BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY ASSHOLE

13468927

Comments

  • @Bun @3ll0 ikutan nyekik donk..

    @JimaeVian_Fujo hehe kita akan lihat

    @Pradipta24 sippo
  • bagus, titip mention ya
  • @Hiruma tunggu mention dri aq.. ;)
  • oke beb #ehh
  • @Hiruma tunggu mention dri aq.. ;)
  • @Hiruma oke kmbali Beb qu.. *oopps
  • Lanjuuuuut....
    Mention ya
  • sekilas cerita awal nya mirip cerita love me like you do...... jd ingat Nathan.....
    bingung mau dukung yg mana.... belom kena hati nya..., kaya' nya erwin ma zion...
    Lanjutt
  • sekilas cerita awal nya mirip cerita love me like you do...... jd ingat Nathan.....
    bingung mau dukung yg mana.... belom kena hati nya..., kaya' nya erwin ma zion...
    Lanjutt
  • @dimasalf9 siipp

    @Roynu iyakah mirip? ehh aq jdi inget mau bikin yg keduanya tentang ical
  • ngan-jangan Arya sebenernya suka Erwin? dan Zion cuma dijadiin alat biar bisa deket ama Erwin, kah?
  • MA3

    “Arya!” Suara teriakan Milla membuat aku sontak menoleh ke arah pandang gadis berpipi tembem tersebut dan di sanalah seorang Arya yang sedang berjalan dengan langkah luwesnya.

    Sedikit heran rasanya melihat dia ada di sini sepagi ini, seingatku Zion punya jadwal kuliah sore. Arya mendengar panggilan Milla dan datang menghampiri kami. Dia menatapku sebentar dan langsung membuang pandangannya. Sejak insiden di kosanku dua hari yang lalu, dia tak pernah menghubungiku.

    “Ngapain di sini?” Tanya Milla saat Arya sudah ada di depan kami. Aku hanya terdiam melihat percakapan mereka.

    “Zion sakit dan dia menyuruhku mengantar surat izinnya, katanya hari ini ada hal penting di kampus.” Aku sedikit terkejut mendengar Zion sakit, seingatku kemarin dia baik-baik saja.

    “Sakit apa?” Tanyaku cepat sebelum Milla membuka suara dan kini tatapan Arya langsung tertuju ke arahku.

    “Aku tidak tahu,” Suaranya dingin.

    “Ya sudah sebaiknya ku antar kamu ke tempat dosennya.” Kali ini Milla yang bersuara dan Arya mengangguk tapi saat langkah pertamanya aku langsung memegang lengan Arya.

    “Dia di rumahnya?” Tanyaku lagi dengan nada cemas yang begitu kentara.

    Bagaimana menurut kalian jika orang yang begitu kalian cintai sedang sakit? Tentu saja kalian akan mengalami kecemasan seperti yang aku alami. Aku sungguh ingin melihatnya sekarang.

    “Milla, tinggalkan saja kami! Biar Erwin yang mengantarku.” Arya bersuara menatap Milla yang terlihat bingung dengan keadaan di sekitarnya.

    tatapan gamang karena kepalaku sedang di penuhi dengan Zion sekarang.

    “Sudah cukup memikirkannya?” Suara Arya membuat aku menoleh ke arahnya yang sedang menatapku tajam, entahlah apa arti tatapan itu. Aku sedang tak ingin mengartikan tatapannya sekarang.

    “Jadi dia di rumahnya atau rumah sakit?” Aku kembali bertanya berharap mendapatkan jawaban yang sesuai dengan keinginanku.

    Bukannya menjawab Arya malah menarik tanganku dan menyeretnya, aku tidak melawan, pikiranku sedang sibuk sekarang.

    “Masuk!” Telingaku yang sedang tidak pokus atau memang benar dia baru saja membentakku. Aku menatapnya dengan marah dan menepis tangannya berusaha menjauh darinya tapi dengan sigap dia meraih pinggangku.

    “Kamu gila? Ini tempat umum sialan!” Aku balas membentaknya.

    Beberapa anak terlihat menatap kami.

    “Kamu masuk sekarang atau aku akan melakukan sesuatu yang akan membuatmu malu sendiri.” Dia berucap sungguh, dengan kasar aku menyikutnya dan langsung masuk ke mobilnya.

    Dengan cepat ia duduk di balik kemudi dan tanpa mengatakan apapun ia melajukan mobil mazdanya keluar dari area kampus. Aku melirik dengan perasaan kesal tapi dia sibuk dengan stirnya tanpa mau menoleh ke arahku.

    Sial! Bukankah di zaman secanggih ini ada yang namanya ponsel? Kenapa aku harus repot-repot bertanya pada mahluk sialan ini kalau aku dengan mudahnya bisa bertanya langsung pada Zion. Kurogoh ponsel yang ada di saku celana jeansku dan mencari nama Zion di kontak ponselku, setelah ketemu aku langsung menghubungi nomor tersebut dan tak lama langsung terjawab.

    “Kamu baik-baik saja?” Tanyaku setelah mendengar nada serak di suaranya, ternyata dia benar sakit. Aku sungguh tak tenang.

