It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Titip mention ya.
semangatttt
INDAH itu yang terlihat dimataku. Banyak sekali pohon yang begitu meneduhkan dan juga ada aliran anak sungai di sekitarku. Aku hanya mampu terpukau melihat pemandangan didepan mataku, untuk pertama kalinya aku merasakan hal yang begitu menenangkan seperti ini.
Mataku menangkap sosok cantik yang sedang duduk sendiri di kursi kayu yang ada dibawah pohon yang paling besar. Dengan ragu kaki ku melangkah menghampirinya. Menyadari kehadiran ku, wanita itu mendongak dengan seulas senyum indah yang mampu membuat ku terpana. Aku kaku dan tak bisa berbuat apa-apa.
“Duduklah, Ical. Aku dari tadi menunggumu. Kamu lama sekali.” suaranya bagai nyanyian merdu ditelingaku.
Dia menunggu ku? kenapa menungguku?
Aku duduk didekatnya dengan tanda Tanya penuh di otakku. Aku merasakan tubuh wanita itu semakin merapat ketubuhku, cukup agresif juga.
“siapa lu?” Tanya ku tanpa mau berbasa basi.
“Aku kekasihmu, Kamu lupa hari ini kita ada janji? bukankah kamu harus mencium ku hari ini? itu yang kau katakana kemarin.”
APA? menciumnya? kekasihku? bukankah aku tidak pernah memiliki kekasih? Apalagi kekasih secantik wanita ini. Aku sudah mulai gila saat ini. Aku mimpi, ya ini pasti hanya mimpi. Aku mencoba mencubit lengan ku dengan keras tapi tidak terasa sakit.
Belum sempat aku berpikir lebih jauh lagi, gadis didepan ku ini langsung memegang kedua pipiku dengan lembut. Aku terhipnotis oleh tatapannya. Aku sudah tidak peduli, mau mimpi atau bukan tapi ini adalah momen yang indah buat ku.
Aku memejamkan mata saat kurasakan wanita itu semakin mendekatkan wajahnya padaku. dan sekarang aku sudah mulai bisa mencium aroma tubuhnya.
“ICAL!!” Teriakan itu sedikit menggangguku tapi aku tetap memejamkan mataku tak mau peduli dengan penggangu itu. Lagi-lagi teriakan itu. Tunggu dulu, bukankah itu suara mama. Hanya mama yang memiliki suara cempreng itu.
“ICAL BANGUN!!” Aku terperanjat dari tidur ku dengan bibir yan masih monyong.
“mama.” lirihku, sedikit terkejut mendapati mamaku sudah ada disebelah ranjang ku. Seingat ku aku mengunci kamarku sebelum tidur jadi bagaimana bisa mama masuk.
“Mama punya kunci cadangan.” Ucap mama menjawab isi dikepalaku. “ini hari pertama kamu masuk sekolah setelah dua minggu libur. Tidakkah kamu kangen dengan sekolah mu?” Tentu saja aku ingin menjawab tidak tapi aku belum gila untuk mengatakan itu pada mamaku.
“Ical tidak mau masuk hari ini, lagian juga paling yang ada cuma acara MOS. Ical males ah ma.” Jawabku sekenanya.
“itu bukan alasan untuk bermalas-malasan. Sekarang bangun dan pergi mandi.”
“Tapi ma,”
“Mama tidak suka di bantah.” Mama memang tipe wanita yang keras dalam mendidik anak. Jadilah aku dengan manyun menuju kamar mandiku.
***
Setelah pamit pada papa, mama dan kakak perempuan ku, aku akhirnya berangkat dengan motor ducati hitamku, Saat ku lewat di komplek sebelah aku sempat berhenti. Mungkin aku harus menemui Sandi untuk mengajaknya pergi bersama tapi bagaimana kalau Sandi sudah lebih dulu berangkat? Mengingat ini sudah agak siang. Aku pun kembali melajukan ducati hitam ku menuju sekolah ku.
Gerbang sekolah masih terlihat terbuka dengan lebarnya, kalau ini hari biasa sudah pasti aku akan terlambat dan kembali menghormati tiang bendera yang seolah mengejek ku.
Ku buka jaket ku dan memakai tas punggung ku setelah lebih dulu merapikan tata letak dasi ku. Aku merogoh ponsel yang ada disaku celanaku dan asyik memainkan gadget ku sambil jalan menuju kelas baruku.
Saat jalan di tikungan aku merasa menabrak seseorang dan kulihat ternyata yang ku tabrak adalah seorang wanita dengan buku yang berserakan. Kulihat wanita itu pakai jilbab. setahuku dalam agamanya, pria dilarang menyentuh tanpa ada kain sebagai penghalang. Jadi bagaimana aku harus menolongnya?
