It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
keren rikha
@balaka hoho mkasih rifan
@awanwanku oke sipp
@akna_kenji iyah bella kan wow
@harya_kei kesempatan langka gk bisa di buang gtu aja *kata bella*
@Bun @ardavaa @alvin21 @3ll0 @cute_inuyasha @balaka @raden_sujay @harya_kei @Different @muffle @AbdulFoo @kaka_el @Hon3y @kristal_air @d_cetya @lulu_75 @Cyclone @Vanilla_IceCream
@Adityaa_okk @RenoF @arifinselalusial @Adiie @Rifal_RMR @Adi_Suseno10 @Roynu @sunan @SteveAnggara @Anne @zeva_21 @abyyriza @meandmyself @aldino_13 @Aurora69 @Rikadza @galaxy_meja @hendra_bastian @DM_0607 @ardi_yusman @Asu123456 @PeterWilll @Zimmy Zayn @Otho_WNata92 @Kibosuke @khieveihk @JNong @LostFaro @Toraa @Bintang96 @dimasalf9 @_abdulrojak @amir_tagung @Ndraa @Pradipta24 @rzlwrdana @rezka15 @Akang_Cunihin @pujakusuma_rudi @marchphu @half_blood @ardi_cukup @freeefujoushi @Sho_Lee @abiDoANk @haha5 @akina_kenji @fairytail_lover @Kim leonard @andre_patiatama @shuda2001 @Pyromaniac_pcy @FransLeonardy_FL @pangeran_awan99 @ken89 @alfa_centaury @prasetya_ajjah @Agova @DoojoonDoo @JimaeVian_Fujo @awanwanku @Greent @haha_hihi12 @Tsunami
Saat aku bangun, aku sudah tidak melihat Ben lagi. Aku hanya melihat Bella, Alex dan berikut sekutunya yang sedang merapihkan buku-buku di perpus yang sudah aku dan Ben buat berantakan semalam. Tidak, Bella tidak benar-benar membantu merapihkan buku-buku itu, dia lebih seperti seorang mandor kecil yang cantik.
"Pagi Oppa!" Bella dengan senyuman lebar menyapaku yang masih mengumpulkan nyawaku. "Oppa kalau masih ngantuk tidur aja lagi." Dia masih tersenyum lebar. Gimana aku bisa memarahinya kalau dia tersenyum begitu manisnya? Senyuman yang akhir-akhirnya ini tidak pernah gadis kecil ini berikan padaku.
"Jam berapa ini?" Yah, akhirnya hanya itu yang mampu keluar dari mulutku.
"Oppa bisa tidur lagi kok kalau oppa masih ngantuk, nanti Deva oppa yang ngurus absen di mata pelajaran pertama." Apa Deva yang menyuruh gadis kecil ini menyogokku agar aku tidak menghajarnya? Kenapa dua mahkluk ini kompak banget sih? tapi, Deva salah besar! Aku bisa mengabaikan semuanya, kecuali yang itu.., iya yang itu. Tidak perlu aku perjelaskan? Aku tidak bisa mengatakan tentang hal yang memalukan diriku sendiri itu. Ngomong-ngomong dimana Deva?
"Lu di sini ngapain aja sih semalam sama Ben sampai perpus dibuat kayak gini!" Alex mengomel menyipitkan matanya padaku.
"Tanyain sana sama gebetan lu!" Balasku melirik Bella. Bella menoleh melihat Alex dengan tersenyum yang langsung membuat Alex diam. Wah gadis kecil itu memang waw.
"Eh, tadi gw lihat Ben pergi sama Galuh naik mobil Galuh." Amir berbisik padaku. Galuh?
"Galuh yang belagu itu?" Amir mengangguk. "Kok bisa?" Tanyaku heran.
Amir hanya mengangkat bahunya tanda dia tidak mengetahui apa-apa lagi selain Ben yang pergi bersama Galuh.
