It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bermimpi dalam kehidupan nyata itu seperti seseorang yang sedang jatuh cinta diam-diam dan akan tertidur. Akan terlalu banyak yang ingin dia temui dan harapkan sebelum beranjak keranjangnya. Namun semakin malam menuju ke pagi, semakin usia muda menuju tua, semakin orang itu akan menyadari bahwa tidak semua mimpi bisa terwujud, sebagian harus tanggal dan menguap tanpa benar-benar ingin mereka sadari karena rasa sakit yang tidak mau terukur. Seakan memegang segenggam pasir di tangan yang ketika mereka meremasnya semakin erat maka yang tersisa hanyalah butiran kecil. Mimpi itu sangat rapuh.
Dan terlalu banyak mimpi di hidup Ezka, yang menjadikannya sebagai orang yang tidak berbahagia karena sesungguhnya orang yang terlalu banyak bermimpi adalah orang yang memiliki banyak kesedihan karena mereka merasa kekurangan. Dari kecil Ezka di didik untuk menjadi seseorang yang sempurna dan hal-hal yang harus dia lakukan setidaknya mendekati itu dan tidak boleh ada cacad sedikitpun. Namun hal itu bukanlah hal yang mudah, dia sudah melakukan apapun yang dia bisa. Sedari kecil dia selalu menjadi juara kelas dan menganggap bahwa peringkat dua adalah sebuah kesalahan, kecacadan. Dan selama ini sebenarnya yang dia lakukan hanyalah mengikuti sebagaimana aturan dari kedua orang tuanya. Pada akhirnya dia seperti sebuah mesin yang terprogram harus selalu sempurna.
Entah bagaimana dengan Adam sang manusia pertama. Tapi bagi Ezka manusia kesekian juta setelah Adam, yang perlahan ketika dia tumbuh dan menyadari bahwa apa yang di lakukan manusia hanyalah pengulangan, peniruan sudah tidak adalagi originalitas. Manusia seperti di pabrikan memiliki pandangan yang hampir serupa, bahwa cantik itu putih, bahwa bahagia itu sukses lalu kaya dan bahwa normal itu berarti harus sama. Dan manusia yang masih muda meniru manusia yang lebih tua tentang bagaimana seharusnya mereka bertahan hidup yang sebenarnya tidak pernah sesuai untuk semua orang. Ini mengingatkan Ezka ke pada sebuah permainan chat di mobile phone bernama sim-simi. Permainan tentang seorang anak ayam yang bisa kita tanya apapun dan ajari apapun sehingga ketika kita bertanya sesuatu kepadanya dia akan menjawab sebagaimana yang telah kita ajarkan kepadanya dan sesungguhnya manusia serupa itu. mereka terlahir polos dan seiring berjalannya waktu menjadi jahat atau baik sesungguhnya bukan salah dirinya tetapi salah orang-orang di sekitarnya yang secara tidak langsung ikut andil membentuknya seperti itu.
Dan mungkin ini yang terjadi Kepada Ezka, ketika dia mengetahui bahwa ibunya bukanlah satu-satunya wanita yang di nikahi ayahnya, pemikirannya tentang yang di sebut sempurna itu jungkir balik. Dia yang menganggap selama ini bahwa ayanya adalah sosok yang sempurna sebagai role-model bagaimana dia harus tumbuh sebagai seorang pria tiba-tiba membuatnya jijik dan bergidik, tembok yang telah dia bangun tentang siapa dirinya runtuh hanya dalam semalam. Ezka limbung dan kehilangan arah ia tidak tahu lagi mana kanan atau kiri, mana benar atau salah, semua saru semua bergantung tak beraturan. Ezka kehilangan jati dirinya sebagai manusia sebagai seorang pria. Dan semakin lama dia membenci ayanya, semakin sesuatu terasa hilang di dadanya tapi entah apa. Dia kehilangan hidupnya seakan hidup tak bisa dan matipun tak mau.
