It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
serem nih critanya
kok Ical punya penyakit?setauku dicerita dulu Ical sehat2 aja...
dan kini siapa tuh yg punya dendam sama Ical sampai mau ngebunuhnya?..
Chapter_4
*Ingat aku maka doaku ikut menyertaimu*
“Nathan… Nathan..” Aku kembali berteriak mencoba menetralisir rasa takut yang mulai menggerayangiku. Bukan apa-apa hanya saja tempat ini terlalu gelap dan sepi walau ada penerang di setiap tiang yang tersusun rapi tetap saja itu bukan penerang yang cukup untuk membuatku tenang. Kini rasa takutku di tambah dengan rasa kesal, kemana dia yang mengajakku bertemu di tempat seperti ini. Awas aja kalau ini kerjaannya dia.
“Nathan.. Aku mulai kesal ya, aku tidak suka seperti ini. Gak lucu tau gak?” Aku mulai kembali berteriak dengan nada yang sedikit bergetar. Aku frustasi, suara di kerongkonganku hampir mencapai batas penghabisan dan manusia menyebalkan itu tak juga menampakkan batang hidungnya.
“Nathan please.. jangan seperti ini, semuanya benar-benar gak lucu” Ucapanku kali ini di sertai dengan permohonanku, suasana gelap dengan dingin yang cukup membuatku menggigil. Aku hanya memakai kaus panjang dengan bahan yang sangat tipis. Kenapa juga aku lupa membawa jaketku.
“Nathan gue benci sama lo” Aku melangkahkan kaki ingin keluar dari taman sialan yang mencekam ini tapi langkahku terhenti saat tanganku di genggam oleh tangan yang cukup hangat. Antara terkejut dan takut aku langsung berbalik dan melihat pemuda yang sedang berdiri dengan senyumnya. Dia baru saja melepas tudung jaketnya, menampakkan wajahnya yang begitu membuatku mendamba. Hanya dia lelaki yang mampu membuatku bergetar dalam artian aku sangat mencintainya.
Aku menarik tanganku dengan keras agar dia tahu kalau aku sedang kesal sekarang tapi senyum itu tak juga luntur dari bibir ranum lelakiku.
Kulingkarkan tanganku di depan tubuhku, menatao dia dengan tatapan kesalku. “Kamu sadar tidak apa yang sudah kamu lakukan, becandamu benar-benar tidak lucu” Ucapku dengan nada kesal dan senyum itu di gantikan dengan nada geli membuat rasa kesalku semakin membuncah.
“Hmmm Rival bisa takut juga ternyata” Gumamnya dengan nada mengejek, uhh rasanya aku ingin membekap mulutnya dengan perban yang ada di laci kamarku tapi kalau aku melakukan itu, bagaimana nasibku jika aku ingin menciumnya. Mencium bibir dengan perban rasanya tentu tak akan enak. Pikiranku mulai gila.
“Bukan takut hanya tidak suka” Timbalku datar dengan bibir yang mengerucut.
“Sungguh hanya tidak suka?” Tanyanya menghilangkan jarak di antara kami.
“Ten.. Tentu” Jawabku dengan nada ganjil, beginilah kalau terlalu dekat dengan lelakiku, bisa di pastikan aku akan mendapat penyakit terbata tingkat akut.
“Sungguh..” Ya tuhan lelakiku semakin mendekatkan dirinya bahkan bisa kurasakan hembusan teratur nafasnya. Hanya tangan yang ada di depan dadaku saja yang menghalangi kami dan selebihnya kami bagai menempel.
“Nat..” Aku tak sempat melanjutkan kata-kataku saat Nathan menempelkan bibirnya di bibirku, hanya menempelkan tanpa adanya pergerakan tapi itu cukup untuk membuatku di datangi penyakit bisa akut dan senang tingkat bertingkat-tingkat.
