It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
TT...
Galuh itu superman nya yuri
..
makin bagus aja ...
Untuk yang nggak mau di mention lagi, bilang yah
@Bun @ardavaa @alvin21 @3ll0 @cute_inuyasha @balaka @raden_sujay @harya_kei @Different @muffle @AbdulFoo @kaka_el @Hon3y @kristal_air @d_cetya @lulu_75 @Cyclone @Vanilla_IceCream
@Adityaa_okk @RenoF @arifinselalusial @Adiie @Rifal_RMR @Adi_Suseno10 @Roynu @sunan @SteveAnggara @Anne @zeva_21 @abyyriza @meandmyself @aldino_13 @Aurora69 @Rikadza @galaxy_meja @hendra_bastian @DM_0607 @ardi_yusman @Asu123456 @PeterWilll @Zimmy Zayn @Otho_WNata92 @Kibosuke @khieveihk @JNong @LostFaro @Toraa @Bintang96 @dimasalf9 @_abdulrojak @amir_tagung @Ndraa @Pradipta24 @rzlwrdana @rezka15 @Akang_Cunihin @pujakusuma_rudi @marchphu @half_blood @ardi_cukup @freeefujoushi @Sho_Lee @abiDoANk @haha5 @akina_kenji @fairytail_lover @Kim leonard @andre_patiatama @shuda2001 @Pyromaniac_pcy @FransLeonardy_FL @pangeran_awan99 @ken89 @alfa_centaury @prasetya_ajjah @Agova @DoojoonDoo @JimaeVian_Fujo @awanwanku @Greent @haha_hihi12 @Tsunami @AryaPutra_25
Karena dia adalah Romeo dan aku bukanlah Juliet.
Karena dia adalah Pangeran dan aku bukanlah Puteri Cinderella.
Aku hanya seorang laki-laki biasa, yah biasa dan laki-laki. Mungkin akan menjadi sebuah cerita menarik di masa depan untuk diceritakan kepada anak cucu kalau yang jatuh hati padaku adalah seorang puteri. Tapi pada kenyataannya orang yang memelukku saat ini, bukanlah seorang puteri, melaikan seorang pangeran. Pada kenyataannya aku juga telah merasakan apa yang hatinya rasakan karena aku juga memeluknya hingga aku bisa mendengar setiap debaran jantung di dalam dadanya.
Yang aku tahu sekarang, aku tidak boleh membiarkan orang ini semakin jatuh hati padaku. Yang aku tahu sekarang, aku tidak boleh membiarkan orang ini keluar dari jati dirinya sebagai pangeran. Aku tidak boleh membiarkan sesuatu yang mengancam tahtanya. Aku tidak boleh membiarkan dia turun dari tempat seharusnya dia berada hanya untuk seorang laki-laki biasa sepertiku.
Kalau dia tidak bisa berhenti membuat hatiku tersentuh. Maka aku yang akan membuatnya berhenti jatuh hati padaku. Aku sudah cukup membiarkan dirinya melihat diriku yang menyedihkan, tidak lagi. Tidak ada siapapun yang boleh menyakitiku lagi, tidak akan lagi.
Aku melonggarkan lingkaran tanganku di tubuhnya. Aku membuang nafasku dari mulutku untuk mengatur hembusan nafas yang keluar dari hidungku. Dia melepaskan pelukannya. Kedua tangannya kini memegang sisi bahuku, dia sedikit menundukan kepalanya, melihatku dengan kening yang mengernyit. "Kamu baik-baik aja?" Nada suaranya terdengar khawatir.
Aku diam. Bahkan aku tidak ingin tersenyum untuknya. Aku menepis kedua tangannya dari bahuku. Galuh sedikit kaget akan reaksiku, tapi dia tidak mengeluarkan suara lagi seolah menunggu untuk apa yang akan aku lakukan atau katakan untuknya.
Aku mengambil tasku yang tergeletak di lantai. Aku mencari uang yang sudah aku bungkus dengan amplop berwarna coklat untuk diberikan pada Galuh. Bukankah itu niatku dari awal?
