It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Seperti yang @ken_ken bilang, belum ada typo yng terlalu berarti, tapi ini bukan cerita terjemahan kan ?
Aku ngerasa kalo indo nya agak kaku atau ini emang gaya nulisnya ts yah ?
Btw. Keep writing
2-3 jam lagi update,
Spoiler gak lngsung nih @Aizen3kyoka hehehe
Ngga sabar nunggu lnjannya beud.....
Chapter 1
Ignition
“Kita perlu makan. Kita langsung pulang ke rumah setelah ini,” ujar Yudi. Remaja kembar itu baru saja turun dari motor setelah memarkirkannya di lahan parkir salah satu rumah makan fast food yang terkenal akan ayamnya. Yudi menolehkan wajahnya kepada adik kembarnya di saat ia tidak menemukan jawaban namun sebuah anggukan kecil. Wajah saudara kembarnya benar-benar dipenuhi kekalutan saat ini.
Yudi ragu-ragu sejenak sebelum benar-benar melangkahkan kaki ke dalam restoran tersebut. Dia masih berdiri di lahan parkir, menyandang ransel di bahunya, memandang ke sekeliling. Jika mengabaikan pecahan kaca berkilauan yang berserakan di trotoar depan toko buku di depan sana, semuanya tampak normal, seperti layaknya suasana siang pada hari kerja. Jalanan ramai dengan kendaraan berlalu-lalang, udara sarat dengan asap kendaraan yang keluar dari kenalpot, orang-orang berjalan di trotoar menenteng tas plastik dengan segala isinya yang entah apa. Semuanya terlihat normal, orang-orang terlihat normal….
Hanya saja….
Hanya saja, tidak ada yang sama. Semuanya tidak akan sama lagi. Belum genap dua belas jam dunia Yudi yang teratur telah goyah dan berubah tanpa bisa dihindarinya, terlebih setelah sang bibi menitipkan kotak kayu laknat yang berada dalam tas ransel di punggungnya itu. Dia adalah seorang murid SMA biasa, bukan murid paling brilliant, tapi juga bukan murid yang paling terbelakang. Dia bermain sepak bola, menyanyi --- dengan buruk--- dalam band temannya, tertarik pada seseorang yang selalu dia incar semenjak awal SMA. Sangat menyukai film X-men dan kartun Pokemon. Suka sekali apabila diajak kembarannya jalan-jalan sekedar menghabiskan penat di alun-alun atau menyusuri jalanan kota apel, tempatnya dilahirkan. Yudi hanyalah remaja biasa, begitu juga kembarannya. Tetapi remaja biasa tidak akan terjebak di tengah-tengah pertempuran sihir antara dua orang penyihir yang baru saja meledakkan tokonya sendiri.
Tidak ada yang namanya sihir di dunia ini. Sihir hanyalah efek khusus dalam film. Sihir adalah pertunjukan sulap yang melibatkan kelinci dan burung merpati, kadang-kadang harimau. Dan juga trik ---atau tipuan--- David Copperfield yang menggergaji manusia menjadi dua dan melayang di atas penonton. Sihir tidak sungguh-sungguh ada… Tetapi… tetapi, kalau begitu, bagaimana dia dapat menjelaskan tentang apa yang baru saja terjadi di toko buku? Dia melihat sendiri rak-rak buku seketika membusuk, menyaksikan kertas berubah menjadi bubur, dan cahaya yang keluar dari dua pria itu dan tiga ledakan besar yang membuatnya tidak sadarkan diri, semuanya nyata… semuanya benar-benar terjadi.
“Bang… ayo,” ajak Yuda yang tanpa ia sadari telah berada pada mulut pintu kaca. Dilihatnya beberapa wanita remaja seusianya cekikan sambil menatap kembarannya, bahkan salah satu dari mereka dengan hebohnya menjejak-jejakan kaki ke lantai dan menggigit kuku jarinya. Tipe wanita yang paling tidak disukai oleh kedua saudara kembar tersebut.
Yudi segera melangkahkan kaki menyusul saudaranya yang kini telah berada di dalam ruangan yang dipenuhi dengan nuansa merah. Saat Yudi baru saja masuk dalam restoran tersebut, sekumpulan remaja perempuan tadi semakin heboh menghentak-hentakan kaki dan sesekali Yudi mendengar desisan kata kembar. Dia terus saja berjalan menyusul kembarannya yang sedang antri memesan tanpa memperdulikan pandangan orang lain.
“Kamu pesan apa bang…?,” toleh Yuda kearah kembarannya yang sedang berdiri di sampingnya ikut mengantri.
“Chicken fillet tanpa mayo sama mocca float aja, aku masih belum begitu nafsu buat makan banyak.”
“Aku pesen Chicken Bucket aja ya bang. Aku juga lagi gak pengen nyantap nasi.”
“Nanti cari tempat duduk di atas aja ya, biar bisa omong lebih leluasa.”
“Sipp….”
Yuda terlihat asyik memainkan smartphone iOS-nya, kedua jari jempolnya dengan lincah bergerak kesana-kemari tanpa kesulitan menemukan satu huruf pun, pendar cahaya putih kebiruan menerpa wajah kembarannya. Mereka mengantri dalam diam hingga beberapa menit berikutnya…
“Ayo bang, nih bawain minumnya aja,” Yudi dengan sigap mengambil dua mocca float dari atas nampan berwarna coklat itu.
Terlihat saudaranya membatu sebentar, diikutinya arah pandangan Yuda yang terpaku pada salah satu sudut ruangan yang terlihat seorang remaja tampan sedang duduk berhadapan dengan seorang remaja pria seusianya.
