It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
lanjut kak @yeniariani
@Aurora_69 sipp
@cute_inuyasha begitulah kurang lebihnya
@Panji P
@nakashima lihat sikon dlu..
ok..lanjut deehh..kayanya bagus jg nih cerita..
Smgat TS nulis ceritanya
Wow kerennnn....baca awal2 bikin aku merasakan betapa sesaknya seorang Erwin yang mencintai sahabatnya,Zion bikin aku turut nelangsa terus baca makin bawah bikin aku bilang Ehhhhhh...dan ternyata 2 jadi begitu ....
Lanjuttttt...penasaran banget kok Arya dan Edwin bisa berhubungan...keren habis ceritanya...tetap mention yaaa
RASANYA aku bagai duduk di kursi panas dalam acara kuis yang dulu begitu terkenal tapi ini lebih panas dari kursi di kuis itu. Panasnya seakan ada bara api di bawah kursi dan juga ada orang yang semakin memperbesar nyala api tersebut. Mataku menatap dua sosok yang tengah bermesraan dengan biasanya tanpa mau peduli dengan kesakitanku.
Aku terus memakan makananku dan baru saja ku sadari kalau jus dalam gelasku telah tandas. Aku bahkan tidak sadar kapan jus itu masuk ke perutku dan melalui apa ia masuk, setahuku jus itu masih penuh tadi.
Aku mengangkat tangan memanggil pelayan agar menghampiri meja kami dan tak lama pelayan perempuan itu datang dengan senyuman yang bisa di kategorikan senyum tulus oleh orang awam tapi jika orang yang lebih peka melihatnya tentu akan mudah mengetahui kalau senyum itu hanyalah tuntutan pekerjaannya.
“iya mas?” Dia bertanya saat aku masih pokus menatap buku menu yang ada di tanganku. Dapat kurasakan kalau sekarang dua orang yang tak peka itu sedang menatap kearahku.
“Kamu mau pesan minum lagi Win? Aku sampai tidak tahu loh kapan jusmu habis. Kamu memang sangat menyukainya.” Zion berucap.
Jelas saja ia tak akan pernah tahu karena dia terlalu sibuk dengan mahluk di sampingnya dan mengabaikan orang yang telah ia anggap sahabatnya.
“Apa yang paling dingin di sini Mba?” Aku bertanya pada pelayan itu tanpa mau menanggapi ucapan Zion. Rasanya dadaku sudah habis terbakar dan aku butuh sesuatu untuk mendinginkannya.
“Semua dingin kalau di pakai es.” Mba pelayan itu berucap santun. Nenek yang pikun pun mungkin akan tahu jawaban dari pertanyaan tak berbobotku.
“Berikan aku minuman apapun dengan es yang banyak. Es yang bikin gigi ngilu. Bisa?”
“Win, kamu apa-apaan sih, apa di sini terlalu panas?” Lagi Zion menimpali.
“Baik mas.” Mba pelayan berlalu pergi.
Aku menatap Zion yang tengah menatapku dengan geram, jelas ia mencoba memperlihatkan kekesalannya. Sedangkan kekasihnya hanya sibuk dengan ponselnya tanpa mau tahu tentang kekesalan Zion.
“Aku sepertinya tertarik pada pelayan itu jadi bisakah kamu diam saja sementara aku mencoba meraih cintaku.” Bohong. Aku memang pandai berbohong.
“Kamu serius?” Tanya Zion ragu.
“Aku mendukungmu mendapatkan pelayan itu.” Ada nada ejeken di suara Arya sialan itu dan juga dengan cepat ia terkekeh dan langsung mendapatkan sikut dari Zion. Jika ada yang mau membantuku membunuh mahluk bernama Arya, aku akan senang hati untuk menerima.
“Aku tanya sekali lagi, kamu serius?” Zion memajukan kepalanya kearahku.
“Aku mau ke toilet.” Aku berucap dan langsung beranjak pergi.
***
Aku menatap diriku di depan cermin, melihat betapa hancurnya aku sekarang dan betapa setan bernama Arya itu telah berhasil merebut sesuatu yang harusnya menjadi milikku. Ku genggam pinggiran wastafel dan memukulnya beberapa kali hanya sekedar menyalurkan amarahku.
“Memukul benda mati itu juga tak akan mampu membuatmu mendapatkan sesuatu yang sudah menjadi milikku.” Aku menatap ke dalam cermin dan mendapati mahluk bernama Arya itu tengah berdiri di belakangku dengan santai. Kapan dia masuk?
“Aku tidak mengerti maksudmu.” Aku berujar dan membasuh tanganku dengan cepat, aku harus keluar dari sini secepat yang ku bisa.
“Kamu mencintainya bukan?” Ternyata cukup to the point juga dia tapi aku hanya diam tak menimpali, aku harus berusaha bersikap sebiasa mungkin. Tidak mungkin dengan mudahnya orang lain akan tahu perasaanku sementara orang tempatku menaruh perasaan itu sama sekali tak tahu.
“Diammu menandakan iya.” Dia berargumen sendiri.
Aku berjalan hendak keluar meninggalkannya tapi dengan cepat ia mencekal lenganku dan menarikku ke sudut toilet membenturkan punggungku hingga terasa nyeri, aku meringis.
“Aku bukan orang yang suka di abaikan!” Dia berucap tajam seolah tatapannya sekarang mampu meleburkanku.
“Kamu tidak ingin aku mengabaikanmu?” Suaraku lirih berusaha menggodanya.
“Jelas tidak!” Nada bicaranya masih tinggi.
“Kemarilah!” Aku memegang kedua pinggangnya dan dengan lancang mencium bibir penuhnya, hanya ciuman singkat karena aku langsung menarik diriku.