Galuh hanya berdiri menatapku datar dengan kedua tangannya yang dimasukan kedalam saku celananya. Dia masih belum menggerakan tangannya, untuk mengambil uang yang aku julurkan padanya dengan tanganku. "Ini, aku gak punya waktu." Jelasku cepat.
Galuh masih diam belum bergerak, bahkan bola matanya masih lekat menatap wajahku. Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, aku menarik tangan kanannya yang berada di saku celananya, dan aku langsung memberikan amplop berisi uang itu padanya tanpa berbasa-basi lagi.
"Kita jangan bertemu lagi." Galuh mengerjapkan matanya. Masih diam memegang amplop pemberian dariku. Aku bisa melihat dia mengepal kuat amplop itu seakan menahan emosinya agar bisa dia kendalikan. "Kamu bilang, kamu menyukai aku, tapi katamu, kamu bukan gay..," aku diam sebentar sebelum melanjutkan kata-kataku lagi, "aku gay..," Galuh mengerjapkan matanya lagi dengan menatap mataku lekat mencari pembenaran. "Aku menyukai seorang cowok, tapi orang itu bukan kamu." Aku bisa mendengar gigi Galuh bergeretak mendengar kata-kataku yang terakhir. Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa tercekat mengatakan kebohongan itu. "Jadi kita jangan bertemu lagi." Lanjutku kemudian.
Aku menatap mata dinginnya selama beberapa detik sebelum aku berlalu melewatinya. Meninggalkan orang yang sudah menjadi super hero-ku, dia terdiam tak begeming dari posisinya. Aku adalah laki-laki biasa yang menyedihkan dan tidak tahu diri serta tidak tahu berterimakasih. Aku adalah laki-laki yang mungkin saja untuk pertama kalinya telah membuat orang ini patah hati.
Aku tahu itu. Aku bisa melihat rasa kecewanya yang besar di balik tatapan dinginnya padaku. Aku bisa melihat sebuah luka di wajah datarnya. Aku tahu itu.
Dia yang aku kenal, akan menarik tanganku untuk tidak pergi berlalu darinya. Dia yang aku kenal, akan menyeretku ke suatu tempat yang dia mau sesukanya. Dia yang aku kenal, akan mengangkat tubuhku di bahunya agar aku bisa mengikutinya. Tapi dia yang sekarang, adalah seorang Galuh yang bahkan mungkin dirinya sendiri tidak dapat mengenalinya. Seorang Galuh yang merasakan terluka untuk pertama kalinya sampai dia tidak bisa bergerak dari tempatnya.
Inilah yang terbaik untuk kami. Tidak saling mengenal di kemudian hari, adalah cara terbaik agar aku dan dia tetap berada di tempat yang seharusnya kami berada.
Maaf, mungkin kata itu yang harusnya keluar dari mulutku untuknya. Andai empat tahun lalu aku tidak membiarkan orang-orang itu membully-ku dan tidak membuat dia menggedor pintu toilet untuk menghentikan mereka, mungkin saja sosoknya tidak akan ada di kepalaku. Andai aku tidak berlari di tengah jalan sampai kehilangan akal sehatku, mungkin saja dia tidak akan bertemu denganku lagi dan melihat diriku yang menyedihkan hingga membuatnya merasa bersalah. Semua salahku, harusnya sejak pertama aku tidak membiarkan dia bertemu dengan seorang seperti aku. Semua salahku.
Tidak jauh dari gudang sekolah, Yuri melihat kedua siswi yang mengerjainya sedang menatapnya penuh kebencian. Yuri berjalan mendekati kedua siswi itu. Kedua siswi itu tersenyum sinis dengan ejekan di ujung bibir mereka yang terangkat.
PLAAK!!
Yuri memberi tamparan keras untuk salah satu dari mereka sebelum kedua siswi itu mengeluarkan suaranya. Siswi yang menerima tamparan keras dari Yuri langsung memegangi pipinya dengan menatap Yuri benci.
