It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
mba Rikha fighting ^^
mba Rikha fighting ^^
Galuh jagain yuri ya.
Mbak rika moga makin sukses jingga nya.
Dan semoga lanjutanya cepat.
Tapi aku akan tetap usahain nulis, mungkin satu part lagi di i'm fall in love, dan satu part lagi di sini sebelum lebaran. Harap sedikit sabar ya
Aku menghela nafas saat melihat mobil Galuh yang terparkir di depan panti. Beberapa hari ini aku tidak melihatnya. Yah semenjak kejadian dimana dia membawaku ke rumahnya dan tanpa disengaja bertemu dengan Mamanya di sana. Sejak hari itu aku tidak melihat dia muncul di tempat kerjaku lagi, di sekolahku dan di panti. Hanya satu pesan yang dia kirimkan malam itu padaku, yang bertuliskan 'jangan menangis lagi'. Sejak hari itu dia tidak lagi datang dan mengirimiku pesan. Baguslah, dia sudah berhenti menggangguku dan aku akan menghubunginya hanya untuk membayar hutangku.
Saat aku berangkat kerja di hari senin, Manager memanggilku ke ruangannya karena hal yang terjadi di pesta. Manager hanya memberiku sedikit nasehat dan beliau mengatakan kalau masalahku sudah diselesaikan oleh seseorang. Saat itu nama orang yang terlintas pertama kali di dalam kepalaku adalah nama Galuh. Yah hanya dia yang bisa melakukan apapun seperti apa yang dia sudah katakan padaku sebelumnya, kalau dia akan mengurus semuanya untukku.
Hari ini Kak Virgo mengatakan kalau dia akan meminjamkan uang dari tabungannya padaku untuk membayar hutangku pada Galuh. Kak Virgo saat di pesta mengikutiku yang dibawa keluar dari dalam pesta oleh Galuh sampai ke tempat parkir. Kak Virgo hanya bilang dia sudah mendengar dan melihat kami di tempat parkir, hanya begitu saja dia memberitahuku tanpa menanyakan apapun padaku. Dia sepertinya cukup memahami sendiri untuk apa yang hanya perlu dia ketahui tanpa ingin membebaniku dengan pertanyaan-pertanyaan. Kak Virgon sangat baik, aku pikir seseorang yang mendapatkan cinta dari Kak Virgo sangatlah beruntung.
Aku tidak menolak tawaran pinjaman uang dari Kak Virgo. Aku pikir mungkin ini kesempatan untukku mengakhiri segala urusanku yang bersangkutan dengan Galuh. Yah dan selagi malam ini Galuh datang menemuiku, aku akan segera menyelesaikan urusan di antara kami.
Kaca mobil Galuh terbuka saat aku baru beberapa detik berdiri menghadap kaca pintu mobilnya. Ada sesuatu yang masih belum aku pahami sampai detik ini, ada sekian persen rasa bahagia di dalam dadaku saat melihat dia menungguku di depan panti seperti ini. Terkadang aku merindukan sosok sombongnya muncul di tempat kerjaku, dia duduk di salah satu kursi di cafe, memesan kopi atau makanan yang tidak terlalu berat, dia hanya akan memperhatikan aku sampai setidaknya 5 hingga 30 menit berada di sana. Karena itulah aku ingin segera menyelesaikan urusanku dengannya, agar aku bisa berhenti merasakan sesuatu yang aneh menjalar di dalam dadaku terhadapnya.
"Masuklah!" Galuh berkata dari dalam mobilnya. Dia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku masih belum bergeming untuk menuruti perintahnya. "Di luar dingin dan banyak banget nyamuk. Jadi cepat masuk sebelum aku yang akan menarik kamu masuk kedalam sini!" Tegasnya lagi membuatku bergidik jengah.
Orang ini.. Dia masih sama menyebalkannya seperti terakhir kali aku melihatnya. Tidak ingin membuat keributan di sini, aku terpaksa masuk ke dalam mobilnya dan duduk di sampingnya. "Ada apa?" Tanyaku padanya yang masih belum juga mengalihkan pandangannya dariku.
Galuh mengerjapkan matanya kemudian, bergeming karena pertanyaanku. Galuh tersenyum kecil dengan menaikan kedua alisnya. Dia tidak menjawab pertanyaaanku! Kenapa sih dia suka sekali menggantungkan pertanyaanku?! Seolah yang terpenting adalah apa yang diucapkan bibirnya dan ingin didengar telinganya. Selebih itu, dia hanya akan mengabaikan pertanyaan orang lain yang dianggapnya tidak begitu penting.