“Kamu benar-benar lancang!” Dia berteriak dan dengan cepat menampar pipiku membuat rasa panas menjalar di wajahku. Aku hanya bisa menatap dia dengan dendam kesumatku.
Dia pergi meninggalkanku yang masih mematung di tempatku dengan kedua tangan yang menggenggam kosong.
***
“Apa yang terjadi pada wajahmu Win? Kalian berantem?” Zion kembali berceloteh saat aku sudah ada di depan mereka. Aku terdiam, mengalihkan tatapanku kearah panggung kecil yang ada di depan. Melihat wanita yang sedang menyanyi dengan begitu mendalam.
“Erwin! Arya! Ceritakan padaku apa yang terjadi?” Suara Zion yang cukup tinggi membuat beberapa orang yang duduk di sekitar kami menoleh dengan tatapan terganggu mereka tapi Zion terlihat tak peduli dia masih menatapku dan Arya bergantian.
Kulihat Arya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, terlihat jelas kalau dia tak mau mengingat insiden di toilet tadi. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba menciumnya, hanya saja aku kesal dengannya dan kurasa itu cara yang tepat untuk melampiaskan kekesalanku walau nyatanya berakhir dengan tidak mengenakkan.
“Kami hanya salah paham. Aku minta maaf?” Ku pegang tangan Arya yang ia letakkan di atas meja. Caraku berhasil membuat ia menatap kearahku, tatapannya sulit terbaca.
“Iya tidak apa-apa.” Dia berucap sambil melepaskan tanganku dari tangannya dan dapat kurasakan Zion telah bernafas lega.
“Aku tidak ingin kalian berantem, kalian orang terpenting dalam hidupku dan aku tak mau kehilangan kalian.” Kini tatapan sendu Zion membuat aku merasa bersalah dan aku berjanji walau aku sakit hati dengan hubungan mereka aku akan coba merelakan.
“Itu tidak akan terjadi lagi,” Ucapku tersenyum kearah Zion.
“Janji?”
“Ya.”
***
Itu awal dari hubungan gelapku dengan kekasih sahabat yang aku cintai tapi masih ada satu kejadian yang mampu membuatku tak habis pikir rasanya.
Saat itu aku sedang duduk di halte, menunggu bus buat pulang kuliah karena motorku yang tiba-tiba masuk bengkel membuatku harus rela bergabung dengan sesama pengguna bus.
Aku mendengar suara klakson mobil, membuat aku menoleh dan mendapati mobil mazda dengan warna merah terparkir di dekat halte dan aku sangat kenal siapa pemiliknya. Tentu saja mobil itu sering mengantar Zion ke kampus. Aryalah pemilik mobil tersebut.
Dia melambai kearahku, tentu saja kearahku karena hanya aku yang sedang duduk di halte. Aku berpikir mungkinkah Zion ada di sebelahnya hingga ia melambai kearahku, mungkin Zion menyuruhnya menawari ku tumpangan. Sanggupkah ku rasakan sakitnya lagi kalau nanti melihat mereka yang bermesraan?
Aku akhirnya bangkit dari dudukku, menghampirinya yang terus membunyikan horn mobilnya. Aneh ternyata dia sendiri.
“Ayo kuantar kau pulang!” Dia menawari, Aku mulai berpikir yang macam-macam. Mulai dari dia yang mungkin berniat jahat atau dia yang memang mau berteman dengan sahabat kekasihnya. Mengingat sudah satu minggu sejak kejadian itu berlangsung.
“Tidak usah. Sebentar lagi busku datang.” Tolakku halus.
“Ayolah ada yang ingin ku bicarakan denganmu,”
“Lain kali saja kita bicara, aku sedang ada urusan sekarang.”
Arya turun dari mobilnya dan dengan kesal menyeretku untuk masuk dan membukakan aku pintu mobil mendorongku untuk duduk tenang. Aku hanya bisa menatap heran kearahnya yang sudah duduk di sampingku. Keanehan itu lagi-lagi terjadi saat ia memakaikan aku sabuk pengaman dengan mata yang tak beralih menatapku.
Untuk beberapa menit perjalanan tak ada yang bersuara, aku sibuk dengan pikiranku sendiri, sementara dia sibuk denga stirnya.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?” Aku bertanya mulai jengah dengan kesepian yang tercipta.
Dia diam tak meresfon sama sekali.
“Berhenti!” Tukasku tajam, dia melirik kearahku tapi hanya sebentar dan memberhentikan mobilnya di pinggir jalan yang cukup sepi.
Aku ingin membuka pintu untuk keluar tapi dengan gesit tangannya menahan pergerakan tanganku hingga aku hanya bisa menatap dia dengan tatapan tak suka.
“Kenapa kamu melakukannya?” Suaranya keluar dengan tatapan tak terbaca.
“Melakukan apa?” Setelah tanya itu keluar dari mulutku dengan cepat ia melumat bibirku, hingga aku hanya bisa terdiam tak meresfon ciumannya. Dia melumat bibirku seolah ia sedang melumat makanan kesukaannya.
Aku yang sedang di rasuki oleh setan saat itu malah menaruh tangan di lehernya dan mendorong kepalanya agar memperdalam ciuman yang telah ia mulai.
Sungguh jika mengingat saat itu aku rasanya aneh pada diriku tapi jika kalian menganggap aku menyesal, jawabannya adalah tidak sama sekali. Aku suka dengan perlakuannya padaku dan yang terpenting aku puas dengan servis yang ia berikan
Itulah kisah awal hubungan gelap yang ku jalani sekarang, aku tidak mencintai Arya. Bersamanya hanya sekedar untuk bersenang-senang, mungkin ia juga beranggapan begitu. Cintaku hanya untuk Zion seorang tak akan pernah ada yang lain.
***