“Lu tidak bertanggung jawab banget sih, udah nabrak bukannya dibantuin malah diam kayak orang bego” Sewot wanita itu dengan nada yang agak kasar menurutku.
“Ma maaf, gue gak punya kain buat lapisin tangan gue jadi gue gak bisa nolong lu karena gue gak mungkin nyentuh lu.” Aku melihat wanita itu hanya melongo dan detik itu juga ia tertawa terbahak membuat aku hanya bisa mengerutkan kening.
Wanita itu mengulurkan tangan, dengan ragu aku meraih tangannya dan membantu ia berdiri. Lalu ku punggut buku-buku yang tadi di jatuhkannya dan ku berikan padanya.
“Nama gue yesa, lu Ical kan?” Dia tahu nama gue ternyata, aku juga tidak heran banyak anak yang mengenal namaku. Aku kan contoh murid yang tidak boleh dicontoh oleh anak-anak yang lain.
“ya gue Ical, maaf ya gue tidak sengaja nabrak lu.”
“lupakan. tidak usah meminta maaf. Kalau begitu aku pergi dulu, mau nganter buku keruang guru.”
“oke” Wanita bernama Yesa itu berlalu meninggalkanku.
Aku sampai di kelas dan melihat Sandi dan Riki sudah ada dikelas. Ku hampiri mereka dan kuletakkan tas pungungku diatas meja.
“Gue kira lu gak dateng, lu kan males banget sama yang namanya sekolah. Gue sampai takjub liat lu ada disini.” suara hiperbola keluar dari mulut Sandi.
“Gue juga ngrasa mimpi liat saudara Ical di sini.” Sambut Riki tak kalah lebaynya.
“Ahh gue kan mau jadi anak teladan sekarang, jadi lu berdua gak usah heran karena temen lu yang cakepnya selangit ini bakal berubah jadi cowok alim mulai sekarang.” timbal ku.
“Cakep tapi gak punya pacar, gak guna banget tuh cakep nempel di muka lu.” Ledek Riki.
“Setan lu, Ngatainnya sekata-kata.” ku jitak kepala riki membuat ia hanya meringis memegang bekas jitakanku.
“Tenang saja, Cal. Gue tetap setia jadi sahabat lu walau satupun wanita gak ada yang demen sama lu.” Ledekan Sandi tak kalah pedasnya membuat gigiku seakan ingin mencabiknya.
“Songong lu berdua kayak udah punya aja.” Balasku.
“Ical, lu dipanggil pak Gustav tuh.” Teriakan Doni membuat kami bertiga menoleh ke pintu.
Kenapa guru olahraga ku memanggilku, seingat ku tidak ada masalah soal basket. Hari pertama sekolah juga jadi buat apa membahas soal basket. Aku melangkah keluar kelas setelah pamit pada kedua sahabat ku.
“Ngapain pak Gustav manggil gue?” Tanya ku pada Doni yan masih setia berdiri didekat pintu.
“Tahu deh, Lu langsung kelapangan aja.” ucap Doni dan berlalu pergi.
Aku melangkah dengan cepat kearah lapangan dan melihat semua peserta MOSBA sudah berkumpul disana. Ku sisir rambut ku dengan tanganku dan berjalan menuju pak Gustav yang sedang memberikan pengarahan pada adik kelas ku.
Dipinggir lapangan sudah ada pembimbing Mos. Ada Nathan dan Nadia yang berdiri berdekatan. Juga Ada kacungnya si Nathan, Dimas dan Bara. Satu lagi kemana tuch si kacung. Juga ada Pikri, Dara dan juga Melanie. Mereka semua sibuk mendengar pengarahan dari pak Gustav.
“Bapak memanggil saya?” Ucapku menyela dan kulihat semua mata sekarang tertuju kearahku. Pak Gustav mengakhiri pidatonya dan sekarang berdiri dihadapanku.
“Kamu gantiin Ari buat ikut membimbing Mos, dan juga kamu satu tim dengan Pikri, Dara dan juga Bara. Bapak sudah membagi dua Tim ini.” jelas pak Gustav membuat ku hanya bisa melongo.
“Tapi pak,” ucap ku berusaha menolak tapi tangan pak Gustav sudah menahan suara ku.
“Bapak tidak mau tahu, kamu harus ikut.” oke itu sudah harga mati dari guru olahraga ku yang sangat terkenal killer nya. ***
Aku duduk di pinggir lapangan dengan keringat yang mengucur di seluruh tubuhku. Hari pertama saja sudah seperti ini, Aku tidak suka acara tidak jelas ini.
