It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
3rd update
Chapter 1
Ignition
“Kamu sudah sadar bang?,” tanya Yuda yang sedari tadi telah menunggu saudara kembarnya. Ia lekas berdiri dari kursi di samping pembaringan dan berjalan kearah meja di belakangnya untuk mengambil air tawar.
“Auuu…” racau Yudi di saat ia merasakan kepalanya seperti diremas dengan kuat. “Jam berapa ini?.”
“Jam 9 malam bang. Ini minum dulu bang, biar lebih enakan.”
“Jangan bilang mama ya Yud, yang ada kita malah diomelin.”
“Iya tenang aja bang. Abang mau makan?, tadi bude buatin bubur sum-sum buat abang. Kalau abang mau aku ambilin sekarang.”
“Entar aja lah Yud, masih agak pusing juga takutnya malah mual.”
“Omong-omong, kejadian di toko buku tadi apa ada sangkut pautnya sama empat orang aneh bermantel hitam itu bang?.”
“Kamu juga lihat mereka ya?.”
“Iya bang, tadi niatnya mau nelpon abang tapi keburu ada ledakan dari dalam toko.
Aku nyoba masuk tapi pintu kacanya gak bisa dibuka. Banyak yang janggal deh tadi bang.”
“Aku juga melihatnya sendiri kok Yud, bahkan dua orang yang ada di dalam toko bisa mengeluarkan asap dan cahaya aneh dari tangan mereka. Tiga ledakan tadi juga mungkin karena mereka.”
“Maksut abang?. Mereka mengeluarkan cahaya dan asap dari tangan seperti sihir gitu?.”
“Aku juga tidak tahu pasti Yud, semua kejadian di dalam toko benar-benar mematikan syaraf otakku. Aku tidak bisa berpikir apa-apa, aku hanya bisa memandang mereka penuh rasa ketidakpercayaan. Tapi sayangnya apa yang aku lihat tadi ternyata benar-benar terjadi. Terus bagaimana keadaannya sekarang?, para korban sudah dievakuasi?.”
“Korban apa bang? Waktu aku masuk ke toko itu aku tidak melihat siapa-siapa selain abang dan karyawan yang juga pingsan. Aku pun tidak melihat orang-orang bermantel hitam itu keluar dari toko, padahal aku sudah ada di depan toko beberapa menit setelah ledakan pertama.”
“Mungkin dia yang menyelamatkan mereka….” Ucap Yudi lirih yang lebih terdengar sedang berbicara pada dirinya sendiri.
“Dia siapa bang?....”
“Tidak, lupakan saja yang pasti kejadian tadi tidak menelan korban.”
Sejenak tidak ada satu kata pun terucap dari bibir dua saudara kembar ini. Mereka seperti sedang bergelut dengan pikirannya masing-masing. Yuda sebenarnya ingin bertanya lebih dalam lagi tentang kejadian di toko buku tadi, tapi dia lebih memilih untuk diam karena dia berpikir ini bukan lah waktu yang tepat. Saudara kembarnya baru saja sadar setelah hampir enam jam pingsan.
Kejadian-kejadian aneh yang terjadi di toko buku sore tadi juga berhasil membungkam mulut mereka. Terlebih Yudi yang secara langsung melihat kejadian yang seharusnya hanya ada di cerita fiksi dan imajinasi. Otaknya berkali-kali berusaha meyakinkannya bahwa kejadian tadi hanyalah halusinasinya, atau mungkin kejadian tadi merupakan satu adegan dalam film fantasi garapan anak negeri, hanya saja dia sedang tidak beruntung saat itu karena sudah terlibat secara ‘ilegal’. Namun, asumsi tersebut segera ditepisnya di saat ia menemukan fakta bahwa dia masih bisa merasakan sakit di punggung dan kepalanya akibat benturan tadi. Yuda adiknya juga bilang bahwa toko buku yang ia kunjungi tadi benar-benar hancur, tidak mungkin produser dalam negeri berani mengeluarkan budget besar. Tetapi tetap saja, sihir itu tidak mungkin ada di dunia ini, hal-hal seperti itu hanya ada dalam cerita.
“Yudi, kamu sudah sadar nak?,” sapa Bibi Aileen yang tanpa sepengetahuan sang kembar telah berdiri di samping pembaringan dengan raut muka yang terlihat kurang segar.