Marahku sirna sudah tak bersisa dan yang ku inginkan sekarang adalah meminta lebih padanya bukan malah hanya menempel bibirnya di bibirku karena rasanya tak terlalu menggugah selera. Aku mencoba melumat bibir Nathan tapi dengan cepat dia menarik dirinya membuat aku hanya bengong dengan kelakukannya.
Aku mengerutkan dahiku saat ku lihat senyum tak terbaca di wajahhya, antara senang dan geli.
“Ada bangku di sana, kesana yuk?” Ajaknya membuat aku mengikuti langkahnya dengan cemberut masih kesal dengan adegan ciuman barusan.
Kini kami duduk di bangku dekat danau yang sering di jadikan tempat bermain oleh anak-anak komplek dan rasa takut itu sirna sudah, Jika ada lelakiku semua tak akan masalah. Semua bisa aku hadapai.
“Hei,, ngelamun?” Tanyanya membuat aku tersenyum ke arahnya dan dengan cepat aku menggeleng. Dia menggut-menggut.
“Kenapa ngajak aku kesini?” Dapat kurasakan pegangan Nathan tak lepas dari tanganku dan itu cukup membuat aku bagai di serang kupu-kupu yang indah.
“Pengen berdua sama kamu, kamu selalu sibuk ngurus sekolah sampai lupa sama aku” Aku menaruh kepalaku di bahunya dan cukup merasa bersalah karena beberapa hari ini hampir tak ada waktu dengannya tapi sungguh aku tak sengaja melakukan itu semua.
“Maaf, soalnya ujiannya bentar lagi jadi aku mau focus. Kamu tahu sendiri kan kalau nilaiku jelek jadi gak gampang buat aku ngerubah itu semua” Ucapku dengan nada bersalah yang sukup teramat.
“Aku ngerti tapi malam ini lupakan dulu semua itu ya? Nikmati malam ini sama aku” Nathan menjenguk wajahku dan memainkan tangannya di wajahku membuat aku mengangkat wajah melihat betapa mata hazel itu selalu menenangkan.
“Aku takut tidak lulus” Aku mencoba menyuarakan isi kepalaku pada lelaki yang sangat penting dalam hidupku ini.
Dia tersenyum. “Sebahaya apapun kamu ataupun seberat apapun masalah kamu, inget aku maka dapat ku janjikan padamu doaku akan selalu membuatmu bisa menghadapai semua itu” Senyum itu terkembang dan membuat aku tak sabar mendaratkan bibirku di bibirnya.
***
“Ical, kamu sudah bangun?” Aku mengerjap beberapa kali baru bisa mendapatkan kejelasan atas pandanganku. Mataku menangkap sosok Aurel yang tengan duduk di sampingku yang berbaring. Matanya sembab, apa yang di tangisi gadis ceria ini? Aku juga menangkapn sosok Yesa yang sedang sibuk membersihkan bajuku dari bercak merah yang tak ku tahu apa.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” Tanyaku dengan nada bingungku. Kulihat mereka hanya menunduk dan Aurel yang tiba-tiba kembali sesenggukan.
“Kamu tidak ingat tentang seseorang yang mencoba membunuhmu?” Ucapan Yesa membuat kilasan di kepalaku bagai di putar ulang dan itu cukup memberitahuku tentang sebab apa yang membuatku berakhir seperti ini.
“Ah si sialan tak tahu diri itu ternyata” Ucapku asal tapi itu mampu membuat dua gadis yang tengah bersedih ini membulatkan mata dengan mimic terkejut.
“Kamu mengenalnya?” Tanya mereka hampir bersamaan.
Aku tersenyum dan menggeleng membuat mereka semakin bingung.
“Kemana yang lain?” Tanyaku mulai penasaran sama sahabat-sahabatku yang lain.
“Lagi pada urus makanan, Kami bertugas menjagamu” Aurel yang bersuara.
“Emang aku anak kecil apa di jaga segala” Ucapku langsung bangkit, tak peduli dengan dua gadis yang mencoba mencegahku. Aku langsung melangkah keluar dan mendapati sinar sang surya yang cukup membuatku tak bisa menatap dengan biasa.
