It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dan pemenangnya adalah....??? Bang @AbdulFoo kyaaaaaa horeeeee yeeey yeeeyyy
#jingkrak-jingkrak goyang ngebor salto sambil kayang#
Kakak sukses memenangkan sebuah cerita yg menggantung -_-
SINI PELUUUUKKK
*peluk abub
@4ndh0 @rone @Gabriel_Valiant @Greent @ananda1 @adamy @Risqi @Bib_Ung @NanNan @harya_kei @Kirangan @ffirly69 @freeefujoushi @lulu_75 @Alvin21 @Rikadza @Rezadrians @JengDianFebrian @putrafebri25 @lucifer5245 @ardavaa @centraltio @new92 @raw_stone @balaka @akina_kenji @Andyanz @AlmeraVan @Zhar12 @fery_aditya @phanthek @Toraa @arya_07 @Seiranu @mmdd90 @cute_inuyasha @ardi_cukup @elgo_vevo @ZaenalArdana @abong @3ll0 @rama_andikaa @lucifer5245 @Valle_Nia @ularuskasurius @Rika1006 @muffle @Tsu_no_YanYan @kentiluh @cansetya_s @putrafebri25 @dheeotherside @viji3_be5t @sully_on @4ndh0 @rone @adilope @Hon3y
TERIMAKASIH buat yang udah setia ngikutin cerita ini. meskipun ngeret bukan main. Gue bener bener senang akhirnya cerita ini tamat. Awalnya gue mau pisah pisah lagi but, sepertinya jadwal gue semakin padat dan gue ga mau gantung gantung lagi selagi gue bisa. Dan yah. gue bisa sekarnag. So inilah akhir dari kisah SCOTTY dan VINCENT. Semoga kalian menikmati. Terimakasih buat semuanya, Becky i'm sure somehow you'll read this but i'm very thankful you'd gave me permitted to translate your masterpiece into indonesian version. I'm so glad you'll let me post it! So's the reader. We love you so much.
Chapter 52 : After-Party
“Dan pemenangnya adalah.........”
Aku lalu meremas tangan Vincent. Pembawa acara kemudian membuka amplop emas tersebut dan sesaat kemudian berteriak dengan semangatnya ke penonton.
“..... RAINING IN SPACE!!!! SELAMAT!! SILAHKAN NAIK KEMARI TEMAN TEMAN!!”
Semua orang terkejut. Bahkan beberapa kelompok siswa saling menoleh kebingungan. Aku bisa mendengar beberapa protes dari setiap sudut.
“Loh? Itu kan band dengan penampilan paling buruk malam ini!!”
“Padahal lagunya Vincent itu bagus banget, kenapa bisa kalah sih??”
“Mereka pasti bergurau!! The Night Birds keren banget tadi!!”
Perlahan aku menoleh pada Vincent yang tampak sedikit terkejut. Mulut Olive menganga lebar dan Alexis tampak benar-benar sangat kecewa. Kupikir tadinya The Night Birds akan membawa hadiahnya pulang, tapi ternyata tidak.
Sang juara pun berlarian menaiki pentas dan berteriak kegirangan. Penonton kemudian bertepuk tangan dengan meriah, tapi mereka jelas sama sekali tidak peduli kalau Raining In Space baru saja memenangkan sebuah kontrak rekaman senilai $10,000.
Vincent kemudian juga ikut bertepuk tangan dan lalu Alexis memukulnya kasar.
“Oi, apa yang kau lakukan!! Mereka itu tidak pantas menang!!”
“Hey, mereka kan memenangkannya dengan adil dan melewati banyak penilaian juga Al,” balas Vincent. “Kita sebagai pihak yang kalah tidak boleh menjatuhkan lawan seperti itu..”
“Tapi kan itu hadiah KITA” Pekik Alexis putus asa. “Sekarang apa yang akan kita lakukan?!”
Dia tampak sedang menahan diri untuk tidak menangis histeris sekarang. Kuletakkan tanganku di bahunya untuk menenangkan, yang mana untuk sesaat tidak dia tepis.
“Aku turut menyesal Alexis... seharusnya yang menang itu kalian... aku tidak mengerti...”
Pembawa acara kini membacakan komentar para juri tentang penampilan dan juga lirik-lirik yang mereka tulis dan aransemen musik serta penampilan dari Raining In Space.
“Ngomong ngomong soal komentar itu...” erang Alexis. “Emangnya kenapa dengan lagu yang kami tulis dan juga penampilan kami tadi?? Atau mungkin ini karena lagu akustik tadi....?”
Kemudian aku menjadi merasa bersalah. Apa aku alasannya sampai mereka kehilangan kontrak rekaman yang mereka mimpi-mimpikan itu? Mungkin seniman gay blum bisa diterima dalam industri musik...
“Well, aku tidak menyesalinya,” kata Vincent tegas. “Dan kau juga tidak seharusnya menyesali itu. Kita sudah menampilkan apa yang kita bisa secara maksimal. Jika para juri tidak menghargainya, mungkin mereka bukan agensi yang tepat untuk kita”
“Tapi hanya mereka satu-satunya opsi yang kita punya,” sesal Alexis. “Apa lagi yang harus kita lakukan sekarang? Aku tidak punya rencana lain!”
Vincent kemudian menepuk bahunya. “Kita harus bekerja lebih giat. Dan kemudian akan ada banyak lagi kesempatan yang datang pada kita”
Dan saat itu sekelompok cewek menghampiri kelompok kecil kami. Aku samar-samar mengenali beberapa dari mereka adalah siswi dari Havensdale, tapi mereka datang dengan temannya yang berasal dari sekolah lain.
“Hey Vincent,” sapa cewek yang berbadan paling tinggi. “Kami hanya ingin mengatakan kalau kami sangat sangat MENYUKAI penampilan kalian. Kami pikir kalian yang akan memenangkannya tadi... apa dalam waktu dekat ini kalian akan tampil lagi di acara lain??”
Semua teman temannya tersenyum pada Vincent dan Alexis. Dan padaku juga. Mereka semua sepertinya menyukai kami.
“Yeah, aku yakin kami akan segera tampil lagi” kata Vincent bersahabat. “Terimakasih semuanya... apa kalian juga mengikuti kami di Facebook?”
