It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
thanxZ bwngt dah dmensyen
thanxZ bwngt dah dmensyen
Untung udah deket dari rumah. Aku jalan sempoyongan sambil ngelap keringat di dahiku. Minum soda es bakal mangstab kayaknya.
Aku membuka pintu rumah. Suara TV kembali terdengar kencang. Lagi-lagi mama pasti masak besar. Kalau suara TV udah kenceng gitu mama pasti di dapur, dan kalau mama udah ada di dapur siang bolong ini gini, pasti masak sesuatu yang enak dan luar biasa rumit bumbunya.
“Hey.....macet ya?” aku melongo lihat papa udah duduk di sofa malas kesayangannya. Tampak dia memangku laptopnya.
“Lho....papa udah pulang?” aku kegirangan. Udah hampir dua bulan ini papa mesti ngurusin bisnis konstruksinya.
Kulihat papa tersenyum misterius. Ia berdiri dari kursi dan berjalan mendekatiku yang masih sibuk melepas sepatu. Tampak dia menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Another surprise? Aku barusan dikirimin Iphone 6 plus...remember????
“Guess what i’ve got for you, Little Prince!” kata papa membungkuk sedikit sambil mengusap rambutku.
“Opo maneh Pa? (Apa lagi Pa?)” tanyaku sedikit penasaran.
Papa menunjukkan sebuah bungkusan agak besar yang tadinya disembunyikan di balik badannya. Sebuah kotak agak besar yang terbungkus kertas kado.
Aku memegang kotak itu dan melihat papa dengan mata berbinar saking senangnya. Papa gak pernah bawa oleh-oleh yang jelek. Hampir semua yang dibawain kalau pas keluar kota atau keluar negeri pasti barang-barang unik atau keren.
Aku membuka kado itu buru-buru. Tulisan yang tertera pada box putih itu jelas terbaca. New Macbook Special Edition. Special Edition, Guys!
“Papa ada meeting sama klien di California ujug-ujug ternyata tokoh favoritmu ikutan meeting. Wong itu suka sama desain proyek papa jadi...yo wes......he gave me a gift.” Kata papa bersemangat sambil membuka tutup box putih itu. Ia mengeluarkan isinya dan menunjukkan sesuatu yang dibanggakannya. “Nih!”
Aku melihat tulisan tangan itu. “For Dimas....the inspiring Little Prince” dan sebuah tanda tangan besar pada case bagian atas Macbook itu “Jonathan Ive”.
“Huaaanjrittt.....Jony Ive asli Pa??? Papa Cuma mengangguk ringan.
Aku punya New Macbook yang bahkan belum keluar di Indonesia, dan lebih sangar lagi, tanda tangan sang maestro desain Apple dan sebuah pesan khusus untukkku terpampang jelas di case layar Macbook itu. Pengen rasanya loncat-loncat saking happynya. Berasa lagu Pharrel Williams muter-muter terus di kepalaku.
“Bengongnya udahan dulu. Buruan mandi, katanya Papa mau ngajak jalan, sekalian dia ada perlu sama klien katanya.” Kata Mama yang tiba-tiba keluar dari dalam dapur tersenyum.
Aku segera berlari menenteng tas ransel dan Macbook baruku naik ke lantai atas. Perlahan masih kudengar mama berbincang serius dengan papa di bawah.
“Mama ragu Pa.....” kata Mama.
“Iya...tapi...” papa terdengar bimbang.
“........Presiden Jokowi mengatakan ini adalah latihan militer terbesar dalam beberapa dekade terakhir yang melibatkan berbagai negara dan dilakukan di wilayah RI. Puluhan jet tempur telah dipusatkan di Pangkalan Udara Iswahyudi dan beberapa bahkan mulai didatangkan ke Bandar Udara Abdulrachman Saleh Malang. Beberapa pengamat menilai latihan perang tersebut terlalu berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan baik mengingat hal tersebut tidak diagendakan sebelumnya......” aku terdiam sejenak mendengarkan suara presenter berita di TV.
“...........belum ada konfirmasi dari Istana................konflik......kecemasan publik terhadap kedaulatan keamanan............menimbulkan kepanikan dan kecurigaan atas.......” suara yang kudengar hanya sepotong-sepotong karena sepertinya papa mengecilkan suara TV. “....tapi juga melibatkan seluruh armada darat dan laut.......”