"Bella, Ben kemana?" Yah, gadis kecil itu pasti tahu jawabannya.
Bella mendekatiku dengan mengulum senyumnya. Kenapa gadis kecil itu? Apa pertanyaanku aneh?
"Oppa, ikut metting sama Galuh Oppa..," aku memincingkan mata menunggu Bella lebih memperjelaskan lagi penjelasannya. "Hmm, semalam Ben Oppa harusnya ada acara nyanyi, tapi karena Oppa di sini, jadi Bella buat kesepakatan sama Galuh Oppa.., sebagai gantinya Bella akan buat Ben Oppa setuju untuk nandatangani iklan milik Galuh Oppa. Heheh."
Aku sedikit mengerti karena aku tahu bocah songong itu memang sudah memegang beberapa perusahaan milik orang tuanya termaksud perusahaan di bidang periklanan dan entertainer. Jadi sebenarnya kalau bocah belagu itu berprilaku songong, itu karena dia memang cukup keren untuk berprilaku begitu. Kenapa di sekolah ini banyak anak yang keren sih? Seharusnya dulu aku masuk sekolah biasa saja agar aku menjadi satu-satunya anak yang paling keren di sekolah. Tapi aku pikir Bella adalah yang paling terkeren di sekolah ini. Jadi bagaimana dia bisa melakukan negosiasi seperti itu dengan Galuh? Dari yang kudengar, Galuh adalah orang yang paling serius dengan pekerjaannya, lalu bagaimana Bella dengan mudah melakukan itu?
"Bella kok bisa kenal banget gitu sama Galuh?" Tanyaku akhirnya tak bisa menahan rasa penasaranku lagi.
Bella mengerjap-ngerjapkan matanya. "loh Oppa memang gak tahu kalau Galuh Oppa dan Bella sepupuan?" Aku menggelengkan kepalaku dengan tertegun, baiklah ini berita baru lagi yang baru aku ketahui dan sedikit membuatku kaget karena tidak pernah menduganya. "Padahal Deva Oppa sudah tahu kalau kami sepupuan. Waktu Deva Oppa ikut ke acara Ben Oppa kemarin lusa, kan makan siang bareng Galuh Oppa dan tunangannya.., bareng Bella juga waktu Bella mau berangkat Les." Jelas Bella lagi menambahi.
Oke ini sedikit aneh, Deva menceritakan hampir keseluruhan kegiatan mereka hari itu padaku, setidaknya itu yang aku pikirkan karena Deva bahkan bicara tanpa jeda denganku seolah dia takut ada kejadian yang terlewat untuk diceritakannya padaku. Tapi kenapa dia tidak menceritakan tentang Galuh yang ternyata sepupu dari Ben, aku pikir itu adalah hal yang paling menarik dari semua yang dia ceritakan padaku. Dan tadi Bella bilang tunangan Galuh? Jadi bocah belagu itu sudah punya tunangan? Dia bahkan harus menunggu satu tahun lebih lagi untuk menamatkan SMA-nya.
"Tunangannya Galuh Oppa kan sepupu Kak Alex.., Oppa gak tahu?"
Tunangannya Galuh sepupu Alex? Aku melirik ke arah Alex untuk mengkonfirmasi apa yang ada di pikiranku. Alex langsung membuang pandanganannya, menghindari mataku seolah dia tahu apa yang ingin aku konfirmasi darinya. Aku melihat Bella lagi, mengernyitkan keningku untuk menguatkan diri menyebutkan nama itu. "vanessa?"
Anggukan yang disertai senyuman lebar dari Bella sudah menjelaskan semuanya. Vanessa adalah tunangan Galuh. Itu adalah yang paling mengejutkanku dari semua hal yang aku dengar di pagi ini. Vanessa cinta pertama dan satu-satunya perempuan yang pernah dipacari Deva lebih dari dua tahun, seorang perempuan yang membuat saudaraku itu belum bisa move on membuka hatinya lagi untuk prempuan lain. walaupun Deva tidak pernah memberitahuku secara langsung bagaimana hatinya, tapi aku cukup mengetahui bagaimana hati saudaraku itu.