Cewek-cewek tersebut dengan cepat mengeluarkan smartphone mereka dan langsung mengikuti fanspage The Night Birds di Facebook.
Alexis lalu menghampiri salah satu dari cewek-cewek tersebut.
“Hey! Fanspage band kita sudah disukai lebih dari 50 orang!”
Vincent tersenyum lebar padanya. Mungkin mereka tidak memenangkan hadiahnya, tapi The Night Birds mendapatkan lebih dari pada itu. Orang-orang menyukai mereka, dan mereka hanya harus berlatih lebih keras lagi untuk mendapatkan kontrak rekaman.
Sekelompok cewek-cewek tersebut kemudian meninggalkan kami saat kami tengah tertawa. Kudengar salah seorang dari mereka berteriak kepada temannya saat mereka pergi. “Oh My God, Aku tidak percaya kalau kita barusan benar benar bicara pada mereka!!! Alexis sangaaaaaaaaaat sangat kereeeeeeeeen!!!! Dan coba liat betapa cute nya Vincent dan pacarnya dari dekat! Eeee!!”
Bisa kubilang Vincent dan Alexis tersipu diperlakukan seperti itu oleh orang orang. Dan tampaknya semua kekesalannya karena kalah perlahan menghilang. Kami semua tersenyum pada The Night Birds, senang kalau mereka sudah dikenali oleh orang-orang, meskipun orang-orang itu bukan para juri kompetisi ini.
“Nah, ayo teman teman” kata Vincent. “Siapa yang datang ke after-party dirumahku? Kita bisa bersenang senang dengan cara kita sendiri.”
“Sebuah after-party?!” Pekik Mandy terkejut. “Entahlah.. ini sudah terlalu larut malam!”
Mandy adalah orang yang paling muda diantara kami, jadi kupikir bisa dimengerti kalau dia tidak terbiasa keluar hingga larut malam.
“Awww ayolah Mandy,” kata Olive. “Selama ini kan kita sudah jadi cewek baik baik, ayo kita melakukan sesuatu yang gila malam ini!”
Sisi pembangkang Olive membuatku tertawa. Kupikir dandanannya yang berbeda itu sudah membuat kepribadian lainnya muncul.
“Well, sebaiknya aku kabari dulu orang tuaku dan mengatakan pada mereka kalau aku akan pulang sedikit telat” balas Mandy. “Tapi bagaimana caranya aku bisa pergi ke rumah Vincent dan lalu pulangnya bagaimana? Ayahku mungkin...”
“Aku tidak keberatan memberikan kalian tumpangan,” Sela Taylor. “Dan nanti aku juga akan mengantarkanmu pulang... maksudku... yeah... kalau aku diundang sih...” Dia lalu menunduk, jelas sekali merasa malu karena sudah mengatakan itu.
“Tentu saja kau diundang,” kata Vincent lantang. “Masalah selesai. Scotty, Al dan Olive bisa naik mobilku dan Taylor bisa membawa Mandy, Fritz dan Neil.”
Kami semua lalu bersorak semangat. Mungkin kalian tidak akan tahu kalau The Night Birds baru saja kalah jika melihat betapa bahagianya kami sekarang.
--
Angin malam menerpa wajah kami saat kami melewati The Rabbit’s Roar.
“Oh God, yang tadi itu enak sekali,” Kata Alexis sambil menghela nafas, mengipas-ngipas wajah dengan tangannya.
Kami semua sepakat untuk mendinginkan badan kami masing masing dulu sebelum kembali ke tempat Vincent memarkirkan mobilnya. Saat kami berdiri di depan pintu Venue, seseorang berbadan tinggi dan gelap menghampiri kami dari belakang.
“Hey... Vincent dan Alexis, kan?”
Vincent kemudian berbalik. “Yap. Itu kami”
Orang itu semakin mendekat sampai kami bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia adalah salah seorang juri laki-laki dari juri panel.
“Hai! Namaku Matthew Cookson, aku salah satu juri malam ini. Aku hanya ingin bilang kalau kupikir malam ini kalian berdua benar benar mengesankan... kalian punya semua yang dibutuhkan dalam sebuah band, kupikir kaian punya sesuatu yang spesial dalam band ini.... dan lagu terakhir itu, wow kau benar benar bernyali, nak”
“Terima Kasih” kata Vincent dengan senyum tipis.
“Yeah, sayang sekali kami tidak cukup bagus untuk bisa menang” Tambah Alexis dengan sedikit kekecewaan. Vincent langsung menyikutnya, tapi sepertinya Alexis tidak peduli.
Matthew tertawa kecil. “Lihat? Itu yang aku suka dari kalian... kalian sangat menyenangkan! Dan juga kalian sangat berbakat! Aku yang bersikeras menjadikan kalian juara dari awal, tapi aku kalah suara. Kami mencari orang orang dengan pontesi yang besar untuk bisa diajak bekerja sama seperti yang perusahaan inginkan... sebuah band indie/pop. Tapi itu bukan kalian berdua... kalian berdua lebih dari itu...”
Vincent dan Alexis saling menoleh kebingungan. Apa ini sebuah pertanda?
“Aku takut kalau aku tidak setuju dengan keputusan Rolling-Up Records,” lanjut Matthew. “Tapi aku mempunyai sebuah usaha label rekaman di London, dan aku benar benar tertarik untuk bekerja sama dengan kalian berdua.” Dia kemudian merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kartu yang diberikannya pada Alexis. “Label kami sudah mendebutkan beberapa band seperti Batcave dan Hello See Ya. Kupikir kalian sama bagusnya dengan mereka, dan kami benar benar berharap kalian bisa mengisi beberapa slot kosong dalam konser konser mereka”
“ASTAGA,” Pekik Alexis. “AKU SUKA BAND BAND ITU!!”Dia meremas lengan Vincent. “Hello See Ya itu masuk nominasi di Mercury Music Awards tahun ini, dan mereka juga punya penggemar yang banyak!!”