Aku berpikir...latihan perang? Tumben....tapi gara-gara itu tuh yang bikin macet tadi. Segera aku berlalu masuk ke dalam kamarku. Aku meletakkan tas ransel dan Macbook baruku di atas tempat tidur dan buru-buru melepas seragam dan kaos dalam yang kukenakan. Terasa agak lembab karena penuh bekas keringat. Kebiasaan buruk yang terjadi akhir-akhir ini, aku mulai tertarik melihat tubuhku di depan cermin besar yang berada di kamarku. Tubuh kecil yang tampak belum berotot hanya berbalut celana pendek sekolahku yang mulai agak kekecilan sepertinya dan sepasang kaos kaki melekat pada kedua kakiku. Entah kenapa kok aku merasa horny yah.... sejenak aku membayangkan Mika yang berdiri di situ tanpa baju hanya celana pendek dan sepasang kaos kaki putih...hmm...
Aku buru-buru lari ke kamar mandi setelah mendengar Mama berteriak menyuruhku untuk cepat bersiap. Hanya butuh waktu beberapa menit hingga aku selesai mandi, namun saat aku membuka lemari pakaian, aku bengong. Isinya kurang dari seperempat saja. Entah kemana pakaianku yang lainnya.
“Maa..........bajuku pada kemana?” teriakku.
“Pakai yang tersisa aja! Buruan!” jawab Mama. Aku mendengar papa menghidupkan mesin mobil. Penuh tanda tanya kuturuti saja kata mama. Kupakai celana jeans hitam yang tersisa, sebuah kaos oblong putih dan kurangkap dengan kemeja biru kotak-kotak. Cuma itu yang tersisa selain seragam sekolah.
“Bawa aja gadget sama Macbookmu!” kata papa tiba-tiba berdiri di depan pintu.
“Kita mau kemana sih Pa? kok...” belum sempat aku selesai ngomong Papa menyela.
“Udah ikut aja....papa mau ketemu klien ntar kalian nunggu aja cuma bentar trus lanjut jalan lah...belum tau juga kemana. Sekali-sekali jalan keluar kota mumpung besok libur kan.” Jawab Papa enteng.
Aku memasukkan peralatan elektronik yang kumiliki ke dalam tas ransel. Macbook, Charger HP, Ipad, Ipod, dan sebuah headset. Aku bingung juga dengan maksud papa tapi ya sudah lah.
Buru-buru kami masuk ke dalam mobil yang sedari tadi sudah dinyalakan papa. Mama masih sibuk menutup semua jendela dan mengunci pintu. Aku sendiri makin heran melihat banyak tas koper dan makanan tersimpan di kursi bagian belakang. Ngungsi nih ceritanya?
***
Lebih dari 10 orang ada di ruangan besar itu. Sebagian besar bule. Sebagian lagi sepertinya orang lokal. Aku bingung dengan apa yang kuhadapi ini.
Aku menunggu di ruangan itu kurang lebih sudah setengah jam. Aku protes ketika Berrj’ yang saat ini menggunakan identitas Christoper tiba-tiba menjemputku di sekolah siang tadi, menyeretku di depan muka Dimas yang wajahnya langsung merah padam, masuk ke dalam mobil mewahnya lagi dan seketika ngebut ke sebuah tempat yang makin lama makin sepi. Berrj’ menghindari jalanan utama kota karena dia tahu sedang macet, dan memilih lewat jalan-jalan sempit. Aku sempat takut, bingung dengan apa yang dilakukannya....tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Berrj’ tampak sangat serius.
Kami terus melaju nyaris sampai keluar kota. Aku sedikit teringat jalanan ini. Jalanan pertama yang kulihat saat Profesor membawaku dengan paniknya ke rumah sakit saat menemukanku tergeletak di pinggir jalan. Aku masih agak sadar waktu itu, samar kulihat jalanan ini sebelum akhirnya aku pingsan sepenuhnya. Kini Berrj’ membawaku menyusuri jalanan ini lagi, namun dari arah sebaliknya, menuju bukit atau gunung tempat aku jatuh dulu.
Eh...tidak....Berrj’ tidak membawaku ke sana, di tengah perjalanan, Berrj’ berbelok dan masuk ke sebuah jalanan berbatu yang sama sekali sepi. Tidak ada rumah penduduk dalam radius 10 kilometer dari sini. Berrj’.....kamu membawaku kemana? Aku panik.
Dan di sanalah aku sekarang. Berada di dalam sebuah ruangan yang terletak di dalam sebuah bangunan tua. Bangunannya memang sudah tua dan tampak rapuh dari luar. Namun aku tak mengira bagian dalamnya sama sekali berbeda. Banyak peralatan dan furnitur baru yang tampak modern ada di dalam ruangan itu. Berbagai macam alat komunikasi dan komputer terpasang memenuhi isi ruangan. Orang-orang yang ada di situ semua menatapku tajam.