Jadi itu alasannya Deva sepulang dari bersama Ben, dia selalu bicara tanpa jeda. Dia tertawa-tawa denganku karena dia tidak ingin bersedih atas patah hati yang baru dia alami. Hari itu aku malah meninggalkannya dan pergi bersama Tari. Aku memang saudara yang brengsek!
-
-
Saat aku masuk kelas, Deva sedang bercanda dengan Rama yang kembali duduk di bangku Ben karena pemiliknya hari ini sepertinya tidak akan kembali lagi ke sekolah. Deva menyapaku dengan cengiran dan permintaan maaf dengan sikap konyolnya seperti biasa. Mungkin orang lain tidak akan bisa melihat luka hatinya saat ini karena dia terlalu brengsek untuk seseorang yang sedang merasakan patah hati. tapi aku saudaranya, aku bahkan sudah bersamanya dari semenjak kami berada di dalam kandungan, kami berdua lebih bisa mengetahui diri masing-masing melebihi diri kami sendiri dan bahkan orang tua kami. Jadi aku pikir, yang harus aku lakukan saat ini adalah tidak membahas hal itu dengan Deva. lebih baik aku membiarkan dia seperti yang dia mau dan hanya menjaganya dari sisinya. Menunggu sampai Deva yang memulai untuk membicarakan ini, saat dia sudah siap untuk membicarakannya denganku tentunya.
"Lu gak marah sama gw kan?" Alex berbisik padaku yang masih bergeming dengan catatan di papan tulis yang sedang aku salin. Dari tadi aku memang sedikit mengabaikan Alex, aku hanya sedikit kesal dengannya. Alex adalah temanku dan Deva dari SMP, justru Alex adalah mak comblang Deva dan Vanessa dulu. Kenapa Alex tidak pernah memberitahuku tentang Vanessa sementara dia juga pasti tahu kalau Deva masih menyimpan rasa padanya. "Gw bukannya gak mau ngasih tahu soal pertunangan Vanessa, gw cuma bingung gimana ngasih tahunya ke lu sama Deva." Tambahnya lagi menjelaskan. Alex terlihat menyesalinya.
"Udahlah jangan dibahas lagi, apalagi di depan Deva." Desisku pelan sambil melirik orang yang duduk di depanku. Aku sedikit memelankan suaraku agar tidak terdengar oleh Deva.
"Anak itu kok kelihatannya cuek banget yah. Bahkan dia nggak nanya apa-apa sama gw tentang Vanessa, seolah gak ada apapun yang terjadi sama dia." Alex berkomentar yang membuat kami tanpa sadar memperhatikan Deva yang sekarang sedang serius membahas tentang video porno dengan mesumnya bersama Rama.
"Dari kecil, dia bahkan nggak pernah nangis walaupun dia jatuh dan badannya luka-luka." Ucapku pelan dengan menepuk bahu Alex beberapa kali dan kemudian meneruskan catatanku lagi.
Alex tiba-tiba menyenderkan kepalanya di bahuku dengan manja. "Gw sedih nih denger lu ngomong gitu..."
"Gak usah lebay deh, njir!" Kusingkirkan kepala Alex dari bahuku, tapi Alex kembali menyenderkan kepalanya. "Aaah! Sanain kepala lu!" Desisku kesal.
"Enggak mau!" Alex malah melingkarkan tangannya memeluk pinggangku.
Rama dan Deva menoleh dan terkekeh melihat kelakuan Alex. "Dih, gak pantes banget lu sok imut kayak gitu! Hahah!" Kata Rama berkomentar pada Alex yang masih menggelayut manja di bahuku.
"Tahu nih anak kenapa sih lu jadi homo banget gini!" Desisku menyerah dengan Alex yang semakin erat mendekapku.