“Aku tidak bisa menawarkan uang banyak seperti yang bisa ditawarkan Rolling-Up,” lanjut Matthew.”Tapi kami peduli pada artis-artis kami dan memberikan kebebasan bagi mereka untuk mengeksplor kreativitas mereka. Dan kupikir sejauh ini kami sudah melakukan apa yang kami bisa untuk mereka. Konser dan juga promosi kepada beberapa promotor, kami menjamin keuntungan yang cukup memuaskan. Jika kalian tertarik aku akan sangat senang bisa mengatur sebuah meeting dengan kalian segera...”
“Oh, kami benar benar tertarik Mr. Cookson,” balas Vincent cepat. “Sangat sangat tertarik”
“Bagus!” pekik Matthew, menepuk tangannya. “Ada nomorku di kartuku, jadi bagaimana kalau kau kabari aku minggu dan depan dan kita bicarakan ini lebih lanjut?”
“Tentu” kata Vincent, tidak bisa menyembunyikan kegembiraan dalam suaranya.
Mereka bilang semuanya terjadi karena sebuah alasan. Aku bisa menjadi orang yang sangat skeptis, tapi terkadang kau benar benar hanya memerlukan rasa ingin tahu untuk menemukan alasan tersebut...
--
“Aku tidak percaya ini benar benar terjadi!!!” pekik Alexis. Dia duduk di sofa Vincent sambil mengenggam kartu nama Matthew ditangannya.
Suara musik yang upbeat terdengar cukup keras dari stereo dan ada banyak beberapa sampah makanan ringan dan juga minuman yang berserakan di lantai. Kami semua benar benar bersemangat dan berdansa tanpa henti. Mandy dan Fritz saling menggenggam tangan, Olive sibuk sendiri dengan dirinya dan aku, melingkarkan tanganku di bahu Vincent dan Taylor sambil bernyanyi.
Aku tidak pernah membayangkan bisa melakukan ini , tapi inilah yang terjadi. Kupikir semuanya benar benar sudah berubah.
Berlawanan dengan kami, kulihat Neil menghampiri Alexis yang duduk di sofa.
“Kupikir kau benar benar menakjubkan malam ini,” katanya canggung. “Kau benar benar berbakat... dan.... kalau kau tidak mempermasalahkannya... hmm... kau tampak sangat cantik saat menyanyi di depan orang orang tadi...”
Kalau aku tidak salah, aku melihat wajah Alexis merona.
“Oh.. um.. thanks... kamu siapa tadi?”
Neil tampak malu. “Umm.. um.. aku Neil... aku teman Scotty di Dungeon Adventure Club..”
“Oh benar, klub para pecundang” balas Alexis. Dia melirik Neil dari atas kebawah. Dia sangat tinggi dan kurus, dan rambut pirang menghiasi wajahnya seperti dua gorden jendela. Tadinya kupikir Alexis pasti akan langsung menjadikan itu alasan untuk menolak Neil, tapi dia malah meraih tangannya.
“Nah, ayo kita berdansa! Aku suka lagu ini!”
Neil tampak terkejut saat Alexis menariknya ke ruang tengah sambil melingkarkan tangan di tubuh kurusnya. Si tinggi dan si pendek, tapi mereka tampak sangat serasi berdua.
Aku menyikut Vincent kemudian. “Hey lihat! Sepertinya ini malam keberuntungan Neil...”
Vincent tertawa kecil sambil melihat mereka berdansa. “Yah.. mungkin setelah ini mereka yang akan menjadi ‘Pasangan Paling Hot’ di Havensdale”
“Aku meragukannya” tawaku. “Ngomong ngomong, kupikir titel itu diberikan pada kita?”
Vincent menarikku mendekat dan mencium puncak kepalaku. “Kau tahu saja, Specs...”
“Jadi kalian sudah balikan?” Tanya Taylor tiba tiba.
“Ya.. begitulah” kataku sambil tersenyum.
Jelas sekali Vincent dan aku masih punya banyak hal yang harus dibicarakan, tapi kami akan membicarakannya saat teman teman sudah pulang kerumah. Tapi aku tahu semuanya akan berjalan dengan baik. Malah, malam ini kami bersenang senang hingga kami hampir lupa kalau tadinya aku, Vincent, dan Taylor tadinya bertengkar.
“Aku ikut bahagia untuk kalian,” kata Taylor. “Terimakasih sudah mengundangku malam ini... kau tidak harus bersikap baik padaku setiap waktu... Tapi tetap saja, aku bersyukur atas itu...”
Vincent menghampiri Taylor kemudian. “Taylor, aku tidak akan berbohong.. aku sangat membenci hal hal yang sudah kau lakukan dulu. Caramu memperlakukan Scotty...”
Taylor menundukkan kepalanya merasa bersalah. “Aku tahu...”
“Tapi....,” lanjut Vincent. “Kau pernah menjadi bagian dari hidup Scotty. Dan kini aku tahu ada alasan untuk itu. Ada sosok baik dalam dirimu, dan versi Taylor yang itu selalu diterima disini. OK?”
Taylor tersipu. “OK...”
Kami kemudian tidak bersuara selama beberapa saat. Dan kemudian lagu latar pun berganti menjadi lagu yang agak pelan dari Fletwood Mac yang langsung dikenali oleh orang orang. Seisi ruangan pun dipenuhi oleh suara nyanyian.
Taylor berbisik lembut di telingaku, suaranya agak terdengar kabur oleh suara musik.
“Berjanjilah padaku kau akan bahagia, OK?”
“Aku janji,” jawabku bersungguh sungguh.
Taylor kemudian tersenyum kecewa. “Aku tahu kau akan bahagia. Vincent benar benar orang yang baik. Kuharap aku bisa menemukan hubungan seperti yang kalian punya sekarang...”
“Kau akan menemukannya Taylor,” kataku sambil meremas tangannya. “Suatu hari nanti,.. aku tahu kau akan menemukannya..”
--
After-Party berlangsung terus menerus dan membuat kami menjadi terlalu lelah untuk melanjutkan pestanya. Malam ini kami bersenang senang bersama sampai sampai kami tidak ingin mengakhirinya, tapi waktu terus berjalan hingga hampir memasuki waktu subuh dan kami tahu kami harus segera berkemas. Khususnya beberapa orang tua sudah menunggu anaknya pulang sejak beberapa jam yang lalu.
