dengan duduk sama teman sebangkumu itu!” Aku mulai tidak suka dengan predikat murid tidak baik di sekolah ini. Akhirnya dengan berat hati aku kembali duduk di bangkuku.
“Baik pak.” Kini semua mata kembali tertuju ke depan, kulihat Daniel santai saja dengan bukunya, pinter banget dia.
***
@nakashima @abyyriza
@DM_0607 @charliemrs
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx @Akhira @3ll0
@Adamx @haha_hihi12 @Asu12345 @Roynu
@chioazura @harya_kei @Bun @balaka
@PeterWilll @Rika1006 @Vanilla_IceCream
@ramadhani_rizky @boy