"Gw rela jadi homo kalau homoannya sama lu." Alex menyeringai yang langsung mendapatkan pukulan di kepalanya olehku.
"Najis lu ah!" Ucapku serentak bersamaan dengan Deva yang dengan sekuat tenaganya menyingkirkan dekapan Alex dariku.
"Gw rela saudara gw jadi homo asal nggak sama lu!"
Rama dan beberapa anak-anak lain yang mendengar Deva langsung tertawa-tawa membuat gaduh kelas seketika. Tapi, tidak dengan aku yang hanya diam memperhatikannya yang terlihat bahwa dia masih Deva yang biasanya. Semakin Deva terlihat baik-baik saja, aku semakin mengkhawatirkannya.
-
-
Aku pulang ke rumah disambut dengan rengekan Miko karena ulah si kembar Meysha Meyshi yang menjahilinya lagi dan lagi.
"Miko kenapa?" Tanyaku mendekatinya yang seolah menatapku untuk bisa membelanya dari ejekan Meysha Meyshi.
"Tadi Kakak bilang.., hiks... Kak Meyshi bilang, Kak Uri nggak sayang sama Miko~ hiks.."
"Kak Yuri?" Tanyaku memincingkan sebelah mataku yang dibalas Miko dengan anggukan sedihnya. Setahuku Miko biasa memanggil Yuri dengan menghilangkan huruf Y di depannya. Yuri adalah anak dari panti asuhan tempat Mama dan Papa berdonatur di sana. Aku sudah sering kali bertemu dengannya di rumah kalau kebetulan aku ada di rumah saat dia mengantarkan kue yang Mama pesan.
Aku masih ingat bagaimana aku dan Deva bertemu dengan Yuri pertama kalinya. Saat itu Mama dan Papa mengadakan acara ulang tahun si kembar Meysha Meyshi yang ke enam tahun di panti asuhan. Aku dan Deva melihat seorang bocah cantik yang awalnya kami pikir dia cewek tomboy. Dia sangat manis dan memiliki senyum yang membuat orang lain luluh karenanya, dia juga sangat cute. Aku dan Deva berebut untuk bisa melakukan pendekatan dengannya. Tapi betapa terkejutnya kami saat kedua kalinya bertemu dengan Yuri, dia mengenakan baju kokoh. Aku dan Deva langsung kecewa karena bocah yang kami pikir bisa dijadikan gebetan ternyata seorang cowok. Yah dia anak yang lucu, imut dan manis sampai rasanya aku ingin menculiknya dan memasukannya ke dalam dompetku, tidak peduli dia cewek atau cowok. Yang menggemaskannya lagi, Yuri tidak pernah bisa membedakan antara aku dan Deva. Hal itu sangat lucu untuk bisa menggodanya.
"Kak Yurinya mana sekarang?" Tanyaku mengitari rumah berharap bertemu dengan orang yang pernah menjadi mantan calon gebetanku. Heheh. Sudah cukup lama rasanya aku tidak melihat bocah itu, dia selalu datang ke rumah di saat aku tak ada di rumah. Harusnya aku memberikan nomor telponku saja nanti agar kami bisa janjian.
"Udah pulang~ hiks.." Balas Miko masih dengan isakan manjanya. Yah kan aku tidak bertemu lagi hari ini dengan bocah imut itu, sepertinya aku memang harus bertukar nomor telpon padanya nanti.
Aku langsung menggendong Miko untuk mendiamkannya. "Biar nanti Bang Devo marahin Kak Meyshinya yah.." Ucapku menenangkan Miko agar berhenti menangis.
Miko mengusap matanya yang basah karena air matanya. "Bener yah Bang~ marahin Kak Meyshi pokoknya~"
"Iyah bener dong, masa Bang Devo bohong sama Miko sih.." Miko mengerjap-ngerjap masih dengan sesekali terisak seolah dia mau meyakini dirinya untuk bisa mempercayai Abangnya ini.