Berrj’ keluar dari ruangan lain di bangunan itu. Ia berjalan pelan sambil membawakanku segelas minuman hangat.
“Aku pernah lihat sepertinya kamu suka ini.” Kata Berrj’ sambil meletakkan gelas itu di atas meja dekat denganku.
Coklat panas! Dari mana Berrj’ tahu!
“Berrj’....kamu.....” namun kata-kataku terhenti saat kulihat pintu ruangan terbuka dan beberapa orang masuk.
Aku terbelalak. Dengan segera aku beranjak dari kursiku, menatap tajam kepada orang-orang yang baru masuk itu dengan tatapan seakan tak percaya.
“Kalian.....kalian....” kataku terbata.
Aku melihat empat orang sosok yang sepertinya aku kenal.
“Demi Olii dan Iloo.....Berrj’ benar.....kamu selamat...dan tidak berubah sedikitpun!” kata salah seorang dari mereka dalam bahasa Aemestry. Dia tampak terkejut...namun girang luar biasa. Begitu juga keempat orang yang lain.
“Ro’....Verklasr......Argo......dan...dan....Hershire!” aku melihatnya! Aku melihat Hershire Jo Orael ada di sana!
Aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat dalam Project X. Bagian dari program luar angkasa yang turut serta membawaku keluar dari Aemestry. Mereka telah jauh berubah dari yang kukenal sebelumnya, Ro’ dan Verklasr mereka berusia dua puluhan dan Tuan Argo sendiri beberapa tahun lebih tua dari ayahku, namun sekarang mereka terlihat begitu rapuh. Tiga puluh tahun memang tidaklah singkat. Mereka jauh lebih tua sekarang. seharusnya akupun demikian, namun tidur Cryo membuatku hidup dengan kondisi semula. Tak berubah sedetikpun dari saat aku mulai tertidur.
Sedangkan Hershire? Aku kangen Hershire! Tapi apa yang dilakukannya di Bumi. Bagaimana dengan Aemestry?
Aku berjalan selangkah demi selangkah. Jo Orael tersenyum. Ia menundukkan tubuhnya sedikit dan meraihku dalam pelukannya.
“Malaikat kecil..........kamu masih seperti terakhir aku mengingatmu! Tak kubayangkan betapa Rey sangat merindukanmu. Dia pasti senang melihat senyummu ini.” Kata Hershire makin erat mendekapku.
“Hershire......tapi...tapi...dimana ayahku....Aemestry.....bagaimana....” aku terbata bingung dengan apa yang ada dalam pikiranku.
“Dewan pertahanan membelot. Upaya kudeta tak dapat terhindarkan......” Berrj’ berkata. “Hershire Jo Orael menjadi korban percobaan pembunuhan oleh Dewan Pertahanan dan beberapa anggota senat yang berkhianat.”
Aku menoleh pada Berrj’. “Percobaan pembunuhan?” kataku terkejut.
“Ya.....dan mereka berhasil...sekaligus gagal.” Hershire menjelaskan. “Saat itu pemerintahan sungguh kacau. Politik berjalan liar. Aku mengetahui pergerakan mereka, tapi tak dapat berbuat apa-apa. Hari-hari terakhir di Aemestry komunikasiku keluar istana diblokir. Aku menjadi tahanan di dalam rumahku sendiri. Para loyalisku, Jenderal Moc-Rul dan ayahmu berada jauh di Danzrouz, mereka tidak dapat menghubungiku. Terpaksa aku menyerahkan sisa pemerintahan Aemestry pada orang dalam istana yang masih dapat kupercaya.”
“Mereka mengganti obat-obatan Hershire yang digunakan untuk menahan efek radiasi pada tubuh Hershire....kamu tahu tentang ini kan Mika......mereka menggantinya dengan cairan kimia yang membuat efek radioaktif di tubuh Hershire makin memburuk. Semua terjadi dengan begitu mulus, tak seorang pun orang kepercayaan Hershire di istana mengetahuinya. Termasuk ayahmu.” Kata Tuan Argo kemudian. Ia nampak jauh lebih tua dari yang kukenal. Tampak seperti kakek-kakek sekarang.
“Ya....mereka ingin aku mati. Jadi aku pun membunuh diriku sendiri.” Kata Hershire membuatku bengong.
“Membunuh diri sendiri?” tanyaku bingung.
