It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
mention ya! :-)
mention ya
njut
@meandmyself update !
@Otho_WNata92 update ! , liaht ntar aja hehe
@sonyarenz update !
@lulu_75 iya sifat mereka berdua berbeda terhadap Sam
@3ll0 tsundere itu cuek trus jadi ga cuek, gtu (?) aku ga terlalu tau tsundere itu apa
@Adi_Suseno10 makasih ^^
@Asu12345 kalo kaka senior disini merujuk ke Nando/Nanda, Sam belum tau kalau Nanda/Nando itu kembar, karena sifatnya yang cuek
@co_ca_co makasih feedbacknya ^^
@joenior68 kurang lebih seperti itu
@_abdulrojak makasih feedbacknya ^^
“Sam!,” suara berat meneriakinya dari jauh. Sam menoleh. Mas Nanda melambai ke arahnya sambil berjalan perlahan dengan senyum licik-nakal khasnya.
Semenjak kejadian toko buku, mereka mulai akrab satu sama lain (terpaksa!). Sebenarnya karena kinerja Sam yang bagus saat menjalani hukuman dari bu Ratih (selalu menjalani semua dengan sepenuh hati dan sempurna – benak Sam) membuat bu Ratih terus memintanya membantu pekerjaan ‘mulia’ tersebut. Tampaknya sudah jadi tradisi bawa bu Ratih selalu mempunyai murid kelas satu yang membantunya. (sudah terkenal ke seantero sekolah sih tapi siapa yang peduli, paling juga buat nambah nilai – sinis benak Sam). (dan sebagai pembelaan diri, ini karena diminta bu Ratih bukan cari nilai! – bela benak Sam). Nah malangnya, murid yang membantu bu Ratih sebelum Sam adalah senior dukun yang berusaha dihindari Sam. Sam sekarang sudah mulai memanggilnya nama aslinya, mas Nanda. Tentu senior dukun cuman pangggilan dalam kepala. Sam masih punya sopan santun walaupun sangat jarang. Mau tidak mau semua perkerjaan yang ia lakukan harus dikonsultasikan dengan Nanda terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan.
Sebenarnya tanpa disadari penyakit anti sosial Sam sedikit terobati dengan kehadiran Nanda. Karena pekerjaan dari bu Ratih yang makin lama makin susah membuat Sam harus bolak-balik kelas Sam-Nanda. Alhasil Sam sering bertemu dengan teman-teman Nanda yang mana mempunyai reputasi yang tinggi. Contohnya ia kenal dengan ketua, wakil, bendahara osis yang semuanya berasal dari kelas Nanda. Kenal dengan kapten tim basket yang merupakan sahabat dekat Nanda. Kenal anggota pemandu sorak yang selalu berada dekat-dekat Nanda, dan banyak orang lainya (apa sih yang membuat orang kagum sama nih duku! – curiga benak Sam). Awalnya Sam hampir mau mengundurkan diri dari pekerjaan ‘mulia’ ini. Ia tidak terlalu senang harus berurusan dengan orang banyak. Ia benci malahan. Tapi Nanda cepat menyadari itu dan berjanji akan membantu Sam kapanpun. Sam melihat hal ini lebih kepada balas dendam (lihat siapa yang berkuasa – benak Sam yang picik).
Tapi sebenarnya akhir akhir ini Sam sering melamunkan wajah seseorang. Wajah yang menghantuinya saat tidur atau saat ia tidak ada kerjaan. Sam sendiri tidak tahu kenapa ia punya perasaan yang ia tidak familiar ini. Sam berusaha meyakinkan bahwa ini cuman kerja benaknya yang penasaran dan berusaha mencari alasan logis tentang kejadian saat itu. Kejadian itu? Oke, ingat kejadian mie ayam? Nah wajah yang menghantuinya itu wajah yang ia lihat saat makan mie ayam. Wajah polos tanpa ekspresi dengan mata kosong. Setiap ia memikirkan kejadian tersebut, seperti ada rasa menggelitik di perutnya, jangtungnya otomatis terpompa lebih kencang. Nah yang membuat benaknya berpikir keras adalah karena wajah pemuda mie ayam dengan pemuda yang memanggil Sam saat ini sama persis! Tapi kenapa berbeda rasa?. Membuatnya menganalisa bahwa Nanda punya dua kepribadian pada awalnya. Tapi ia cuman satu kali menjumpai kepribadian Nanda yang aneh itu. Tidak muncul lagi sampai sekarang, padahal Sam sering bertemu Nanda.
“Hei mas,” sapa Sam sambil menutup buku yang ia baca tadi. Ia sedang duduk di salah satu bangku panjang di depan perpustakaan ketika Nanda mulai mengambil tempat duduk disamping Sam.
Nanda menghenyakkan pantatnya di samping Sam. Ia lalu meletakkan pergelangan kaki kirnya di paha kanannya, sikap duduk favorit Nanda. Tangan kurus panjang Nanda dengan gelang karet itu lalu merogoh kantong mengeluarkan selembar kertas dan meletakannya di atas buku yang dipangku Sam.
Sam bingung. Ia lalu mengambil kertas persegi itu. Menelitinya dengan seksama. Ia kurang familiar dengan kertas ini tapi ia tahu arti salah satu kata yang tertera pada kertas tersebut.
“Er, ini bukanya tiket bioskop Mas?,” ucap Sam berhati-hati sambil memperlihatkan wajah bingungnya, membuat Nanda sedikit tergelak.
“Iya, kamu mau ikut ga? Tiketnya lebih satu, temen pesen kelebihan satu.” Nanda kembali tersenyum.
“Besok Minggu yah? Aku tanya ayah dulu deh mas, takut disuruh bantu-bantu toko.” Sam menyodorkan tiket itu ke tangan Nanda. Sam biasanya selalu membantu ayahnya beres-beres toko. Ia kasian melihat ayahnya harus bekerja keras membiayai sekolah Sam yang tidak murah. Jadi satu-satunya yang bisa Sam lakukan untuk membalasnya adalah membantu pada saat tidak ada kegiatan sekolah.
Nanda mendorong tangan Sam menjauh dari badannya, membuat Sam tambah bingung.“Yaudah tiketnya pegang aja, sampai jumpa hari minggu kalau gitu,” Nanda berdiri mengacak rambut Sam dan berlalu pergi.
Sam mengawasi sampai Nanda tidak kelihatan lagi. Ia mengehela napas, disatu sisi ia sangat senang karena bisa meluangkan waktu bersama Nanda selain mengenai tugas bu Ratih yang kesulitanya bertambah hari tiap hari (Sam menamainya “bu Ratih’s 30 Minutes to Win it”). Di satu sisi, ia seperti punya firasat tidak enak dan perasaan gelisah. Ia tidak tahu kenapa tapi biasanya firasatnya selalu tepat.