"Mikoooo~"
Miko langsung bergerak-gerak dalam gendonganku bertanda dia memintaku untuk segera menuruninya karena mendapatkan panggilan dari Ebi. Akupun segera langsung menurunkan Miko dari gendonganku.
Sepertinya Ebi dan Miko bisa menjadi sahabat sampai besar nanti. Miko selalu senang setiap bermain dengan Ebi, mungkin karena adikku itu akhirnya mendapatkan teman di rumah selain Kakak kembarnya Meysha Meyshi yang akan selalu membuatnya menangis setiap mereka bermain. Ebi sedikit lebih mirip dengan Ben, mungkin saja Ben waktu masih kecilnya tidak jauh beda seperti Ebi. Kalem tapi tetap menggemaskan.
"Eh, ada Ebi.." Sapaku pada Ebi yang langsung membuat bocah itu memberikan senyumannya padaku. "Kak Ben-nya udah pulang Ebi?" Tanyaku kemudian. Aku menanyakan Ben cuma untuk basa-basi saja kok! Basa-basi sama anak kecil?
"Dari semalam Kakak nggak ada di rumah Bang~" Jawab Ebi dengan polos.
"Abang Devo juga nggak ada semalam.., Miko mau minta bikinin robotan tapi Abangnya nggak ada.." Ucap Miko berkomentar dengan cemberut.
"Kan ada Bang Deva.." Balasku.
"Nggak mau ah~ Entar patah lagi robotan Mikonya sama Bang Deva~" Miko semakin cemberut mungkin dia mengingat bagaimana Deva mematahkan sayap robotannya beberapa waktu lalu saat diminta untuk memasangkannya. Yah, Deva tidak pernah becus dalam segala bidang keahlian apapun kecuali menggambar.
Menggambar sudah seperti bagian dari diri Deva. Deva bahkan sudah memiliki merek distro sendiri dengan desainnya. Kalau melihat Deva sedang menggambar, kalian akan tahu betapa kerennya saudaraku itu. Yah dia keren hanya pada saat itu, selebihnya dia akan kembali lagi menjadi si pengacau.
"Sayang udah pulang.." sapa Mama yang baru keluar dari dapur dengan membawa sesuatu di tangannya. Aku langsung menyalami tangan Mama. "Ganti bajunya dulu sana, terus langsung makan dulu yah! Mama mau ngantar kue dulu ke rumah depan." Jelas Mama setelah mengendus-ngendus bajuku untuk memastikan baunya.
"Mama nggak nanya semalam Devo kemana aja? Mama nggak merasa kehilangan Devo?" Tanyaku dengan heran melihat Mama yang bersikap biasa saja seolah-olah semalam tidak ada anaknya yang tidak pulang ke rumah.
Mama yang sudah mau berjalan, menoleh melihatku lagi. "Kamu sama Ben kan semalam?" Aku mengangguk. Mama menyeringai. "Selama kamu sama Ben, Mama nggak akan khawatir sayang." Mama mengecup pipi kiriku. Oke benar kan kataku? Nama Ben mampu mempengaruhi keluargaku, biasanya kalau aku menginap di rumah Alex atau di rumah temanku yang lain, besoknya Mama pasti mengintrogasiku! "Oyah, Deva mana?" Tanya Mama kemudian sembari mengitari rumah setelah menyadari satu anaknya tidak kelihatan pulang bersamaku.
"Tadi katanya mau ke distronya dulu." Jelasku pendek.
Mama memutar bola matanya. "Mama nggak suka deh kalau kalian pulang sekolah nggak pulang dulu ke rumah, kan bisa kalau mau kemana-mana itu pulang dulu ke rumah.." Mama mengomel sembari berjalan pergi ke luar rumah. Loh, aku yang tidak pulang ke rumah semalaman, tidak ditanyain apa-apa. Dasar Mama.
Sampai menjelang makan malam, Deva belum juga pulang ke rumah. Aku sms menyuruhnya pulang malah dibalas dengan balasan kurang ajar oleh si brengsek itu.