Dan akhirnya Ezka menyadari hidup tidak pernah memberi arti apapun kepada kita yang selalu mempertanyakan sebenarnya untuk apa kita hidup. Hidup itu kita yang menentukan dan untuk apa kita hidup adalah kita yang memilih, tidak ada takdir yang selamanya bisa di paksakan. Manusia adalah makhluk yang memiliki keajaiban dalam diri mereka berupa sihir yang bernama kebebasan. Manusia bisa menentukan kehidupannya paling tidak selama mereka masih ada di dunia.
***
Aku melihat Kucing itu melompat dari jendela setelah Igad mendudukannya di sana, lalu dia Kembali menutup bingkai jendelanya dan menarik gorden yang dilanjutkan mematikan lampu kamarnya yang sekarang sudah terlihat gelap, kupikir dia kembali tidur. Aku terduduk menghela nafas sampai akhirnya seseorang terasa melingkarkan bagian dalam sikutnya ke leherku dalam posisi mem-Piting. Aku tersedak tak bisa bernafas.
“Hentikan Dennis aku tak bisa bernapas aku tau ini pasti kau,”
“Tidak akan, kau ini sangat sembrono dan merubahku seenakmu saja,” Dennis mendengus dan terus mempererat posisi tangannya di leherku.
Aku terus meronta, rasa panas benar-benar menjalari leher lalu tubuhku.
“Aku minta maaf Dennis minta maaf, aku berjanji tak akan terjadi lagi,” Ku pikir Dennis masih tidak mau mendengarkan dari caranya yang masih memperlakukanku dengan cara melingkarkan lehernya dan tertawa-tawa dan mendekatkan kepalanya ke rambutku. Aku bisa merasakan telinganya menggesek ubun-ubunku. Tunggu apa barusan dia mencium kepalaku? Ah sudahlah, sebisa mungkin aku mencoba memutar jam di tanganku.
“Apa kau mencoba kabur? Tidak akan kubiarkan.” Sergah Dennis
Aku menggigit tangan Dennis karena sudah tidak tahan lagi, dia menjerit sekejap dan aku berhasil memutar jamku tepat pada waktunya. Lalu menghilang dari tempat tadi Aku dan Dennis berada dan sekarang aku sudah kembali ke ‘Before 30’ Sebuah Rumah Sakit dengan tehnologi pengobatan mutahir.
Aku tersadar sepertinya semua bagian tubuhku dan ruhku sudah kembali. Kupegangi leher sebisa mungkin, mengenyahkan rasa sakit, lalu mempreteli kabel-kabel dimana aku kembali dan menyadari dalam keadaan terduduk. Di sampingku Dennis juga dengan posisi yang sama terduduk dengan beberapa kabel menempel di tubuhnya, tetapi dia masih belum kembali.
Leah datang tiba-tiba dan menunjukan wajah kagetnya.
“Apa yang terjadi? Apa sesuatu yang buruk terjadi? Keadaan tubuhmu menunjukan tanda-tanda sekarat.”
Aku menghela nafas, sepertinya pernafasanku masih tercekat. Tepat pada saat itu Dennis tersadar dan melakukan hal yang sama dengan ku, mempreteli kabel yang menempel di tubuhnya dan perlahan Leah membantunya.
“Kau tanyakan saja pada dia kataku mendengus,” menunjuk dengan ujung daguku ke pada Dennis. Dia tidak menjawab apapun selain menaikan alisnya hendak mencemooh dengan sifatnya. “Apa kau tidak tahu Avatarku benar-benar tidak bisa benafas karena cekikanmu, hampir saja aku mati.”
“Kau terlalu berlebihan,”
“Apa kau bilang berlebihan? Kalau Avatarku mati kau juga tahu apa yang akan terjadi dengan sebagian ingatanku dasar berengsek.” Kataku kalap.
“Apa kau bilang? Ulangi sekali lagi? aku ingin mendengar kata terakhir yang kau ucapkan.”
Mataku melirik Leah hendak meminta pertolongan, Leah hanya terdiam kebingungan mungkin karena dia belum faham sebenarnya apa yang terjadi.
“Ahh tidak, tidak maksudku kau sek.. sek.. Seksiiiii Muach-muach-muach.”
Dennis mendengus, lalu perlahan meninggalkan Aku dan Leah.