Nadia berjalan mendekati ku dan kulihat ia juga berkeringat, dia duduk didekatku dengan seulas senyum yang lebih duluan ia berikan padaku. Rambutnya terlihat sedikit berantakan.
“Capek Cal?” Dia menoleh kearahku. Aku menatap dia sejenak, mendapati kalau ternyata perasaan yang dulu ku miliki padanya sekaran sudah sirna entah kemana.
“Lumayan, Bukan capek karena panas atau kegiatannya sih tapi lebih capek kearah aku tidak suka dengan hal-hal beginian.” jawabku mengalihkan pandangan ku kearah anak-anak yang masih asyik dihukum oleh kelompok Nathan.
“Lu kan udah biasa ama panas, main basket kan pakai acara panas-panasan. Kalau gue emang beneran capek apalagi Nathan gue ajakin buat kekantin gak mau. Bikin kesel deh.” Kulihat Nadia menatap kesal kearah Nathan yang sedang bicara dengan Bara.
“Dia kan orangnya bertanggung jawab jadi mana mungkin mau ninggalin anak-anak gitu aja.” Aku kasih applause buat diriku karena masih tahu sifat mantan sahabat ku itu.
“Lu bener tapi gue juga mau dia merhatiin gue bukan malah gue mulu yang ngalah.” oke Nadia sudah mulai curhat dan aku tidak terlalu tahu harus merespon seperti apa, nanti malah salah ngomong bisa jadi perusak hubungan orang aku.
“yang sabar aja.” cukup itu mewakili tanggapan ku.
Aku sedikit terkejut saat ku dapati pandangan Nathan tertuju kearahku dan nadia, Dia terlihat kurang suka melihat ku dan Nadia. Ayolah, sebenci apapun aku padanya, tidak ada sedikitpun niat ku untuk merebut Nadia kembali.
“Aku harus kembali ke kelompok ku.” Ucapku meninggalkan Nadia. Kuarasa Nadia juga cukup melihat tatapan tak suka dari kekasinya itu. Kulihat nadia bangkit dan berjalan mendekati Nathan.
***
Like_Comment, Kritik, Saran (y)
INDAH itu yang terlihat dimataku. Banyak sekali pohon yang begitu meneduhkan dan juga ada aliran anak sungai di sekitarku. Aku hanya mampu terpukau melihat pemandangan didepan mataku, untuk pertama kalinya aku merasakan hal yang begitu menenangkan seperti ini.
Mataku menangkap sosok cantik yang sedang duduk sendiri di kursi kayu yang ada dibawah pohon yang paling besar. Dengan ragu kaki ku melangkah menghampirinya. Menyadari kehadiran ku, wanita itu mendongak dengan seulas senyum indah yang mampu membuat ku terpana. Aku kaku dan tak bisa berbuat apa-apa.
“Duduklah, Ical. Aku dari tadi menunggumu. Kamu lama sekali.” suaranya bagai nyanyian merdu ditelingaku.
Dia menunggu ku? kenapa menungguku?
Aku duduk didekatnya dengan tanda Tanya penuh di otakku. Aku merasakan tubuh wanita itu semakin merapat ketubuhku, cukup agresif juga.
“siapa lu?” Tanya ku tanpa mau berbasa basi.
“Aku kekasihmu, Kamu lupa hari ini kita ada janji? bukankah kamu harus mencium ku hari ini? itu yang kau katakana kemarin.”
APA? menciumnya? kekasihku? bukankah aku tidak pernah memiliki kekasih? Apalagi kekasih secantik wanita ini. Aku sudah mulai gila saat ini. Aku mimpi, ya ini pasti hanya mimpi. Aku mencoba mencubit lengan ku dengan keras tapi tidak terasa sakit.
Belum sempat aku berpikir lebih jauh lagi, gadis didepan ku ini langsung memegang kedua pipiku dengan lembut. Aku terhipnotis oleh tatapannya. Aku sudah tidak peduli, mau mimpi atau bukan tapi ini adalah momen yang indah buat ku.
Aku memejamkan mata saat kurasakan wanita itu semakin mendekatkan wajahnya padaku. dan sekarang aku sudah mulai bisa mencium aroma tubuhnya.
“ICAL!!” Teriakan itu sedikit menggangguku tapi aku tetap memejamkan mataku tak mau peduli dengan penggangu itu. Lagi-lagi teriakan itu. Tunggu dulu, bukankah itu suara mama. Hanya mama yang memiliki suara cempreng itu.
“ICAL BANGUN!!” Aku terperanjat dari tidur ku dengan bibir yan masih monyong.