“Aku meminum cairan khusus yang mematikan denyut nadi dan organ dalam untuk sementara. Membuat tubuh hidup dalam kondisi seakan mati untuk jangka waktu singkat.” Kata Hershire menjelaskan.
“Serum Xarthum!” kataku.
“Kamu tahu tentang Xarthum?” tanya Tuan Argo heran.
“Ya.........aku tidak sengaja mengekstraknya dari biji valz di Danzrouz. Uapnya sangat berbahaya. Aku pingsan seketika saat menghirupnya. Dokter Fili menyelamatkanku tepat pada waktunya, terlambat beberapa jam saja aku bisa tewas. Ayah benar-benar ketakutan.....sebentar...justru aku bingung kenapa Hershire bisa tahu tentang serum itu?” aku menatap mereka.
“.....Dokter Fili bekerja di istana waktu itu. Sebagai dokter pribadi Hershire karena dokter sebelumnya pensiun. Dia yang menemukan racun pada tubuh Hershire.....dia pula yang merencanakan kematian palsu Hershire untuk mengalihkan perhatian Dewan Pertahanan.” Kata Argo.
“Tapi uap Xarthum saja sudah cukup berbahaya.....dan cairan ekstraknya...maksudku.....itu bisa membunuh Hershire dalam dua jam.” Aku masih bingung dengan semua ini.
“Tidak benar-benar mati bila kamu mencampurnya dengan cairan Cryo dan menyimpan tubuhmu dalam kotak Cryo. Tidur yang menampakkan sebuah kematian.” Kata Hershire takjub....”Aku benar-benar kagum dengan kecerdasanmu, Mika.....tidak....aku mulai merasa takut sekarang.” Hershire tertawa.
“Mereka yang loyal berusaha memalsukan kematian Hershire, membuat pengkhianatan Dewan Pertahanan terlihat seolah berjalan dengan lancar. Namun ada satu hal yang berjalan di luar rencana.” Kata Argo.
“Kamu Mika. Aku tidak pernah berfikir bahwa dewan pertahanan benar-benar mengincarmu. Kukira mereka hanya ingin merebut kekuasaan dariku. Kematianku hanya akan menjadi sebuah simbol, aku yakin dengan ini seluruh Aemestry akan bangkit, bersatu dan melawan, termasuk Danzrouz. Aku tak mengira Dewan Pertahanan tidak pernah menjadikanku misi utama mereka. Aku hanyalah kerikil kecil yang mudah untuk disingkirkan. Tak kusadari mereka mengincarmu.” Kata Hershire.
“Aku?” tanyaku terkejut. “Kenapa aku?”
Hershire terlihat berpandangan dengan Argo dan Berrj’.
“Intinya Mika....mereka ingin menangkapmu. Satu hal lagi yang luput dari pemikiranku.....ayahmu begitu menyayangimu. Segera setelah aku dinyatakan meninggal, Dokter Fili memasukkanku ke dalam kotak Cryo yang telah didesain menyerupai peti mati. Dewan Pertahanan tidak mengetahui ini. Orang-orang kepercayaanku di istana segera memindahkanku untuk sementara menuju Lab-X, sementara itu peti mati lain berisi mayat palsu dikuburkan oleh Dewan Pertahanan di Danzrouz, menghasilkan sebuah teror bagi penduduk Danzrouz dengan harapan mereka bersedia tunduk kepada Pusat Aemestry yang telah mereka kuasai. Namun alih-alih sebuah teror, Danzrouz memilih berabung dengan Aliansi menentang Dewan Pertahanan. Awalnya tampak baik....sampai kemudian ayahmu mengetahui informasi bahwa kamu dan Berrj’ menghilang di Bumi. Dia mengira kamu tewas. Seketika dia menjadi agak...ehm..gila.... Dia melangkahi panglima perang aliansi, dan memerintahkan serangan besar ke pusat Aemestry sebagai bentuk kemarahan dan pembalasan dendam. Dewan Pertahanan membalas dan menjadikan kehancuran masif pada sebagian planet Aemestry.” Hershire menghela napas panjang.
“Ketika aku baru mengetahui tentang hal itu, aku tengah berada jutaan kilometer dari Aemestry. Mengambang dalam keheningan luar angkasa....tertidur.” lanjut Hershire.
“Bertahun-tahun aku juga terombang ambing penuh ketidakjelasan dalam Project X. Terpisah dari koloni yang membawamu, berusaha mengalihkan perhatian Aemestry...kamu tahu tentang itu. Namun ketika aku mengira mulai tersesat, aku menerima sebuah sinyal yang kukenal berada di dekat pesawatku. Kami berusaha mendekati asal sinyal itu dan begitu terkejut melihat Hershire berada di sebuah pesawat besar tertidur dalam kotak Cryo bersama dengan Ro’.” Kata Tuan Argo.
