It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pengen bgt baca pov nya taylor... pasti banyak yg mengharu biru
tp sayang bhs inggris gw jelek, nyesal bgt dulunya gak belajar bha inggris sgn baik...
Bau bacon yang digoreng dari depan pintu membuatku terbangun. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba untuk sadar aku sedang berada dimana, kamar yang gelap, poster band di dinding.
Kemudian aku sadar kalau saat ini aku sedang berada di kamar Vincent. Di atas ranjangnya. Kami menghabiskan waktu bersama, dan permainan malam tadi lebih 'sesuatu' dari apa yang kuharapkan. Lalu aku tertidur didalam dekapannya, saking dimabuk oleh bahagia.
Aku bergulung gulung sendirian di atas sprei navy blue nya. Aku kemudian bangkit meraih celanaku yang berserakan di lantai, lalu berjalan keluar mencari tahu darimana bau yang membuat mulutku dibanjiri liur ini datang.
Vincent berdiri shirtless di dapur, menuangkan isi dari penggorengan keatas piring. Dia terperanjat sedikit saat melihatku berdiri di pintu.
"Fuck, Specs! Kau menakutiku!"
"Maaf" aku tertawa. "Apapun yang kau masak itu yang sampai membangunkanku, baunya enak sekali"
"Well, aku baru saja mau membawakan sarapan ini ke kamar" Kata Vincent. "Jadi sekarang, tuan Sexy, kembalilah ke kamar"
Wajahku langsung memanas. "Vincent...."
"SEKARANG" Dia langsung melambai lambaikan spatulanya, seperti sedang mengancamku.
"Yes, sir" jawabku, lalu kembali berjalan kekamar. Kemudian Vincent mengikutiku dibelakang sambil membawa 2 piring sarapan ala orang Inggris, lengkap dengan roti bakar dan juga segelas orange juice. Kami duduk diatas kasur, menikmati makanan yang dibawanya.
"Aku merasa dimanja sekarang" kataku sambil memecahkan kuning telur fried egg ku. "Kau tak harus sampai berlebihan seperti ini..."
"Tak ada yang berlebihan untukmu..." jawab Vincent dengan sebuah kedipan. Bagiku, dia tak pernah tampak setampan ini dengan rambut yang kacau, acak-acakan, mata yang masih mengantuk beserta senyumannya itu. Dia meletakkan tangannya di pipiku, lalu menyeringai seperti orang bodoh. Kami berdua sudah mencapai level baru dari sebuah hubungan, yang lebih hangat, intim, dan terasa seperti ada sesuatu yang bersinar diantara kami berdua. Dan itu lebih dari sekedar sempurna.
Setelah selesai dengan sarapan kami, Vincent lalu berdiri dan mengambil handuk dari lemarinya. "Aku sebaiknya mandi dulu sekarang.... bauku sudah seperti penggorengan saja"
Aku lalu mengumpulkan piring. "Biar aku yang membersihkan ini semua..."
Dia merebut piring piring itu dariku, dan kemudian mendorongku kembali keatas kasur. "Jangan! Kau tetap disana, didalam selimut, diatas kasur, dan tunggu aku selesai" Dia mendekat kemudian menciumku. Ciuman yang panjang dan menggodaku untuk kembali menariknya kedalam selimut bersamaku.
"For fuck sake's Specs... berhenti menggodaiku"
Dia kemudian mendorong tubuhku sambil menyeringai dan berjalan menuju kamar mandi. Aku memperhatikannya berjalan keluar kamar dan kemudian kembali menjatuhkan diri diatas kasur.
----
BUUUUZZZZZZZZ
Aku baru saja tertidur saat sebuah suara aneh, menggema ke seisi apartemen dan membangunkanku lagi. Aku melihat ke sekeliling kamar kebingungan.
Buzzzzzzz buzzzzzz buzzzz buzzzzz!!
Suaranya datang dari ruang tengah. Aku memanggil Vincent tapi suara gemericil air di dalam shower terlalu keras sampai dia tak mendengarnya.
BUUUUUUZZZZZZZZZZZ!!!!
Aku lalu bangkit dari kasur dan berjalan keluar mencari sumber suara. Kemudian, aku sadar kalau suara itu berasal dari interkom Vincent yang ditempel di dinding. Siapapun yang sudah memencet bel, orang itu benarbenar penganggu. Dan tanpa banyak pikir, aku langsung mengangkatnya.
"AKHIRNYA!! Apa yang membuatmu begitu lama? Ketiduran atau apa?!"
Aku membeku. Meski aku tak bisa melihat wajahnya, aku tau siapa yang sedang berbicara.
"Vincent!! Apa kau disana?! Kau ingin membiarkanku terus berdiri disini? Huh!?"
Karena panik, aku langsung mematikan interkom. Kemudian benda itu berbunyi lagi. Aku mencoba untuk memanggil Vincent sekali lagi, tapi suara air terlalu keras dan dia masih tak bisa mendengarku. Dan suara interkom juga semakin lama dan semakin keras terdengar.
