It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@balaka @akina_kenji @SteveAnggara @freeefujoushi @lulu_75 @haha5 @Rifal_RMR @LostFaro @3ll0 @Rikadza @hendra_bastian @cute_inuyasha @Akang_Cunihin @abiDoANk @harya_kei @Otho_WNata92 @rizal_91leonardus @ardavaa @Adi_Suseno10 @abyyriza @Pradipta24 @raden_sujay @Kibosuke @ardi_yusman @amir_tagung @Toraa @alvin21 @4ndh0 @ricko_syilendra @Rajeendra @nakashima @AbdulFoo @NanNan @CurhatDetected.
Maaf karena aku cukup lama posting cerita ini karena kemarin aku fokus untuk tamatin CDH.
Oke, selamat membaca..
Memiliki tetangga seorang selebriti yang namanya sedang melejit di tahun ini, apa membuat kalian mempunyai nilai lebih karena bertetangga dengannya?
Mungkin jawabannya 'yes', untuk Deva dan keluargaku yang lain karena mereka terlihat menikmatinya-menjadi tetangga seorang super star. Tapi, tidak untukku.
Menurutku sangat menyebalkan memiliki seorang tetangga yang lebih sering dilihat ada di dalam tv dari pada berada di depan rumahku.
Baiklah, jadi sekarang aku sudah menyukai aktivitas duduk di sofa dan memandangi layar tv. Kenapa dia terlihat selalu keren sih?!
Aku hanya penasaran dengannya yang selalu memiliki wajah yang terlihat fresh walaupun ketika pulang dia selalu langsung saja menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Hay aku tahu itu bukan karena aku sengaja mengintipnya, hanya saja secara kebetulan aku selalu tak sengaja melihat ke arah kamarnya. Ini sungguhan, itu hanya suatu kebetulan yang terjadi berulang-ulang.
Sosok Ben sudah banyak mempengaruhi di dalam lingkungan sekolahku bahkan juga dalam keluargaku. Aku heran kenapa adik-adikku semua tidak ada yang tak menyukainya. Kenapa dia memiliki kharisma sebesar itu sih? Tampang innocent yang dia miliki justru lebih membuatnya semakin keren. Ah, kenapa juga aku jadi ikut-ikutan memuji dia kayak gini sih.
Dalam satu minggu bisa tiga sampai empat kali ada wartawan yang datang ke sekolah untuk merekam kegiatan Ben di sekolah yang akan mereka jual di media. Menjadi teman sekelasnya benar-benar membuatku terganggu karena hal itu. Bukan cuma aku, tapi beberapa orang tentunya.
Baiklah ternyata ia memiliki haters yang tidak sedikit juga ternyata. Yah, terutama cowok-cowok yang iri dengan segala yang dimiliki Ben. Ben terlalu baik, terlalu ramah, terlalu bersinar, dan juga terlalu terkenal. Itu semua membuat orang lain yang berada di sekitarnya menjadi meredup. Termaksud aku.
Tapi, aku tidak membencinya. Oke, hanya sedikit. Dan aku tak melakukan hal-hal yang kurang kerjaan seperti mereka lainnya yang sampai memfitnahnya dan menjadikan gosip besar di sekolah.
Entah bagaimana gosip bisa tersebar dengan begitu kejamnya di sekolah tentang Ben yang menang dalam ajang pencarian bakat tersebut karena menyuap salah satu juri. Rumor itu menjadi masuk akal ketika diketahui Ben ternyata masih mempunyai ikatan persaudaraan dengan salah satu jurinya. Hal itu tidak benar, aku sangat yakin itu karena aku bisa menjamin kualitas dirinya sebagai seorang bintang memang sangat bersinar. Aku pernah melihatnya langsung sebelumnya bukan? Tapi Ben terlihat sama sekali tidak terganggu sama gosip itu. Aku suka sekali gayanya. Kalau aku jadi dia, sudah pasti aku akan menghajar orang yang mencari masalah denganku.
Orang-orang suka sekali mengosipkan tentang Ben di belakangnya, dan memuji Ben di hadapannya. Dasar penjilat.