“Ayo… kita duduk di sini saja,” ajak Yudi yang mengambil posisi menghadap langsung ke remaja tadi, tidak memberikan kesempatan kepada kembarannya untuk melihat pria yang ada disana. Tiba-tiba saja hatinya terasa panas.
“Yud… coba handphonemu sambung ke wifi, koneksinya bagus apa gak.”
“Bagus kok bang, dari tadi aku make wifi buat chat ke mama ngasi kabar kalau kita pulang ke rumah lebih awal.”
“Terus mama bales gimana.?,” tanya Yudi sembari mengeluarkan macbook yang telah dimilikinya tiga bulan ini dari dalam tasnya. Terlihat jarinya mengetikkan sesuatu sebelum monitornya membawanya ke posisi standby.
“Belum dibalas bang. Dibaca aja belum,” kata Yuda pendek karena tangannya sibuk memilih potongan ayam dengan tisu agar tangannya terhindar dari minyak. “Abang ngapain?.”
“Nyoba ngecek sesuatu Yud, aku mau cari info tentang kejadian-kejadian hari ini. Tentang nama yang disebut bude sebelum kita disuruh lari.”
“Fenrir ya… aku pernah lihat kartun di Indo**** bang, aku lupa judulnya Fairy tale apa Fairy Tail gitu. Di kartun itu ada karakter yang namanya sama, bentuknya serigala gitu bang.”
“Iya… ini menurut yang aku baca di Wikipedia, Fenrir itu monster legenda dari Norse Mythology. Disebutkan juga kalau Fenrir itu monster yang sangat kuat dan berbahaya hingga para dewa memutuskan untuk membelenggunya, tapi gagal tiga kali. Hingga para kurcaci diutus oleh para dewa untuk membuat rantai yang tidak bisa putus. Rencananya berhasil tapi salah satu dewa bernama Tyr harus merelakan lengannya sebagai korban.”
“Itu makhluk yang dihadang bude tadi ya bang? Apa bude akan baik-baik saja? Mungkin bude akan baik-baik saja kalau dia hanya menahan Fenrir, tapi untuk membunuhnya atau sekedar melarikan diri sepertinya….,” Yuda tidak sanggup meneruskan kata-katanya barusan. Pikirannya terbang ke kejadian-kejadian yang baru saja ia alami di rumah Bibi Aileen.
“Iya itu yang aku takutkan dari tadi, Yuda. Tapi auranya bude juga tidak bisa kita anggap remeh. Kita sampai dibuat susah bernafas karena tekanannya.”
“Iya sih bang, tapi tetap saja aku khawatir sama bude….”
“Tenang saja, bude akan baik-baik saja,” ujar Yudi dengan nada yang dibuat meyakinkan, namun saudara kembarnya itu tau begitu saja bahwa kembarannya juga sedang merasakan kekhawatiran yang sama.
Paling tidak, salah satu dari mereka ada yang tegar dan bisa meredam kekhawatiran yang timbul di benak mereka.
Kembali tubuh Yuda dibuat menegang disaat remaja yang ditatapnya tadi berjalan melewatinya tanpa menolehkan muka sedikitpun. Matanya terus mengikuti gerakan remaja itu, hingga tubuh remaja tersebut tenggelam seutuhnya setelah melewati anak-anak tangga.
“Kamu masih suka sama dia?,” ujar Yudi yang baru saja kembali menatap kembarannya setelah mengikuti gerakan remaja tampan tadi. Dengusan kesal pelan keluar darinya.
“hehehe iya bang, aku masih menyukai dia. Sayangnya dia tidak pernah menyadari keberadaanku. Hehehe,” kekeh Yuda kaku. Dia menahan rasa sakit di dadanya yang tiba-tiba timbul setelah ia menyadari bahwa pria yang disukainya tidak pernah meliriknya sedikitpun. “Aku suka ke orang yang salah bang, gak seharusnya aku suka pria, apalagi yang straight kayak dia.”
“Yaudah berhenti saja mencintainya,” ujar Yudi sinis dengan nada geram terdengar jelas di telinga kembarannya. Yudi menghempaskan punggungnya ke sandaran, rasa panas di hatinya kembali muncul setelah saudara kembarnya mengatakan hal tersebut.
“Gak bisa bang,” ujar Yuda kembali terkekeh kaku sambil mengaduk-aduk sedotan mocca floatnya.
“Sini operin ayamnya ke aku… Gilaa!! Kamu bilang lagi gak nafsu makan banyak-banyak tapi ayamnya tinggal tiga potong doang?!!.”
“hahaha abis asik sih bang gigitin dagingnya. Lagian, yang bilang gitu tadi kan abang.”
“Bilang aja kalau dari awal kamu emang pengen makan ayam doang…”
“hehehe,” cengir Yuda sambil mengambil Chicken Fillet kembarannya dan menggigitnya sebagian. “Terus, abang nyari info apalagi selain Fenrir?,” ucap yuda yang terdengar sedikit menggumam karena mulutnya sedang terisi makanan.
“Tentang Aura juga yud, tadi sempet baca dari tiga sumber dan semuanya menyebutkan setiap manusia memiliki aura tersendiri dan aura tersebut bisa berubah sesuai suasana hati orang. Kesemua artikel itu juga nyebutin warna-warna aura yang biasa ditemui pada manusia, tapi tidak satupun dari mereka menyebutkan bahwa aura bisa digunakan untuk sihir.”