Perlahan wajahnya mendekati wajahku, secara spontan aku langsung menjauhkan wajahku dari wajahnya yang semakin mendekat. Kemudian dengan tangan kanannya, Galuh menahan belakang kepalaku agar berhenti bergerak menjauh darinya. Dia menghipnotis mataku lagi dengan tatapannya sehingga aku tidak bisa memberontak darinya, bahkan aku tidak bisa untuk sekedar mengerjapkan mataku.
Hidungnya hampir menyentuh hidungku. Debaran jantungku terus berdegup-degup tidak bisa aku kendalikan. Apa yang ingin dia lakukan padaku? Belum selesai pertanyaanku, Galuh kemudian menggunakan tangannya yang satu lagi menyentuh bawah mataku. "Bulu mata kamu jatuh." Galuh menaikan ujung bibirnya, menyeringai kecil. Aku mengerjap. "Apa kamu berpikir tadi aku mau mencium kamu?" Dia mengerutkan dahinya dengan alis yang terangkat menahan tawanya untukku. Aku mengerjap lagi. Galuh menyentil keningku membuatku bergeming dan tersadar dari hipnotisnya. "Jangan terlalu menggemaskan..," tambah Galuh membuatku tersadar dan geram melihatnya.
Aku menghela nafas berat. "Jadi untuk apa kamu ke sini?"
Galuh mendatarkan ekspresinya, dia menatapku lagi. "Melihat kamu." Jelasnya singkat.
"Ah?" Aku mengernyitkan dahiku. Galuh menyentil keningku lagi dengan sedikit keras sampai membuatku berdecak kesal karenanya.
Galuh kemudian menyampingkan posisi duduknya, menghadapku. Dia menyandarkan kepalanya ke jok mobilnya tanpa mengalihkan tatapan matanya dariku. Aku hanya melihatnya dengan sudut mataku dengan berpura-pura terus mengelus keningku yang dia sentil tadi.
"Maaf.." Galuh berdesis pelan namun masih bisa terdengar olehku, membuatku menoleh ke arahnya. Dia melipat kedua tangannya di dada. Aku hanya diam menunggunya melanjutkan kata-katanya agar bisa membuatku lebih memahami kata 'maaf' darinya. "Maaf membuat kamu menangis lebih banyak lagi malam itu." Jelasnya kemudian dengan nada yang sama.
Aku menundukan kepalaku, menelaah kata-katanya. Masih teringat jelas di kepalaku tentang apa saja yang aku dengar dari Mamanya. Meskipun aku sudah berusaha melupakan kejadian itu, tapi pada kenyataannya, kata-kata yang Mamanya katakan padaku, berbekas luka yang begitu sangat membuat hatiku merasa memilukan. Entah mengapa semua itu begitu menusukku, sementara selama ini aku tidak pernah peduli terhadap apa yang orang lain katakan tentangku. Tapi rasanya berbeda saat aku mendengarnya langsung dari Mama Galuh. Rasanya perbedaan antara aku dan Galuh begitu terlihat jelas dan nyata. Aku sangat sadar akan hal itu.
Aku mengangkat kepalaku. Mencoba tersenyum pada Galuh, menekan rasa sesak yang kembali hadir mengingat itu semua. "Aku nggak apa-apa..." Galuh mengerjap tanpa ekspresinya masih dengan posisi itu. "Rasa sakit terbesar dalam hidupku, adalah saat dimana aku harus meninggalkan kedua orang tuaku dan adikku. Saat aku harus meninggalkan rumah dimana sebuah keluarga menjadi alasan untuk Tuhan menciptakan aku. Saat aku berlari di jalan raya hanya untuk mengejar keluargaku yang tidak mungkin bisa kukejar..," aku menelan ludah karena tenggorokanku yang terasa kering dengan dada yang penuh rasa sesak. "Jadi hal sulit seperti apapun tidak akan berpengaruh terhadap aku lagi, karena aku sudah mengalami yang tersulit sebelumnya."
