It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ckckckkk....
Lanjut...hehe
hatiku melarang..
hatiku melarang..
Aku menatapnya, wajahnya terlihat pucat. Kecapekan mungkin dia. Apa aku harus meninggalkannya sendirian disini, tapi kasian juga dia. Kulihat matanya bergerak, dan terbuka. Aku tersenyum kearahnya membuat ia membalas senyumku.
“Makasi Cal,” Ternyata gadis ini tidak sesopan kelihatannya, dia tahu aku kakak kelasnya tapi memanggilku tanpa adanya embel-embel kakak, malah langsung memanggil namaku. Tapi apa peduliku toh aku juga bukan anak yang sopan.
“Makasi buat apa dulu nih? karena nungguin kamu sampai bokongku pegel atau untuk menggendong kamu yang tiba-tiba pingsan sampai pinggang ku sakit karena menahan bobot tubuhmu?” Kulihat dia sedikit tertawa dengan leluconku.
“Buat semuanya deh,”
“Sama-sama kalau gitu, lain kali kamu harus balas jasaku ini.”
“gue pasti bales budi baik lu, tapi berhenti makai aku-kamu pada ucapan lu itu. Lu bener-bener gak cocok.” Aku menganga mendengar omonganya.
“Ternyata lu tidak sebaik tampilan luar lu ya?” Sindirku. Aku merogoh saku bajuku mendapat satu pesan dari kakak ku.
“ hey orang baik tidak harus memakai aku kamu kan?” sewotnya.
“Oke Yesa baik, gue harus balik dulu ya? Soalnya keluarga gue udah nyuruh gue pulang nich. Kangen katanya sama anaknya yang super ganteng ini.”
“Narsis lu Cal.” Aku hanya tersenyum miring menanggapi ucapannya dan berlalu meninggalkannya.
Mamaku lagi ngamuk dirumah gara-gara kamarku berantakan, itu isi pesan dari kakakku. Aku berjalan dengan cepat ingin sampai rumah dan menerima murka mamaku.Kulajukan ducati hitamku.
***
Telingaku langsung mendapat jeweran pedas dari tangan mamaku, aku hanya bisa meringis kesakitan tapi mama yang tidak punya hati malah semakin menjadi-jadi menyiksa anaknya. Kulihat kakak ku hanya bisa tertawa Lucifer melihat adiknya tersiksa.
“Kamar udah kayak hutan, tapi kamu biarin aja. Kamu pikir mama ajarin kamu buat malas-malasan?” Omel mama saat dia melepas tangannya dari telingaku. Aku mengusap telingaku yang terasa panas.
“Tadi pagi buru-buru berangkat makanya lupa diberesin ma,” Belaku pada diriku.
“Alasan aja tuh ma, emang males aja anaknya.” Salahkah aku jika ingin mencakar kakak yang durhaka pada adiknya itu? kurasa tidak. Aku mendelik kakak ku yang kembali tertawa menang.
“iya udah, Ical bakal bersihin tuh kamar ampe kinclong.” Sungut ku kesal dan berlalu meninggalkan dua gadis itu tapi mama mencekal tanganku.
“Udah di bersihkan sama si Mbok,” Aku hanya diam mendengar ucapan mama. “Mending kamu antarkan tante Bela kue buatan mama, mama lihat dia ada dirumah hari ini.” ucapan mama kontan langsung membuat ku menggeleng kuat. Aku duduk disofa tak mau menghiraukan tatapan mama.
“Ical gak mau kesana, pokoknya apapun yang terjadi Ical gak mau.” Ucapku tegas.
“Cuma gara-gara cewek aja sahabat ampe putus gitu, Cemen ah adik kakak. Sana baikan sama Nathan, kan kita tetangga jadi harus akur tidak boleh dendam.” Itulah kakak ku, walau nyakitin tapi dia punya caranya sendiri untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku.
“Bukan Ical yang mulai tapi dia yang tiba-tiba sok cuek sama Ical. Padahal Ical udah ikhlas kok dia sama Nadia tapi malah dia yang tidak pernah mau menyapa Ical. Kan Ical jadi kesel juga.”
“Ya sudah sana, bawa kue ini kerumah Nathan dan minta maaf.” Timbal mama
“Kok aku yang minta maaf?” Aku sewot, Bukan aku yang salah kenapa harus aku yang jadi pihak minta maaf?
“Minta maaf bukan berarti salah sayang tapi orang yang minta maaf jauh lebih baik dari pada diem-dieman. Kamu tidak kangen sama Nathan?” Aku memang merindukan cowok berengsek itu tapi mengingat dia hanya mendiamkanku di kamarnya beberapa bulan yang lalu membuat rasa benci ku kembali muncul kepermukaan.
“Sudah sana dek, bawa kue itu.” Kak Mey menyentuh kepalaku. Aku mengangguk dan melepaskan jaketku lalu mengambil kue yang ada di dapur dan membawanya pergi.