-
-
Permainan futsal kali ini sangat terasa membosankan, aku benar-benar tak memiliki gairah sama sekali hari ini. Entah apa yang membuatku merasa tidak bergairah seperti ini. Mungkin saja karena sekarang Deva sedang asik bersama dengan Ben. Kenapa sih Deva suka banget menempel pada Ben? Arggh, bahkan di rumah Deva lebih sering berada di kamar Ben daripada berada di kamarku. Deva hanya datang padaku kalau Ben sedang sibuk dan tak ada di rumahnya.
Bukan salah Deva juga sih, Deva selalu mengajakku untuk dekat dengan Ben juga karena katanya kasihan sama Ben yang tidak benar-benar memiliki teman di sini. Ben terlalu sibuk untuk bisa dekat dengan seseorang yang mau menjadi temannya. Tapi, aku terlalu malas. Resiko dia sendiri kalau tidak punya teman. Iya kan? Dia terlalu terang.
"Voo! Jangan ngelamun aja dong!" Teriak Ardi yang kali ini berada dalam satu team futsal bersamaku.
Aku hanya mengangkat tanganku sambil tersenyum simpul sebagai permintaan maafku karena membiarkan Bisma membawa bola melewatiku.
Ayolah biarkan hari ini aku bermalas-malasan sedikit. Mood-ku hari ini lagi jelek banget.
"Mendingan lu duduk di sana aja deh buat cadangan kalau lu ogah-ogahan gitu mainnya." Jery menimpali lagi. Entah itu sindiran atau memang dia mengerti dengan mood-ku yang lagi ancur-ancurnya.
"Ide bagus!" Desisku tersenyum simpul dengan memberi jempolku padanya. Yah lebih baik aku sekarang benar-benar mencari tempat untuk bermalas-malasan. Kalau aku terus berada di tengah lapangan ini, aku yakin akan hanya menjadi pengacau pada teamku.
Baru aku ingin berbalik melangkah keluar lapangan futsal, Jery melanjutkan kata-katanya lagi dengan nada yang menyebalkan. "Tapi sayangnya sebagai kapten lu gak bisa santai-santai duduk di sana nyet!" Sial!
Alex berlari kecil mendekatiku dengan keringat yang penuh menetes di dahinya. "Lu kenapa sih? Tumben-tumbennya nggak fokus sama bola."
"Gw lagi malas aja.."
"Tumben banget lu malas sama futsal..," Alex menyelidikku. "Lu lagi nggak datang bulan kan?"
Dahiku mengerut. Aku langsung memukul kepalanya dengan gemas. Alex mengusap kepalanya langsung dengan terkekeh. "Gw mau ambil air gw dulu deh, ketinggalan!"
"Enggak usah alasan deh, itu minum punya gw kan bisa!"
"Ogah ah, bekas lu mah!" Ucapku sembari memberikan ekspresi jijik yang tentunya hanya untuk candaanku saja. Aku langsung berbalik dan berlari kecil keluar dari lapangan.
"Belagu lu, kemaren lu nyipok gw aja gak pake ogah!" Teriak Alex balas mengejek yang langsung membuat anak-anak yang lainnya tertawa.
Aku berbalik dan langsung memberikan jari tengah pada si brengsek itu. Jangan berpikir Alex tuh homo, karena semua anak di sekolah sudah tahu gimana mesumnya Alex sama cewek. Jadi siapapun yang mendengar perkataan Alex tadi pasti tidak akan percaya padanya. Semua yang keluar dari mulutnya hampir tidak pernah disaring dengan otaknya yang tinggal secuil itu.
Yah, tadi alasanku mengambil minuman hanya alasan saja karena sekarang kakiku dengan teliti berjalan menuju perpustakaan. Bukan, bukan karena aku ingin mencari buku atau membaca buku di sana. Hari ini adalah hari malasku, jadi aku juga ingin meliburkan mata dan otakku dari buku-buku itu. Alasan kakiku melangkah ke perpustakaan sekarang adalah karena di sana adalah tempat yang cocok untukku bermalas-malasan.
Bruuk!!
Ah, sial! Tubuhku terhempas jatuh menabrak seseorang.