Kami semua berpelukan dan kemudian berpamitan, dan Vincent dan Taylor kembali ke mobil mereka untuk mengantarkan semua orang pulang. Aku tetap tinggal di apartemen, membereskan sampah sampah makanan dan gelas gelas minuman yang berserakan. Untungnya sampah ini tidak terlalu banyak, dan ngomong ngomong pestanya asik kok!
Saat Vincent kembali ke apartemen, seisi ruangan terasa menjadi sangat tenang. Sekarang hanya ada kami berdua.
“Hey kau,” Aku tersenyum saat dia membuka pintu.
“Hey kau,” balasnya, sambil memelukku. “Tadi itu malam yang menakjubkan...”
Kupeluk dia. “Aku tahu... aku senang sudah datang tadi”
Sulit dipercaya tadinya aku hampir tidak jadi untuk mendatangi acara tadi. Aku tidak ingin lagi membayangkan yang aneh aneh nanti.
Vincent kemudian mengusap-usap punggungku. “Specs, aku tidak tahu apa kau lelah sekarang tapi kini aku benar benar lelah... apa tidak masalah kalau sekarang kita ke kamar dan bicaranya kita undur saja pagi nanti?”
“Oh, jadi kau memintaku untuk tidur dirumahmu malam ini?”
Vincent tampak terkejut. “Kau... kau tidak menginap?”
Aku tertawa. “Bercanda. Tentu saja aku tidur dirumahmu”
--
Vincent tidur dengan tangannya yang memelukku erat. Pelukannya sangat hangat dan membuatku merasa nyaman, sampai sampai bisa membuatku langsung tertidur dalam sekejap. Meski begitu aku ingin mengingat saat dimana kulitnya menempel dengan kulitku. Kami berdua tidur sambil bertelanjang dada, hanya menggunakan boxer dan ditutupi oleh selimut. Kakinya berada diatas betisku dan dagunya diatas bahuku.
“Vincent,” bisikku dalam kegelapan kamar. “Kau sudah tidur?”
“Belum,...” bisiknya balik.
Aku kemudian memutar badanku menghadapnya.
“Apa kau benar-benar lelah? Mungkin kita bisa...”
Aku menggantungkan kalimatku. Vincent lalu menempelkan kepalanya denganku.
“Kau mau...?”
Aku mengangguk. “Aku menginginkanmu...”
Tanpa berpikir dua kali, dia mulai menciumiku dengan lembut. Tangannya membelai seluruh tubuhku sambil perlahan melepaskan boxerku, melemparnya keluar dari kasur ke lantai kamar.
“Aku sangat mencintaimu,” bisiknya di telingaku sembari menindihku. Tanpa aba-aba, dia langsung berada didalam tubuhku dan aku terpekik oleh sensasinya. Dia mulai bergerak perlahan dengan tempo yang lambat namun sensual. Sedangkan tanganku berada di punggungnya, meneliti tubuhnya perlahan, wajahnya, rambutnya... menciuminya lagi dan lagi.
Kami terikat secara fisik malam itu. Tidak ada lagi yang bisa menandingi betapa dekatnya aku dan Vincent saat itu. Kini tidak ada lagi penghalang diantara kami, kami sangat intim seperti setiap pasangan yang lainnya. Dia ada disetiap bagian diriku... tubuhku... jiwaku... dan hatiku.
Dan setelah semuanya berakhir, aku menatap matanya. Matanya yang gelap. Waktu itu aku tidak memakai kacamata, jadi dia tampak sedikit kabur... tapi aku masih bisa membaca setiap emosi pada dirinya. Aku tau dia bisa merasakan apa yang kurasakan saat ini. Kami semua mengerang lembut saat puncaknya datang.
Setelah itu, kami tidak mengatakan apapun. Well, kami tidak butuh mengatakan apapun lagi.
Kami berpelukan dibawah selimut, saling berhadapan dengan tungkai kami yang saling bertemu.
Aku langsung tertidur dan saat aku bangun paginya, Vincent masih memelukku seakan akan tidak ingin melepasku lagi.
Chapter 53 : Epilogue
TIGA BULAN KEMUDIAN
“Baiklah, ayo kita ambil beberapa foto diluar sebelum kalian pergi.”
“Ibu! Kau sudah mengambil sekitar dua ratus foto dari tadi!!”
“Ya tapi kita belum mengambil foto di kebun depan!! Ini kan hari yang indah! Ayo!!!”
Ibuku mengenggam kamera digitalnya sambil memerintahkan aku dan Vincent untuk berpose. Dia sudah membuat kami berdiri berdua diluar rumah, duduk diatas tangga dan berpose sendiri-sendiri disampingnya (untuk membuktikan kalau dia juga ada disana).
“Limosin kami akan segera datang,” protesku. “Aku tidak ingin telat!”
“Oh, kau tidak akan terlambat sayang” Paksa ibuku, menarikku ke pintu belakang. “Hanya beberapa foto lagi!”
Aku memutar bola mataku pada Vincent dan berbisik padanya. “Kau akan melihat dia akan menjadi lebih lebay tahun depan saaat acara PERPISAHANku...”
Dia tersenyum kecil dan menarik tanganku, menarikku bersamanya. “Hey, menurutku itu manis. Itu artinya dia peduli”
Saat kami sudah sampai di pintu belakang, kulihat ibu sudah mengenggam iPadnya. “Aku baru saja membagikan beberapa foto di Facebook dan sudah mendapatkan tiga like!”
Aku mengerang. “Ya ampun Ibu! Kenapa sih kau juga harus ikut-ikutan Facebook-an? Ini benar benar memalukaaaaannnn!!”
“Oh diamlah,” perintah Ibu. “Sekarang berdiri disana...”
Kami mematuhi instruksi ibu dan berpose saat mereka mengambil beberapa foto.
“Awww kalian berdua tampak sangat lucu, beneran deh! Kuharap ayahmu ada disini sekarang jadi dia bisa melihatmu, dia akan sangat banggaaa!”
“Ibu!!!”
Aku diam diam tersenyum pada Vincent. Harus kukatakan dia tampak sangat menakjubkan dalam tuxedo hitamnya. Sedangkan aku mengenakan setelan, yang dilengkapi dengan dasi kupu-kupu berwarna biru dan juga saputangan loreng yang mencuat di kantong bajuku.
