It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@AndikaRiskiSya2 (y)
@akina_kenji Iya, kakak mau d culik jg?
@JimaeVian_Fujo Sebenarnya mau sad ending, tpi demi kmu ntar happy ending deh.
@amostalee Nggak selama aku menunggu kmu kok. Wkwk
@wisnuvernan2 Siiip itumah
Mohon bersabar kelanjutannya y.
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
@JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
@PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
@jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
@new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
@delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
@diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
@ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
@Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
@sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
@Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
@rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
@Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
@shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
@abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
@kaha @blasteran @BN @dian_des
@Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
@asik_asikJos @opatampan @The_jack19
@ori455 @lukisan_puisi @usernameku
@dadanello @boncengek3 @earthymooned
@gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
@OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
@satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
@Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto @renataF @liezfujoshi @Niel_Tenjouin @Prince_harry90 @raden_sujay @bagas03 @Joewachecho @Obipopobo @M_Rifki_S @febyrere @Viumarvines @adrian69 @vane @kangbajay @AndikaRiskiSya2 @DafiAditya @Nino6 @wisnuvernan2 @Riyand
Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 39
Gue mengerjap-ngerjapkan mata, seraya mengumpulkan ingatan gue di dalam ruangan yang minim penerangan ini. Pupil mata gue pasti membesar dikarenakan sedikitnya cahaya di dalam ruangan saat ini. Terakhir, gue sedang berada di dalam kelas Askar sebelum sebuah tangan menyumpal mulut gue sehingga gue tidak sadarkan diri.
Astaga! Gue diculik.
Gue mencoba bergerak, meraba-raba mencari tahu dari keempat indra gue yang masih berfungsi maksimal. Insting gue berpendapat, kalau sekarang gue berada diatas kasur yang empuk dengan warna yang mungkin cerah, ada selimut yang lembut dan pasti ini diatas spring bed.
Gue lalu merangkak seraya meraba-raba dengan mata gue yang masih beradaptasi dengan lingkungan minim penerangan. Gue merasakan kehadiran seseorang disudut ruangan yang gue yakin dia adalah penculiknya. Seorang penculik paling berani di seantero Indonesia, yang menculik seorang brondong SMA di sekolahnya disaat masih banyak siswa di lapangan. Gila bagaimana dia bisa lolos dari kejaran siswa disaat selebriti sekolah mereka lagi diculik oleh orang yang nggak dikenal.
Dia menyadari pergerakan gue yang udah gue pelankan sepelan ular, sehingga dia terdengar beranjak dari kursi atau sofa (?) -entahlah-, mendekati gue -yang sudah ada ditepi ranjang- dengan langkah pasti, lalu dengan sigap menangkap pergelangan tangan kanan gue sehingga gue berontak sekuat tenaga walau dengan hasil sia-sia.
Sipenculik lalu dengan cepat membanting gue, sehingga tubuh gue tertelentang terhempas ke kasur. Saking kuatnya dia memegang, pergelangan tangan gue sangat sakit dan pasti ada memar akibat tangannya di pergelangan tangan gue.
Nafasnya memburu laksana seorang pemburu yang hendak menerkam mangsanya, lalu menindih gue yang berusaha berontak. Segala macam umpatan dan nama hewan sudah mengalir deras dari mulut gue. Dia memegangi kedua pergelangan tangan gue seraya menuntun kedua tangan gue menyilang diatas kepala gue, lalu menahan pergelangan tangan gue dengan tangan kirinya. Apa dia adalah Anonymous? Atau seorang maniak yang suka memperkosa korbannya lalu memutilasinya hidup-hidup.
Bulu roma gue berdiri membayangkan itu semua, dan rasa ketakutan semakin menjadi jikalau gue menjadi headline koran penuh sensasi dengan bahasa vulgar yang nggak perlu gue sebut namanya, dengan judul 'Maho Baru Meletek Dientot Maniak Hingga Tewas, lobangnya jadi longgar nggak bisa dipake akhirnya dimutilasi'.
Duh apa kata dunia ntar, bisa heboh pertelevisian Indonesia karena kasus gue. Trus keluar fatwa sama undang-undang dari berbagai lembaga Indonesia karena kasus gue ini. Bisa kacau deh.
Oh Tuhan, tolong hambaMu ini ya Tuhan.