    “Hanya sedikit kurang sehat, Kamu sedang apa?”

    “Mau ke rumah kamu, bolehkan?” Aku berusaha tak terdengar terlalu khawatir tentang keadaannya.

    “Tidak mengganggu kuliahmu?” Perhatiannya sungguh membuat aku tak akan pernah bisa berpaling pada orang lain. Aku menyayanginya.

    “Tentu tidak, tunggu aku!” Aku berucap cepat.

    “Baik.” Aku mematikan sambungan dan baru ku sadari kalau ternyata Arya sudah menghentikan mobil di depan sebuah penginapan. Apa maksud cowok ini?

    “Jangan bilang kamu mau mengajakku ke dalam penginapan itu?” Aku bertanya laun.

    “Keluarlah!” Dia membuka pintu dan berjalan kearah pintu yang ada di dekatku, aku hanya diam duduk di dalam mobil tanpa mau peduli padanya yang sudah membuka pintu.

    “Aku bilang keluar.” Dia mengulurkan tangan di depan wajahku tapi aku menatap malas kearah tangan itu.

    “kita ke rumah Zion dulu, bisakah?”

    “Tidak, keluar!”

    “Aku ingin memastikan ia baik-baik saja dulu, baru setelah itu kamu mau berbuat apapun padaku. Terserah.”

    “Aku sudah muak mengikuti cara mainmu, sekarang kamu harus ikut caraku.” Arya meraih pergelangan tanganku dan menarikku keluar membuat aku akhirnya berada di luar dengan kesal.

    “Kamu sialan!” Tukasku tajam

    ***

    Aku duduk di bibir ranjang, menunggu Arya yang entah kemana. Hatiku sedang gelisah sekarang, memikirkan bagaimana keadaan Zion sekarang. Sungguh aku ingin melihatnya.

    Suara pintu di buka membuat aku menoleh dan mendapati Arya yang sudah berjalan kearahku dan ikut duduk di pinggir ranjang.

    “Kalau kamu ingin main, aku ingin kamu main cepat.” Ucapku saat dia diam saja dengan bertopang dagu pada tangannya.

    “Aku mencintaimu.” Suaranya yang tenang mampu membuatku langsung menatap kearahnya yang masih pada posisinya semula.

    “Aku juga.” Bohong, itu sangat bohong dan aku ingin mencaci maki diriku karena mengeluarkan suara semacam itu. Kenapa aku tidak mengatakan kalau aku hanya menjadikannya bahan mainanku saja. Aku ingin menarik ucapanku tapi kenapa aku sekarang malah membalas pelukannya, kenapa denganku?

    “Entah kamu jujur atau berbohong yang pasti aku mencintaimu dan aku akan mengatakan itu pada Zion hari ini juga. Aku tidak mau lagi menjadikan kamu hal yang tersembunyi. Orang-orang harus tahu kalau aku mencintaimu.” Dadaku rasanya mencelos entah kemana, bagaimana bisa dia akan dengan segampang itu mengakui kalau dia mencintaiku pada kekasihnya yang adalah sahabat yang aku cintai.

    “Haruskah seperti itu?” Aku melerai pelukannya dan mencari kebenaran di mata hitamnya, dia memberikanku sebuah anggukan yang ku yakini itu anggukan jujur.

    “Tapi-“

    “Kamu tidak bisa menolaknya sekarang. Ayo kita pergi ke rumahnya!”

    “Dia sedang sakit sekarang, itu akan terlalu menyakitkan buatnya.”

    “Menyimpannya lebih lama malah akan menambah kesakitannya. Kamu mau dia mendengar itu dari mulut orang lain?” Aku menggeleng. “ Jadi ayo!” Kali ini aku ikut bangun dan berjalan di belakangnya. Langkahku seolah aku akan di eksekusi mati saat ini juga.

    ***

    Kenapa jalanan tidak macet saja agar aku tidak perlu berdiri di rumah dengan gaya unik itu. Aku akan lebih suka berlama-lama di dalam mobil dengan Arya yang terus memegang tanganku walau nyatanya aku tak terlalu suka dengan hal itu.

    “Kalian sudah datang?” Aku melihat Zion turun dari tangga dengan sweeternya, Dia jelas terlihat tak sehat.

    “Kamu terlihat pucat?”

    “Sakitnya tidak parah kok Win,” Jawab Zion yang langsung mengambil duduk di samping Arya, mengapit tangan Arya dengan mesra. Aku memalingkan wajah tak suka dengan adegan itu.

    “Ada yang ingin ku bicarakan.”

    “Nanti saja bicara, kalian mau minum apa?”

    “Tidak usah repot-repot Zi.” Aku menimpali. Dadaku bergemuruh hebat.

    “Biasa aja kali.” Zion bangun dan beranjak ke arah dapurnya.

    Aku menatap Arya dan melalui tatapan itu ku katakan padanya kalau ini bukanlah saatnya.

    ***
  • duuh si bebeb pagi2 udah update aja ;))
  • @Hiruma hehe, baca gih
Sign In or Register to comment.