Aku mengikuti langkah Dennis, keluar ruangan yang penuh dengan mesin-mesin Memento. Tepat di depan sebuah dinding berkaca yang menyekat ruangan ini dan ruangan rawat di sampingnya Dennis berhenti, dari sana kulihat dia memperhatikan orang yang masih tertidur pulas di satu-satunya ranjang yang ada kemudian dia bertanya ketika Leah dan aku sudah berada di dekatnya.
“Bagaimana kondisinya?”
“Sejauh ini berjalan baik, meskipun beberapa kali dia tersadar dari pengaruh bius-nya, mungkin dia sedang beradaptasi,” Leah menyerahkan sebuah kertas berisi laporan keadaan pasien itu kepada Dennis yang di terima sebentar lalu di kembalikannya.
Mata Dennis melirik ke arahku seperti seekor singa yang hendak menerkam antelop. Aku berpindah kesamping lalu bersembunyi di belakang tubuh Leah yang memakai Jas dokter warna putih.
“Lain kali jangan bersikap sembrono,”
“Dennis aku kan sudah minta maaf,” Jawabku sedikit takut melihat ekspresinya. Dan menjawab dari balik jas Leah.
“Sini kau,” Suara Dennis terdengar melembut. Dia memasang senyumnya dan hendak membujuku untuk keluar dari belakang punggung Leah dan mendekatinya.
“Apa kau memaafkanku…,” kata-kataku belum selesai saat tiba-tiba Dennis dengan sekuat tenaga menarikku dan melingkarkan kembali tangannya di leherku. Aku tercekik untuk kedua kali. Tertipu perangkap senyum buayanya lagi. Leah tertawa.
“Sekarang kau tidak bisa kabur.” Jawabnya puas.
Aku meronta dan meronta sampai akhirnya perutku berbunyi yang menunjukan bahwa dari tadi pagi aku belum makan apa-apa. Dan perutku yang mungil ini minta segera di isi.
“Apa kau belum makan apa-apa dari tadi pagi?” Dennis melepaskan fitingan tangannya.
“Kamu menyuruhku datang pagi-pagi aku belum sarapan, dan sekarang aku benar-benar lapar.” Jawabku sambil masih memegangi leherku yang mungkin sudah berwarna merah karena terasa sakit. “Bagaimana kalau kita makan siang sekarang? Kita makan bersama?”
“Di mimpimu saja”
“Ayolah sekali-kali, kita makan bersama dan kau.. kau yang traktir oke sudah di putuskan.” Kataku girang. “Mana kartunya?” kujularkan tanganku kehadapannya. Dia bereaksi tanpa minat dan hendak meninggalku sebelum akhirnya aku pegang tangannya dan merogoh saku celana depannya.
“Hei apa kau mau MATI!!! Apa yang kau lakukan”
“Aku mencari kartumu, seharusnya ada disinikan” Aku merogoh saku celana Denis kesana dan kemari, seharusnya kartu itu ada di sini dia biasa menyimpannya di sini. Sampai akhirnya tanganku memegang sesuatu yang terasa kenyal tapi bukan itu yang kucari. Sesuat itu semakin kenyal ketika aku memastikan dengan cara memegangnya untuk kedua kali sebelum akhirnya aku sadar bahwa itu ‘Barangnya’ Dennis. Kaget dan segera mengeluarkan tanganku dari saku celananya.
“Apa yang kau pegang perhatikan kemana tanganmu pergi,”
“Aku minta maaf, aku tidak tau kalau anumu itu berada di situ,”
“lalu kau pikir di aman seharusnya? Tumbuh di dahimu.” Dia berkata dengan jengkel. Sementara perutku kembali berbunyi. Dan pada akhirnya dia merogoh kembali saku celananya dan mengeluarkan sebuat kartu kredit lalu menyerahkannya kepadaku dengan wajahnya yang masih ketus. Aku tersenyum dan pergi kebagian cafeteria saat Dennis berkata bahwa dia minta sekalian di pesankan dan akan menungguku di taman pekarangan Rumah sakit di belakang.
“Aku tahu kau takan pernah membiarkanku kelaparan.” Jawabku puas. Tapi dia seakan tak mendengarkan dan berbicara yang lebih tepatnya memerintah.
“Bawa laporan Ezka kepada ku siang nanti Leah,” Kata Dennis dan dia menghilang di ujung tikungan.