Dan kemudian ada sebuah panggilan dari pintu.
“Itu pasti limosinnya,” Pekik Ibu. “Ayo cepat, pergilah... selamat bersenang senang kalian berdua! BANYAK BANYAK BERFOTO DISANA!!”
“Tentu saja, Mrs. Williams” balas Vincent dengan sebuah kedipan yang langsung membuat Ibu terbahak bahak seperti remaja seusia kami. Aku sangat menyayangi ibuku, tapi terkadang dia bisa menjadi menjengkelkan juga.
Kami berjalan bergandengan tangan keluar rumah dimana seorang supir sedang menunggu kami untuk mengantar kami ke Havensdale. Dia membuka pintu limosin dan kami langsung disambut oleh suara teriakan seseorang.
“ASTAGA, KALIAN BENAR BENAR MENAKJUBKAAAAANN!!!”
Alexis sudah lebih dulu berada didalam mobil, sambil mengenggam segelas sampanye. Dia menggunakan gaun hitam tanpa tali bahu yang tampak sangat punky dan menarik disaat yang bersamaan. Disampingnya, dalam tuxedo putih, ada Neil yang tampak bersemangat.
Ternyata Alexis tidak Cuma menyukai para bad-boy, sejak malam itu dimana dia pertama kali bertemu Neil, mereka berdua mendadak menjadi tidak terpisahkan. Neil benar benar memujanya dan seorang Neil tampak menjadi apa yang benar benar dibutuhkan seorang Alexis.
Kami menaiki limo dan kemudian saling mengenggam gelas sampanye kami.Secara teknis aku belum cukup umur untuk bisa minum minuman beralkohol, tapi kurasa satu gelas tidak apa-apa...
Saat mobil mulai berjalan, kami menuruni kaca jendela dan melambaikan tangan pada Ibuku yang berdiri didepan pintu rumah sambil melambai balik pada kami seperti orang gila.
“Aku sudah melihat foto-foto yang diposting ibumu,” kata Alexis, mengangkat ponselnya.
“Sejak kapan kau dan ibuku berteman di Facebook?!” pekikku.
“Oh lihat,!” lanjut Alexis, mengacuhkanku. “Taylor barusan menyukai foto foto itu juga! Sayang sekali dia tidak bisa ikut malam ini...”
Karena ini adalah perpisahan para senior, jadi acara ini hanya diperuntukkan bagi para senior dan juga kencannya, yang mana artinya Taylor hanya bisa datang kalau salah satu senior mengundangnya untuk ikut.
“Well, tahun depan kan masih ada,” kataku. “Dia pasti tidak akan mempermasalahkannya...”
Beberapa bulan terakhir Taylor sudah berubah. Dia benar benar lain dari sosoknya yang sebelumnya. Tentu saja dia masih suka cemberut dan mudah emosi terkadang... tapi dia sudah meninggalkan sisi buruknya jauh di masa lalu. Dia bahkan menyingkirkan The Braindead Baker Boys, yang dulu selalu mengikutinya, kini mengikuti Patricia kemana mana seperti penjaganya.
Dia tidak kembali lagi bermain tennis setelah melewatkan Kompetisi Nasional, dan kupikir hubungannya dengan ayahnya retak karena itu. Tapi jujur saja, Taylor tampak lebih bahagia menjadi dirinya sendiri tanpa tekanan untuk memenangkan pertandingan yang datang dari Ayahnya setiap saat. Kupikir itulah yang menjadikannya berubah menjadi sosok yang tak pernah dia inginkan, dan kini dia akhirnya bisa mengontrol hidupnya sendiri.
Pada awalnya susah bagi Taylor untuk menghilangkan kebiasaannya, tapi aku tau pada akhirnya dia akan berhasil. Selain itu, kami semua akan selalu menyemangatinya. Bahkan Vincent.
Limo kami pun memutari Havensdale, memberikan waktu bagi kami untuk menikmati tumpangan. Kami tertawa seperti orang gila saat Alexis mengintip keluar jendela dan berteriak pada beberapa orang dijalan yang sedang berjalan.
“Ini sangat kereeen!!!,” pekiknya. “Aku selalu ingin menaiki limo!”
“Terimakasih sudah mengatur ini semua untuk kami,” kataku sambil tersenyum. “Kau yakin aku tidak ingin membantumu membayar limo ini?”
“Specs, aku kan sudah bilang ini adalah traktiran kami” Balas Vincent, sambil menepuk pahaku. “Lagipula ini kan acara perpisahan kami,... jadi kau dan Vincent adalah tamunya, jadi biarkan kami membacakan kalian untuk malam ini”
Sejak malam besar Alexis dan Vincent waktu itu, mereka selalu diundang ke beberapa acara. Dan juga mereka dibayar. Tidak hanya di Havensdale, tapi juga di London. Mereka menghubungi Matthew yang mereka kenal dari juri panel dan kemudian membicarakan tentang kontrak rekaman dengannya. Baru baru ini Matthew mendaftarkan mereka ke sebuah acara kecil di sekitar London tapi juga tertarik untuk mengikuti mereka dalam sebuah slot kosong di tour konser band band di perusahaan mereka akhir tahun ini.
The Night Birds memang belum kaya dan terkenal, tapi mereka sudah punya banyak penggemar dan menghasilkan banyak uang dari penjualan souvenir dan acara-acara mereka yang lainnya. Aku tahu mereka akan menjadi band yang besar. Mungkin karir seperti ini sudah ditakdirkan bagi Vincent untuk menghasilkan uang sendiri daripada bergantung pada uang sisa dari ayahnya.
Plus, bagian terbaiknya adalah dia dan Alexis akan tetap tinggal di Havensdale tahun depan.Mereka memutuskan untuk menunda mendaftarkan diri ke universitas dan mengurusi band mereka. Selain itu, jika semuanya berjalan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, mereka sama sekali tidak akan mendaftarkan diri ke universitas manapun dan akan pindah ke London di saat yang sama saat aku memulai tahun pertamaku di Uni.
Dan ada banyak Universitas di London yang bisa aku pilih.