“Cal, lo udah baikan” Aku tersenyum mendapati Sandi yang langsung menyambutku dengan biasa. Sandi yang paling mengerti tentang aku yang tak suka di khawatirkan. Rasanya teramat risih kalau ada yang terlalu khawatir padamu.
“Tentu, lo bisa lihat sendiri kan?” Ucapku dengan nada lantang membuat semua anak melihat kearahku dan memeberikanku senyum lega mereka. Tentu aku tak akan bisa membayangkan betapa kagetnya mereka tadi malam dengan darah di tubuhku yang memang bukan darahku dan juga asmaku yang tiba-tiba kambuh.
“Ahh gue kira lo sakitnya lama kan bisa berabe kita pulang nganter lo dan di salahin sama nyokapn lo” Kali ini Diki yang bersuara.
“Masih mending cuma di salahin sama nyokapnya, bagaimana kalau papanya ikiut-ikutan. Serem ah” Didi bersuara dengan nada merinding. Aku tahu mereka sedang mencoba bersikap biasa padaku dan aku mencoba tersenyum dengan lelucon mereka.
Lain dengan Sandi, Diki dan Didi. Riki bukan orang yang mudah di ajak melupakan hal yang menurutnya cukup serius dan lihatlah dia hanya diam di perapian menatap api yang menyala, aku tahu telinganya siaga mendengarkan kami.
***
Aku sedang duduk di kayu yang cukup rendah bersama Sandi, kami cukup menikmati pemandangan yang memanjakan mata. Pakaian ku sudah ku ganti dengan t-shirt. Rasanya bagai di ijinkan hidup kembali mengingat apa yang hampir terjadi padaku malam itu.
“Apa hal paling buruk?” Aku bertanya dengan nada biasa, Sandi melepas tatapnya dari gadgetnya dan kini serius menatapku. Dia selalu tahu kalau aku pasti akan membahas hal ini tapi dia juga mengerti dengan menungguku bicara.
“Well paling buruknya Riki menghajar perutku” Aku menganga mendapati kenyataan yang selalu membuatku membenci diriku. Selalu saja hal yang sama terjadi berulang kali.
“Pasti Riki nyuruh lo buat hubungin nyokap” Aku mencoba menebak dan kulihat Sandi tersenyum mengiyakan. Riki akan selalu seperti itu dan akan selalu berakhir dengan pertengkarannya dengan Sandi. Sandi memihak padaku, selalu mengerti dengan caraku membuat orang-orang tak khawatir padaku.
“Lo tahu sendiri kan bagaimana sahabat kita yang satu itu teramat sayang sam lo jadi gue coba ngertiin dia” Sandi kembali bersuara.
“Merepotkan menjadi orang yang sakit” Aku bergumam dan dapat ku lihat Sandi mengangguk dengan senyum khasnya.
“Lebih merepotkan kalau lo terus ngigau nyebut nama dia” Aku menatap nyalang kearah Sandi, aku tahu siapa yang dia maksud dan itu cukup membuat dadaku berdebar.
“Sungguh aku menyebut namanya?” Tanyaku mencoba tak percaya yang memang aku tahu sendiri Sandi tak mungkin berbohong padaku.
“Berkali-kali” Aku memejamkan mata membuat rasa sesal menyelimutiku. Jadi mereka semua tahu kalau aku belum sepenuhnya melupakannya. Lelakiku, lelaki yang akan selalu memiliki hatiku dengan utuh.
“Seberapa kalinya?” Aku bertanya dengan nada bergurau dan kulihat Sandi tersenyu geli. Selalu lebih mudah berbicara dengan Sandi karena Sandi yang memang cukup tahu aku.
“Sebanyak kali” Sandi menanggapi. Aku mengangguk tak tahu mau membalas apa. Kulihat Sandi juga kehabisan kata-katanya.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @Hiruma
@ArDewa @wita @Rifal_RMR
@balaka @ridhosaputra
@lulu_75 mudah di tebak kok orangnya..
oke...lanjut neng...