It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tp emang Gio tuh mesum akut klu liat Abi...hehehe...
tp emang Gio tuh mesum akut klu liat Abi...hehehe...
Derry menelan ludah. Ia kicep di ujung sofa. Tadinya, beberapa menit lalu ia ingin menikmati film yang baru saja ia sewa di rumah Gio. Tadinya, andai ia tahu leih awal jika hubungan Abi dan Gio dalam keadaan tidak baik. Ia begitu tolol hingga melihat tanda dari raut wajah keduanya.
Lima belas menit pertama, semua terlihat baik-baik saja. Namun ketika Abi mulai membuka suara, pecahlah perang dunia ketiga –oke, itu berlebihan. Gio dan Abi mulai adu mulut tepat di hadapannya. Dan Derry tidak bisa melakukan apapun selain melongo menyaksikan mereka.
“Harusnya kau mendengarkanku!”
“Dan harusnya kau tidak berbohong padaku!” Abi berteriak di depan wajah Erga, menunjuknya dan menatapnya dengan kemurkaan yang nyata.
Gio mendengus dan berkata “Memangnya kau tidak berbohong?” dengan nada mengejek. Membuat Abi menggeram marah. Abi bersedekap, menarik napasnya dalam. Amarahnya benar-benar berada di ujung lidah. “Kau yang memulai!”
“Err, guys. Bisakah kalian…. Sedikit menyingkir?”
“Diam, Derry!” Gio dan Abi membentaknya, membuat Derry semakin kecil di sudut sofa. Membuat dirinya menjadi pemuda paling malang saat ini. Dan ia tidak menyadari bahwa membuka suara malah melibatkannya dalam perang yang ia tidak mengerti.
Abi menatapnya tajam. “Derry, kau di pihak netral. Katakan siapa yang berbohong di sini.”
Gio bersedekap, berdiri tegap hingga tubuhnya terlihat lebih tinggi. “Oh, jadi kau mencari pembelaan?”
“Aku tidak mencari pembelaan. Aku hanya meminta sudut pandang yang berbeda, yang mana yang salah. Aku atau kamu.” Abi menoleh cepat pada Gio, berteriak padanya. Lalu ia bergumam pelan “Meski sudah jelas siapa yang salah.”
Gio mendekat padanya, menunjuknya. “Lihat? Kau bersikap seperti itu. Kau tidak menyadari kebohonganmu sendiri.” Ia melirik pada Derry. “Sudah jelas siapa yang salah, kan?”
Abi jelas semakin marah. Ia menampar tangan Gio yang menunjuknya. “Berhenti menunjukku! Kau juga mencari pembelaan. Lihat siapa yang tertangkap basah dengan kebohongannya? Jelas kau yang salah!” dan Abi melakukan hal yang sama, melirik Derry. “Derry, katakan padanya!”
Derry yang dilirik oleh Gio dan Abi hanya bisa menelan ludah. “Katakan… apa?”
Abi menggeram frustasi, menatapnya dengan tatapan kemurkaan yang sama seperti yang ia berikan pada Gio. “Astaga, Derry! Katakan siapa yang salah!”
“Derry, katakan!” Gio menatapnya sama.
Jujur saja Derry tidak tahu apa yang hari ia katakan. For God sake! Ia bahkan tidak tahu inti dari permasalahn mereka. Jadi ketika Gio dan Abi semakin menekannya, Derry meledakkan frustasinya saat itu juga. Ia berteriak dan berdiri, menunjuk Gio dan Abi bergantian. “Kalian gila! Aku hanya ingin menonton film! Bukan mendengar pertengkaran konyol kalian!” Lalu ia pergi dengan langkah lebar keluar, membanting pintu rumah Gio dengan kasar. Meninggalkan Abi yang melongo menatapnya, dan Gio yang melotot terkejut padanya.
Dua jam sebelumnya…
Abi lupa menghubungi Gio ketika pemuda itu mengiriminya pesan. Jadi ia segera menghubungi pemuda itu begitu ia ingat. Saat itu ia tengah berada di Mall bersama seorang teman, Nico namanya. Menemaninya berkeliling mencari entah apa, pemuda itu tidak mengatakannya. “Gio, aku lagi di Mall.”
”Kau jalan sendiri?”
“Tidak, aku bersama…” ia melirik Nico yang berjalan di sebelahnya. “…Derry.” Abi memutuskan untuk berbohong. Bagaimana tidak? Setiap kali ia menyebut nama orang lain, ia merasa Gio menjadi aneh.
”Oh, ok. Mau kujemput?”
“Tidak perlu. Aku bisa pulang bersama Derry.” Lalu ia melirik ke etalase toko. Ia berhenti sebentar di sana dan melihat ke dalam. “Kau lagi dimana?”
”Lagi di rumah.”
“Oh ya?” ada jeda yang panjang dari Abi. “Kau tidak sedang memilih sepatu high heels merah, bukan?”
Di sana, tepat di hadapannya, di antara rak sepatu di dalam toko di balik etalase kaca, Abi melihat Gio berdiri dengan sebelah pasang sepatu heels di tangan dan tangan lainnya menempelkan ponsel di telinga. Gio mengedarkan pandang dan mata mereka bertemu saat itu juga.
Great!