Galuh melepaskan lipatan tangannya di dadanya. Kemudian dengan tiba-tiba dan tanpa kata, dia menarikku ke dalam pelukannya. Aku memberontak mencoba melepaskan diriku darinya, namun tangannya menahan kepalaku untuk tetap berada di dadanya, dan dengan tangannya yang satu lagi melingkari punggungku. "Beberapa hari ini aku terus berpikir," aku menghentikan perlawananku untuk melepaskan diri darinya. Dari nada suaranya yang berat, Galuh terdengar seperti memintaku untuk membiarkan dia memelukku sampai dia menyelesaikan kata-katanya. Dan tubuhku tidak bisa menolaknya saat dia seperti itu. "Jangan terlalu menyukai aku.., tetaplah menjadi Yuri yang dingin seperti sekarang. Selama aku masih memiliki kesempatan untuk berada di sisi kamu, aku akan melindungi kamu dari siapapun yang menyakiti kamu." Galuh melepaskanku dari pelukannya. Aku masih diam sampai dia memegang ke dua sisi wajahku dengan kedua tangannya. "Jangan menangis lagi.."
Aku munundukan kepalaku, Galuh melepaskan tangannya yang memegang wajahku. "Kamu nggak harus melakukan semua itu untuk aku..," Aku mengangkat kepalaku, menengadah lagi melihatnya. "Jangan lakukan apapun lagi untuk aku. Besok aku akan melunasi semua hutangku ke kamu..," aku tersenyum kecil. "Setelah itu, aku harap kita jangan bertemu lagi." Aku berbalik, ingin langsung keluar dari mobilnya, tidak ingin mendengar sesuatu apapun lagi darinya. Cukup.. Cukup dia membuatku tersentuh.
Galuh menutup pintu mobilnya lagi dengan kuat sesaat aku baru membukanya, dia menahanku agar tidak keluar dari dalam mobilnya. Aku membuang nafas berat. "Aku mau keluar!" Rintihku padanya yang sedang menatapku tajam.
Bisakah kamu mengerti? Dapatkah kamu memahami? Sekarang aku sedang berpikir tentang kamu yang menyukai aku. Dan aku pikir, aku juga sudah tersentuh olehmu. Tapi apa yang bisa kamu dan aku lakukan? Membiarkan perasaan yang tidak masuk akal ini berkembang? Aku tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi itu.
"Jangan pernah kamu coba mengatakan lagi, kalau kita jangan bertemu lagi!" Galuh menekan nada suaranya. Tangannya mencengkram tanganku sedikit kuat. "Paling nggak jangan mengatakan itu sekarang!" Dia menaikan nada suaranya lagi dengan semakin kencang mencengkram tanganku.
"Kamu menyakiti tangan aku lagi.." Ucapku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Galuh melepaskan tanganku dan kemudian dia memukul setir mobil dengan keras sampai suara bising keluar dari klakson mobilnya.
"Keluarlah sekarang!" Serunya tanpa melihatku. "Keluar sekarang!" Teriaknya lagi semakin keras dengan tangan yang mengepal kuat memegang setir mobilnya.
Aku membuang nafasku. Dan kali ini aku tidak tahu untuk apa aku membuang nafas itu. Lagi dan lagi ada sesuatu di dalam dadaku yang seperti menahan tubuhku beranjak dari sana. Seperti ada es batu yang ditaruh di dalam dadaku, rasa dinginnya membuatku ngilu.
Aku tetap membuka pintu mobilnya. Aku mencoba untuk tidak peduli untuk apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Aku berjalan masuk ke dalam panti tanpa menoleh lagi melihat mobilnya. Yah ini yang harus aku lakukan, tidak peduli dengan dirinya, dan juga tidak peduli dengan diriku sendiri.
Pada kenyataannya, sudah dua jam lebih aku berada di dalam kamarku dengan mata yang masih terjaga. Aku mengintipnya lagi dari sela-sela jendela kamarku entah sudah yang keberapa kali. Mobilnya masih berada di sana, belum bergerak dari tempatnya saat aku meninggalkannya tadi. Mungkin saja Galuh masih dengan posisinya terakhir tadi aku melihatnya di dalam mobilnya.
Yuri berdiri di depan gedung sekolah Galuh. Yuri masih merasa ragu untuk memasuki gerbang sekolah itu yang pastinya berisi dengan murid-murid yang berkelas. Seragam putih abu-abunya yang walaupun bersih, namun tidak menutupi identitasnya yang berasal dari sekolah biasa. Baiklah hal itu juga bisa terlihat dari tas ransel dan sepatu yang dikenakannya.