Ezka dan Ben
Mereka masih berada di Samudera Beach Hotel. Ben berada di sana karena undangan dari Ezka yang ingin memperingati hari jadi mereka serta merayakan peluncuran buku Ben. Di sana suasana pantai membawa mereka mengenang masa-masa 5 tahun yang sudah di jalani. Ezka mengenang masa lalunya sedangkan Ben mempertanyakan tentang kesungguhan mereka dalam hubungan ini.
Igad dan Lingga.
Igad yang selalu memperhatikan hal-hal kecil agar terlihat sempurna pada akhirnya ragu apakah hubungan yang sedang coba mereka jalani ini sekedar main-main? Pada satu bulan di mana mereka jadian Lingga malah pergi untuk naik gunung dan tidak memberikan ucapan atas hubungan mereka yang membuat Igad kecewa.
Aku dan Dennis
Aku dan Dennis mulai bertemu tokoh Igad. Namun karena ke sembronoan tokoh Aku, Dennis takut semuanya akan jadi kacau. Akhirnya mereka kembali dari project rahasia mereka dan tinggal sementara di rumah sakit untuk mengamati keadaan pasien yang sangat membutuhkan keahlian mereka.
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
Makasih Sudah mampir, Bertapa dulu hehe
Dengan kepala yang masih terasa pusing Ezka terbangun, membuka matanya perlahan. Melihat sekeliling dan kebingungan sedang berada di mana. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah seseorang sedang tertidur di sampingnya dengan posisi memunggungi tubuhnya. Sebentar dia berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi, kemudian dengan refleks mulai duduk dari posisi tidurnya, lalu kembali melihat ke sekeliling di mana dia bisa melihat pakaian berserakan beserta celana dalamnya,, Jantungnya berdebar seakan di pukul tiba-tiba.
“Sebenarnya di mana ini dan apa yang terjadi,” gumamnya. Sesaat kemudian dia menyadari sesuatu, ia mengangkat selimut yang menutupi bagian tubuh bawahnya. Dan kembali terkejut ketika menyadari dia benar-benar dalam keadaan telanjang bulat dan merasakan tubuhnya terasa sedikit sakit saat bergerak.
“Jangan-jangan,” Ezka was-was dan mulai melihat kembali orang yang tertidur di sampingnya. Dia mencoba membalikan tubuh pria tersebut perlahan dengan tangannya seolah tak mau membangunkannya. Tapi dengan tiba-tiba pria itu berbalik merentangkan tangannya memeluk pinggang Ezka yang sedang terduduk. Dia menyadari wajah itu, tubuh itu.
“Beno!!”
“Berisik..,” Ben membuka matanya dengan malas mendongakan kepala dan melihat Wajah Ezka dengan sedikit silau, kemudian kembali memejamkan matanya sambil memeluk semakin erat tubuhnya sementara itu kepalanya tertidur di pangkuan Ezka.
“Ben, lo kok malah tidur lagi.” Jawab Ezka masih dalam keadaan shock. “Ini di mana dan apa yang terjadi semalem?”
Ben yang tidur-tidur ayam kembali membuka matanya, “titit lu tegang yah? Keras banget gw tidur di pangkuan lo kerasa ada yang ganjel.
“Apaan sih lo ah,” Jawab Ezka ketus, dia menarik tangan Ben yang melingkar di pinggangnya dan menyikirkan kepala Ben yang dari tadi tertidur di pangkuannya ke ranjang.
“Pake malu-malu lagi,” Ben bangun dan menyibakan selimutnya, berjalan ke arah kamar mandi dengan tanpa busana sehelaipun tapi sebelum sampai di tujuannya ia berhenti lalu memperhatikan Ezka. “Ini apartment gw.” Imbuhnya sambil berbalik dan minum Air mineral dari nakas di sampingnya.
Ezka terdiam sejenak, ia merasa masih bermimpi, semuanya tampak samar-samar dan sekarang di hadapannya berdiri Ben yang telanjang bulat. Ezka menelan ludahnya, beberapa kali jakunnya terlihat naik turun.
“Udah cukup ngelihat badan gw-nya?”