“mama.” lirihku, sedikit terkejut mendapati mamaku sudah ada disebelah ranjang ku. Seingat ku aku mengunci kamarku sebelum tidur jadi bagaimana bisa mama masuk.
“Mama punya kunci cadangan.” Ucap mama menjawab isi dikepalaku. “ini hari pertama kamu masuk sekolah setelah dua minggu libur. Tidakkah kamu kangen dengan sekolah mu?” Tentu saja aku ingin menjawab tidak tapi aku belum gila untuk mengatakan itu pada mamaku.
“Ical tidak mau masuk hari ini, lagian juga paling yang ada cuma acara MOS. Ical males ah ma.” Jawabku sekenanya.
“itu bukan alasan untuk bermalas-malasan. Sekarang bangun dan pergi mandi.”
“Tapi ma,”
“Mama tidak suka di bantah.” Mama memang tipe wanita yang keras dalam mendidik anak. Jadilah aku dengan manyun menuju kamar mandiku.
***
Setelah pamit pada papa, mama dan kakak perempuan ku, aku akhirnya berangkat dengan motor ducati hitamku, Saat ku lewat di komplek sebelah aku sempat berhenti. Mungkin aku harus menemui Sandi untuk mengajaknya pergi bersama tapi bagaimana kalau Sandi sudah lebih dulu berangkat? Mengingat ini sudah agak siang. Aku pun kembali melajukan ducati hitam ku menuju sekolah ku.
Gerbang sekolah masih terlihat terbuka dengan lebarnya, kalau ini hari biasa sudah pasti aku akan terlambat dan kembali menghormati tiang bendera yang seolah mengejek ku.
Ku buka jaket ku dan memakai tas punggung ku setelah lebih dulu merapikan tata letak dasi ku. Aku merogoh ponsel yang ada disaku celanaku dan asyik memainkan gadget ku sambil jalan menuju kelas baruku.
Saat jalan di tikungan aku merasa menabrak seseorang dan kulihat ternyata yang ku tabrak adalah seorang wanita dengan buku yang berserakan. Kulihat wanita itu pakai jilbab. setahuku dalam agamanya, pria dilarang menyentuh tanpa ada kain sebagai penghalang. Jadi bagaimana aku harus menolongnya?
“Lu tidak bertanggung jawab banget sih, udah nabrak bukannya dibantuin malah diam kayak orang bego” Sewot wanita itu dengan nada yang agak kasar menurutku.
“Ma maaf, gue gak punya kain buat lapisin tangan gue jadi gue gak bisa nolong lu karena gue gak mungkin nyentuh lu.” Aku melihat wanita itu hanya melongo dan detik itu juga ia tertawa terbahak membuat aku hanya bisa mengerutkan kening.
Wanita itu mengulurkan tangan, dengan ragu aku meraih tangannya dan membantu ia berdiri. Lalu ku punggut buku-buku yang tadi di jatuhkannya dan ku berikan padanya.
“Nama gue yesa, lu Ical kan?” Dia tahu nama gue ternyata, aku juga tidak heran banyak anak yang mengenal namaku. Aku kan contoh murid yang tidak boleh dicontoh oleh anak-anak yang lain.
“ya gue Ical, maaf ya gue tidak sengaja nabrak lu.”
“lupakan. tidak usah meminta maaf. Kalau begitu aku pergi dulu, mau nganter buku keruang guru.”
“oke” Wanita bernama Yesa itu berlalu meninggalkanku.
Aku sampai di kelas dan melihat Sandi dan Riki sudah ada dikelas. Ku hampiri mereka dan kuletakkan tas pungungku diatas meja.
“Gue kira lu gak dateng, lu kan males banget sama yang namanya sekolah. Gue sampai takjub liat lu ada disini.” suara hiperbola keluar dari mulut Sandi.
“Gue juga ngrasa mimpi liat saudara Ical di sini.” Sambut Riki tak kalah lebaynya.
“Ahh gue kan mau jadi anak teladan sekarang, jadi lu berdua gak usah heran karena temen lu yang cakepnya selangit ini bakal berubah jadi cowok alim mulai sekarang.” timbal ku.
“Cakep tapi gak punya pacar, gak guna banget tuh cakep nempel di muka lu.” Ledek Riki.
“Setan lu, Ngatainnya sekata-kata.” ku jitak kepala riki membuat ia hanya meringis memegang bekas jitakanku.
“Tenang saja, Cal. Gue tetap setia jadi sahabat lu walau satupun wanita gak ada yang demen sama lu.” Ledekan Sandi tak kalah pedasnya membuat gigiku seakan ingin mencabiknya.