Semalam Galuh baru membawa mobilnya pergi dari panti hampir waktu menuju dini hari, Yuri juga baru bisa tertidur setelah dia memastikan Galuh sudah pergi. Tadi pagi Yuri mengirim pesan untuk Galuh yang isinya tentang Yuri yang ingin membayar hutangnya pada Galuh. Galuh tidak menolaknya, bahkan dia menyuruh Yuri untuk mengantar uangnya langsung dan datang ke sekolahnya setelah Yuri pulang sekolah.
Sekarang sudah jam dua siang. Yuri sudah meminta Virgo untuk memberitahu managernya kalau dia akan datang terlambat bekerja. Virgo tadinya ingin mengantar Yuri datang ke sini, tapi Yuri menolak dengan alasan, tidak baik kalau mereka berdua datang terlambat bersamaan.
Dengan masih ragu, Yuri akhirnya berjalan masuk ke dalam sekolah itu. Yah, dia sudah membuang-buang waktunya untuk menimbang-nimbang keraguannya tadi. Mau tidak mau Yuri harus memasuki sekolah itu, mencari Galuh dan segera menyelesaikan urusan mereka.
Yuri sedikit menundukan kepalanya saat beberapa pasang mata melihat sosok asingnya memasuki sekolah itu. Seakan dalam kepala mereka berisikan pertanyaan 'ngapain lu ke sini?'. Yuri ingin bertanya pada anak-anak sekolah itu tentang dimana Yuri bisa menemui Galuh. Tapi tatapan mereka yang tidak bersahabat membuat Yuri membatalkan niatnya untuk bertanya, sehingga Yuri hanya menggunakan instingnya untuk menemukan Galuh mengelilingi sekolah itu.
Yuri tadi sudah mengirim pesan pada Galuh kalau dia sudah ada di sekolahnya, tapi Galuh tidak membalas pesannya. Yuri juga sudah mencoba menelpon nomor Galuh, tapi tidak ada jawaban dari panggilannya. Galuh tidak mengangkat telponnya.
"Eh, lu bukan anak sekolah ini kan?" Seorang siswi dengan rok abu-abu yang hanya sampai di pertengahan pahanya menghampiri Yuri. Perempuan itu tidak sendiri, ada satu orang lagi temannya yang tidak kalah pendek roknya bersamanya. Mereka berdua tersenyum sinis meneliti Yuri dari atas hingga bawah kakinya.
Yuri tersenyum ramah pada kedua siswi itu. "Bukan, aku ke sini mau ketemu Galuh," jelas Yuri dengan tak melepas senyumnya. "Apa kalian kenal Galuh?" Tanya Yuri kemudian.
Kedua siswi perempuan itu mengerutkan keningnya dan mereka saling bertatapan seolah memastikan apa yang mereka dengar dari mulut Yuri itu tidaklah salah. "Galuh Putra Mahendra?" Tanya kedua siswi itu serempak dengan ekspresi tidak percaya.
Yuri berpikir sebentar dengan mengingat nama panjang Galuh yang pernah disebutnya beberapa waktu lalu. Setelah yakin kalau apa yang pernah dia dengar dari Galuh dan kedua siswi itu adalah nama yang sama, Yuri kemudian mengangguk sekali dengan masih tersenyum. Kedua siswi itu bertatapan lagi. Mereka memincingkan matanya tajam.
Salah satu dari siswi itu kemudian mendekatkan kepalanya pada temannya, dia berbisik mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Yuri. Anak yang mendapatkan bisikan langsung menyeringai licik. "Lu mau ketemu Galuh?" Tanya siswi yang tadi mendapatkan bisikan dari temannya.
Yuri tersenyum. "Iya, aku ada keperluan dengan Galuh." Jelas Yuri.
"Jangan-jangan yang dimaksud Galuh tadi itu kamu?" Siswi yang satunya lagi mengubah nada bicaranya menjadi bersahabat. Yuri menaikan kedua alisnya sedikit heran. "Tadi Galuh nyuruh kami berdua untuk mengantar orang yang mencari dia. Ayo aku antar!" Lanjutnya kemudian dengan ramah.
Yuri tersenyum lega, akhirnya dia tidak perlu bersusah payah lagi untuk mencari Galuh. Yuri kemudian mengikuti kedua siswi itu berjalan di belakang mereka.
Yuri sedikit tertegun saat kedua siswi itu ternyata membawanya ke sebuah ruangan yang terlihat seperti gudang yang terletak di belakang sekolah itu. "Kok ke sini ya?" Tanya Yuri tidak yakin.