Ku ketuk pintu rumah Nathan dan kulihat bi Ida yang membuka. Aku tersenyum kearahnya dan mendapat balasan dengan ramah. Aku melihat seorang pemuda sedang duduk di ruang tamu dengan wajah yang terlihat kesal, Kurasa dia baru saja menelpon seseorang.
Dia menatapku, aku tersenyum kearahnya.
“Ical, tumben kesini. Ada apa?” tante Bela menuruni tangga dan melangkah kearahku.
“Ical bawa kue buat tante, dari mama.” Aku merasa risih dengan tatapan cowok itu. Dia menatap ku seolah aku adalah hal yang berbahaya baginya.
“Masuk dulu, Tante buatin minuman.” Tawar tante bela tapi aku hanya menggaruk telingaku yang tidak gatal dengan senyum canggung ku.
“Ical belum mandi tante, lain kali saja.” Tolakku.
“Nathan belum pulang juga nih. Dari tadi temannya juga udah nunggu dia,” Jadi cowok itu temannya, pantes saja dia membuangku ternyata sudah ada sahabat yang lebih baik dariku.
Apa yang kupikirkan? Kenapa aku harus sakit hati dengan persahabat Joi? Aku bukan sakit hati, hanya tidak terlalu suka. Kenapa tidak terlalu suka? aah sudahlah kenapa jadi pusing dengan masalah seperti ini.
“ya udah tan, Ical pulang dulu ya?”
“Padahal tante maunya kamu mampir dulu. Tapi kamu benar juga, lain kali aja kalau gitu.” Aku pamit sebelumnya sempat membungkuk kearah tante Bela dan berlalu dari hadapannya.
***
Aku seorang pemuda tampan, begitu kata mama ku. Tapi aku memang tampan kok. Rambut panjang yang terkesan berantakan dengan mata coklat bening. Aku yakin semua hawa akan langsung tertarik melihat ku tapi sayangnya sampai sekarang aku belum memilki pacar, mengenaskan. Seorang Rivaldi Mahendra tak memiliki pacar atau sejenisnya.
terkadang aku suka heran, kenapa aku tidak pernah merasa cocok dengan wanita manapun kecuali perempuan bernama Nadia, Kakak kelas ku. Aku merasakan cinta padanya saat dia menjadi pembimbing Mos ku dulu tapi dengan sangat teganya sahabat ku menikam dari belakang yang alhasil membuat ku galau walau hanya beberapa hari karena bagiku Nadia hanya cinta sesaat. Aku lebih menyayangkan kenapa sahabat ku seakan membenciku?
Jika memang rasa bencinya hanya karena cintaku pada Nadia, bukankah dia berhasil mendapatkan hati gadis itu tapi kenapa dia tetap saja tak mau bertegur sapa dengan ku. Kalau boleh jujur aku sangat merindukan sosok sahabatku itu.
Aku ingin memeluknya seperti dulu saat kami sering tidur bersama, Aku ingin tertawa bersamanya lagi. Mendengar dongeng-dongeng yang sering ia ceritakaan padaku.
Kurasa panas matahari sudah mulai membuat otakku tidak waras, Aku mengusap keringat diwajahku. Menatap teman-temanku yang masih terlihat bersemangat memainkan bola basket itu. Aku hanya diam berdiri menatap mereka, aku sudah merasa kelelahan.
“Udah capek Cal?” Tanya Sandi yang sudah ada didekatku. Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Sandi. Kulihat Sandi juga berkeringat sepertiku.
“Gue yang salah lihat atau emang bener ya, dari tadi si Nathan liatin lu terus?” Ucapan Sandi membuat pandangan ku langsung menjelajah kesemua arah dan kulihat Nathan sedang berdiri tak jauh dari lapangan basket. Aku menatapnya memastikan pandangan ku tak salah dan iya itu memang dia.
Dia masih terus menatapku,
“Dia emang suka mandangin lu saat kita main, lu gak pernah sadar Cal?” Suara Riki semakin membuat aku heran, benarkah dia melakukan semua itu?
“Duduk yuk, ada yang mau gue bicarain nih.” Aku mengikuti Riki dan Sandi yang sudah duduk di pinggir lapangan, kenapa mata itu terus tertuju kearahku. Taukah dia kalau banyak anak yang heran melihat tatapannya yang sungguh tak bisa diartikan.
“Gue mau taruhan ama kalian, terutama lu Cal.” Suara Sandi langsung membuat ku menoleh dengan kaget, tumben-tumbenan ni anak ngajakin taruhan.
“taruhan apa?” Tanya Riki lebih dulu. Aku menunggu ucapan Sandi tapi mataku masih tetap melirik Nathan yang tak bergeming dari tempatnya berdiri dengan tatapan yang terus tertuju kearahku.
“Gue mau lu berdua deketin cewek yang gue tunjuk dan siapa yang menang boleh memerintah yang kalah sesuka hatinya selama satu minggu.” Apa? deketin cewek. Gue lagi gak doyan deketin cewek sekarang.
“Gue gak ikut ah, males.” Timbalku.