“Apaan sih lo, siapa yang ngeliatin badan lo.” Ezka membuang mukanya dari melihat tubuh Ben.
“Gw tau gak mungkin ada orang yang bisa nahan untuk gak liat tubuh gw ini”
“Gila lo. gue.. gue,” Jawab Ezka gagap. “Gue cuman lihat plastic yang nempel di tubuh lo”
“Plastik? Oh maksud lu bekas bungkus kondom ini?"
“Kondom?” Ezka kaget. “Ben, sebenernya apa yang terjadi?”
“Semalem?” Ben mengangkat alisnya kemudian berjalan kembali ke arah Ezka yang masih duduk di ranjang, Ia mendekatkan wajahnya sampai mulutnya seakan menyentuh telinga Ezka, kemudian dia berbisik.
“Lo minta main kuda-kudaan.” Jawab Ben lalu melanjutkan langkahnya ke kamar mandi.
“Kuda-kudaan?” pikiran Ezka melanglang buana mengingat-ngingat kronologi kejadian semalam dengan sensasi geli yang masih terasa dari nafas Ben yang berbisik di telinganya tapi ia tidak bisa mengingat apapun. Ezka memperhatikan Ben yang menjauh lalu hilang di sudut kamar yang berbelok kea rah kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Ezka mengikuti Ben, Pintu kamar mandi itu di gedor dua kali sebelum akhirnya dia berhenti dan mendengar suara Ben dari dalam bahwa pintu itu tidak terkunci dan ia bisa masuk ke dalamnya. Uap dari shower air panas merebak dari dalam, Ezka menerobos masuk dengan terburu-buru kemudian kembali berbicara.
“Ben gw masih gak inget apa sebenarnya yang terjadi semalem,” Ezka berbicara setengah memalingkan wajahnya menghindari tubuh Ben yang telanjang. “Semalem gak terjadi hal aneh kan.”
Ben membalikan tubuhnya yang telanjang terguyur air shower, “berisik amat lu.”
“Berisik gimana, gw tanya lu gak jawab-jawab,”
Ben berhenti sebentar dari kegiatannya menggosok tubuh, lalu menarik tubuh Ezka untuk mandi bersamanya. Memegang kedua tangannya lalu mengangkatnya dan menempelkannya di dindin kamar mandi seakan posisi tubuh mereka saling tindih.
“Lebih baik kita mandi dulu baru ntar lo lanjutin bawelnya.” Ben mencium leher Ezka di bawah guyuran shower lalu bibirnya hendak mencium bibir Ezka namun sebelum itu terjadi Ezka memalingkah wajahnya.
“Ben apa yang lu lakuin sih, lepasin tangan gw sakit.”
“lo gak suka? Bukannya ini yang dari dulu lo mau”
Ezka terdiam sebentar, pipinya terasa sedikit panas saat mendengar Ben berkata seperti itu.
“Lo udah liat semuanya dan gw juga udah liat lo semuanya, dan setelah apa yang lo bilang ke gw semalem. Kini lo berusaha nolak gw?
“Emang gw bilang apa semalem?”
Ben tidak menjawab pertanyaan itu dia melanjutkan mencium leher Ezka.
“Ben berhenti,”
“Kenapa? lo masih mau bilang lo gak suka.”
“Bisa gak lo gak ngelakuain hal kaya gini, apa di mata lo gw terlihat segini murahannya? bukan gw gak suka. Tapi lo sadar kan kita bukan siapa-siapa dan gw gak mau ngelakuin hal kaya gini dengan orang asing. Gw cowo, lo cowo dan lo bukan pacar gw.”
Ben berhenti dan melepaskan genggaman tangannya, Ezka hendak keluar dan meninggalkan Ben tetapi kemudian tangan Ben kembali memegang Ezka seolah dia tidak ingin melepaskannya.
“Gw minta maaf. Kalo gitu, lo mau gak tumbuh tua bareng gw?”
Ezka terdiam seakan tak percaya tentang apa yang di dengarnya. Sementara Ben kembali mencoba mencium bibir Ezka perlahan demi perlahan. Dan kali ini Ezka tidak menolaknya dan di bawah guyuran shower mereka berciuman cukup lama.