Setelah satu jam limo kami akhirnya berhenti di tempat parkir siswa.Ada banyak limosin lainnya dan mobil mobil di tempat ini, dan banyak juga siswa-siswa yang memakai pakaian yang keren. Aku hanyamengenali beberapa dari mereka yang berada satu tahun diatasku. Ada banyak orang yang mengenalku, dan kelompok kecil kami langsung dibanjiri dengan sapaan dan kasak-kusuk saat kami memasuki bangunan.
“Hey lihat, itu Alexis dan Vincent dari The Night Birds! Mereka tampak keren!”
“Apa pakaian Scotty dan Vincent serasi? Mereka sangat CUTE!!”
“Bagaimana mungkin Alexis mengencani pecundang itu? Tidak adil! Aku ingin mengencaninya!”
“Scotty benar benar cute, tidak salah deh Vincent memilihnya. Apa kau sudah dengar lagu yang Vincent tulis untuknya? Lagu itu sampai membuatku menangis loh!!”
Aku melambai dengan malunya ke orang-orang yang memanggilku. Lalu Vincent dengan bangganya meraih tanganku, menarikku kedalam gedung sekolah. Dan itu membuat beberapa cewek tertawa dan menyoraki kami.
“Berhenti memanjakan fangirl kalian,” kata Alexis sambil mencibir kami.
“Hey, kami hanya memberikan apa yang orang orang mau,” Jawab Vincent konyol. Dia kemudian menarikku mendekat padanya dan mencium pipiku. Dan membuat cewek-cewek semakin berteriak histeris.
Alex memutar matanya dan kemudian berjalan sambil menabrak kami sembari menarik Neil dibelakangnya.
Acara perpisahan yang diadakan di Auditorium sekolah. Meja meja sudah dialasi dengan kain putih dan sudah ditata rapi dengan balon-balon serta konfeti. Dekorasi indah dalam pemilihan warna pun tampak di sudut-sudut dinding dan ada banyak makanan di ruangan belakang. Seorang DJ berada diatas panggung, memainkan musik bertempo cepat dan cahaya menyinari orang orang di atas lantai dansa.
Kami menemukan meja kami ditengah-tengah ruangan dan meletakkan barang-barang serta jaket kami diatasnya. Aku melihat-lihat sekitar. “Wow! Mereka berhasil menyulap Auditorium sekolah menjadi tampak sangat berbeda!”
“Yap, tentu saja.” Kata sebuah suara dari belakangku. “Aku tidak pernah gagal dalam mendekorasi soalnya..”
Olive berdiri dibelakangku sambil berkacak pinggang. Dia mengenakan gaun lilac yang indah dan rambut pirangnya dibuat bergelombang. Tidak seperti malam itu, kali ini kacamatanya lebih tampak mencolok. Dan juga gelangnya.
“Astaga, kau tampak seperti Ratu Para Kutu Buku” kataku sambil berhamburan memeluknya.
Dia tertawa dan memelukku balik. “Well, itulah gaya yang paling aku inginkan..”
Meskipun Olive bukan senior, tapi menjadi Head Girl di sekolah ini berarti dia berhak untuk terlibat dalam berbagai acara komite yang dia inginkan. Dia suka mengatur apapun jadi dia ikut mengambil kesempatan untuk membantu. Plus dia juga juga ikut membantu mendekorasi Auditorium ini setiap harinya bersama panitia yang lain.
“Olly kau melewatkan limonya,” Pekik Alexis, berlari ke arahnya dan menggasak kepalanya. “Pasti kau sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat cemburu”
“Oh, terserah Al” balas Olive sambil memutar matanya. “Setidaknya aku punya satu tiket gratis malam ini,... kaliam semua harus bayar!!”
Kedua cewek itu kemudian mulai bertengkar dan saling meneriaki satu sama lain.
Yeah, mimpi buruk semua siswa Havensdale pun menjadi kenyataan. Alexis dan Olive menjadi sahabat. Tidak ada yang penah menyangkanya karena kedua orang ini benar benar memiliki sifat yang bertolak belakang, tapi setelah mereka saling kenal mereka langsung menjadi tidak terpisahkan. Olive benar benar menasehati Alexis dan menginspirasinya untuk menjadi orang yang lebih baik.Tapi disisi lain, Alexis adalah pengaruh buruk bagi Olive. Aku tidak berani memikirkan masalah apa nantinya yang akan dibuat oleh mereka bersama.
“Apa kau sudah memikirkan Universitas mana yang akan kau daftarkan?” tanya Alexis tiba tiba kepada teman barunya, setengah berteriak. “Ayolah... LONDON!! Kita berempat! Kau dan Scotty bisa masuk ke Universitas yang sama, aku dan Vincent akan melakukan konser... DAN KITA BISA MENJADI TEMAN SEKAMAR! Yeah.. seperti.. TEMAN!”
“aku belum memilih sih,” balas Olive. “Aku harus memilih kursus mana dulu yang harus kuambil, dan itu tergantung dari nilai yang kudapatkan...”
“Oh terserah,” lanjut Alexis. “Kau akan dapat nilai A kok! Dan semua Universitas terbaik kan ada di London!”
Sejujurnya, aku yakin aku juga sudah memilih jalan yang tepat. Lupakan semua masalah yang pernah kualami beberapa bulan yang lalu, aku tetap percaya diri dengan nilai nilaiku.Semua ujian yang kulewati berjalan dengan baik dan hanya ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa kujawab.
“Mungkin kau juga harus memikirkan nilaimu, Alexis” lanjut Olive dengan nada datar. “Aku tau mungkin band mu sukses sekarang, tapi lebih baik lagi jika kau punya rencana cadangan!!”
“Sudah telat,” Alexis tertawa. “Aku sudah menghancurkan nilai setiap mata pelajaranku!”
Aku tertawa. Faktanya adalah Alexis dan Vincent sama sama pintar. Aku sama sekali tidak ragu mereka akan bisa lulus dengan nilai sempurna jika mereka mau.
JIKA mereka mau.... mungkin mereka tidak akan mau, aku tidak melihat mereka akan memilih jalan lain selain melanjutkan karir bermusiknya.
Tiba tiba saja lagu Macarena berbunyi dan murid murid dari setiap sudut langsung berhamburan ke lantai dansa.