Aku kemudian mengangkatnya untuk yang kedua kali.
"Kenapa? Apa kau bisa mendengarku? Aku bawa bass sekarang, dan bisakah kita menyusun set sekarang karena kemarin malam tak bisa?"
Aku tak berani mengataka apapun, aku mengakui bahwa ini akan terjadi cepat atau lambat. Jadi aku kemudian menekan tombol yang membiarkan Alexis masuk. Lalu, terdengarlah bunyi pintu yang terbuka.
"Shit," gumamku masih setengah sadar dalam keadaan setengah telanjang. Aku lalu mencari sekitar dan menemukan kemeja Vincent yang dipakainya malam yang tergeletak di lantai. Aku dengan cepat meraihnya dan lalu memakainya, meski sudah sangat kusut dan ukurannya dua kali besar tubuhku. Tapi aku harus memakainya, karena Alexis sebentar lagi akan datang.
Sejurus kemudian, aku berhasil mengancingkan bajuku saat sebuah suara keras terdengar dari hallway. Alexis menutup pintu dan kemudian berteriak darisana.
"VINCENT!!! Kenapa kau ini!? Biarkan aku masuk!!!"
Aku berharap semoga Vincent cepat selesai mandinya dan aku bertanya tanya apa aku bisa menghindari Alexis hingga dia keluar. Kemudian, Alexis muncul dan melihatku yang sedang berdiri didalam kemeja putih Vincent.
"Aku bisa melihatmu Vince, berhenti bermain main!!!"
Apartemen Vincent sangat kecil dan aku tak punya tempat lagi untuk bersembunyi. Aku harus dewasa. Aku kemudian berjalan menuju hallway penghubung dan membukakan pintu depan.
"AKHIRNYA!!! Kupikir kau..."
Alexis langsung berhenti, tersentak saat sadar aku bukanlah Vincent. Mata hitamnya membesar dan kemudian mentelaahku dari kepala sampai kaki. Dia menghela nafas lalu berbicara dengan suara pelan. "Oh, kau.."
Aku tak pernah merasa secanggung ini sebelumnya dalam hidupku. "Uhmm.. hi.. ehm.. Vincent sedang mandi... ehmm.. apa kau mau..." Aku lalu menawarinya masuk. Dia lalu langsung masuk begitu saja tanpa mengatakan apapun, gitar bassnya disandangnya di punggung.
Untuk beberapa saat, kami terdiam. Aku bisa melihat pipi Alexis memerah dan matanya memeriksa seisi ruangan. Remah makanan yang berserakan diatas selimut dengan dua piring kosong disebelah ranjang. Barang barang lain seperti bajuku yang berserakan di lantai. Aku bisa merasakan kehadiranku dimana mana diruangan ini. Dan aku merasa, sekarang aku seperti selingkuhan Vincent yang sedang dipergoki oleh istrinya.
Kemudian, dia menoleh padaku. Mata dan wajahnya terbakar oleh emosi. "Apa maksudnya ini semua? Apa yang sedang terjadi?"
Nafasku bergetar. "Uhmm..." aku tak tahu harus mengatakan apa. Kuharap tadi aku meninggalkannya saja diluar sambil memencet-mencet bel, itu terasa lebih baik dan lebih mudah kukontrol daripada situasi ini.
"Kupikir Vincent pergi mengunjungi keponakannya malam tadi?..." sambungnya. "Aku tak mengerti"
Biasanya setiap Sabtu malam Vincent selalu berlatih bersama Alexis, jadi dia menjadikan keponakannya yang datang ke kota sebagai alasan. Dia bilang dia ingin membicarakan masalah keluarga padanya, jadi dia akan pergi selama semalaman penuh. Vincent benar benar punya keponakan yang bisa diajak berbicara di luar kota, tapi tentu saja bagian keponakannya datang ke kota itu tidak benar.
Aku kemudian bersandar pada punggung sofa Vincent, dan menautkan jemariku di punggung dengan gugupnya. "Dengar Alexis... kupikir kita seharusnya nunggu Vincent dulu dan nanti baru membicarakan ini bersama sama..."
Mendengarku menyebut nyebut nama Vincent, emosinya memuncak. Alexis menjatuhkan gitar bass nya dan lalu dengan berangnya mendorongku.
"Kau pikir siapa dirimu?! Jangan berkata seolah olah kau mengenal Vincent!!"
Aku tak membalas, dan lalu bersuara pelan. "OK, tenanglah Alexis..."
Lalu matanya tertuju pada kemeja yang sedang kupakai. "Dan kenapa kau memakai kemaja Vincent!? Aku yang memberikannya padanya! Itu bukan punyamu!!"
Dia kemudian menggapaiku dan lalu menarik narik kemeja yang sedang kupakai. Aku mencoba untuk menghentikannya menyentuhku dengan tanganku.
"Apa yang sedang kau lakukan, tenanglah!!"
Dia menjadi semakin marah. "BERHENTI MENYURUHKU UNTUK TENANG!!!" Suaranya agak menurun tapi sekarang dia mulai mencakarku. "lepaskan kemeja itu... LEPASKAN KEMEJA ITU SEKARANG!!!!"