“Kami kesulitan membangunkan kembali Hershire. Kamu benar, Mika. Serum Xarthum memang mematikan. Dalam kondisi dan dosis tertentu dengan dicampur cairan Cryo memang dapat membuat koma, tapi menjadikan organ dalam Hershire yang penuh racun dan paparan radiasi menjadi nyaris hancur seketika. Cairan Cryo cukup membantu proses penyembuhan Hershire selama tertidur, dan teknology kotak Cryo memang luar biasa. Tapi perlu waktu puluhan tahun untuk kembali membangunkan Hershire tanpa membunuhnya.” Kata Argo lagi.
“Kami tidak bisa kembali ke Aemestry karena di sana tengah pecah perang besar yang dimulai oleh agresi militer ayahmu. Jadilah kami terombang ambing sekali lagi di luar sana. Menunggu hingga Hershire bangun.” Lanjut Argo “Ro’ dan Verklasr nyaris gila di sana” Tuan Argo tersenyum melirik ke arah Ro’ dan Verklasr.
“Lalu kenapa kalian bisa kemari? Berrj’ kamu....” aku masih bingung.
“Hershire bangun beberapa tahun kemudian. Tidak tahu lagi kabar tentang Aemestry. kami hanya memberi tahu informasi sejauh yang kami miliki. Saat semua terasa tidak cukup baik, kami menerima sinyalmu kembali. Hershire kembali bersemangat. Aemestry menjadi sebuah pertaruhan buruk untuk tujuan kami karena minimnya informasi, tapi Bumi...planet ini, dimana sinyalmu berasal, mungkin menjadi sebuah pertaruhan terbaik.” Kata Argo. Dia banyak terbatuk. Usia tua memang tidak bisa dilawan.
“That’s when i met him.” Tiba-tiba seorang bule masuk ke dalam ruangan. Bule itu gondrong, mengenakan setelan ala punk. “Berrj’....i really cannot believe my self, a kid told me in a very convicing ways, that he’s a robot from outer space, find us and need us to help him to find his alien friend. Can you imagine that?” kata orang itu dengan logat Amerika yang sangat kental. Aku hendak mengatakan sesuatu ketika dia kemudian kembali berbicara, namun kali ini dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar. “....but....finally.....aku mempercayainya. Kami membongkar sebagian tubuhnya...and that’s just wow! We’re shocked.”
Aku agak bete dengan bahasa yang dia gunakan. Mengingatkanku pada artis itu....Cinta Laura. Inggris ya Ingggris...jangan campur campur sama Indonesia.
“James Anderson, CIA” kata bule itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. “Not my real name of course.”
“Mau tidak mau aku bekerjasama dengan manusia bumi...untuk menemukanmu. U.S. telah berkoordinasi dengan berbagai negara untuk bersiap perang.” Kata Berrj’.
Aku merasakan sebuah tanda tanya besar. “Perang?” tanyaku sambil menatap orang-orang itu satu persatu. Berrj’ bekerjasama dengan CIA dan mungkin dengan militer negara-negara lain untuk....PERANG?????
Seketika kudengar bunyi alarm keras. Lampu merah di tiap sudut ruangan menyala terang berkedip.
James Anderson....agen CIA itu tampak berkomunikasi melalui earphone di telinganya. Wajahnya panik. Sesaat kemudian dia tampak berbicara dengan Berrj’ dan Hershire. Bule-bule yang lain segera berhamburan keluar ruangan bersenjata lengkap, termasuk agen lokal itu.
“Mereka sudah di sini.” Teriak berrj’ mengalahkan suara alarm yang sangat kencang itu.
“Mereka?” aku kebingungan.
“Droid! Aemestry mengirimkan puluhan droid untuk menangkapmu hidup atau mati.” Kata Berrj’ sambil menyeretku menuju mobil militer di luar gedung tua itu. “Mereka tahu kamu di Bumi saat Ai aktif dan menjagamu setelah ledakan itu. Kini mereka sudah ada di sini. Mereka menangkap sebuah sinyal tapi bukan sinyal milikmu! Sekarang katakan! Apakah kamu memberikan teknologi komunikasi Aemestry kepada orang lain? Teknologi VIA mungkin?”