“Terus hal apa yang bisa menjelaskan kejadian-kejadian tadi bang? Ledakan di toko buku yang katanya abang karena ulah dua orang pria dengan sihirnya, peti kayu tadi yang membuat tubuh kita dikelilingi asap berwarna keemasan, tubuh bude yang juga diselimuti aura tapi berwarna hijau dan lolongan serigala tadi yang seketika membuatku merinding. Semuanya memang tidak masuk akal bang, tapi hal itu benar-benar terjadi dan aku percaya ucapan abang setelah aku melihatnya sendiri tadi.”
“Aku sendiri tidak tau Yud, semua hal ini benar-benar tidak masuk akal untukku.”
“Terus apa yang akan kita lakukan dengan peti kayu yang diberikan bude ke kita bang?.”
“Kita sembunyikan di rumah saja untuk sementara, kita kumpulkan informasi dan kita cari orang yang lebih bisa diandalkan untuk menjaga peti kayu ini. Aku tidak mau lagi terlibat dengan kebodohan ini.”
Yuda hanya mengagguk menuruti apa yang disarankan kakak kembarnya. Sedikitpun tidak pernah terlintas bahwa ia dan saudaranya akan terjebak pada hal bodoh ini, hal bodoh karena apa yang mereka alami dalam sehari ini seharusnya tidak ada di dunia nyata, seharusnya hal-hal yang dilihatnya tadi hanya ditemuinya dalam cerita fantasi dan imaji.
****
“Darimana saja kalian? Kenapa pulang malam-malam begini?,” berondong seseorang yang masih berdiri di depan pagar kayu berukuran tinggi dengan raut muka penuh kekhawatiran.
“Maaf mas, tadi kita cari makan dulu. Kenapa mas bisa tau kalau kita baru saja pulang dari rumah bude?.”
“Itu… itu karena ibuku menelponku, dia bilang kalian pulang malam ini.”
“Kami tidak bilang begitu ke bude mas!, kami tidak sempat berujar apa-apa sebelum meninggalkan bude sendiri disana,” ujar Yuda tanpa memberikan cela sepupunya untuk memberi alasan lebih. Ia lihat wajah sepupunya tiba-tiba mengeras dan seperti kebingungan karena tidak menemukan kata-kata untuk membalas ucapan Yuda.
“Mas tau apa yang terjadi di rumah bude kan? Mas juga tau kan?,” kini Yudi yang berujar kemudian mendorong kakak sepupunya masuk agar ia dan kembarannya bisa masuk ke rumah karena udara di luar mulai membuatnya menggigil.
“Get a seat, I’ll make two hot chocos for you. I will tell you everything, everything you wanna know.”
“I’ll go upstair. Mas nyusul aja ke kamarku. Kita ngobrol disana,” ujar Yudi dingin yang kembali belum bisa menerima kenyataan bahwa satu orang lagi yang begitu dekat dengannya juga mengetahui tentang hal-hal bodoh, hal-hal yang seharusnya hanya ada dalam mimpi buruk.
****
“Care to explain now?. Jujur saja aku dan Yuda menginginkan semua hal ini berakhir sesampainya kita ke rumah. Kita tidak ingin lagi berhubungan dengan hal-hal yang tidak masuk akal seperti tadi, tapi sepertinya tidak bisa. Benar kan mas?.”
“Iya, terlebih kalianlah yang sekarang memegang buku itu.”
“Jadi peti kayu itu hanya menyimpan sebuah buku?,” ujar Yuda sinis.
“Bukan sekedar buku, tidak mungkin sebuah buku biasa bisa diperebutkan oleh… penyihir,” ujar Yudi lemah. Sepertinya kata yang berhubungan dengan sihir telah menjadi kata tabu dan menjijikkan baginya.
“Iya benar. Sebenarnya buku itu telah ada jauh sebelum peradaban manusia mengenal teknologi. Sebelum manusia mengenal tuhan. Maupun sebelum manusia memiliki peradaban sendiri dan menyembah dewa-dewa. Sampai saat ini, sudah lebih dari dua ratus orang yang pernah menjaga buku itu. Bahkan mungkin lebih dari yang kita bertiga bayangkan.”
“Mas juga bisa menggunakan sihir kan? Kenapa bukan mas saja yang menjaga buku itu?. Kenapa harus kami yang tidak memiliki kemampuan apa-apa?.”
“Kalian benar bahwa aku memiliki aura, tetapi aku tidak bisa memanipulasi auraku dan menggunakannya untuk menyihir. Aku hanya bisa menggunakan auraku untuk hal lain.”
Yudi yang sempat kehilangan kontrol emosinya kini hanya bisa memandang kakak sepupunya dalam diam. Ada sedikit rasa penyesalan di hatinya karena telah emosi kepada kakak sepupunya.
“Sebenarnya ibuku sangat tidak menginginkan kalian untuk terlibat dalam hal ini. Setahun sekali ibuku menanam sihirnya pada diri kalian, ibuku berharap bahwa aura kalian akan terus tersegel dan kalian bisa hidup normal seperti anak-anak lain. Sebenarnya aku tidak memiliki bakat sama sekali dalam dunia sihir, tetapi ibu memaksakan diriku untuk mengeluarkan auraku secara paksa yang bisa saja membahayakan nyawaku.”
“Kenapa begitu? Kenapa bude melakukan itu? Kenapa hal itu bisa membahayakan dirimu, mas?.”
“Ibuku berharap aku bisa menggunakan auraku untuk membantunya menjaga buku itu, bertiga bersama Tuan Gorgovic. Tetapi aku menemukan kesulitan untuk memanipulasi auraku, meskipun hanya mengeluarkannya. Oleh karena itu ibu mebawaku kepada salah satu ras tetua bernama Prometheus untuk membangkitkan auraku dengan paksa.”