"Dasar banci! Beraninya lu sama cewek!" Temannya yang satu lagi berteriak dengan mencoba membalas tamparan Yuri kepada temannya.
Mereka tersentak saat tangan seseorang mencegah tangan perempuan itu yang ingin menampar Yuri. "Galuh, dia tadi nampar Risa!" Kata perempuan yang tangannya masih dicengkram kuat oleh Galuh.
PLAAK!!
Yuri menampar perempuan yang bicara itu dengan kuat tanpa mempedulikan Galuh dan perkataan perempuan itu. "Jangan coba bermain-main dengan saya!" Tegas Yuri kemudian kepada kedua perempuan itu.
"Ada apa ini?!"
Suara seseorang dari belakang mereka dengan tiba-tiba, membuat mereka semua menoleh ke pemilik suara, kecuali Galuh. Galuh masih mencengkram kuat tangan perempuan itu.
Galuh langsung menghempaskan tangan perempuan yang baru saja menerima tamparan dari Yuri. Kemudian Galuh tanpa suara meninggalkan tempat itu dengan dinginnya tanpa menoleh melihat Yuri.
Yuri langsung bergeming mengepalkan jari-jari tangannya yang gemetar. Dia berusaha menahan tubuhnya yang tiba-tiba mulai kehilangan keseimbangannya.
"Ada apa ini?!" Tanya Deva lagi mendekat pada mereka setelah melihat heran Galuh yang langsung pergi berlalu begitu saja karena kedatangannya. "Yuri kamu kok bisa di sini?" Tanya Deva kemudian yang menyadari sosok Yuri.
"Kak Deva, coba lihat!" Salah satu dari perempuan itu menunjukan pipinya yang terkena tamparan Yuri. Yuri hanya diam dan menundukan kepalanya.
"Dia memang bencong! Bisa-bisanya main tangan sama perempuan!" Sentak perempuan yang satunya dengan mengadukan Yuri pada Deva.
Deva menatap lekat Yuri yang hanya diam menundukan kepalanya. "Dia, orang yang kalian sebut bencong ini, nggak akan mampu menyakiti binatang sekalipun dengan tangannya..," Deva menengadah menatap tajam ke dua perempuan itu. "Kalau dia sampai menggunakan tangannya untuk memukul wajah halus kalian, itu pasti karena apa yang kalian lakukan lebih dari binatang." Tegas Deva membuat kedua perempuan itu terdiam.
Yuri menengadahkan kepalanya pada Deva. Yuri sama sekali tidak menyangka dengan apa yang baru saja Deva katakan untuk membela dirinya.
"Yuri, biar Kakak antar pulang." Jelas Deva kemudian dan berjalan terlebih dahulu. Yuri tersenyum haru dan lalu mengikuti Deva dari belakangnya meninggalkan kedua perempuan itu yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi pada mereka.
Setengah berjalan menuju ke tempat parkir, Deva menghentikan langkah kakinya dan membuat Yuri sedikit tersentak dan ikut mengerem langkah kakinya di belakang Deva.
"Jangan jalan di belakang, kalau tiba-tiba ada yang ngarungin kamu dari belakang, Kak Deva nggak akan tahu!" Jelas Deva bercanda dengan memperlihatkan giginya, tersenyum lebar.
Yuri mengulum senyumnya dan kemudian mensejajarkan langkahnya dengan Deva. Deva merangkul leher Yuri membuat Yuri mengerjap-ngerjap canggung dan lalu membawanya menuju motornya yang terparkir.
Dari jauh, Galuh memperhatikan Yuri bersama Deva yang terlihat sangat dekat. Yuri terlihat selalu tersenyum saat bersama Deva, senyum tanpa beban yang belum pernah Galuh lihat saat Yuri bersamanya.
Deva kah orangnya? Laki-laki yang membuat Yuri jatuh hati.
-
-
"Ini tempat kerja kamu?" Deva membantu membukakan helm yang dikenakan Yuri.