“ah cemen lu, cowok kok gak berani taruhan hal kayak gini. Gak asik lu ah.” Ledekan Riki membuat hatiku panas.
“Gue bukannya gak berani alias takut tapi lagi males aja mainin hati cewek.”
“Tetep aja lu penakut, Bener kata Riki gak asik lu.” Sial, gue mati tengah kalau udah diledek kayak gini.
“Oke, siapa ceweknya?” Benarkan gue orang yang tak suka dipanas-panasin. Kulihat Sandi dan Riki tertawa bersama.
“Cewek berjilbab yang sedang duduk baca buku itu,”
“Kenapa harus cewek itu?” Riki terlihat gusar.
“Lihat aja gue bakal dapetin dia dan lu berdua siap-siap jadi kacung gue.” Aku beranjak dari tempatku dan berjalan menghampiri cewek itu dengan senyum penuh kemenangan, tentu saja gue bakal menang Yesa tidak akan menolak untuk membantu gue.
“Cal, ngapain senyum kayak orang gila?” Suara Yesa langsung membuat senyum ku hilang entah kemana, Ledekan cewek ini pedas juga.
“gue boleh duduk deket lu gak?”
“Duduk aja, tempat umum ini.” Oke cewek ini memang bukan tipe aku banget. Aku langsung duduk yang membuat Yesa menatap ku dengan tatapan herannya.
“Lu kesini gak Cuma buat duduk aja kan? katakan apa mau lu?” Sepertinya kalau bersama cewek ini harus to the point deh. Aku harus mulai dari mana?
“Lu inget harus balas jasa kan ke gue?” Itu benar-benar ucapan paling benar yang bisa kuberikan.
“Jadi gue harus balas jasa seperti apa ke lu?” Yesa tersenyum membuat aura judesnya langsung hilang yang membuat aku sedikit lebih lega buat meminta tolong padanya.
“Gue sama temen gue buat taruhan dan lu bahan taruhannya,” Aku sedikit menunduk mengucapkan itu, takut mendapatkan amukan dari cewek super nyebelin ini.
“Lu harus jadiin gue pacar? oke gue mau. Berapa hari?” Semudah itu. Oke gue suka.
“Satu bulan kayaknya, tidak apa-apa kan?”
“Dasar sok pamer.” Yesa meninju lengan ku membuat aku tersenyum tulus padanya. “Baiklah bilang keteman lu kalau lu sudah menangin hati gue. Walau jujur gue tidak ada perasaan apapun sama lu.”
“lu juga bukan tipe gue,” Sungut ku membuat Yesa tertawa dan aku ikut tertawa bersamanya.
***
NATHAN POV
Aku benci keadaan dimana aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku benci karena yang kucintai telah dimiliki orang lain. Aku benci dan hanya bisa diam dengan kebencian ku.
Sakit ini sudah tak mampu aku tahan lagi, aku ingin dia tahu sekarang kalau aku mencintainya dengan sangat. Agar dia tak memilih gadis bodoh itu sebagai pelabuhan hatinya.
Cinta kenapa harus terasa sesakit ini, dadaku bagai dihantam sebuah batu besar saat mendapati kabar kalau mereka pacaran. Luluh lantah sudah pertahananku. Aku sudah tidak bisa bersembunyi dibalik keangkuhanku, dibalik kekejaman ku. Aku sudah hancur sekarang.
Airmata itu mengalir dengan derasnya, aku hanya bisa menekan dadaku dengan kuat seolah itu bisa meringakan sedikit rasa sakitnya.
Hidupku sudah tak berarti lagi sekarang, dulu dia mencintai wanita lain dan aku juga merasakan sakit yang sama tapi kenapa seakan sakit yang sekarang lebih parah dari yang dulu. Dulu aku bisa bertahan kenapa sekarang tidak? Dulu aku masih bisa menatapnya tanpa ada perasaan sakit tapi sekarang menjauh darinya adalah pilihan yang tepat untuk hatiku.
Serindu apapun hatiku padanya tapi aku akan tetap merasakan sakit jika sudah melihatnya. Aku akan pergi darinya itu keputusanku.
Aku akan meninggalkan kota ini, aku memang pengecut tapi aku sudah sangat tidak tahan dengan semua ini. Biarlah walau menjadi pengecut.
Sebelum aku meninggalkannya bisakah aku bersamanya untuk yang terakhir kalinya. Bisakah aku merasakan bahagia semuku bersamanya. Maukah dia menemaniku walau nyatanya mungkin sekarang ia membenciku tapi aku rela berlutut asal ia mau disini bersamaku.
Aku tidak mungkin memintanya untuk bersamaku disini, Karena aku masih punya rasa malu ku. Jadi walau tak bersama disini tapi melihatnya sudah cukup bagiku. Cukup rasa sakit untuk kubawa pergi bersamaku.
***
Comment. kritik. saran
@Adi_Suseno10 @abong @lulu_75
@4ndh0 @hendra_bastian @littlemark04
@arieat @bumbellbee @Adamx