Dia melukai bahuku, merobekkan kemeja dibagian punggung, dan lalu kembali mencakariku dengan kuku hitamnya. Rasa sakit menjalari tubuhku dan darah dari bagian yang dicakarinya menempel pada kemeja yang kini sukses robek sepenuhnya.
Aku meletakkan tanganku di bahu, merasakan bekas cakaran Alexis yang berdenyut denyut. Dia menarik tangannya dengan kemeja yang sudah tak berbentuk, merasa agak sedikit tersentak akibat perbuatannya. Tapi dia tak mau mengalah. Aku lalu bersuara.
"Oh, selamat. Kau senang sekarang? Kau berhasil menhancurkan kemejanya... biar kuberitahu sesuatu, Alexis. Kau bisa merobek sebuah kemeja, tapi kau tak bisa MEROBEK apa yang telah kumiliki bersama Vincent!! Kami memiliki hubungan khusus dan kau HARUS menerimanya!"
Dia lalu berteriak marah. "Diam!!! DIAM!!!"
Dia lalu mendorongku sambil berteriak. Merasa muak, aku kemudian juga mendorongnya sebisaku. Dia terdorong dan terjatuh dilantai dengan suara mengaduh yang cukup terdengar menyakitkan. Aku sangat marah dan sejujurnya aku senang dia menyakiti dirinya sendiri.
Disaat yang bersamaan, Vincent muncul dari dalam kamar mandi dan tampak kebingungan melihat apa yang sedang terjadi. Handuknya melingkar di pinggang dan tetesan air jatuh dari rambut hitamnya membasahi badan.
"Ada apa ini? Alexis, apa yang kau lakukan disini?"
Vincent menatap horror kami berdua. Alexis kemudian berdiri dan dengan cepat melingkarkan lengannya di lengan Vincent.
"Owww... Vincent... dia memukulku.. rasanya sakit sekali..."
Dia memaksa air matanya keluar dan itu membuat Vincent tertegun. Dia menoleh padaku.
"Scotty, kau memukulnya?"
"Tidak!" Jawabku membela diri. "Aku tak percaya kau menuduhku seperti itu! Dia yang menyerangku! Lihat" aku lalu memperlihatkan bahuku pada Vincent, menunjukkan bekas cakaran Alexis yang masih berdarah. Kulihat wajahnya sedikit terkejut dan dia lalu berjalan mendekatiku. Alexis terdiam di lantai.
"Vincent, dia menyakitiku! Kau harus percaya padaku! aku SAHABATMU!"
Aku melihat mata Vincent yang menatap aku dan Alexis bergantian. Dia melirik Alexis, yang sedang merengek rengek. Lalu padaku, yang berdiri sambil gemetar dalam amarah. Lalu kembali lagi ke Alexis. Aku menunggu dengan sabar, baginya untuk membela sahabatnya itu. Dia lalu bersuara.
"Alexis.. aku tak tahu apa yang sedang terjadi disini dan aku menyesal kau tahu ini semua dengan cara seperti ini... tapi.. kupikir kau sebaiknya pergi.."
Jantungku terasa ingin meledak. Dan Alexis tampak terperangah.
"A.. apa?"
"Jangan membuatku mengatakannya dua kali..."
Air mata Alexis tiba tiba saja menguap dan digantikan oleh api amarah di wajahnya. Dia berdiri, dan dengan berang meraih gitarnya dan kemudian menyandangnya.
"Fine!!! Bela saja dia!!!" Kata Alexis menunjuk nunjukku marah, suaranya berisi dengan nada mencemooh. "Apa kau tak ingat aku selalu ada untukmu saat semua orang mencampakkanmu selama ini? Jelas sekali kau tak tahu sesuatu yang bernama KESETIAAN. Sudah berapa lama kau berbohong tepat didepan wajahku!? Kau pasti mengira aku hanya SAMPAH kan?!"
Vincent tak merespon amarah Alexis. Dia mengacungkan telunjuknya ke pintu. "KELUAR!!"
"Fine!!" Pekiknya lalu berlari ke hallway, kemudian kembali berbalik dengan tatapan kejam yang mencemooh.
"Kau pikir Scotty kecilmu itu sempurna, tapi aku tahu faktanya bahwa dia sebenarnya TIDAK sempurna! Jangan pernah lagi datang menangis ke rumahku saat semuanya terjadi!!!"
Dia kemudian keluar dan membanting pintu dengan keras sampai seisi ruangan terasa juga ikut bergetar.
Ah aku mulai tidak suka dengan alexis -_-
Next update please
@lulu_75 @lucifer5245 @harya_kei poor scotty, no, alexis is not as bitchy as you think she was
@centraltio thanks for your support. i really appreciate it. you know, i always looking forward you guys all comment. because it does really cheered me up. i don't know if i can any surrender than this if there were no notifications appear on my account. really, i need you guys
@nakashima loh? bukannya kemaren kemaren gue mention ya?