"Galuh?" Gumamku meneliti orang yang sedang menatapku tajam dengan pandangan tidak bersahabat, tangannya sibuk menepuk-nepuk celananya yang kotor.
"Mata lu di dengkul yah?!" Dasar belagu, nggak bisa apa ngomongnya pakai nada yang nyantai.
Aku berdesis. "Mata lu di pantat ya?" Balasku yang juga tidak mau kalah dengan nada yang 'nggak nyantai'. Susah yah jadi anak pejabat kalau nggak belagu?
Galuh berdesis menaikan ujung bibirnya dengan sinis. Dasar, apa dia pikir, dia sangat hebat ya? Tanpa ba-bi-bu, Galuh langsung berlalu melewatiku dengan menyenggolkan bahunya dengan bahuku. Waw bocah ini benar-benar bertingkah.
Ingin rasanya aku menendang kakinya atau memukul kepalanya yang langsung berlalu begitu saja dengan tampang belagunya. Baguslah, jadi tidak perlu capek-capek buat buang tenaga lebih lagi sama dia.
Sebenarnya Galuh itu adik kelasku yang kebetulan seorang anak pejabat terkenal di kota ini. Apa itu alasannya dia terpilih menjadi ketua osis menggantikan Amir? Siapa sih yang milih tuh bocah? Semakin belagu dan bertingkah saja kan kelakuan bocah itu!
Kenapa yah kalau mood-ku sedang jelek, ada saja kejadian-kejadian yang menambah hancur mood-ku?! Seperti sengaja mengerjaiku begitu, pernah kan melewati hari yang membuatmu mengatakan 'ini hari sialku'. Dan aku pikir hari sialku bertambah sering semenjak kehadiran Ben.
-
-
Aku sedikit terperangah saat memasuki ruang perpustakaan dan langsung menemukan Bella di meja penjaga perpus. Sejak kapan gadis kecil itu bertugas menjadi penjaga perpus?
"Bella kenapa di sini?"
Bella hanya melirikku sedikit lalu dia kemudian melanjutkan kegiatannya lagi mencatat nama anak-anak yang meminjam buku dari perpus.
Aku sih sudah tidak heran dengan sikapnya itu. Yang aku ingat semenjak dia mengetahui kalau aku memiliki pacar, gadis kecil ini sudah bersikap layaknya orang yang sudah aku buat patah hati. Apa aku benar-benar sudah membuatnya patah hati?
"Maaf oppa, aku sibuk. Apa ada yang dibutuhkan?" Aku terkekeh kecil mendengarnya sambil melangkahkan kakiku menjauhinya. Sebentar lagi juga dia akan memanggilku.
1
2
3
"Oppa!"
Hahah, benarkan dugaanku. Dia pasti akan memanggilku dengan nada kesalnya yang terdengar menggemaskan. Aku berbalik lagi melihatnya dengan mengulum senyum untuk mendengar gadis kecil itu mengulang pertanyaan yang selalu sama.
"Apa oppa udah putus sama pacar oppa?"
Aku menggaruk-garuk belakang kepalaku untuk menahan tawaku agar tidak terlepas keluar dari mulutku. Wajah Bella terlihat kasihan dengan matanya yang sudah berkaca-kaca berharap aku mungkin akan menjawabnya dengan jawaban yang berbeda kali ini.
"Pasti belum," Bella menghela nafasnya berat, memutuskan menjawabnya sendiri sebelum mendengar jawaban dari mulutku. "Semalam waktu pulang les, Bella lihat oppa bonceng cewek. Apa itu pacar oppa?"
Aku tersenyum kecil dengan mengangguk menjawabnya. Yah yang semalam aku bonceng memang Tari, dia masih pacarku. Semalam aku mengajaknya jalan karena aku bosan mendengar Deva yang terus membicarakan Ben setelah siangnya sampai sore dia ikut bersama Ben dalam satu acara tv yang mengundang Ben untuk menyanyi.
Bella lalu menundukan kepalanya dan bergumam kecil tapi masih terdengar olehku. "Cantik..,"
Baiklah aku tidak mau mengganggu gadis kecil itu lagi, jadi aku putuskan untuk langsung melanjutkan niatku sebelumnya datang ke perpustakaan ini-untuk bermalas-malasan.