Abi memutuskan sambungan telepon, menatapnya murka lalu berlalu pergi. Nico yang tidak mengerti mengejarnya di belakang.
Kembali ke waktu saat ini…
Sepeninggal Derry, keduanya saling menatap tajam, beradu melemparkan pandangan kesal yang sama besarnya. Menunggu hingga siapa yang lebih dahulu kalah. Hingga Abi akhirnya memutuskan untuk duduk, menjadi pihak yang kalah. Ia menghela napas, kemarahan masih menumpuk di kepalanya. Gio tak melepas pandang darinya. Ia masih berdiri di tempat yang sama, bersedekap.
“Kau mau diam begitu saja? Tidak memberikan penjelasan apapun padaku?” Gio kembali menuntut.
Abi yang masih kesal mengangkat wajah, mempertemukan kedua pasang mata mereka yang sama-sama murka. “Lalu bagaimana denganmu? Kau juga berbohong padaku? Kita impas!” lalu memutuskan kontak mata mereka.
Beberapa menit berlalu dengan keduanya masih pada posisi yang sama. Tidak ada yang mengucapkan apapun dan kemarahan masih menggantung di udara. Hingga Abi memutuskan untuk kembali mengalah kedua kalinya. Ia mulai merasa lelah pada kemarahannya sendiri. “Aku tidak akan menyangkal jika aku berbohong. Aku terpaksa mengatakannya, karena aku tidak tahan melihat sikap anehmu setiap kali aku sedang jalan tidak denganmu, Derry, Farid atau Lia.” Abi melepaskan sedekapnya, meremas tangannya erat. “Namun aku tidak akan semarah ini andai kau tidak bebohong padaku. Aku benci jika kamu mulai melakukan itu. Aku... benci jika kamu juga berbohonga padaku.” Abi mengalirkan cerita dari mulutnya, tentang dirinya dan Erga, serta kebohongan yang menjadi awal dari berakhirnya hubungannya dengan pemuda yang sampai saat ini masih berbekas di hatinya.
Gio menghela. Ia duduk di sebelah Abi, menggenggam tangan Abi dengan satu tangannya. “Maafkan aku. Seharusnya aku tidak semarah ini. Aku juga berbohong padamu. Seperti katamu, kita impas. Jadi maafkan aku, oke?”
Ketika Abi mengangguk pelan, Gio tersenyum. Ia merangkul bahu Abi dan berbisik di telinganya “Good boy.” lalu keduanya tertawa pelan.
Gio melepaskan rangkulan di bahu Abi. Ia menaikkan kaki ke sofa dan menyandarkan kepalanya di paha Abi. “Biarkan aku berbaring sejenak. Marah ternyata bikin lelah.”
“Ya, sangat.” Abi tertawa pelan. Ia menyisir rambut Gio dengan jemarinya. “Heels merah itu, kau belikan untuk siapa?”
Gio menatap Abi, melemparkan pandangan nakal padanya. “Untuk seseorang.”
Kedua alis Abi terangkat, ada sesuatu yang tiba-tiba mengganggunya. “Seseorang? Siapa?”
Sudut bibir Gio terangkat. Satu alisnya terangkat jahil. “Kau mulai menginterogasiku? Kau penasaran? Kenapa?” Ada harap akan suatu rasa yang Gio inginkan dari Abi.
Abi mengedikkan bahu. “Kalau kau tidak mau mengatakannya, tidak apa.”
Gio tertawa pelan lalu menyentil ujung hidung Abi membuat pemuda itu mengaduh. “Oke, oke. Itu untuk ibuku.”
“Ibumu ulang tahun?”
“Tidak, aku hanya ingin membelikannya saja.”
“Kenapa kau tidak mau mengajakku? Sebagai teman yang baik aku bisa membantumu memilihkannya. Aku biasa menemani ibuku berbelanja.”
“Teman yang baik, eh?”
“Hm, teman yang baik.”
Gio tertawa. Ia mengubah posisi tubuhnya hingga wajah menghadap perut Abi. Dengan satu tangannya yang tak tertindih ia memeluk pinggang pemuda itu dan mengigit pelan perutnya, membuat Abi tertawa karena geli. “Hei, itu geli. Hentikan!” yang di balas tawa oleh Gio, dan pemuda itu kembali pada posisi semula.
“Kalian konyol!” Derry muncul lalu menghempaskan pantatnya di single sofa. “Beberapa menit lalu kupikir kalian sudah saling bunuh. Dan sekarang malah seperti sepasang burung yang lovey dovey. Shit you all!.”
“Derry! Jaga bicaramu!” Abi membentak dan Gio tertawa.
Derry memutar mata jengah. “Yes, mom.” dan menghiraukan protesan lainnya dari Abi. Ia segera meraih remote TV dan memutar ulang film yang sempat tertunda. “Kali ini jangan mengganggu waktuku menikmati film, atau kunikahkan kalian berdua.”
Maaf jika ada typo.
Maaf pula kalau kali ini amat absurd, aneh, atau sejenisnya. Tiba-tiba terpikir dan langsung ditulis.
kayak anak kecil td berantem ehh gak lama baikan lg. hahaha. kan kasian derrynya
Seperti biasa... Co cwiiiiit♡♡>\\<♥♥