“Kenapa bude harus melakukan itu….?”
“Biarkan aku menyelesaikan penjelasanku, Yuda. Aku tau kamu sangat mudah merasa penasaran, tetapi apa yang sedang dan akan aku jelaskan ini sangat berguna bagi kalian nanti.”
“Baiklah, maaf….”
“Mungkin kalian tau bahwa aura adalah energi kehidupan. Apabila aura seseorang dibangkitkan dengan paksa tapi dilain sisi orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol auranya sendiri, secara otomatis orang itu akan kehilangan energi kehidupannya. Apabila orang tersebut masih tidak bisa mengontrol energi kehidupan yang keluar dari dalam tubuhnya, dia bisa kehilangan nyawanya saat itu juga. Sama dengan yang aku alami saat aku berusia enam tahun dulu.”
“Auranya mas dikeluarkan secara paksa dengan kata lain masih ada cara lain yang lebih aman untuk membangkitkan Aura, benar?,” ujar Yuda yang kini tertarik dengan topic pembicaraan mereka.
“Iya dan itu butuh waktu bertahun-tahun untuk dilakukan karena kalian harus memastikan mikrokopil dalam tubuh kalian terbuka semuanya.”
Terus mas bisa melakukan apa saja dengan auranya mas? Mas bilang, mas tidak bisa menggunakan sihir kan?,” tanya Yudi yang kini berjalan kearah meja belajarnya untuk mengambil secangkir cokelat panas.
“Aku hanya bisa menggunakan auraku untuk penyembuhan dan bertarung secara fisik. Sebenarnya aura manusia bisa dimanipulasi menjadi apa saja tetapi perlu waktu lama dan bakat alami untuk menentukan jenisnya. Aura bisa digunakan untuk sihir, bisa digunakan untuk bersinggungan dengan makhluk astral, bisa digunakan untuk penyembuhan diri dan orang lain, bisa digunakan untuk memperkuat diri dan benda dll. Hanya saja, manusia tidak bisa menguasai semua hal tersebut dengan auranya. Mungkin saja seperti seseorang yang sangat unggul dalam matematika dan hitung-menghitung, tetapi dia akan menemukan kesulitan dalam berbahasa.”
“Jujur saja masih banyak hal belum aku pahami mas hehehe,” ujar Yuda yang kini berpindah ke kasur dan menidurkan dirinya di samping kembarannya.
“hahaha dulu juga aku tidak paham apa yang dijelaskan oleh ibu. Tetapi lambat laun aku mulai memahaminya. Semakin aku sering menggunakan auraku, semakin aku memahami resiko-resikonya.”
“Terus bagaimana dengan buku itu mas?. Kenapa buku itu sampai diperebutkan oleh orang-orang?.”
“Buku tersebut merupakan teks kuno berisikan mantra-mantra yang bisa digunakan untuk menunjukkan letak tujuh Kristal kuno yang bisa digunakan untuk bebagai hal. Tetapi untuk menggunakannya, banyak manusia yang harus dikorbankan untuk membangkitkan kekuatan tujuh Kristal kuno tersebut.”
“Seperti tumbal gitu mas?.”
“Ya bisa dikatakan seperti itu. Lebih dari tujuh puluh persen jiwa manusia akan melayang apabila kekuatan Kristal tersebut dibangkitkan.”
“Tujuh puluh persen dari seluruh jumlah manusia yang ada di muka bumi ini?,” ujar Yudi yang kali ini ikut berbicara setelah sesaat ia hanya terdiam mendengarkan penjelasan kakak sepupunya.
“Ya. Dan itulah tugas kami para penjaga buku untuk menghalangi mereka yang ingin berbuat jahat ---demi keuntungan mereka sendiri--- dengan menggunakan tujuh Kristal kuno tersebut.”
“Hal-hal penting telah aku jelaskan kepada kalian. Sekarang ayo kita bergegas ke alam bayangan Asgard, disana kalian akan aman. Aku sudah bisa merasakan hawa kehadiran Fenrir mulai mendekat.”
“Bagaimana bisa? Bagaimana mereka mengetahui keberadaan kita?.”
“Nanti aku jelaskan. Maaf aku akan menggunakan novel-novel kalian,” ujar Rolland tergesa. Ia menyebarkan novel-novel koleksi si kembar ke atas lantai marmer hingga membentuk sebuah lingkaran. Dengan cepat ia menyambar ketiga cangkir cokelat panas yang ada di atas meja belajar dan menuangkannya ke lantai hingga membentuk bintang david.
Bzzzzz……….!!
“Nooooo!! Kenapa harus novel-novel ini!!,” ujar Yuda yang tidak terima di saat ia melihat novel-novel yang membentuk lingkaran penuh tersebut mulai dibakar oleh sepupunya.
“Panas api bisa digunakan sebagai katalis dalam reaksi kimia, kalian tahu itu kan? Begitu juga dengan sihir hehehe. Yudi, you know the spell. Selamatkan kita dari Fenrir, aku tidak bisa menahan Fenrir meski hanya lima detik, apalagi kalian.”
“kami benar-benar tidak mempunyai pilihan lain kan?,” ujar Yudi getir di saat ia menyadari bahwa ia dan saudar kembarnya tidak lagi memiliki kesempatan untuk menikmati hidupnya yang normal.
************
Ini akhir chapter satu “Ignition”. Heading chapter berikutnya “Awakening” ntah apa yang terjadi di chapter berikutnya aku belum punya gambaran penuh . Aku sendiri ngrasa bahasa yang aku pake dalam update kali ini agak bikin ‘gak nyaman’. Gak tau kenapa.