Di perpustakaan ini ada kursi-kursi dan meja yang tersusun yang biasa digunakan siswa di sekolah ini untuk membaca buku. Aku memilih buku dengan asal untuk modusku, lalu aku berjalan ke meja yang terlihat sepi, yang berdekatan dengan AC tentunya.
Aku berdiri di sisi meja seseorang yang ternyata sudah terlebih dahulu, mendahuluiku di sini untuk bermalas-malasan. Dia menyandarkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat dengan wajah yang menghadap samping ke arahku sehingga aku bisa melihat jelas wajahnya yang tertidur.
Dia terlihat sangat lelap dalam tidurnya, mungkin saja dia kelelahan dan kurang waktu untuk tidur. Aku pikir tadi dia sedang bersama Deva, siapa sangka dia tertidur di sini? Kalau ada yang mengetahui orang ini tidur di perpustakaan, gosip tentangnya pasti akan dengan cepat langsung tersebar.
Aku menarik kursi di sampingnya. Aku memutuskan untuk duduk di sini, menghalaunya dari orang-orang yang mungkin saja akan memergokinya dan mengambil fotonya yang sedang tertidur di perpus dengan diam-diam. Kenapa bukan aku saja yang melakukan itu? Aku bisa menggunakannya suatu hari nanti kan? Memerasnya misalnya. Tidak, aku tak sekejam itu! Tapi ngomong-ngomong dimana ponselku?
Sudahlah mungkin ponselku ada di dalam tas. Lebih baik sekarang aku mengikutinya dengan menyandarkan kepalaku di atas tanganku yang telipat di meja. Wajahku menghadap samping melihat ke arah wajahnya.
Kenapa dalam posisi tidur wajahnya lebih terlihat mempesona sih? Tidak heran kalau dia sudah digosipkan berpacaran dengan beberapa artis-artis perpempuan. Eh, itu benar tidak yah?
Devooo! Kenapa jadi kepo sih!
AC yang dingin serta wajah Ben yang terlihat menenangkan, membuatku kelamaan digelayuti rasa kantuk yang tak tertahankan. Kupejamkan mataku untuk membiarkan rasa kantuk membawaku pergi ke alam mimpi.
-
-
"Huaaaa!!" Masih setengah terpejam, aku merentangkan kedua tanganku ke atas untuk menghalau sisa-sisa rasa ngantuk yang masih menempel padaku. Aku mengucek-ngucek kedua mataku masih dengan menguap. Wah rasanya tidur tadi benar-benar membawaku ke dalam mimpi yang panjang. Berapa lama aku tertidur ya?
Gelap?
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, mengucek-nguceknya lagi untuk menormalkan penglihatanku kembali. Kubuka lagi mataku.
Sepi?
Hanya ada beberapa lampu yang dihidupkan membuat ruangan yang cukup luas dipenuh buku-buku ini terlihat temaram.
"AAAAaaa!!"
Aku menjerit nyaris melompat ketika sebuah tangan menepuk pundakku.
"Hahaha!"
Dengan rasa takut aku mencoba menolehkan kepalaku ke arah pemilik tawa itu. Mataku menyipit melihat Ben yang masih tertawa keras dengan memegangi perutnya.
"Sialan lu!" Aku melemparnya dengan buku yang ada di atas meja. Aku mencoba menekan dadaku untuk menenangkan jantungku yang nyaris copot dibuatnya.
"Lu lucu banget! Hahah!"
Brengsek! Hey siapapun orangnya yang menjadi aku, jangan bilang kalian tidak akan menjerit dan melompat jika mengalami hal semacam yang kualami barusan. Aku membiarkan saja dia tertawa seperti itu sampai dia puas! Aku meneliti diriku sendiri yang masih mengenakan pakaian futsal, kulihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.
"Ini jam tujuh?!" Dahiku mengerut melihat Ben yang sudah mulai meredakan tawanya.
"Kita kekurung di sini." Ben menghela nafasnya.