“Iya bude, bude tidak memberi kabar ke Papa Mama tentang masalah ini kan bude?,” tanya Yudi dengan raut khawatir terlihat jelas di wajahnya.
“Tidak kok nak. Kamu juga baik-baik saja kan. Bude masih bisa merawatmu, kasihan orangtuamu kalau harus bolak-balik ke Taiwan buat lihat keadaanmu. Bubur yang bude buatin sudah dimakan?.”
“Belum bude, aku makan sekarang aja sama Yuda ya bude?.”
“Yaudah makan dulu sana. Bude mau ada urusan sebentar.”
****
“Bang, apa benar yang abang lihat tadi sihir?.”
“Aku tidak yakin Yud,” hanya jawaban pendek itulah yang sanggup Yudi berikan kepada adiknya yang masih saja penasaran dengan kejadian tadi. Bukannya Yudi tidak mau menjawab dan menceritakan kejadian tadi secara utuh, sejujurnya Yudi sendiri masih merasa bahwa kejadian aneh di toko buku tadi benar-benar tidak masuk akal. Yang ia tahu hanya manusia itu ya manusia, mereka punya otak, hati, nafsu juga kekurangan-kekurangan lain yang membuat mereka menjadi bergantung pada alat. Bukannya malah mengeluarkan sihir dari tangan-tangan mereka.
“Yaudah deh besok pagi aja aku tanya lagi ke abang. Nih bang buburnya, agak panas sih, barusan aku angetin lagi.”
Kresekk… kresek…. Kresekk…
Si kembar yang tadi sedang menyantap bubur dalam diam tiba-tiba saling melempar pandangan ke satu sama lain di saat mereka mendengar bunyian seperti orang sedang melintas. Pipi keduanya menggembung karena bubur yang baru saja di lahapnya masih berada pada rongga mulut.
“Siapa bang?....” ujar Yuda lirih seakan tidak menginginkan suaranya di dengar oleh orang lain selain saudara kembarnya.
“Gak tau Yud, sepertinya dari arah kebun belakang,” ujar Yudi sambil melirik kearah jendela tertutup kain biru gelap yang apabila dibuka akan memperlihatkan suasana kebun belakang rumah.
“psstt… abang mau kemana?,” tanya Yuda lebih lirih dari sebelumnya, ia ingin menyusul abangnya berdiri tapi rasa was-was dan sedikit rasa takut telah merekatkan pantatnya pada kursi.
Yudi tak menjawab sedikit pun, ia berjalan santai toh pelan sehingga tidak menimbulkan suara derap kaki. Ia berjalan menuju jendela persegi yang tertutup gorden dan menyingkapnya sedikit, mungkin karena ia tidak mau kalau orang yang berada di luar sana tahu bahwa ia sedang diawasi. Yudi bisa melihat bayangan hitam yang dikira tak lebih tinggi darinya. Terdapat suatu benda digenggamannya, dia berkali-kali memegang ujungnya menggunakan tangannya yang lain dan setelahnya dia melempar tangannya kebawah, seperti gerakan menabur. Tidak jelas siapa yang sedang berdiri di sana di gelap malam seperti ini, pakaian serba hitam dan tudung caping berwarna senada benar-benar menyulitkan Yudi untuk melihat wajah milik orang aneh tersebut.
Brakkk!!!!!
“AUUUU!!!....”
Yudi spontan terlonjak kaget dan menoleh ke sumber suara, tanpa sadar ia juga melepas selambu jendela sehingga jendelanya sekarang benar-benar tertutup sempurna oleh kain. Di lihatnya sang adik sedang meraba-raba kepalanya yang sepertinya telah tertimpa sesuatu yang entah dari mana datangnya.
Krasaakkkk!!!
Spontan, kedua saudara kembar tersebut mendongakkan kepala mereka ke langit-langit dapur di saat rontokan-rontokan sepert pasir jatuh ke atas meja. Yudi segera menuju saudaranya untuk melihat sebenarnya benda apa yang jatuh barusan.