Yuri tersenyum setelah Deva berhasil membantunya membukakan helmnya. "Iya Kak.. Maaf nggak bisa nemani Kakak makan malam sekarang." Jelas Yuri dengan nada menyesal. Tadi di tengah perjalanan, Deva mengajak Yuri untuk dinner di tempat mereka waktu itu. Tapi, Yuri menolak halus tawaran Deva karena dia harus bekerja.
Deva tersenyum kecil. "Nggak apa-apa, tapi apa kamu nggak terlalu terlambat untuk masuk kerja jam segini?" Deva melihat jam tangannya kemudian melirik ke dalam cafe.
Yuri menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak Kak. Lebih baik terlambat dari pada nggak datang." Jelas Yuri tersenyum membuat Deva mangut-mangut.
"Kamu pucat, apa kamu sakit?" Deva mengernyitkan keningnya menyadari wajah putih Yuri yang terlihat semakin putih pucat.
Yuri menggelang cepat. "Aku nggak sakit kok, Kak. Ya udah, aku masuk dulu ya Kak.." Pamit Yuri kemudian tidak ingin membuat Deva mengkhawatirkannya dan menyita waktu lebih lama lagi.
Deva mengangguk dan tersenyum kecil. "Minggu nanti Kakak jemput di panti Ya!" Tegas Deva saat Yuri sudah berbalik dan berjalan beberapa langkah menjauh darinya.
Yuri berbalik melihat Deva. Dia tersenyum kecil dengan mengangguk sekali dan kemudian Yuri berbalik lagi melanjutkan langkahnya dengan cepat masuk ke dalam cafe.
Di dalam cafe, Danu yang melihat kedatangan Yuri langsung menyuruhnya bergegas mengganti pakaiannya dengan seragam pegawai cafe. Yuri bertanya, apakah dia perlu untuk menghadap manager atau tidak. Tapi Danu mengatakan, kalau Virgo sudah memberi keterangan untuk meminta pengertian Manager untuk Yuri. Yuri tersenyum lega.
Yuri fokus dengan pekerjaannya, mengantarkan pesanan makanan ke meja-meja tamu sampai dia menyadari kalau dia belum melihat sosok Virgo dari semenjak dia datang.
"Mas Danu, kok saya belum melihat Kak Virgo yah dari tadi?" Tanya Yuri pada Danu tidak bisa menahan rasa ingin tahunya lagi.
"Dia ada di dapur, nyuci piring karena ibu yang biasa nyuci piringnya sakit jadi Virgo yang gantiin." Danu meletakan piring-piring berisi pesanan tamu ke nampan yang dipegang Yuri, menatanya dengan rapih agar Yuri mudah membawanya. "Harusnya kamu yang nyuci piring, tapi karena kamu tadi nggak ada, dan untuk meredakan amarah manager, Virgo nawarin dirinya untuk gantiin kamu." Jelas Danu kemudian membuat Yuri membelalak. "Udah sana cepat antar ke meja 019.., gak usah merasa bersalah sama Virgo. Kita semua di sini keluarga." Danu tersenyum kecil dan menepuk bahu Yuri sekali karena melihat Yuri merasa bersalah.
Yuri mengantarkan pesanan ke meja 019 yang ditempati tiga orang perempuan dengan gaya modis yang terlihat masih remaja dari kalangan kelas atas. Itu semua terlihat jelas dari pakaian dan I-phone yang tak lepas dari tangan mereka. Salah satu dari mereka bertiga, memperhatikan Yuri yang menata pesanan mereka di atas meja.
"Kamu yang di pesta itu kan?" Ucapnya setelah yakin dengan ingatannya. Yuri mengerjap melihatnya. "Aku Vanessa, aku bersama Galuh waktu itu." Gadis itu menjulurkan tangannya dengan tersenyum pada Yuri.
Yuri mengerjap lagi dan lalu menjabat tangan Vanessa. "Yuri.." Balas Yuri juga tersenyum kecil.
Gadis itu masih tersenyum melepas jabatan tangannya. "Apa kamu temannya Galuh?"
"Bukan..," Jawab Yuri cepat. "Maaf, saya harus tinggal dulu. Selamat menikmati makan malamnya." Yuri tersenyum ramah dan langsung meninggalkan meja itu.
