It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Eh tadi ditv ada cowok agak gondrong diwawancarai waktu kulineran jadi ngerasa cocok klo dijadiin sosok Gio.agak putih n cakep.
yeah seneng banget yang dibagian remas-meremas dan tampar-menampar...hehe
gokil bgt mereka klo lg ngumpul parah.
untung sedikit (gak bisa dibilang.untung juga sih klo sedikit. maunya yg banyak) klo nggak bisa ikut2an gila kita yg baca.
seru baca kebersamaan mereka...
kalo lanjut mention aku juga ya @JNong
seru baca kebersamaan mereka...
kalo lanjut mention aku juga ya @JNong
Baru tau ada cerita Abi dan Gio
Masih berharap Abi sama Raka;(
Tapi gpplah kalo si Abi lebih bhagaia sama Gio
Maaf jika ada typo.
Maaf pula kalau kali ini amat absurd, aneh, atau sejenisnya. Tiba-tiba terpikir dan langsung ditulis.
---
His Sexuality?
Farid pernah bertanya pada Gio sekali, begitu pula Lia dengan pertanyaan yang sama, jadi hitunglah sebagai dua kali bertanya. “Kamu beneran gay?” itu yang mereka lontarkan ketika melihat hubungan aneh antara Gio dan Abi untuk pertama kalinya. Tapi dengan tegas Gio menjawab “Tidak.”
Lalu apa?
Sangat jelas bagi kedua sahabatnya itu Gio telah berbelok pada Abi. Bukan berarti mereka ingin menghakimi, menyuruh bertobat atau apalah. Farid dan Lia tidak mempermasalahkan orientasi seksual sahabatnya itu. Tidak sedikit pun. Mereka hanya sangat terkejut.
Pasalnya, Gio tak pernah menunjukkan ketertarikan sedikit pun pada pemuda manapun. Sahabatnya itu bahkan memiliki beberapa mantan pacar seorang cewek dan seorang mantan semasa kuliah awal. Tapi tiba-tiba Abi muncul entah darimana, menjungkirbalikkan persepsi mereka tentang sahabat mereka ini.
Apa selama ini Gio menyembunyikannya?
Tapi rasanya begitu aneh, karena Gio bersikap terang-terangan pada mereka. sikap mesumnya yang amat kelewatan. Dan ini juga membuka satu lagi tingkah Gio yang tidak mereka ketahui. Gio ternyata sangat mesum. Farid tak pernah lupa, begitu pula Lia. Di awal pertemuan mereka dengan Abi, Gio tak lepas menatap bokong Abi dan sukses membuat kepala Farid pening seketika. Dan jangan lupa adegan meremas bokong Abi pada jogging minggu lalu.
Gio sangat jelas menyukai Abi, tapi anehnya sahabatnya itu menolak untuk dikatakan Gay.
“Jangan sentuh atau kupatahkan jarimu.” Gio mengancam Farid sore itu.
Farid melongo menatap jemarinya. Memangnya apa yang dilakukannya? Dia hanya ingin melihat sebuah pisau lipat hijau yang Gio letakkan di meja. Ia bahkan belum menyentuhnya. Dan sejak kapan sahabatnya itu memiliki senjata tajam –jangan hitung yang di dapur? “Aku hanya ingin melihat.”
Farid sekali lagi ingin menyentuh, tapi Gio bergerak lebih dulu, merebut pisau lipat hijau itu di meja dan memasukkannya ke dalam saku celana. Oh, Farid yakin satu hal sampai Gio bersikap amat sangat protektif pada benda itu. Satu hal itu adalah Abi. Jadi Farid hanya mendengus sebal melempar pandang ke acara TV. Pemuda kasmaran sialan!
Namun sekali lagi Farid melirik Gio yang duduk di ujung sofa tak jauh darinya. “Gio…”
“Hmm…”
“Kemarin aku tak sengaja melihat Abi lagi buang air di kamar mandimu.” Farid melirik sekali dan melihat Gio membeku di kursi. Lirikan kedua, Gio sudah melotot padanya. Lirikan ketika, Gio sudah kembali menatap ke acara TV.
“Farid…”
“Hmm…”
“Mulai detik ini, kau dilarang menggunakan kamar mandi manapun di rumah ini.”
Farid nyaris tak bisa menahan diri untuk tertawa. “Astaga bung, aku cuma bercanda.”
“Aku tahu.” Lalu Gio berdeham pelan. “…menurutmu pantat Abi seksi, gak?”
Farid melotot pada Gio. “Kau kan tahu aku bercanda.”
“Aku tahu, aku juga tidak sudi kau melihat pantatnya.”
“Lalu kenapa kau bertanya padaku?” seru Farid. Demi Tuhan, kewarasan Gio sudah mulai terkikis, sepertinya. Ia kembali pada acara TV, namun semenit kemudian kembali melirik Gio. Ada sesuatu yang mengusiknya. “Bukannya kalian sering tidur bersama, kau pastinya sudah meraba pantatnya kan?”
Tidak ada jawaban dari Gio untuk beberapa detik, sebelum pemuda itu menghela. “Memang, aku dan Abi sering tidur bersama. Tapi aku tidak setega itu untuk melakukannya.” Gio menyandarkan kepala, menatap langit-langit ruangan. “Aku tidak bisa melakukannya saat melihat wajahnya yang tertidur. Abi… kupikir dia malaikat.”
Dan kupikir kamu sudah gila. Farid menjerit dalam hati. Sungguh ia tidak pernah melihat Gio semelankolis itu. Menyebut Abi malaikat? Oh my God. Sosok Abi telah meracuni otak sahabatnya sepenuhnya. “Kau pernah mengatakan kalau kau bukan Gay. Tapi…”
Gio menoleh padanya, memicing tajam. “Aku bukan Gay!” serunya
“Abi itu seorang pria sepertimu, kau lupa?”
“Kutekankan sekali lagi, aku bukan Gay. Aku tidak tergoda pada pria manapun. Tidak peduli meski kau menari telanjang untuk menggodaku pun aku tak akan tergoda.”
Farid melempari Gio bantal sofa. Ia mendengus lalu kembali bertanya. “Bagaimana kalau Abi yang menari telanjang di hadapanmu?”
Pandangan Gio meliar. Ia menyapu rambutnya ke belakang. “Emm, kalau Abi, aku tidak menolak. Yaah, kalau dia mau.”
“Bagaimana kalau aku yang seperti itu?”
“Jangan membuatku muak padamu, Farid. Langsung kulempar kau ke comberan.”
“Kalau Derry?”
“Menjijikkan.”
“Kalau Abi?”
“Hmm… tidak masalah sih. Aku juga penasaran dengan lekuk tubuhnya. Kau tahu kami sering tidur bersama, kan? Jadi setiap kali aku memeluknya, aku selalu pensaran bagaimana—“
“Stop! Aku mengerti, tidak perlu dilanjutkan!”
Tepat saat itu ponsel Gio berbunyi. Dari sikap antusias Gio, Farid bisa menduga siapa yang menghubungi. Abi. Farid hanya mendengus geli, lalu kembali melempar pandang pada acara TV, namun sesekali melirik pada sahabatnya yang asik dalam sambungan telepon.
Ah, ia mengerti sekarang. Gio memang bukan homoseksual, biseksual, atau istilah lainnya yang sama. Tapi Gio adalah Abiseksual.