Aku mengerjap. "Kekurung?" Kunaikan kedua alisku dengan dahi yang masih mengernyit. Apa tidak ada penjelasan lain yang lebih terdengar masuk akal? Memangnya yang menjaga perpus ini tidak memeriksa terlebih dahulu ruangan ini sebelum dia menguncinya?
Tunggu dulu. Yang menjaga perpus? Bella?
Tadi aku tertidur sekitar jam tiga dan sekarang jam tujuh? Hey apa iya aku tertidur selama itu?
"Gw udah bangun sekitar lebih satu jam lalu dengan menemukan lu yang tidur di sebelah gw dan perpus yang sudah nggak ada penghuninya selain kita berdua." Aku terbatuk beberapa kali menanggapinya yang ternyata memergokiku tertidur di sampingnya. "Bella sengaja ngunci kita di sini. Kadang gw bingung, apa anak itu benar-benar adek gw apa bukan." Lanjutnya lagi setengah putus asa, membuatku langsung memutar otakku. Aku juga terkadang berpikir yang sama sepertinya mengenai keluargaku.
Ben menunjukan sekantong plastik putih yang penuh berisikan makanan dan minuman. "Cuma adek gw yang bisa punya ide aneh kayak gini?"
Aku mengangguk setuju, yah memang hanya adiknya yang bisa memiliki ide aneh seperti ini. Dan idenya akan sempurna kalau Bella mendapatkan dukungan dari... Deva? Untuk apa mereka melakukan ini terhadapku dan Ben.
Ben menunjukan selembar kertas yang bertuliskan. "Oppa, kalian berdua baik-baik yah malam ini, Deva oppa yang akan mengurus keadaan di rumah."
Benarkan kataku? Deva saudaraku itu memang seorang pengkhianat!
"Terus maksudnya apa ngurung kita berdua di sini?" Tanyaku putus asa.
"Lu benci gw?" Ben bertanya dengan menatap mataku dalam.
Aku mengerjap. "Enggak!"
"Tapi, lu nggak suka sama gw kan?"
Aku menghela nafas. "Dikit." Balasku pelan dengan jujur. Aku memang sedikit tidak menyukainya. Mungkin juga lebih dari 'sedikit'.
Ben menyunggingkan senyumnya mendengar pengakuan jujurku. "Yah, itu jawabannya." Dia menaikan sebelah alisnya.
"Maksud lu?" Tanyaku masih belum mengerti.
Ben menompang kepalanya dengan satu tangan di atas meja, dia tersenyum kecil menatapku. "Karena lu gak suka gw.., karena lu kayaknya 'ogah' berteman sama gw.., karena itu mungkin mereka berpikir ini kesempatan yang tepat untuk dekatin kita berdua, dengan ngurung kita berdua di sini."
Aku merasa sedikit tertohok mendengar ucapan Ben yang tepat mengenai sasaran. Jadi Ben selama ini sadar kalau aku tidak suka dengannya?
Ben kemudian melipat tangannya di atas meja, menyandarkan kepalanya di tangannya masih dengan melihatku. "Gw juga gak suka sama lu." Ucapnya kemudian sebelum dia membalik kepalanya ke arah berlawanan dariku. Membelakangiku.
Hening.
Selama beberapa menit tidak ada yang bersuara lagi di antara kami. Aku masih diam dengan pikiranku sendiri. Kalau Ben tidak menyukaiku, mungkin itu wajar karena aku sadar kalau dipikir-pikir selama ini sikapku kepadanya memang sangat tidak bersahabat.
Tapi sebenarnya, apa sih salah Ben padaku? Apa karena dia memergokiku sedang pup di kamar mandinya?
Apa karena dia terlalu dekat dengan Deva?
Apa karena semua keluargaku menyukainya?
Apa karena dia terlalu berkharisma, terlalu terang, dan terlalu bersinar?
Aku pikir dari semua alasan itu, tidak ada satupun alasan yang merupakan salahnya. Atau mungkin alasan semua itu, karena aku hanya iri padanya? Iri? Devo iri dengan kelebihan seseorang?
Ayolah Devo, itu tidak gentle!