Alexis meraih tangan Neil. “SAYANG!! Aku suka lagu ini, ayo kita bergabung!!”
“Umm.. aku.. aku tidak yakin kalau aku bisa berdansa..” Gugup Neil saat dia ditarik. Tidak masalah jika dia tidak yakin, pada akhirnya Alexis tetap akan membuatnya berdansa.
Aku tersenyum pada Vincent. “Mau berdansa?”
“Oh Specs, “komplainnya. “Apa kita benar benar harus berdansa?”
Olive tiba tiba muncul dibelakang kami berdua dan mendorong kami ke lantai dansa. “SEMUANYA berdansa! Kau harus berdansa! Aku harus membuat acara malam ini sukses!”
“Hey, kau tidak harus menyuruh nyuruhku lagi,” kataku menggodanya. “Karena sekarang kan aku sudah menjadi SAHABAT KEDUA mu..!”
“Oh, jangan begitu, kau akan selalu menjadi sahabatku,” balas Olive. “Jangan cemburu ya, karena aku dan Alexis itu sudah klik!”
“Dasar orang gila,” gumamku. Dia menarik lenganku dan kemudian mendorongku ke lantai dansar.
Kami semua lalu berbaris rapi, tertawa dan menari seperti orang gila. Neil dan Vincent selalu salah gerakan dan mulai mengincak beberapa kaki orang di lantai dansa. Dan pada akhirnya di akhir lagu semua orang tertawa.
Malam baru saja dimulai, tapi aku sudah tahu lebih awal kalau ini akan menjadi salah satu malam terbaik dalam hidupku.
--
Waktupun berlalu. Kami tertawa, mengobrol, tertawa dan makan selayaknya tidak ada hari esok. Aku hampir sulit percaya kalau malam akhirnya datang. Dan semuanya terasa berlalu dengan sangat cepat.
Saat tengah malam, DJ langsung mengganti lagu dari yang tadinya bertempo cepat menjadi lagu balad dari Robbie Williams.
“OK guys, ini lagu terakhir untuk malam ini” kata DJ di mikrofonnya. “Sekaranglah saatnya untuk mengajak orang yang sudah kalian taksir selama ini untuk berdansa denganmu!”
Alexis langsung jatuh kedalam pelukan Neil dan mereka berdansa dengan pelan sambil menatap mata masing masing.Aku bahkan melihat Neil membelai wajah Alexis dengan protektifnya. Dan membuatku sedikit terpukau.
Dan kurasakan sepasang tangan melingkari pinggangku.
“Kemari kau pacarku sayang...”
Vincent menarikku kedalam pelukannya. Dan kami berdansa dengan pelan sambil berpelukan.
Aku melihat beberapa fangirl Vincent tersenyum pada kami. Aku agak malu, tapi rasanya enak juga. Aku senang kini aku mendapat dukungan dari teman teman sekolah dan tidak harus dilarang untuk menghadiri sebuah acara bersama. Aku yakin aku pernah menonton adegan itu disalah satu film sebelumnya.
Olive kini berdiri di sudut hall, mengurusi dekorasi meja yang sudah berantakan dan mengumpulkan sampah. Aku baru saja akan mengajaknya bergabung bersamaku dan Vincent untuk berdansa saat seorang siswa senior menghampirinya. Aku tidak bisa mendengar apa yang cowok itu katakan, tapi aku sangat yakin dia sedang mengajaknya berdansa.
Aku lalu menarik tangan Vincent. “Lihat! Cowok itu sedang meminta Olive untuk berdansa dengannya!”
Kami berdua lalu memperhatikan mereka dengan hati hati. Dan lalu aku mendengar Olive menolaknya dengan lantang.
“Maaf, tapi kau pikir aku punya waktu untuk berdansa sekarang?? Ada beberapa hal yang tidak bisa selesai dengan sendirinya, kau tahu! Pergi dan berdansalah dengan temanmu, sepuluh menit lagi DJ nya akan selesai!”
Dia lalu mendorongnya dan dia menjadi lesu karena tolakan Olive.
“Ya ampun!” pekikku.
Vincent tertawa. “Dia itu tipe cewek yang tau apa yang dia inginkan..”
Aku menghela nafas sebelum kembali menempelkan kepalaku ke dada Vincent. Dia membelai punggkungku melan, dan menarikku kedalam pelukannya.
Semuanya berjalan dengan sempurna antara kami berdua selama beberapa bulan yang lalu. Tidak ada rahasia lagi dan tidak ada lagi dinding pemisah diantara kami berdua. Aku tahu pada awalnya sulit bagi Vincent untuk menerima masa laluku, tapi kini itu sepertinya bukan masalah besar lagi. Taylor adalah teman kami, dan tentu saja aku akhirnya bisa berteman dengan Alexis.
Vincent kini sedang mencoba untuk mengobati masalah kepercayaan dirinya dan kembali mencoba menjadi dirinya yang dulu. Kupikir mungkin akan butuh waktu untuk membuat semuanya menjadi normal lagi, tapi kami bisa nyambung lagi dengan mudah. Semuanya kini sudah sama seperti yang sebelumnya, malah semakin menjadi lebih baik.
Kupeluk Vincent dengan erat, merasa dimabuk oleh kebahagiaan. Aku tidak akan melepaskannya lagi. Aku tidak ingin malam ini segera berakhir.
Saat nada terakhir dari lagu diputar di seisi ruangan, Vincent berbisik ke telingaku.
“Ikuti aku...”
Aku kebingungan saat dia mulai menarikku keluar dari lantai dansa.Semua orang sangat menikmati acara dansa dan tidak menyadari kami yang diam diam melarikan diri.
“Kau akan membawaku kemana?” Tanyaku, kebingunga.Kini kami sudah berdiri di koridor sekolah yang benar benar kosong.
Vincent menarikku di sepanjagn hall dan menaiki sebuah tangga. “Ayo kita ke lantai atas!”
“Vincent! Kita tidak bisa kesana!” Pekikku.”Kita tidak diizinkan!”
“Terus?”
Beberapa guru secara eksplisit sudah mewanti wanti pada kami kalau lantai atas tidak diperbolehkan untuk didatangi saat acara perpisahan berlangsung. Mungkin karena ini adalah hari terakhir para seniorkami dilarang untuk menggunakannya.