Chapter 1
Ignition
“Kita perlu makan. Kita langsung pulang ke rumah setelah ini,” ujar Yudi. Remaja kembar itu baru saja turun dari motor setelah memarkirkannya di lahan parkir salah satu rumah makan fast food yang terkenal akan ayamnya. Yudi menolehkan wajahnya kepada adik kembarnya di saat ia tidak menemukan jawaban namun sebuah anggukan kecil. Wajah saudara kembarnya benar-benar dipenuhi kekalutan saat ini.
Yudi ragu-ragu sejenak sebelum benar-benar melangkahkan kaki ke dalam restoran tersebut. Dia masih berdiri di lahan parkir, menyandang ransel di bahunya, memandang ke sekeliling. Jika mengabaikan pecahan kaca berkilauan yang berserakan di trotoar depan toko buku di depan sana, semuanya tampak normal, seperti layaknya suasana siang pada hari kerja. Jalanan ramai dengan kendaraan berlalu-lalang, udara sarat dengan asap kendaraan yang keluar dari kenalpot, orang-orang berjalan di trotoar menenteng tas plastik dengan segala isinya yang entah apa. Semuanya terlihat normal, orang-orang terlihat normal….
Hanya saja….
Hanya saja, tidak ada yang sama. Semuanya tidak akan sama lagi. Belum genap dua belas jam dunia Yudi yang teratur telah goyah dan berubah tanpa bisa dihindarinya, terlebih setelah sang bibi menitipkan kotak kayu laknat yang berada dalam tas ransel di punggungnya itu. Dia adalah seorang murid SMA biasa, bukan murid paling brilliant, tapi juga bukan murid yang paling terbelakang. Dia bermain sepak bola, menyanyi --- dengan buruk--- dalam band temannya, tertarik pada seseorang yang selalu dia incar semenjak awal SMA. Sangat menyukai film X-men dan kartun Pokemon. Suka sekali apabila diajak kembarannya jalan-jalan sekedar menghabiskan penat di alun-alun atau menyusuri jalanan kota apel, tempatnya dilahirkan. Yudi hanyalah remaja biasa, begitu juga kembarannya. Tetapi remaja biasa tidak akan terjebak di tengah-tengah pertempuran sihir antara dua orang penyihir yang baru saja meledakkan tokonya sendiri.
Tidak ada yang namanya sihir di dunia ini. Sihir hanyalah efek khusus dalam film. Sihir adalah pertunjukan sulap yang melibatkan kelinci dan burung merpati, kadang-kadang harimau. Dan juga trik ---atau tipuan--- David Copperfield yang menggergaji manusia menjadi dua dan melayang di atas penonton. Sihir tidak sungguh-sungguh ada… Tetapi… tetapi, kalau begitu, bagaimana dia dapat menjelaskan tentang apa yang baru saja terjadi di toko buku? Dia melihat sendiri rak-rak buku seketika membusuk, menyaksikan kertas berubah menjadi bubur, dan cahaya yang keluar dari dua pria itu dan tiga ledakan besar yang membuatnya tidak sadarkan diri, semuanya nyata… semuanya benar-benar terjadi.
“Bang… ayo,” ajak Yuda yang tanpa ia sadari telah berada pada mulut pintu kaca. Dilihatnya beberapa wanita remaja seusianya cekikan sambil menatap kembarannya, bahkan salah satu dari mereka dengan hebohnya menjejak-jejakan kaki ke lantai dan menggigit kuku jarinya. Tipe wanita yang paling tidak disukai oleh kedua saudara kembar tersebut.
Yudi segera melangkahkan kaki menyusul saudaranya yang kini telah berada di dalam ruangan yang dipenuhi dengan nuansa merah. Saat Yudi baru saja masuk dalam restoran tersebut, sekumpulan remaja perempuan tadi semakin heboh menghentak-hentakan kaki dan sesekali Yudi mendengar desisan kata kembar. Dia terus saja berjalan menyusul kembarannya yang sedang antri memesan tanpa memperdulikan pandangan orang lain.
“Kamu pesan apa bang…?,” toleh Yuda kearah kembarannya yang sedang berdiri di sampingnya ikut mengantri.
“Chicken fillet tanpa mayo sama mocca float aja, aku masih belum begitu nafsu buat makan banyak.”
“Aku pesen Chicken Bucket aja ya bang. Aku juga lagi gak pengen nyantap nasi.”
“Nanti cari tempat duduk di atas aja ya, biar bisa omong lebih leluasa.”
“Sipp….”
Yuda terlihat asyik memainkan smartphone iOS-nya, kedua jari jempolnya dengan lincah bergerak kesana-kemari tanpa kesulitan menemukan satu huruf pun, pendar cahaya putih kebiruan menerpa wajah kembarannya. Mereka mengantri dalam diam hingga beberapa menit berikutnya…
“Ayo bang, nih bawain minumnya aja,” Yudi dengan sigap mengambil dua mocca float dari atas nampan berwarna coklat itu.
Terlihat saudaranya membatu sebentar, diikutinya arah pandangan Yuda yang terpaku pada salah satu sudut ruangan yang terlihat seorang remaja tampan sedang duduk berhadapan dengan seorang remaja pria seusianya.
“Ayo… kita duduk di sini saja,” ajak Yudi yang mengambil posisi menghadap langsung ke remaja tadi, tidak memberikan kesempatan kepada kembarannya untuk melihat pria yang ada disana. Tiba-tiba saja hatinya terasa panas.