"Galuh nyuruh kamu tunggu dia di sini. Nanti dia akan datang ke sini." Jelas salah satu dari mereka.
Yuri sebenarnya ragu, tapi dia tidak bisa melakukan hal ain selain menganggukan kepalanya mencoba percaya kepada kedua siswi itu. Kedua siswi itu terlihat terpelajar dari kalangan atas, tidak mungkin mereka melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya, begitu pikir Yuri.
"Ya udah lu tunggu di sini dulu yah.., Bye!" Kedua siswi itu kemudian keluar dari ruangan itu dengan memberi senyum mengejeknya. Mereka menutup pintu ruangan itu bersamaan dengan keluarnya mereka dari ruangan itu.
Yuri langsung bergegas mendekat ke pintu, dia mencoba membuka pintu tapi terkunci. "Hay! Mengapa kalian mengunci aku!" Teriak Yuri dengan menggoyang-goyangkan gagang pintu.
Terdengar suara tawa yang menjauh dari tempat itu. Yuri berteriak-teriak meminta tolong agara mereka membuka pintu, tapi tidak ada balasan apapun dari luar ruangan itu.
Yuri kini yakin kalau kedua siswi itu mengerjainya. Tapi untuk apa mereka mengerjai Yuri? Bukankah mereka tidak saling mengenal? Atau mungkin Galuh yang meminta kedua siswi itu mengunci seseorang yang mencarinya ke sekolah ini. Mungkin saja Galuh marah padanya dan menyuruh kedua siswi itu mengerjainya. Yuri merutuki dirinya sendiri yang mudah membiarkan orang lain mengerjainya, tidak seharusnya dia begitu saja percaya dengan orang lain. Bukankah Yuri sudah berpengalaman tentang hal seperti ini?
Yuri kemudian mencari ponselnya di tas punggung sekolahnya. Yuri kelihatan gelisah saat dia tidak menemukan ponselnya. Dia sudah mengeluarkan semua isi dalam tasnya, merogoh saku celana dan bajunya, bahkan dia membuka lembaran-lembaran bukunya berharap ponselnya terselip di salah satu lembaran bukunya, yah walaupun itu memang tidak mungkin.
Yuri menyerah saat dia yakin kalau ponselnya hilang. Seingatnya, dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas setelah mengirimi Galuh pesan yang kesekian kalinya tadi. Yuri terduduk lemas, bibirnya sudah bergetar menahan emosi menyadari kalau dia akan berada di ruangan gelap itu sampai seseorang datang ke sana.
Tubuh Yuri ikut gemetar saat dia teringat kembali kejadian beberapa tahun lalu saat dia dikerjai teman-temannya di toilet. Rasa takut menghinggapi dirinya. Yuri meremas jari-jarinya dan kemudian menekuk kakinya. Yuri memeluk kakinya yang terlipat sambil menatap cahaya yang masuk ke dalam ruangan melalui celah-celah di ruangan itu.
***
Galuh berjalan santai mengelilingi sekolahnya dengan mata yang mengitari sekeliling mencari-cari sosok Yuri. Setelah menerima pesan dari Yuri tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah, Galuh membanting ponselnya karena kesal yang bercampur amarah. Karena itu dia saat ini mengelilingi sekolahnya berpikir Yuri akan mencarinya tanpa mau bertanya dengan siswa di sekolah ini.
"Oppa!" Panggil Bella, adik sepupunya yang juga bersekolah di sekolah itu.
Galuh menoleh, menghentikan langkah kakinya menunggu Bella yang berjalan kecil menghampirinya. Bella menyeringai saat sudah bisa mensejajarkan langkahnya dengan Galuh. Mereka melanjutkan langkahnya lagi. "Nggak jaga perpus?" Tanya Galuh pada Bella.
"Ini mau ke perpus..," Jelas Bella tersenyum manis.
"Oppa, tadi Bella lihat ada cowok yang wajahnya manis banget! Dia kayaknya bukan dari sekolah ini deh." Bella terlihat antusias bercerita pada Galuh. Galuh langsung menghentikan langkahnya dan menatap Bella serius. Bella ikut menghentikan langkahnya. "Kenapa Oppa?" Tanya Bella heran dengan tatapan Galuh.
"Dimana kamu lihatnya?" Tanya Galuh serius dengan menyelidik.