“Songong lu berdua kayak udah punya aja.” Balasku.
“Ical, lu dipanggil pak Gustav tuh.” Teriakan Doni membuat kami bertiga menoleh ke pintu.
Kenapa guru olahraga ku memanggilku, seingat ku tidak ada masalah soal basket. Hari pertama sekolah juga jadi buat apa membahas soal basket. Aku melangkah keluar kelas setelah pamit pada kedua sahabat ku.
“Ngapain pak Gustav manggil gue?” Tanya ku pada Doni yan masih setia berdiri didekat pintu.
“Tahu deh, Lu langsung kelapangan aja.” ucap Doni dan berlalu pergi.
Aku melangkah dengan cepat kearah lapangan dan melihat semua peserta MOSBA sudah berkumpul disana. Ku sisir rambut ku dengan tanganku dan berjalan menuju pak Gustav yang sedang memberikan pengarahan pada adik kelas ku.
Dipinggir lapangan sudah ada pembimbing Mos. Ada Nathan dan Nadia yang berdiri berdekatan. Juga Ada kacungnya si Nathan, Dimas dan Bara. Satu lagi kemana tuch si kacung. Juga ada Pikri, Dara dan juga Melanie. Mereka semua sibuk mendengar pengarahan dari pak Gustav.
“Bapak memanggil saya?” Ucapku menyela dan kulihat semua mata sekarang tertuju kearahku. Pak Gustav mengakhiri pidatonya dan sekarang berdiri dihadapanku.
“Kamu gantiin Ari buat ikut membimbing Mos, dan juga kamu satu tim dengan Pikri, Dara dan juga Bara. Bapak sudah membagi dua Tim ini.” jelas pak Gustav membuat ku hanya bisa melongo.
“Tapi pak,” ucap ku berusaha menolak tapi tangan pak Gustav sudah menahan suara ku.
“Bapak tidak mau tahu, kamu harus ikut.” oke itu sudah harga mati dari guru olahraga ku yang sangat terkenal killer nya. ***
Aku duduk di pinggir lapangan dengan keringat yang mengucur di seluruh tubuhku. Hari pertama saja sudah seperti ini, Aku tidak suka acara tidak jelas ini.
Nadia berjalan mendekati ku dan kulihat ia juga berkeringat, dia duduk didekatku dengan seulas senyum yang lebih duluan ia berikan padaku. Rambutnya terlihat sedikit berantakan.
“Capek Cal?” Dia menoleh kearahku. Aku menatap dia sejenak, mendapati kalau ternyata perasaan yang dulu ku miliki padanya sekaran sudah sirna entah kemana.
“Lumayan, Bukan capek karena panas atau kegiatannya sih tapi lebih capek kearah aku tidak suka dengan hal-hal beginian.” jawabku mengalihkan pandangan ku kearah anak-anak yang masih asyik dihukum oleh kelompok Nathan.
“Lu kan udah biasa ama panas, main basket kan pakai acara panas-panasan. Kalau gue emang beneran capek apalagi Nathan gue ajakin buat kekantin gak mau. Bikin kesel deh.” Kulihat Nadia menatap kesal kearah Nathan yang sedang bicara dengan Bara.
“Dia kan orangnya bertanggung jawab jadi mana mungkin mau ninggalin anak-anak gitu aja.” Aku kasih applause buat diriku karena masih tahu sifat mantan sahabat ku itu.
“Lu bener tapi gue juga mau dia merhatiin gue bukan malah gue mulu yang ngalah.” oke Nadia sudah mulai curhat dan aku tidak terlalu tahu harus merespon seperti apa, nanti malah salah ngomong bisa jadi perusak hubungan orang aku.
“yang sabar aja.” cukup itu mewakili tanggapan ku.
Aku sedikit terkejut saat ku dapati pandangan Nathan tertuju kearahku dan nadia, Dia terlihat kurang suka melihat ku dan Nadia. Ayolah, sebenci apapun aku padanya, tidak ada sedikitpun niat ku untuk merebut Nadia kembali.
“Aku harus kembali ke kelompok ku.” Ucapku meninggalkan Nadia. Kuarasa Nadia juga cukup melihat tatapan tak suka dari kekasinya itu. Kulihat nadia bangkit dan berjalan mendekati Nathan.
***
Like_Comment, Kritik, Saran (y)
@arieat @4ndh0 @abong @idans_true
@kiki_h_n @adamy @hendra_bastian
@oxygen_full
@arieat @4ndh0 @abong @idans_true
@kiki_h_n @adamy @hendra_bastian
@oxygen_full