Aku menyandarkan punggungku ke belakang kursi dan menghela nafas pelan. "Gw bukan gak suka sama lu. Gw.., gw mungkin cuma.., cuma iri.." gumamku pelan tapi aku yakin suaraku masih bisa terdengar olehnya karena aku bisa mendengarnya seperti terkekeh sekarang.
Dia mengangkat kepalanya dari meja dan melihat wajahku dengan seringai kemenangan. "Bener yah kata Deva." Ucapnya menahan tawanya. "Ternyata lu emang gampang banget dijebak. Hahah." Tambahnya lagi melepas tawanya.
Sial! Apa yang sudah pengkhianat itu katakan pada Ben? Tadi dia bilang, aku gampang dijebak?
Ben menepuk bahuku, menyadarkanku yang masih diam karena kebingungan. "Gw bohong kok waktu tadi bilang kalau gw nggak suka sama lu, gw cuma mau mancing lu aja biar jujur sama gw. Heheh."
Aku mengerjap. Aku menatap Ben tajam bersiap untuk menerkamnya. Sepertinya Ben bisa melihat taringku karena dia sudah bersiap memasang kuda-kuda untuk berlari.
Kami bermain kejar-kejaran di dalam perpus. Mengelilingi rak-rak buku, mengambil buku dari rak di dekat kami yang bisa kami gapai dan saling melempar buku itu dengan tawa yang memecah kesunyian malam ini di dalam sekolah, terkurung di dalam ruang perpus, hanya berdua. Aku pikir, hantu-hantu sekolah ini pun tidak ada yang berani mendekati kami saat ini.
Setelah puas mengacak-ngacak perpus dengan buku-buku yang tercecer di lantai(aku yakin besok Bella akan berteriak melihat keadaan perpus), kami terlentang di atas meja yang sudah kami susun.
Ben bersiul dengan jari-jari yang mengetuk-ngetuk meja menimbulkan bunyi membentuk nada yang cukup menghibur. Kenapa sih dia keren banget?
Kami tidak pernah sedekat ini. Membicarakan banyak hal layaknya seorang teman. Aku menanyainya tentang gosip-gosipnya dengan artis-artis itu yang dia jawab hanya dengan 'no comment' dengan nada bercanda tentunya. Aku pikir sekarang aku benar-benar jadi tukang kepo. Tapi aku tidak mau menyinggung gosip tentang penyuapan itu, aku tahu hal itu sangat sensitif dan bisa melukai hatinya.
Kami juga membahas bagaimana malam ini kami bisa benar-benar terjebak di sini dengan banyaknya kebetulan, salah satunya ponsel kami yang biasanya tak pernah jauh dari kami tapi tadi kami sama-sama meninggalkannya di dalam tas. Malam ini benar-benar seperti sudah sangat terencanakan sekali.
Ben mengatakan padaku kalau Deva selalu menceritakan tentang aku saat mereka bersama. Deva nyaris menceritakan segalanya tentangku dari yang terburuk sampai yang paling buruk. Jadi apa kebaikan yang sudah Deva ceritakan tentangku jika yang aku dengar dari Ben hanya tentang aib-ku yang menjadikannya puas menertawakan aku malam ini!
Tentu walaupun begitu aku tahu maksud baik Deva sebenarnya. Jadi Deva selama ini selalu menceritakan tentang Ben di depanku, dan dia melakukan hal yang sama pada Ben. Pada intinya, Deva hanya ingin membuat aku dan Ben bisa saling mengenal dan menjadi dekat. Terkadang, terkadang saja sih, saudaraku itu benar-benar sangat manis. Sepertinya aku merindukan saudaraku itu malam ini. Aku akan memeluknya nanti saat aku melihatnya.
"Oh iya, Deva juga bilang kalau lu masih ngompol sampai kelas 6 SD. Hahah!"
Devaaaaaa!
Aku akan menghajar anak itu besok saat aku melihat batang hidungnya!
nice story
nice story
@ricko_syilendra oke
@Pradipta24 sip dipta
@rizal_91leonardus CDH, story aku yg judulnya Cinta Dalam Hati
@DoojoonDoo oke mkasih
@Akang _Cunihin hahah
@lulu_75 baru mau temenan lulu
@LostFaro oke