“Yud… coba handphonemu sambung ke wifi, koneksinya bagus apa gak.”
“Bagus kok bang, dari tadi aku make wifi buat chat ke mama ngasi kabar kalau kita pulang ke rumah lebih awal.”
“Terus mama bales gimana.?,” tanya Yudi sembari mengeluarkan macbook yang telah dimilikinya tiga bulan ini dari dalam tasnya. Terlihat jarinya mengetikkan sesuatu sebelum monitornya membawanya ke posisi standby.
“Belum dibalas bang. Dibaca aja belum,” kata Yuda pendek karena tangannya sibuk memilih potongan ayam dengan tisu agar tangannya terhindar dari minyak. “Abang ngapain?.”
“Nyoba ngecek sesuatu Yud, aku mau cari info tentang kejadian-kejadian hari ini. Tentang nama yang disebut bude sebelum kita disuruh lari.”
“Fenrir ya… aku pernah lihat kartun di Indo**** bang, aku lupa judulnya Fairy tale apa Fairy Tail gitu. Di kartun itu ada karakter yang namanya sama, bentuknya serigala gitu bang.”
“Iya… ini menurut yang aku baca di Wikipedia, Fenrir itu monster legenda dari Norse Mythology. Disebutkan juga kalau Fenrir itu monster yang sangat kuat dan berbahaya hingga para dewa memutuskan untuk membelenggunya, tapi gagal tiga kali. Hingga para kurcaci diutus oleh para dewa untuk membuat rantai yang tidak bisa putus. Rencananya berhasil tapi salah satu dewa bernama Tyr harus merelakan lengannya sebagai korban.”
“Itu makhluk yang dihadang bude tadi ya bang? Apa bude akan baik-baik saja? Mungkin bude akan baik-baik saja kalau dia hanya menahan Fenrir, tapi untuk membunuhnya atau sekedar melarikan diri sepertinya….,” Yuda tidak sanggup meneruskan kata-katanya barusan. Pikirannya terbang ke kejadian-kejadian yang baru saja ia alami di rumah Bibi Aileen.
“Iya itu yang aku takutkan dari tadi, Yuda. Tapi auranya bude juga tidak bisa kita anggap remeh. Kita sampai dibuat susah bernafas karena tekanannya.”
“Iya sih bang, tapi tetap saja aku khawatir sama bude….”
“Tenang saja, bude akan baik-baik saja,” ujar Yudi dengan nada yang dibuat meyakinkan, namun saudara kembarnya itu tau begitu saja bahwa kembarannya juga sedang merasakan kekhawatiran yang sama.
Paling tidak, salah satu dari mereka ada yang tegar dan bisa meredam kekhawatiran yang timbul di benak mereka.
Kembali tubuh Yuda dibuat menegang disaat remaja yang ditatapnya tadi berjalan melewatinya tanpa menolehkan muka sedikitpun. Matanya terus mengikuti gerakan remaja itu, hingga tubuh remaja tersebut tenggelam seutuhnya setelah melewati anak-anak tangga.
“Kamu masih suka sama dia?,” ujar Yudi yang baru saja kembali menatap kembarannya setelah mengikuti gerakan remaja tampan tadi. Dengusan kesal pelan keluar darinya.
“hehehe iya bang, aku masih menyukai dia. Sayangnya dia tidak pernah menyadari keberadaanku. Hehehe,” kekeh Yuda kaku. Dia menahan rasa sakit di dadanya yang tiba-tiba timbul setelah ia menyadari bahwa pria yang disukainya tidak pernah meliriknya sedikitpun. “Aku suka ke orang yang salah bang, gak seharusnya aku suka pria, apalagi yang straight kayak dia.”
“Yaudah berhenti saja mencintainya,” ujar Yudi sinis dengan nada geram terdengar jelas di telinga kembarannya. Yudi menghempaskan punggungnya ke sandaran, rasa panas di hatinya kembali muncul setelah saudara kembarnya mengatakan hal tersebut.
“Gak bisa bang,” ujar Yuda kembali terkekeh kaku sambil mengaduk-aduk sedotan mocca floatnya.
“Sini operin ayamnya ke aku… Gilaa!! Kamu bilang lagi gak nafsu makan banyak-banyak tapi ayamnya tinggal tiga potong doang?!!.”
“hahaha abis asik sih bang gigitin dagingnya. Lagian, yang bilang gitu tadi kan abang.”
“Bilang aja kalau dari awal kamu emang pengen makan ayam doang…”
“hehehe,” cengir Yuda sambil mengambil Chicken Fillet kembarannya dan menggigitnya sebagian. “Terus, abang nyari info apalagi selain Fenrir?,” ucap yuda yang terdengar sedikit menggumam karena mulutnya sedang terisi makanan.
“Tentang Aura juga yud, tadi sempet baca dari tiga sumber dan semuanya menyebutkan setiap manusia memiliki aura tersendiri dan aura tersebut bisa berubah sesuai suasana hati orang. Kesemua artikel itu juga nyebutin warna-warna aura yang biasa ditemui pada manusia, tapi tidak satupun dari mereka menyebutkan bahwa aura bisa digunakan untuk sihir.”
“Terus hal apa yang bisa menjelaskan kejadian-kejadian tadi bang? Ledakan di toko buku yang katanya abang karena ulah dua orang pria dengan sihirnya, peti kayu tadi yang membuat tubuh kita dikelilingi asap berwarna keemasan, tubuh bude yang juga diselimuti aura tapi berwarna hijau dan lolongan serigala tadi yang seketika membuatku merinding. Semuanya memang tidak masuk akal bang, tapi hal itu benar-benar terjadi dan aku percaya ucapan abang setelah aku melihatnya sendiri tadi.”