“Gw anggap ini artinya lo mau jadi pacar gw.” Bisik Ben
***
Kejadian itu sudah lima tahun yang lalu pikir Ezka yang kini sudah kembali menyadari dirinya masih berada di beranda Hotel yang menghadap pantai. Kejadian yang entah bagaimana alur ceritanya, tetapi setelah itu semuanya berjalan lebih mudah baginya. Dalam artian seburuk apapun keadaan kini akan selalu ada Ben di sampingnya dan bagi Ezka hal ini lebih dari cukup di bandingkan apapun.
“Lo kenapa?” tanya Ben. “Drop lagi? sebaiknya kita balik aja.” Ben kembali memasangkan kalung berbandul cincin itu ke leher Ezka.
“Gw gak kenapa-napa kok mbeek serius.”
“Udah kita balik aja, makan malam kan di apartmen juga bisa. Lagian besok pagi kan lo harus check up”
Ezka menghela nafas,”padahalkan lo juga baru nyampe.”
“Lain kali kita ke sini lagi, gak usah moment khusus yang penting keadaan lu baikan.”
“Janji lo yah, awas sibuk mulu.”
Ben tidak menjawab ia hanya membantu Ezka membereskan barang-barangnya kemudian membantu dia berdiri dari kursinya dan berjalan meninggalkan beranda hotel itu, melewati lorong, mengambil mobilnya dari parkiran valet dan menyetirnya menuju apartment sementara Ezka memperhatikan dari sampingnya sambil tersenyumm kemudian melihat pemandangan jalan yang di batasi pasir pantai, perlahan mobil yang mereka tumpangi semakin menjauhi bunyi deburan ombak yang kian lama kian tak terdengar. Di gantikan suara lagu yang di putar di mobilnya.
I`m the one that`s always been here
Even thru the darkest night
And brave the tide for you and me
All I ever needed was you
You never have to worry at all
What happen to us
What happen to love
Every step seem just a little better
Lil mistake don’t seem to matter
I want that going okay
As long as I got you. And you got me.
I have been saying to my self be stronger.
***
Aku tiba dengan dua buah kantung penuh makanan lalu meletakannya di meja taman di mana Dennis tampak serius membaca laporannya.
“Pak dokter lebih baik makan dulu,” Kataku sambil mengeluarkan dua buah minuman Mocca Float yang satu di antaranya ku serahkan kepada Dennis sementara tangan kiriku memegang dan mulai meminum yang lainnya.
Dennis melihatku dari balik ujung laporannya. Kemudian ku sodorkan lagi minuman itu untuk menarik perhatiannya. Sampai akhirnya dia menyimpan laporan itu dan melihatku dengan cibiran karena telah mengganggunya.
“Kenapa kau memberiku yang ini?”
“Apa?” kataku kebingungan. “Bukankah kamu mau apa yang aku pesan juga dok?”
“Maksud ku aku curiga, jangan-jangan minuman yang kamu serahkan ini sudah kamu masukan sesuatu.”
“Untuk apa aku melakukannya?”
“Siapa tahu kau mau membalas dendam tentang kejadian tadi pagi,”
“haiz Dennis kau sunggu…”
“Kalo begitu aku ingin lihat kau meminumnya terlebih dahulu.”
Orang ini benar-benar keterlaluan gumamku. Tapi akhirnya aku melakukan apa yang dia perintahkan untuk sekedar agar dia percaya bahwa aku tidak melakukan hal yang aneh.
“Lihat kataku,” Aku menarik sedotan dari minumanku dan memasukannya ke minuman Dennis dan mulai mencoba meminumnya. “Aku sudah meminumnya dan kubilang tidak ada yang aneh, aku tidak memasukan racun,” Tambahku sambil hendak mengeluarkan sedotan minuman itu dan menggantinya dengan milik Dennis tapi belum selesai aku melakukannya dia kembali bicara.
“Hentikan biarkan sedotannya di situ,” sekarang aku percaya kau tidak melakukan apapun.
“Apa? Itu kan sedotan bekas ku, punya ku, lalu bagaimana aku meminum minumanku kalo sedotannya di minumanmu.