Di sana, di atas meja makan dengan dua mangkuk bubur di atasnya, kedua pasang mata mereka menangkap sebuah benda berbentuk balok tergeletak di antara mangkuk. Sekejap saja mereka tersadar bahwa benda yang telah menimpa Yuda adalah sebuah peti kecil yang terbuat dari kayu. Peti tersebut terlihat bersih tapi jika dilihat dari kayunya terlihat cukup tua, mungkin umurnya lebih tua dari umur mereka berdua. Yudi yang sedang berdiri di samping saudara kembarnya tanpa sadar menyentuh kepala Yuda dan mengelusnya pelan berkali-kali, seakan ingin menghilangkan rasa sakit yang pasti dirasakan adiknya setelah dijatuhi kotak kayu tersebut.
Elusan Yudi tiba-tiba terhenti tepat di ubun-ubun di saat kotak peti --- dengan simbol aneh di tengah dan simbol-simbol lebih kecil di setiap pinggiran peti --- berpendar merah darah, simbol-simbolnya pun juga mengeluarkan cahaya tipis berwarna kuning keemasan. Semua itu terjadi di saat Yuda, dengan rasa penasarannya, menyentuh peti kecil tersebut dengan jari-jari tangan kanannya.
Kedua saudara kembar tersebut seketika merasakan sengatan aneh yang mengalir dari tangan-tangan mereka. Mereka juga bisa melihat ada cahaya emas mengalir lambat dari kesemua ujung jari Yuda yang masih menempel pada peti tersebut. Cahaya emas lembut tersebut mengalir terus hingga menyentuh tangan Yudi yang masih menempel pada ubun-ubun kembarannya hingga akhirnya tubuh Yuda pun diselimuti cahaya emas tipis terang.
Tak berhenti disitu, tubuh Yudi pun mengalami reaksi yang sama di saat tangannya tersentuh cahaya emas aneh yang sedang menyelimuti tubuh adiknya. Mereka saling menatap dengan tatapan penuh tanda tanya. Seketika itu juga Yudi teringat bahwa hal ini pernah ia lihat sebelumnya. Tubuh kedua orang itu, tubuh kedua orang yang telah menghancurkan toko buku itu juga diselimuti cahaya sebelum mereka mengeluarkan sihir mereka, yang membedakan hanya warna. Mereka merasakan tubuh mereka benar-benar hangat. Tubuh mereka seperti sedang di selimuti jaket musim dingin, sekujur tubuh mereka seperti terselimuti oleh kain tebal tak tampak yang bisa membuat mereka merasa hangat.
“APA YANG KALIAN LAKUKAN!!.”
Terkejut karena teriakan bibi mereka barusan, mereka secara serentak menarik tangan mereka bersamaan. Mereka menatap kearah bibinya yang sedang berdiri tidak jauh dari mereka. Baru kali ini mereka melihat raut marah pada wajah bibi mereka. Sedari kecil hingga mereka menginjak kelas sebelas SMA ini mereka memang sering diasuh oleh bibinya dan mereka tidak sekalipun pernah melihat bibinya marah, apalagi semarah ini. Sorot mata takut dan was-was terlihat jelas dari wajah mereka, bahkan tanpa sadar pun tangan mereka bergetar pelan.
“Apa yang kalian lakukan dengan barang itu. Bagaimana kalian bisa mengambilnya?,” ujar Bibi Aileen yang sekarang terlihat lebih tenang. Ia berjalan medekat ke si kembar dan dengan sekejap saja mengambil peti kayu tersebut dan membuka tutupnya perlahan. Dengusan nafas lega keluar dari pernafasan Bibi Aileen di saat ia menutup kembali peti tersebut.
“Kami tidak tau apa-apa bude, sungguh,” ucap Yuda terdengar sangat menyesal meskipun dia tidak berbuat salah.
“Terus bagaimana peti ini ada di tangan kalian?. Jiwa kalian bisa dalam bahaya karena kotak ini.”
“Kotak itu tiba-tiba jatuh dari atap bude. Kotak itu juga menimpaku. Kami berdua juga tidak tahu menahu bagaimana kotak itu bisa tiba-tiba jatuh dan menimpa kepalaku,” ujar Yuda sambil mendongak ke atas menatap atap yang berlobang seakan ingin mengajak bibinya untuk melihat lobang yang terbentuk karena peti kayu sialan itu.