“Aku sendiri tidak tau Yud, semua hal ini benar-benar tidak masuk akal untukku.”
“Terus apa yang akan kita lakukan dengan peti kayu yang diberikan bude ke kita bang?.”
“Kita sembunyikan di rumah saja untuk sementara, kita kumpulkan informasi dan kita cari orang yang lebih bisa diandalkan untuk menjaga peti kayu ini. Aku tidak mau lagi terlibat dengan kebodohan ini.”
Yuda hanya mengagguk menuruti apa yang disarankan kakak kembarnya. Sedikitpun tidak pernah terlintas bahwa ia dan saudaranya akan terjebak pada hal bodoh ini, hal bodoh karena apa yang mereka alami dalam sehari ini seharusnya tidak ada di dunia nyata, seharusnya hal-hal yang dilihatnya tadi hanya ditemuinya dalam cerita fantasi dan imaji.
****
“Darimana saja kalian? Kenapa pulang malam-malam begini?,” berondong seseorang yang masih berdiri di depan pagar kayu berukuran tinggi dengan raut muka penuh kekhawatiran.
“Maaf mas, tadi kita cari makan dulu. Kenapa mas bisa tau kalau kita baru saja pulang dari rumah bude?.”
“Itu… itu karena ibuku menelponku, dia bilang kalian pulang malam ini.”
“Kami tidak bilang begitu ke bude mas!, kami tidak sempat berujar apa-apa sebelum meninggalkan bude sendiri disana,” ujar Yuda tanpa memberikan cela sepupunya untuk memberi alasan lebih. Ia lihat wajah sepupunya tiba-tiba mengeras dan seperti kebingungan karena tidak menemukan kata-kata untuk membalas ucapan Yuda.
“Mas tau apa yang terjadi di rumah bude kan? Mas juga tau kan?,” kini Yudi yang berujar kemudian mendorong kakak sepupunya masuk agar ia dan kembarannya bisa masuk ke rumah karena udara di luar mulai membuatnya menggigil.
“Get a seat, I’ll make two hot chocos for you. I will tell you everything, everything you wanna know.”
“I’ll go upstair. Mas nyusul aja ke kamarku. Kita ngobrol disana,” ujar Yudi dingin yang kembali belum bisa menerima kenyataan bahwa satu orang lagi yang begitu dekat dengannya juga mengetahui tentang hal-hal bodoh, hal-hal yang seharusnya hanya ada dalam mimpi buruk.
****
“Care to explain now?. Jujur saja aku dan Yuda menginginkan semua hal ini berakhir sesampainya kita ke rumah. Kita tidak ingin lagi berhubungan dengan hal-hal yang tidak masuk akal seperti tadi, tapi sepertinya tidak bisa. Benar kan mas?.”
“Iya, terlebih kalianlah yang sekarang memegang buku itu.”
“Jadi peti kayu itu hanya menyimpan sebuah buku?,” ujar Yuda sinis.
“Bukan sekedar buku, tidak mungkin sebuah buku biasa bisa diperebutkan oleh… penyihir,” ujar Yudi lemah. Sepertinya kata yang berhubungan dengan sihir telah menjadi kata tabu dan menjijikkan baginya.
“Iya benar. Sebenarnya buku itu telah ada jauh sebelum peradaban manusia mengenal teknologi. Sebelum manusia mengenal tuhan. Maupun sebelum manusia memiliki peradaban sendiri dan menyembah dewa-dewa. Sampai saat ini, sudah lebih dari dua ratus orang yang pernah menjaga buku itu. Bahkan mungkin lebih dari yang kita bertiga bayangkan.”
“Mas juga bisa menggunakan sihir kan? Kenapa bukan mas saja yang menjaga buku itu?. Kenapa harus kami yang tidak memiliki kemampuan apa-apa?.”
“Kalian benar bahwa aku memiliki aura, tetapi aku tidak bisa memanipulasi auraku dan menggunakannya untuk menyihir. Aku hanya bisa menggunakan auraku untuk hal lain.”
Yudi yang sempat kehilangan kontrol emosinya kini hanya bisa memandang kakak sepupunya dalam diam. Ada sedikit rasa penyesalan di hatinya karena telah emosi kepada kakak sepupunya.
“Sebenarnya ibuku sangat tidak menginginkan kalian untuk terlibat dalam hal ini. Setahun sekali ibuku menanam sihirnya pada diri kalian, ibuku berharap bahwa aura kalian akan terus tersegel dan kalian bisa hidup normal seperti anak-anak lain. Sebenarnya aku tidak memiliki bakat sama sekali dalam dunia sihir, tetapi ibu memaksakan diriku untuk mengeluarkan auraku secara paksa yang bisa saja membahayakan nyawaku.”
“Kenapa begitu? Kenapa bude melakukan itu? Kenapa hal itu bisa membahayakan dirimu, mas?.”
“Ibuku berharap aku bisa menggunakan auraku untuk membantunya menjaga buku itu, bertiga bersama Tuan Gorgovic. Tetapi aku menemukan kesulitan untuk memanipulasi auraku, meskipun hanya mengeluarkannya. Oleh karena itu ibu mebawaku kepada salah satu ras tetua bernama Prometheus untuk membangkitkan auraku dengan paksa.”
“Kenapa bude harus melakukan itu….?”
“Biarkan aku menyelesaikan penjelasanku, Yuda. Aku tau kamu sangat mudah merasa penasaran, tetapi apa yang sedang dan akan aku jelaskan ini sangat berguna bagi kalian nanti.”