“Kau kan bisa pakai sedotan yang baru, atau jangan-jangan kau menyimpan racunnya di sedotan yang baru?”
“Dennis kau ini sudah tidak waras. Terserah apa maumu saja, nih.” Kataku sambil menyerahkan minumannya yang memakai sedotanku.
Dennis tampak minum dengan Riang menggunakan sedotan bekas ku, aku tak tau apa sebenarnya yang dia pikirkan. Dan bagaimana mungkin aku melakukan hal-hal yang dia tuduhkan, dia ini benar-benar aneh. dan sampai akhirnya aku memutuskan untuk mengatakan sesuatu
“Okeh kalau aku boleh jujur, sebenarnya tadi aku masukan sesuatu ke minuman itu,”
Dennis tersedak, lalu beberapa kali terbatuk dan menghentikan minumnya.
“Apa yang kau tambahkan?” Nada suaranya terdengar meninggi.
“Aku memasukan sedikit cinta kedalamnya
muah-muah-muah, biar kau tidak bersikap aneh lagi.” Kataku menggodanya lalu aku tertawa dengan bagaimana dia bereaksi tadi.
Dennis hanya terdiam sejenak, pipinya terlihat memerah. Dia menatapku tajam dengan ujung matanya seakan ingin bicara apa kau sedang mempermainkanku? Lalu yang ku lakukan hanya bisa sekedar basa-basi.
“Jadi bagaimana selanjutnya, apa yang akan kita lakukan kepada Pasien itu? Euh.. Namanya Ezka benarkan.” Kataku.
Ada nama raymond dan ivan saat ben berjalan ke kamar mandi...
Ada nama raymond dan ivan saat ben berjalan ke kamar mandi...
oh iya bang makasih udah mampir dan koreksi hehehe. ini ceritanya jadi terlalu kepanjangan dan bertele-tele. jadi gak mentionin orang seniatnya aja kalo saya lagi ada mood dikit-dikit di lanjutin hahaha
@JimaeVian_Fujo
Saya beberin deh alur ceritanya takut gak di lanjut karena ada berbagai macam hal hehe. Cerita ini sebenarya berkisah tentang Ben dan Ezka, sebenarnya ezka adalah seorang penulis buku yang lama kelamaan karena beban hidupnya yang terlalu berat, kepribadiannya jadi bersifat ganda. Ezka berhalusinasi bahwa dirinya adalah Igad yaitu tokoh yang ia ciptakan sendiri yang pada akhrinya dia gak yakin siapa sebenarnya dia itu apakah dia Ezka ataukah dia sebenarnya Igad. Tokoh Aku dan denis adalah seorang dokter dari masa sekarang yang akan membantu Ezka memperbaiki ingatannya dengan menanamkan ingatan palsu ke pikiran ezka. melalui sebuah mesin mereka bisa merubah dan menambah ingatan Ezka dan membuat memori palsu untuk ezka yang hidupnya tinggal sebentar lagi, tokoh aku dan Dennis mencoba membuat sebuah ingatan palsu berdasarkan permintaan Ben, yang mana dalam ingatan palsu itu Ben dan Ezka hidup bahagia. sehingga pada akhirnya Ezka bisa meninggal dengan tenang tanpa beban.
Pada jaman Ezka pemasangan ingatan palsu sudah banyak di lakukan. Hal ini di pakai biasanya oleh orang-orang yang akan meninggal dan belum mewujudkan keinginannya. Agar orang yang akan meninggal itu bisa meninggal dengan tenang maka dokter menanamkan ingatan-ingatan palsu berdasarkan pesanan dari si pasiennya.
alur cerita Ezka itu beralur mundur yang mana keadaan sekarang dalam ceritanya lebih banyak melakukan flashback.
Alur cerita Igad beralur maju yang mana sebenarnya, kisah igad hanya berada di pikiran ezka yang sedang di telitit oleh tokoh aku dan ben.
Alur cerita aku dan Dennis adalah alur maju mundur yang mana apa yang mereka lihat sebenarnya adalah apa yang terjadi dalam pikiran Ezka. Dimana dengan alat mereka bisa menjelajahi ingatan Ezka.
@lulu_75 ya mas kurang lebih seperti itu hehe