"Siapa dia?" Tanya teman Vanessa penasaran. Vanessa hanya menaikan ujung bibirnya, tersenyum kecil dengan mengangkat bahunya.
Gadis itu bersama Galuh di pesta waktu itu? Mungkinkah gadis itu adalah tunangan Galuh yang pernah diceritakannya?
Vanessa, namanya secantik dan seanggun orangnya. Vanessa bukan hanya gadis cantik anak orang kaya, tapi dia juga terlihat pintar dan bersahabat.
Vanessa, kalau benar dia adalah tunangan Galuh, Galuh sudah mendapatkan pasangan yang tepat untuknya. Seorang puteri dan pangeran yang terlihat serasi dan pantas di tempat yang seharusnya.
-
-
"Mas Galuh.., ditunggu Tuan di ruang kerjanya." Salah satu asisten di rumah Galuh memberi tahu Galuh saat Galuh sudah keluar dari kolam renangnya.
Yah, sepulang sekolah tadi Galuh langsung pulang ke rumah dan berenang. Galuh selalu menghabiskan waktu di kolam renang saat kepalanya dipenuhi banyak pikiran.
"Apa Mama juga ada?" Tanya Galuh sambil mengenakan kimono handuk berwarna putih untuk menutupi tubuhnya.
"Nyonya masih di Singapure, Mas.." Jelas asistennya pelan memberitahu.
Galuh tidak bertanya lagi, dia mengusap wajahnya dengan handuk kecil lalu melempar handuk kecilnya ke sembarang tempat. Galuh langsung menuju kamarnya untuk membilas tubuhnya dan mengenakan pakaiannya sebelum menemui Papanya.
-
-
Sudah tujuh menit Galuh berdiri di depan meja kerja Papanya. Papanya masih sibuk memeriksa laporan berkas-berkas di atas mejanya seolah belum menyadari keberadaan Galuh yang berdiri di depannya.
Galuh juga tidak berniat untuk memulai berbicara pada Papanya. Dan membiarkan Papanya seperti itu sampai Papanya duluan yang mengeluarkan suara.
"Kamu gak ke kantor hari ini." Ucap Papanya datar dengan masih fokus pada berkas-berkasnya.
"Lagi malas." Balas Galuh dengan nada yang sama datarnya.
Papanya meletakan berkas di tangannya, kemudian ia melepas kaca matanya dan diletakan di atas meja kerjanya. "Papa dengar kamu bermain-main dengan anak dari panti asuhan."
"Apa Papa masih punya waktu untuk mengurusi aku?" Galuh menekan nada suaranya dengan menaikan kedua alisnya.
"Jaga bicara kamu!" Sentak Papanya. "Berhenti bermain-main dengan anak seperi itu! Kalau kamu gak bisa mengurus diri kamu sendiri, gimana kamu bisa mengurus perusahaan!" Lanjut Papanya kemudian dengan nada tegas.
Galuh tersenyum sinis menaikan ujung bibirnya. "Apa Papa mulai ragu menjadikan aku satu-satunya pewaris?" Papa Galuh memincingkan matanya mendengar ucapan Galuh. "Oh iya, gimana kabar anak haram Papa?"
"JAGA KATA-KATA KAMU!!" Papa Galuh berteriak dan berdiri tegas dari kursinya memperingati Galuh dengan tajam.
Galuh terkekeh kecil. "Apa ada yang salah? Apa ada kata-kata aku yang salah?" Galuh menaikan sebelah alisnya membuat kedua tangan Papanya mengepal keras, geram menahan emosinya melihat sikap Galuh. "Oh, atau jangan-jangan Papa sudah menikah siri dengan penyanyi perempuan itu dan menge-sahkan anak haram Papa? Semua media cetak, online dan televisi sedang mengejar untuk mencari tahu siapa ayah dari anak haramnya? Apa aku perlu membuat pengakuan di media-media itu untuk mengakui bahwa Papaku! Pejabat dan Pengusaha terkenal di negri ini yang berasal dari keluarga Mahendra.., ADALAH AYAH ANAK HARAM ITU!!"