"Vaa, pulang lu! Mama ngomel loh." Sms yang aku kirim padanya.
"Bilang sama Mama, gw lagi pacaran, malming ini." Balas Deva.
"Ah, pacaran sama siapa lu? Alex? Rama? Amir? Ardi?" Balasku lagi. Pacaran? Khayal tuh anak!
"Emang lu homoan mulu. Punya pacar malah dianggurin, gw lagi pacaran sama Yuri dong." Balasnya lagi yang membuatku langsung bangun dari posisi berbaringku. Aku berjalan ke balkon luar kamarku.
"Kok bisa? Laki tuh, laki tuh bocah! Awas lu yah kalau Yuri ada yang sempoak nanti!" Balasku lagi.
"Yuri jadi cewek kalau lagi sama gw. Hahah. Udah ah, lu jangan manja banget jadi laki. Nanti gw sisain kok Yuri buat lu dikit, jempol kakinya aja tapi yah. Hahah!" Balas Deva lagi yang membuatku langsung berhenti membalasnya.
Ini sudah jam setengah sebelas malam, Deva lagi bersama bocah imut itu di luar sana, Ben belum pulang. Aku menghela nafas melihat kamar depan yang sunyi tidak ada penghuninya.
Seharian tadi di rumah, aku hanya ditemani Ebi dan Miko. Si kembar Meysha Meyshi diantar Papa dan Mama ke rumah Nenek. Untung saja tadi ada Ebi dan Miko yang setidaknya sedikit menghiburku dengan tingkah-tingkah mereka yang menggemaskan. Bahkan tadi sore aku, Miko dan Ebi mandi bertiga. Sepertinya nanti aku akan memakai pakaian dalamku kalau mandi bersama lagi dengan mereka, karena mereka terus mempertanyakan tentang 'kepunyaanku' yang berbeda ukuran dengan mereka. Malah jelasinnya ribet lagi ke mereka berdua.
Miko: Abang kenapa punya Miko nggak gede kayak punya Abang?~
Aku: Karena Miko masih kecil, nanti juga kalau udah besar, punya Miko juga membesar.
Ebi: Sepunya Abang?
Aku: Ah? Iyah.. Iyah..(Mungkin, kan mana aku tahu mereka gedenya semana nanti.)
Miko: Abang~ kenapa punya Abang buluan? Kok Miko nggak ada bulunya? (aku gagap langsung menanggapi pertanyaanya yang tidak ada sudahnya.)
Ebi : Nanti juga kalau kita sudah besar se Abang, kita punya bulu juga Miko~ Iyah kan Bang?
Aku mengangguk menjawabnya. Lalu aku membiarkan dua bocah itu membahasnya berdua layaknya seorang bocah. Kadang-kadang celotehan mereka membuatku tertawa sendiri, terkadang juga aku mengangguk atau menggelengkan kepala saat mereka bertanya padaku.
Yang membuatku terkekeh gemas sendiri adalah setiap melihat Ebi dan Miko berpisah.
Ebi: Dah Miko~
Miko: Dadah Ebi~
Ebi: Dadah~
Miko: Dadah~
Pokoknya mereka berdua terus berdadah-dadahan sampai
Ebi memasuki pagar rumahnya dan Miko selalu mengantar Ebi sampai depan pagar rumahku. Aku jadi membayangkan bagaimana kalau aku dan Ben yang seperti itu.
"Dadah Devo~"
"Dadah Ben~"
Aku terkekeh sendiri membayangkan hal itu. Ah, kenapa bayangin Ben lagi sih!
Tuh anaknya sepertinya baru pulang, baru saja dipikirin. Aku melihat ke bawah ke arah mobilnya yang mamasuki pagar rumahnya. Aku terus memperhatikannya yang keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumahnya.
Tidak lama, lampu di kamarnya menyala bertanda penghuninya masuk ke dalam kamarnya. Gordennya tertutup, sehingga aku tidak bisa melihat apa yang dilakukannya di dalam kamarnya.