Aku berpikir cepat “Astaga! Dimas!” aku teringat memberikan gelang kuning yang kubelikan dulu kepadanya setelah ia menjatuhkannya di jalan. Aku telah mengutak-atik gelang itu dan kutanamkan kloning chip Ai di dalamnya. “Dia punya Ai.”
Berrj’ berhenti berlari. Ia menatapku dengan sorot tajam menakutkan. “Kamu memberikan Ai pada Dimas???!!”
“Kloningnya.” Jawabku panik.
“Sial!” umpat Berrj’ dan segera berlari kembali. “Split the team! Save Hershire and Mika, and the rest....downtown!” teriak Mika pada para agen CIA.
Berrj’ mendorongku ke dalam kendaraan lapis baja bersama Hershire dan Argo. “Maafkan aku, Mika. Aku harus meninggalkanmu sekali lagi. Kamu jaga Hershire! Jangan khawatir...aku akan menyelamatkan pacarmu yang tampan itu.” Katanya sambil mengedipkan mata seraya menutup pintu mobil dan berlari menuju mobil lainnya.
Tidak! Tidak! Tidak lagi seperti ini! Aku berusaha membuka pintu mobil tapi Argo dan agen CIA yang lain memegangiku. “Berrj’!!!! tidak Berrj’!!!” teriakku memukul kaca jendela mobil. Agen CIA yang memegang kemudi segera melarikan mobil menjauh dari pusat kota membelah keriuhan di udara yang dipenuhi puluhan pesawat tempur.
***
“Ini melibatkan MK Ultra.” Aku mengernyitkan dahi mendengar orang yang duduk di hadapanku mengatakannya.
“MK Ultra? CIA? Kupikir bagian itu sudah dihapus sejak 70an?” tanyaku padanya.
“Ya....tapi tidak juga. Sistem mereka masih ada. Ada di markas CIA. Mereka menghidupkan kembali divisi itu setelah menemukan ini.” Pria itu menunjukkan beberapa lembar foto yang terlihat sudah agak usang.
Aku menatap foto-foto yang diberikannya. Mempelajarinya satu persatu dengan seksama. Tampak sebuah objek terbang yang bentuknya tidak mirip dengan pesawat pada umumnya.
“Foto itu ditangkap oleh satelit AS tahun 1985 ratusan kilometer langit utara antartika. Tertangkap selama beberapa detik sebelum menghilang dari radar dan pantauan satelit. Mereka memperkirakan, dari arah, bentuk, dan kecepatannya.............” aku cepat memotong kata-katanya.
“Selatan Samudera Hindia. Kemungkinan jatuh di Asia Tenggara. Ya aku tahu. Kamu juga mengetahuinya dengan pasti.” Kataku. Aku sendiri yang datang ke bukit di luar kota Malang itu bersama timku. Aku teringat akan peristiwa ketika kutemukan relik dan pecahan logam aneh bertulisan bahasa asing yang kemudian sampai kepada fakta bahwa aku setengah panik menyelamatkan seorang anak nyaris mati membawa buku harian dengan tulisan sejenis dalam tas ranselnya.
Pria itu tersenyum. Ia kembali menunjukkan dokumen lainnya.
“Tahun 1994 Bill Clinton menandatangani sebuah perjanjian misterius di Boston dan setahun setelahnya MK Ultra kembali diaktifkan tetap di bawah pengawasan CIA. Namun semua ini dilakukan secara rahasia. Orang-orang yang mengetahui rahasia ini berpendapat perjanjian itu telah memicu pembentukan kembali divisi itu. Dan tahun-tahun setelahnya banyak aktivitas rahasia intelijen AS yang mengacu pada dokumen itu.” Katanya lagi.
Aku makin mengernyitkan dahi. “Perjanjian rahasia? Boston? Jangan bilang kalau.....”
“...Boston Act....atau lebih dikenal dengan Boston Wonder. Isu itu benar adanya! Perjanjian rahasia Bill Clinton dengan seorang remaja yang tidak diketahui identitasnya.” Ia meletakkan sebuah foto yang membuatku terhenyak saking kagetnya. Sebuah foto menggambarkan seorang anak 13 atau 14 tahun tengah menandatangani sebuah dokumen dan Bill Clinton yang saat itu menjadi Presiden Amerika Serikat berdiri di sebelahnya dengan muka panik. Beberapa orang mengenakan jas hitam tampak tengah berkomunikasi di belakang mereka.