Aku benci untuk melanggar peraturan, bukan karena aku masih punya satu tahun lagi dan itu akan memperngaruhi catatan perilaku baikku jika aku tertangkap basah.
Tapi disaat yang bersamaan, aku merasa tertantang untuk melakukan sesuatu yang buruk.
Aku mengikuti Vincent menaiki tangga sampai kami mencapai atap. Angin musim panas terasa sejuk, dan pemandangan lautan bintang yang bekerlap kerlip dilangit benar benar membuatku terpukau.
Kami berdiri bersandar pada dinding di sekitar ujung atap, berdiri di tempat yang sama diwaktu Vincent mengajakku pergi ke toko kaset pertama kali.
“Disini benar benar menakjubkan,”bisikku. “Aku tidak percaya kalau sekarang kita pacaran, padahal kita dulu sama sama canggung untuk menyatakan perasaan ditempat ini”
“Aku tahu,” kata Vincent dengan senyum kecil.”Semuanya sudah berbeda jauh sekarang...”
“Aku bahkan dulu tidak tahu kalau kau itu gay,” kataku sambil tertawa. “Kupikir aku menyukai orang yang salah. Aku benar benar patah hati saat menuruni tangga waktu itu!”
Tangan Vincent langsung meraih tanganku. “Oh Specs... aku tidak suka cerita itu...”
“Well,tidak apa-apa kok..” kataku tenang. “Pada akhirnya kita berhasil menyampaikan perasaan kita masing masing...”
“Aku tahu,” balas Vincent. “Tapi tetap saja.. hmm.. izinkan aku untuk melakukan apa yang seharusnya kulakukan waktu itu”
Dengan itu, dia langsung menarikku kedalam pelukannya dan mencium bibirku dengan sangat lembut dan intens dan membuatku langsung meleleh ditempat. Aku menciumnya bali, tidak peduli dengan udara malam dan cahaya bulan yang menyinari kami. Dia tampak benar benar indah didalam tuxedonya dan aku ingin dia memelukku. Aku menginginkan kehangatannya dan dirinya dan semangatnya. Aku menginginkannya, selalu.
Kami berciuman sekitar sepuluh menit, membuat tuxedo kami kusut saat berpelukan. Tangan kami saling menempel di wajah masing masing. Vincent mendorongku yang bersandar ke dinding, dan terus mencium leherku dan membuat kacamataku jatuh.
Kemudian kami mulai melambat, ciuman kami menjadi lebih lembut. Vincent lalu meletakkan satu ciuman lagi di bibirku, sebuah ciuman singkat yang membuat hatiku berbunga bunga.
“Lihat... ITU yang seharusnya kulakukan waktu itu...”
“Uh, uh” gugupku. “Itu mungkin akan meyakinkanku kalau kau menyukaiku...”
Dia tertawa dan lalu memelukku. “Aku mencintaimu, Scotty.”
“Aku juga mencintaimu, Vincent” balasku sambil tersenyum.
Kami berdua lalu melihat langit langit dengan tangan Vincent yang memeluk pinggangku. Rasanya dari sini kami bisa melihat semua kemungkinan yang ada di seluruh dunia.
“Jadi, bagaimana menurutmu dengan rencana Alexis tentang masa depan?” kataku setelah beberapa saat. “Kita bersama tinggal di London?”
“Kedengarannya seperti ide yang bagus,” balas Vincent. “Dia bisa menjadi teman sekamar dengan Olive,... dan kau bisa tinggal denganku.”
Aku tersipu. “Apa ini caramu untuk memintaku pindah dan hidup bersamamu?”
“Dengan kata lain... Ya”
Mulutku terbuka lebar. “Apa? Maksudmu sekarang?”
“Well, tidak juga sih. Maksudku tahun depan saat kau sudah tamat,” Jawab Vincent dengan malu malu. “Atau kau tau... sekarang kalau kau mau. Tapi aku pikir ibumu tidak bisa membiarkanmu jauh-jauh darinya...”
Aku kemudian diam selama beberapa saat. “Atau.. kau bisa tinggal bersama kami. Aku yakin Ibu setuju. Dia menyukaimu. Dan kalau kau mau kau bisa membayar uang sewa padanya dari penghasilan bandmu”
“Entahlah...” kata Vincent. “Mungkin sih...”
Dia bersikap tetap santai, tapi aku tahu dia benar benar suka ide itu. Setiap harinya dia selalu terbangun dirumahku. Dan rumahku selalu selalu menjadi sebuah rumah keluarga yang selalu dia inginkan.
“Akan kupikirkan nanti,” kataku. “Ayo, kita harus kembali kebawah sebelum orang orang mulai mencari cari kita... atau kita akan dikunci di sekolah ini!”
“Baiklah” kata Vincent sambil tertawa dan menarikku saat kami melewati koridor di lantai dua. “Kau tahu Specs,.. aku tidak bisa menunggu lagi...”
“Untuk apa?” tanyaku.
“Hidup bersamamu.”
Aku tersenyum padanya, hatiku benar benar berbunga bunga saat ini.
“Snap!” kejutnya. Dia kemudian meletakkan tangannya di wajahku dan dengan cepat menciumku. “Mwahh!!”
Aku tertawa dan lalu menggosok gosokkan hidungku dengan hidungnya. Lalu berlari menuju tangga.
“Kejar aku! Coba saja kalau kau bisa!!”
Dia lalu mengejarku sambil tertawa.
“Dasar Specs sialan!!”
Kami kemudian kembali ke teman teman kami, dan suara gelak tawa kami menggema di seluruh lantai dua dan menghilang di tengah tengah kegelapan malam.
TAMAT
Aku nikmatin banget terjemahan dari Abub. Suka sama gaya bahasa yang dipake. Ringan..menghibur. aku belum baca versi aslinya, tapi ini asik. Yeahhh. Melalang ke watty jg kalo gitu. XD
Uuuhhhh..... suka pake bangeeeettttzzzzzzz
Dan AMAZIIIIINNGGG!!!!!
Salam cium buat penulis aslinya ya kak dan salam hangat buat kak abub
Please mention me di cerita² menakjubkan lainnya