“Bude, apa peti ini ada sangkut pautnya dengan kejadian di toko buku tadi sore?,” tanya Yudi yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa penasarannya akan kejadian aneh yang ia alami tadi.
“Tidak….” ujar Bibi Aileen yang terhenti karena tatapan tajam yang diberikan oleh Yudi.
“Percuma saja bude, aku sudah melihat semuanya. Aku melihat dua orang pria yang ada di toko buku bisa mengeluarkan cahaya aneh dari tubuh mereka. Karena cahaya itu jugalah ledakan-ledakan itu terjadi. Apa bude juga ada sangkut pautnya dengan ini semua?. Apa bude juga… penyihir?.”
Entah darimana datangnya keberanian yang tiba-tiba memenuhi dada Yudi sehingga tanpa ragu dia bertanya seperti itu. Yang pasti, dia merasakan rasa penasaran yang sangat besar, terlebih dia mendapatkan kenyataan bahwa tubuh miliknya dan milik saudara kembarnya juga bisa mengeluarkan cahaya aneh yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Dan rasa penasaran itu semakin besar di kala bibinya seperti sedang mencoba untuk menutup-nutupi hal ini.
“hahhhh….” Dengusan nafas berat keluar dari Bibi Aileen. Sejujurnya dia tidak ingin memberitahu kedua keponakan kembarnya ini, terlebih melibatkan mereka dalam menjaga dan menyembunyikan buku ini. Membongkar rahasia dirinya sendiri pada kedua remaja di hadapannya saat ini saja sudah membebaninya, apalagi harus memberi tahu mereka tentang rahasia buku ini: apa yang ada di dalamnya dan bahaya apa yang bisa ditimbulkan. Dia hanya ingin menyimpannya sendiri tanpa melibatkan keponakannya, keselamatan mereka lah yang utama bagi dia.
“Maaf kan bude nak, sebenarnya ini….”
BLARRRR!!!!
Terjadi benturan besar yang terdengar seperti sebuah ledakan. Rumah Bibi Aileen yang dikelilinig pagar beton meninggi tersebut terasa bergoyang dan beberapa bulir pasir remahan rontok dari atap-atap yang menaungi rumah. Si kembar melempar pandangan ke segala penjuru, semua tembok bergetar hebat, gelas-gelas yang tergantung di rak piring juga saling berbenturan hingga menimbulkan suara berdentang. Di sisi lain, rahang Bibi Aileen tiba-tiba mengeras dan matanya berkobar dengan penuh amarah.
Yudi meremas pundak kembarannya dan menodongkkan dagunya kearah sang bibi, mengisyaratkan kepada saudara kembarnya untuk melihat kearah yang sama. Yudi menatap dengan sorot mata tajam dan terkesan dingin, sebaliknya, Yuda malah memandang bibinya dengan tatapan tidak percaya dengan mulut menganga. Entah karena sang bibi merasa dalam bahaya atau malah merasa siap melawan siapapun itu yang dengan lancangnya telah merusak rumahnya, tubuh bibi Aileen berpendar Jade Green, tubuhnya terbungkus seperti asap berwarna hijau namun pendarannya jauh lebih terang dan lebih tebal dibanding milik si kembar.
“Yuda, Yudi bawa peti ini. Jauhkan peti ini dari siapapun orang itu yang telah menyerang toko buku sore tadi dan orang yang sedang menyerang rumah ini sekarang,” ujar bibi Aileen tegas dan meyakinkan. Suaranya dipenuhi dengan nada yang membuat si kembar tidak berani berkata apa-apa melainkan menuruti apa yang dia bilang. “Hanya kalian yang bisa bibi percaya untuk membawa kotak kayu itu sekarang. Bibi akan menghadang dia yang sedang berada di luar. Kalian lari lah.”
“Tapi bi…,” ujar Yuda yang seperti tidak rela meninggalkan bibinya menghadapi bahaya yang sama sekali tidak ia ketahui bentuknya. Tapi perasaannya dengan mantap mengatakan bahwa bahaya kali ini benar-benar mematikan, bahaya yang tidak mungkin bisa dihindari tanpa mengorbankan jiwa.