Aku menatap lebih seksama pada gambar anak itu. “Tidak mungkin!” pekikku. Aku pernah melihat anak ini sebelumnya. Aku ingat. Anak yang sama dengan yang pernah kulihat saat menjemput Mika di sekolahnya! Mustahil. Warna rambutnya, warna kulit, sorot matanya. Semua sama. Tapi tidak mungkin. Kalaupun benar ini dia, aku baru melihatnya beberapa hari yang lalu, sedangkan foto ini diambil lebih dari dua puluh tahun yang lalu.
“Butuh koneksi tingkat tinggi untuk mencari tahu tentang apa yang kamu minta kemarin. Beruntung Apple sedang membuat proyek besar yang melibatkan perusahaanku. Mereka mengenalkanku pada orang dalam White House, beberapa alamat dan nomor telepon. Dari situ aku tahu kalau CIA bergerak. Yang aku heran......” ia menghela napas sejenak. “......CIA meminta bantuan NSA, FBI dan garda nasional!”
Aku melotot.
Dia melanjutkan lagi “Presiden Jokowi menerima puluhan pesan rahasia dari berbagai negara. Presiden bilang latihan perang.....tapi sebenarnya.....”
“Persiapan perang lebih tepatnya!” potongku. Ia mengangguk. Pembawaannya mulai cemas sekarang. “Tapi perang dengan siapa?”
Dia memutar laptop yang sedari tadi menyala di depannya, dan mengarahkan layarnya kepadaku. “Foto ini diambil beberapa bulan yang lalu dari CCTV bandara Soekarno Hatta....” tampak foto anak misterius tadi mengenakan jaket kulit hitam berjalan bersama beberapa orang asing. Tampaknya ia baru tiba di bandara. Pria di depanku menekan tombol keyboard laptopnya beberapa kali. “.............dan ini diambil NASA sekitar 13 jam yang lalu!”
Aku melihat dua buah objek hitam tampak menukik dengan latar belakang permukaan planet Bumi. Bentuknya sedikit berbeda dengan objek terbang yang tertangkap satelit puluhan tahun yang lalu tapi konstruksi dasarnya masih memiliki kemiripan.
“Objek itu diperkirakan sebuah pesawat namun identitasnya tidak dikenal. Luar biasa cepat dan baru bisa terlihat maupun tertangkap samar di radar saat posisinya sudah sangat dekat dengan Bumi. Mereka mengira objek itu sengaja melambatkan kecepatannya sehingga para ahli di NASA sangat yakin kalau itu sebuah pesawat, bukan pecahan satelit maupun benda langit lainnya. Dengan jarak itu, rudal dan senjata jarak jauh lainnya tidak bisa ditembakkan karena terlalu berbahaya bagi wilayah di bawahnya...plus....objek itu hanya terdeteksi beberapa detik sebelum kembali menghilang.” Lanjutnya lagi.
“Aku tidak tahu kenapa CIA mengincarmu say...Johan. yang jelas CIA memata-mataimu. Sepertinya mereka mencari sebuah informasi yang kamu simpan. Dan semua terkait dengan hal ini.” Aku melihat wajah pria itu memerah.
“Aku tahu apa yang mereka cari.” Kataku sambil tersenyum.
Dia mengenggam tanganku erat. “Komohon....pergilah bersama kami. Kamu dalam bahaya Johan...!”
“Kamu pergilah dulu. Aku ada beberapa urusan yang belum selesai.” Kataku sambil menarik tanganku dari genggaman tangannya.
Ia tampak mulai kesal. “Jangan mengulanginya lagi! Kamu pernah meninggalkanku sekali! Jangan kamu lakukan lagi!”
“Bagas........kamu tahu aku tidak meninggalkanmu.” Kataku berusaha menenangkannya.
“Setelah sepuluh tahun! sepuluh tahun aku mendengar pujian, sanjungan, kata-kata sayang itu! Mendadak kamu memaksaku pergi dan menikahinya? Taek Koen Johan! Gak berubah sedikitpun!” pria itu berdiri dan berteriak saking emosinya. Beberapa mata mulai melihat kami dengan pandangan aneh menyelidik.
Aku ikut berdiri. Aku melangkah sedikit ke arahnya dan seketika kudekap dia sekuat tenaga. Kafe itu sepi, hanya ada beberapa orang yang ada di situ. Kebanyakan pegawai kafe itu sendiri.
“Aku sayang kamu Johan!” Bagas, nama pria itu terisak dalam pelukanku.
“Banyak hal yang tidak kamu mengerti, Gas. Banyak yang belum sempat kamu pahami....salahku...karena aku nggak pernah menjelaskan ke kamu.” Kataku sambil membelai punggung Bagas. Aku tak peduli dengan pandangan aneh orang-orang yang melihatku. Toh mereka hanya diam saja. “Aku sayang kamu , Gas. Aku selalu sayang. Sejak pertama aku lihat kamu di panti asuhan aku tahu aku sayang kamu....sampai kapanpun.”