“Baiklah, maaf….”
“Mungkin kalian tau bahwa aura adalah energi kehidupan. Apabila aura seseorang dibangkitkan dengan paksa tapi dilain sisi orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol auranya sendiri, secara otomatis orang itu akan kehilangan energi kehidupannya. Apabila orang tersebut masih tidak bisa mengontrol energi kehidupan yang keluar dari dalam tubuhnya, dia bisa kehilangan nyawanya saat itu juga. Sama dengan yang aku alami saat aku berusia enam tahun dulu.”
“Auranya mas dikeluarkan secara paksa dengan kata lain masih ada cara lain yang lebih aman untuk membangkitkan Aura, benar?,” ujar Yuda yang kini tertarik dengan topic pembicaraan mereka.
“Iya dan itu butuh waktu bertahun-tahun untuk dilakukan karena kalian harus memastikan mikrokopil dalam tubuh kalian terbuka semuanya.”
Terus mas bisa melakukan apa saja dengan auranya mas? Mas bilang, mas tidak bisa menggunakan sihir kan?,” tanya Yudi yang kini berjalan kearah meja belajarnya untuk mengambil secangkir cokelat panas.
“Aku hanya bisa menggunakan auraku untuk penyembuhan dan bertarung secara fisik. Sebenarnya aura manusia bisa dimanipulasi menjadi apa saja tetapi perlu waktu lama dan bakat alami untuk menentukan jenisnya. Aura bisa digunakan untuk sihir, bisa digunakan untuk bersinggungan dengan makhluk astral, bisa digunakan untuk penyembuhan diri dan orang lain, bisa digunakan untuk memperkuat diri dan benda dll. Hanya saja, manusia tidak bisa menguasai semua hal tersebut dengan auranya. Mungkin saja seperti seseorang yang sangat unggul dalam matematika dan hitung-menghitung, tetapi dia akan menemukan kesulitan dalam berbahasa.”
“Jujur saja masih banyak hal belum aku pahami mas hehehe,” ujar Yuda yang kini berpindah ke kasur dan menidurkan dirinya di samping kembarannya.
“hahaha dulu juga aku tidak paham apa yang dijelaskan oleh ibu. Tetapi lambat laun aku mulai memahaminya. Semakin aku sering menggunakan auraku, semakin aku memahami resiko-resikonya.”
“Terus bagaimana dengan buku itu mas?. Kenapa buku itu sampai diperebutkan oleh orang-orang?.”
“Buku tersebut merupakan teks kuno berisikan mantra-mantra yang bisa digunakan untuk menunjukkan letak tujuh Kristal kuno yang bisa digunakan untuk bebagai hal. Tetapi untuk menggunakannya, banyak manusia yang harus dikorbankan untuk membangkitkan kekuatan tujuh Kristal kuno tersebut.”
“Seperti tumbal gitu mas?.”
“Ya bisa dikatakan seperti itu. Lebih dari tujuh puluh persen jiwa manusia akan melayang apabila kekuatan Kristal tersebut dibangkitkan.”
“Tujuh puluh persen dari seluruh jumlah manusia yang ada di muka bumi ini?,” ujar Yudi yang kali ini ikut berbicara setelah sesaat ia hanya terdiam mendengarkan penjelasan kakak sepupunya.
“Ya. Dan itulah tugas kami para penjaga buku untuk menghalangi mereka yang ingin berbuat jahat ---demi keuntungan mereka sendiri--- dengan menggunakan tujuh Kristal kuno tersebut.”
“Hal-hal penting telah aku jelaskan kepada kalian. Sekarang ayo kita bergegas ke alam bayangan Asgard, disana kalian akan aman. Aku sudah bisa merasakan hawa kehadiran Fenrir mulai mendekat.”
“Bagaimana bisa? Bagaimana mereka mengetahui keberadaan kita?.”
“Nanti aku jelaskan. Maaf aku akan menggunakan novel-novel kalian,” ujar Rolland tergesa. Ia menyebarkan novel-novel koleksi si kembar ke atas lantai marmer hingga membentuk sebuah lingkaran. Dengan cepat ia menyambar ketiga cangkir cokelat panas yang ada di atas meja belajar dan menuangkannya ke lantai hingga membentuk bintang david.
Bzzzzz……….!!
“Nooooo!! Kenapa harus novel-novel ini!!,” ujar Yuda yang tidak terima di saat ia melihat novel-novel yang membentuk lingkaran penuh tersebut mulai dibakar oleh sepupunya.
“Panas api bisa digunakan sebagai katalis dalam reaksi kimia, kalian tahu itu kan? Begitu juga dengan sihir hehehe. Yudi, you know the spell. Selamatkan kita dari Fenrir, aku tidak bisa menahan Fenrir meski hanya lima detik, apalagi kalian.”
“kami benar-benar tidak mempunyai pilihan lain kan?,” ujar Yudi getir di saat ia menyadari bahwa ia dan saudar kembarnya tidak lagi memiliki kesempatan untuk menikmati hidupnya yang normal.
************
Ini akhir chapter satu “Ignition”. Heading chapter berikutnya “Awakening” ntah apa yang terjadi di chapter berikutnya aku belum punya gambaran penuh . Aku sendiri ngrasa bahasa yang aku pake dalam update kali ini agak bikin ‘gak nyaman’. Gak tau kenapa.
@lulu_75 @zeva_21 @AriChimaru
4th update
@lulu_75 @zeva_21 @AriChimaru
4th update
btw bang TS kenapa updatenya suka malem2? insomnia juga ya? ;wink;