“Sudahlah… Seperti yang kalian lihat, bibi seorang penyihir. Bibi tidak akan bisa dikalahkan dengan mudah,” ujar bibi Aileen dengan senyum lembut yang cukup bisa menenangkan si kembar. Bibi Aileen meraih telapak tangan keponakannya dan menggenggamnya dalam satu cakupan tangan. “Dengar, setelah ini hidup kalian tidak akan lagi sama seperti yang sebelum-sebelumnya. Kalian memiliki Aura yang pernah dimiliki oleh orang-orang hebat terdahulu. Sejujurnya bibi tidak percaya bahwa kalian memiliki Aura emas seperti milik King Arthur, Tutankhamun, King Midas, bahkan Athena. Aura kalian juga sangat kuat, terkuat dari aura-aura yang pernah bibi temui. Hanya mereka keturunan dewa yang memiliki aura seperti kalian.”
“Demigod….” ujar Yudi pelan.
“Ohh iya!! Percy Jackson….” Kata Yuda girang di saat kembarannya menyebutkan salah satu novel favoritnya.
Bibi Aileen terkekeh, “Iya, seperti pada novel itu. Tapi kata demigod sudah sering di dengar oleh orang-orang yang mempelajari mitologi Yunani, mereka tau jauh sebelum novel itu keluar.”
Bibi Aileen tanpa sadar meneteskan air mata dari kedua pelupuk matanya, ia semakin rapat menggenggam kedua tangan milik keponakan tersayangnya. “Dengar, sejujurnya bibi menginginkan kalian menjadi remaja biasa dengan segala kenakalannya. Bibi tidak pernah berpikir bahwa kalian berdua memiliki Aura yang sangat kuat. Pergilah ke sekolah sihir di Alam bayangan, temui Castor dan Pollux atau Circe. Kalian aman di sana.”
BLARRR!!
“sigh… sepertinya penghalang yang aku tanam tadi hanya mampu bertahan sebentar.”
“Kalian pergilah. Kalung ini yang akan membawa kalian ke Alam bayangan Asgard. Gambar pada tanah sebuah bintang david dalam sebuah lingkaran, cukup besar hingga kedua tubuh kalian berdua bisa masuk seutuhnya. Livianio dal Valhalla ucapkan mantra itu untuk membawa kalian ke Asgard,” Bibi Aileen mengalungkan kalung ---dengan permata berbentuk limas memanjang dan berwarna merah darah--- itu pada leher Yudi. “Yudi, karena kamu kakak, bibi mempercayakan kalung ini padamu. Jaga adikmu. Yuda, jaga kakakmu,” air mata bibi Aileen semakin deras mengucur, “satu hal lagi, apa yang terlihat baik belum tentu baik dan apa yang terlihat buruk belum tentu buruk. Perbuatan baik yang kamu lakukan belum tentu dibalas oleh orang yang kalian tolong, balasan kebaikan kalian bisa datang dari siapapun tanpa kalian tahu. Ingat kata-kata itu.”
Groaarrr!!!!!
“Fenrir!!!!!!.......” mata Bibi Aileen melotot seketika di saat ia mendengar lolongan suara yang sangat berat dan dalam. Seketika itu juga, Aura yang tadi berpendar lemah kini kembali menyala dengan sangat terang. Berada sedekat itu dengan sang bibi, Si kembar merasa tubuhnya sedang terhimpit tembok yang tak menyisahkan udara sama sekali. Tenggorokan mereka tercekat dan tiba-tiba tidak tahu lagi bagaimana cara bernafas dengan benar.
“Larilah sekarang!!. Sihir penghalang yang aku tanam sudah jebol!. Cepat!! Lari!!.”
Liviano aku derived dari kata Leave; dal aku karang sendiri ; Valhalla itu nama kota tempat Odin memerintah.
Liviano aku derived dari kata Leave; dal aku karang sendiri ; Valhalla itu nama kota tempat Odin memerintah.
sejauh ini belum nemuin typo yang berarti, cuma kurang satu huruf doang kayak sepert yang seharusnya seperti
keep writing bang TS
btw thanks komennya, secara gak langsung bikin semangat nulis, berasa diperhatiin gitu XD. jujur aja susah juga nulis sampel 14 halaman kayak post yang ini. thanks ya!
btw thanks komennya, secara gak langsung bikin semangat nulis, berasa diperhatiin gitu XD. jujur aja susah juga nulis sampel 14 halaman kayak post yang ini. thanks ya!