“Lalu kenapa, Jo! Kenapa?” dia sudah agak tenang. Tapi masih sedikit histeris.
“Aku ingin kamu punya kehidupan lebih baik, Gas. Kamu punya kesempatan itu. Nadia mencintaimu. Dan kalian cukup akrab. Kinipun kalian bisa bahagia. Semua itu tidak bisa terjadi kalau kamu masih bersamaku.....dan....” kata-kataku terhenti saat kulihat mereka berdiri di depan pintu kafe.
“Papa!” teriak Dimas. Seketika Bagas melepaskan pelukannya karena kaget. Ia menoleh. Aku dipenuhi rasa panik.
Dimas dan Nadia, istri Bagas berjalan perlahan ke meja kami, keduanya masih syok dan tampak bingung.
Saat aku ingin menjelaskan situasi yang terjadi aku mendengar sebuah ledakan besar. Tampaknya terjadi beberapa kilometer dari kafe itu. Sejenak aku bengong karena syok, namun begitu sadar segera menyuruh mereka lari keluar ruangan. Orang-orang yang ada di kafe itu juga berhamburan berlari keluar mengikuti kami.
Aku melihat sebuah objek besar melayang di udara. Objek yang sama dengan di foto. Kulihat polisi dan tentara berdatangan dan berteriak menyuruh kami berlindung. Seketika suasana menjadi kacau. Jalanan dipenuhi orang yang berlarian.
Pesawat aneh itu menembakkan sebuah sinar tepat mengenai bangunan di depan kami, membuat bagian gedung itu pecah berkeping-keping. Puluhan pesawat tempur berdatangan dan menembakkan berbagai macam senjata pada pesawat itu namun tak membuahkan efek apa-apa. Ledakan akibat tembakan pesawat tempur hanya menimbulkan suara dan kilatan cahaya namun sama sekali tidak merusak badan pesawat alien itu.
Hal paling buruk pun terjadi. Pesawat itu membuka sedikit pada bagian bawahnya dan dari situ keluarlah makhluk-makhluk yang terlihat seperti robot berwarna hitam dengan menenteng senjata yang mengeluarkan proyektil laser.
Robot-robot itu berhamburan sambil menembakkan ratusan bahkan ribuan sinar yang menjadikan bangunan dan objek lainnya pecah berkeping-keping. Puluhan orang tergeletak mati terkena tembakan mereka.
Teriakan panik memenuhi jalanan. Robot-robot itu berjalan makin mendekat. Aku berlari sekuat tenaga sambil berusaha melindungi Bagas dan keluarganya. Namun badan tuaku punya batas juga. Nafasku makin terengah. Tak sengaja aku tersandung pecahan puing bangunan dan kurasakan sebuah potongan besi tertancap di perutku. Aku berteriak keras, mengerang kesakitan.
“Johan...Jo...tahan sedikit...Jo!” kulihat Bagas menghampiriku dengan panik.
“Profesor!” Nadia dan Dimas juga berteriak.
Saat kurasakan pandanganku mulai agak kabur dan perih di perutku makin tak tertahan, aku melihat iringan mobil hitam berhenti di dekat kami. Anak itu...anak yang ada di foto, yang kulihat berdiri di sekolah Mika, ia berlari menghampiri kami. Puluhan orang asing berhamburan keluar dari mobil-mobil itu dengan menenteng senjata berat.
“Christ!..Christ....tolong kami!” kulihat Dimas berteriak. Anak misterius itu berlari dan meraih tangan Dimas...ia berbicara sebentar dengannya dan menunjuk mobil yang berhenti tidak jauh dari tempat kami. Segera ia menghampiriku bersama dengan beberapa orang asing. CIA. Pikirku. Pandanganku mulai gelap. Aku menutup mataku...lemas.
***
Halo halo @SenyawaDiorama, maaf baru sempat meninggalkan jejak lagi. Ceritanya makin seru sam, banyak intrik dan konspirasi. Keep it up
robot2 tu ngincar Dimas ya.. krn dia pk gelang pemberian Mika...
yaaaakaaann....prof tu ada hubungan sama papanya Dimas..
dan tu prof bakal mati ga ya???
mudah2an semuanya selamat dan musuh2nya bisa dikalahkan sama Berrj' dan pasukannya..#amiin sambil berdo'a