Kira-kira selama lima belas menit aku melihat kamarnya seperti itu. Kemudian dia membuka gordennya yang entah mengapa langsung membuatku tersenyum lebar melihatnya.
Dia sudah berganti pakaian, memakai kaos oblong putih dan boxer warna merah. Sepertinya dia baru saja membersihkan diri karena handuk kecilnya masih bersandar di bahunya.
Ben membalas senyumku juga dengan mengangkat sebelah tangannya untuk menyapaku. Dia kemudian menggeser jendela kamarnya dan keluar ke balkon kamarnya juga.
"Baru pulang?!" Tanyaku dengan sedikit berteriak. Dia hanya terkekeh kecil dengan mengangguk menjawabku. Pertanyaanku kelihatan sekali basa-basinya yah?! Ya iyalah sudah jelas baru pulang masih saja ditanyain!
"Deva mana?!" Balasnya bertanya padaku. Kenapa nanyain yang nggak ada sih? Tanyain yang jelas ada aja kenapa? Nanyain aku misalnya.
"Tahu deh, lagi main dia!"
"Kok lu gak ikut main?"
"Lagi malas gw!"
Dia tersenyum lagi sambil mengangguk-nganggukan kepalanya. Kedua tangannya memegang sisi balkon. Cuma begitu saja, dia sudah terlihat mempesona. Pakai pelet apaan sih dia?
"Voo, gw masuk duluan yah! Ngantuk banget gw!" Serunya kemudian.
Aku memberikan jempolku. " Iyah tidur sana lu! Jangan kerja melulu lu!" Balasku.
Ben menyeringai. "Tidur juga lu! Udah malam juga!"
"Gw nunggu Deva!" Teriakku.
Ben kemudian melambaikan tangannya padaku. "Gw duluan Yah! Dah!"
Aku ikut melambaikan tanganku membalasnya. "Dadah!"
Ben tersenyum lagi dan melambaikan tangannya sekali lagi sebelum dia menutup jendelanya dan gorden kamarnya.
Aku mengerjap dan menurunkan tangannya yang baru aku sadari masih melambaikan tangan padanya.
Kok jadi kayak Miko Ebi gini sih dadah-dadahan?
-
-
~Ketika kau lewati bumi tempat kuberdiri
Kedua mata ini tak berkedip menatapi
Pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku
Tak henti membayangkanmu, terganggu oleh cantikmu~
Siapa yang nyetel lagu itu sih? Lagu siapa itu? Kenapa pas sekali lagu itu terdengar saat aku melihat Ben berhenti di depan pagar rumahku.
Sepertinya dia baru saja dari lari pagi. Nafasnya terlihat sedikit terengah-engah dan keringat yang berjatuhan dari keningnya. Dia yang melihatku sedang mencuci motorku langsung masuk melewati pagar rumahku dan menyapaku.
"Gak usah terpesona sama gw sampai segitunya dong, banjir tuh selang matiin dulu!"
Aku langsung mengerjap, sedikit kaget dengan selang yang airnya menyala ada di genggamanku. Ben terkekeh melihatku.
Ini sedikit memalukan! Lihatlah dia menyeringai dengan menyebalkan! Baiklah mari kita bermain-main sedikit pagi ini.
Aku langsung mengarahkan selangku ke arah Ben, seketika tubuh Ben basah oleh air dari selang yang kuarahkan padanya. Ben terus mencoba menghindari seranganku dan mengambil alih selang dariku.
Setelah selang berhasil dia rebut dariku, tanpa tagu diapun langsung membalas menyerangku. Membuat tubuhku yang hanya dibalut celana boxer menjadi basah. Jadi seksi gini kan jadinya. Hahah.
Kami berlarian, saling merebut selang, bermain air di pagi minggu ini.
Untuk kedua kalinya, dadaku berdegup karenanya.