Tidak kuasa menahan emosinya lagi, dengan wajah yang merah karena emosi yang memuncak, Papa Galuh melempar sesuatu benda yang keras yang terletak di meja kerjanya tepat mengenai kening Galuh.
"JAGA SIKAP KAMU PADA ORANG TUAMU! APA MAMA KAMU YANG MENGAJARKAN KAMU JADI ANAK YANG DURHAKA!"
Galuh menaikan ujung bibirnya sambil mengusap darah yang menetes dari dahinya. "Aku belajar dari Papa..," Galuh tersenyum menantang dengan menatap tajam Papanya yang masih terlihat sangat emosi. Kemudian Galuh keluar dari ruangan kerja Papanya dan menutup pintunya dengan dibanting keras.
Papa Galuh melempar pintu yang baru ditutup Galuh dengan gelas dan berteriak pada Galuh yang masih bisa mendengar teriakan Papanya.
Galuh mengambil kunci mobilnya, dengan emosi yang menjalar pada dirinya. Galuh langsung menuju garasi rumahnya, masuk ke dalam mobilnya dan menghidupkan mesin mobilnya. Kemudian dengan decitan mobilnya, dia meninggalkan rumah besar yang terlihat mewah dari luar, namun terasa bagaikan seperti di dalam neraka bila memasukinya.
Galuh membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, tidak mempedulikan darah di dahinya yang terus menetes di wajahnya. Bahkan saat ini Galuh tidak akan takut akan kematian, dia bisa saja menabrakan mobilnya ke pembatas jalan atau ke mobil besar yang akan bisa melindasnya.
Bayangan Yuri kemudian muncul, duduk di sampingnya di dalam mobil. Tangan bayangan Yuri menyentuh tangan Galuh yang berada di setir mobil.
Galuh menoleh melihat bayangan Yuri di sampingnya yang memberikannya senyuman manis untuknya. Perlahan Galuh menuruni kecepatan mobilnya. Galuh berhenti di sisi jalan yang gelap masih dengan bayangan Yuri yang menggenggam tangannya untuk menenangkan Galuh.
Galuh melihat amplop berisi uang dan ponsel milik Yuri di mobilnya. Galuh menghela nafasnya, melepaskan tangannya dari tangan bayangan Yuri.
Dengan mata yang berkaca-kaca, Galuh menatap bayangan Yuri. "Pergilah.., bersamaku, kamu hanya akan merasakan lebih banyak rasa sakit. Teruslah tersenyum seperti saat kamu bersama dia tadi."
Bayangan Yuri hanya membalas Galuh dengan senyuman, kemudian bayangan Yuri menyandarkan kepalanya di bahu Galuh dan tangannya kembali diletakan di atas tangan Galuh, menyentuhnya.
Galuh menahan air matanya agar tidak terjatuh dari matanya. Dia mengusap lagi darahnya yang masih menetes dari keningnya dengan tisue yang tersedia di mobilnya. Kemudian Galuh menyandarkan kepalanya di kepala Yuri yang masih bersandar di bahunya. Tangannya kemudian menggenggam tangan bayangan Yuri yang memegang tangannya.
Apa yang bisa Galuh lakukan sekarang? Ternyata tanpa semua orang ketahui, dialah orang yang terlihat sempurna, namun dia tidak kalah menyedihkannya dengan seseorang yang bayangannya kini bersandar padanya dan menjadi sandarannya.
Terimakasih untuk yang sudah setia kasih komentarnya.
Gimana liburannya?
Sehat dan bahagia selalu yah..
Mohon maaf lahir dan bathin untuk semuanya.
Salam,
Kecup
ahahaha...
tp tetep lanjut kak
@alvin21 aku kayaknya akan membuat satu part lagi untuk ending i'm fall in love. Kayaknya cerita aku kurang berkesan sehingga mudah dilupakan, jadi aku akan buat ending di cerita satunya dan fokus ke cerita ini biar updatenya bisa lebih cepat.