Bella mendelik heran, dan lalu mengetuk-ngetuk kepalanya dengan pensil di tangannya, terlihat berpikir. "Hmmm, tadi sih Bella lihat sama anak cheers dari kelas 11." Jelas Bella masih dengan bingung melihat ekspresi Galuh.
"Siapa mereka?"
"Dari kelas Oppa deh kayaknya_"
Belum selesai Bella bicara, Galuh sudah berlalu meninggalkan Bella dengan berjalan cepat menuju kelasnya. Bella hanya cemberut melihat tingkah Kakak sepupunya yang selalu membuatnya penasaran.
Galuh menghentikan langkahnya tepat di pintu kelasnya. Matanya mengitari beberapa teman kelasnya yang masih berada di kelas itu.
Galuh menatap tajam saat melihat dua orang perempuan teman kelasnya sedang tertawa melihat ponsel yang dipegang salah satu dari mereka. Sepertinya mereka belum menyadari kehadiran Galuh yang sedang meneliti mereka berdua.
Galuh berjalan cepat mendekati kedua siswi itu dan langsung merebut ponsel yang sedang dipegang salah satu dari mereka. Kedua siswi itu terlihat sangat kaget dan tergagap melihat Galuh.
Galuh meneliti ponsel yang dia tahu benar siapa pemilik ponsel keluaran lama itu. Dengan Emosi yang sudah berada di ujung kepalanya, Galuh menendang meja tempat kedua siswi itu sampai membuat mereka terlonjak kaget dan takut.
"DIMANA DIA!"
***
Galuh berlari cepat menuju ruangan yang berada di belakang gedung sekolahnya. Beberapa kali Galuh menabrak seseorang yang berpapasan dengannya, namun dia tidak peduli. Dalam kepalanya yang terlihat hanya sosok Yuri yang sedang meringkuk di ruangan gelap dan kotor itu.
"Kamu di dalam?" Galuh sedikit berteriak dengan menggedur pintu.
Yuri langsung beranjak dan berdiri, dia menghapus cepat air matanya. "Aku di sini," jelas Yuri dari dalam.
Saat Galuh membuka pintu ruangan yang digunakan sebagai gudang di sekolah itu. Yuri langsung menengadahkan kepalanya melihat Galuh. Matanya terlihat sembab. Galuh langsung mendekati Yuri dan memeluk erat tubuh Yuri yang bergetar. "Maaf.."
Yuri terisak. Yuri tersadar bahwa orang yang memeluknya saat ini selalu jadi penyelamatnya. Dan untuk pertama kalinya Yuri membalas pelukan Galuh, melingkarkan tangannya pada pinggang Galuh.
Akhirnya selesai chapter 4. Aku posting ini setelah selesai mengetiknya, dieditnya besok aja yah, udah ngantuk banget. Hohoh.
Ini mungkin postingan terakhir aku sebelum lebaran. Selamat hari raya Idul Fitri untuk yang merayakannya, mohon maaf lahir batin, maafkan Rika yah kalau ada salah-salah kata.
Salam,
Kecup mumumu
Jingg
@Adityaa_okk @RenoF @arifinselalusial @Adiie @Rifal_RMR @Adi_Suseno10 @Roynu @sunan @SteveAnggara @Anne @zeva_21 @abyyriza @meandmyself @aldino_13 @Aurora69 @Rikadza @galaxy_meja @hendra_bastian @DM_0607 @ardi_yusman @Asu123456 @PeterWilll @Zimmy Zayn @Otho_WNata92 @Kibosuke @khieveihk @JNong @LostFaro @Toraa @Bintang96 @dimasalf9 @_abdulrojak @amir_tagung @Ndraa @Pradipta24 @rzlwrdana @rezka15 @Akang_Cunihin @pujakusuma_rudi @marchphu @half_blood @ardi_cukup @freeefujoushi @Sho_Lee @abiDoANk @haha5 @akina_kenji @fairytail_lover @Kim leonard @andre_patiatama @shuda2001 @Pyromaniac_pcy @FransLeonardy_FL @pangeran_awan99 @ken89 @alfa_centaury @prasetya_ajjah @Agova @DoojoonDoo @kim_juliant27 @tianswift26 @new92 @syafiq @JimaeVian_Fujo @awanwanku @Greent @haha_hihi12 @Tsunami.
Untuk yang nggak mau dimention bilang yah