Nafasnya yang penuh nafsu begitu terasa dimuka gue. Gue masih berusaha berontak walau tindihan dan pegangannya sudah berhasil menahan pergerakan gue. Si penculik inipun mulai menciumi gue, dan sekuat tenaga gue mengelak dari ciumannya itu. Gue nggak rela kalau dia mengotori bibir gue dengan bibirnya.
Mungkin karena gue yang selalu berontak, si penculik lalu memegangi rahang gue dengan tangannya yang lain sehingga bibir gue monyong kedepan, lalu dia mulai menyosori bibir gue ganas. Gue masih berusaha mengatupkan bibir gue menolak semua pelecehan yang dia lakukan ke gue. Dia menciumi gue penuh nafsu, bahkan berusaha melesatkan lidahnya kedalam mulut gue.
Gue menendang-nendangkan kaki, sambil mengeluarkan suara khas orang kena culik untuk menghentikan kegilaan penculik gue. Gue berusaha melepaskan kedua tangan gue dari cengkraman si psikopat yang suka menggerayangi korbannya dalam gelap. Bahkan gue juga berusaha mengelinjang-ngelinjangkan badan gue bak cacing kepanasan, menolak semua kegilaan ini.
Dia mencengkram kuat kedua pergelangan tangan gue sampai perih, sambil menahan kaki gue dengan kakinya, dan menindih tubuh gue dengan badannya, sampai gue sesak nafas karena berat tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal, menatap gue (mungkin) penuh amarah.
Gagal dengan cara kasar, si penculik mengubah strategi dengan mengecup bibir gue hangat. Setelah puas, dia lalu mulai menjilati telinga kiri gue beserta bagian belakang telinga yang merupakan titik sensitif gue. Gue tidak bisa untuk tidak mendesah menikmati permainannya itu. Gue bukannya binal, tapi manusia mana yang nggak bakalan mendesah kalau titik sensitifnya dipermainkan kayak gini. Setelah puas dengan telinga gue, si penculik lalu turun mencicipi leher gue. Menjiati dan menghisapnya sesekali seperti anak kecil yang mungkin memberi bekas kemerahan (mungkin). Dia lalu membuka baju pramuka gue dengan paksa, lalu melemparnya entah kemana. Dia lalu juga menarik kaos singlet gue dengan kuat, walau perlawanan gue tidak berarti apa-apa bagi dia. Gue hanya berharap jikalau tuh singlet mahal pemberian mama nggak meler nanti.
Si penculik lalu mulai menjilati dada gue dengan ujung lidahnya sambil memplintir-plintir puting gue. Lalu dengan lembut, si penculik lalu mempermainkan kedua puting gue dengan ujung lidahnya, membuat gue nggak bisa menahan lagi gelora dari perut gue. Terkadang dia menghisap kedua puting gue bergantian, membuat perut gue mengempis dan lenguhan aneh keluar dari mulut gue. Bahkan Adrian junior udah berdenyut-dentut dengan permainannya.
Dia lalu turun ke perut gue, mempermainkannya dengan lidahnya, membuat gue tersiksa lahir batin. Dia mulai mengecupi perut gue, terkadang menjilatinya. Gue ingin dia menuntaskan hasrat adik gue dibawah sana yang telah berdiri mengokang sekarang juga. Tolong..., gue nggak sanggup. Gue bisa merasakan gimana tersiksanya Askar waktu itu disaat gue lagi nyervise dia di hotel penginapan saat study tour beberapa bulan yang lalu dengap permainan liar gue.
Muka Askar sekelebat muncul difikiran gue, menyadarkan perlakuan tidak pantas dari penculik yang mempermaini gue dalam kegelapan. Gue terangsang akibat permainan si penculik. Argh... Gila ini nggak benar. Kar tolong gue kar tolong, tolong gue dari penculik ini. Apa dia nggak tau kalau gue lagi diculik dan hendak diperkosa psikopat yang mencari tumbal 21 keperjakaan pria untuk mendapatkan ilmu. Kemana lo sekarang Kar.
Sadar Ian, sadar.
Gue lalu mengelinjang-gelinjang pura-pura menikmati permainannya, dia nampak bersemangat ingin menyetubuhi gue. Pegangan tangannya di tangan gue pun lepas, hendak membuka ikat pinggang serta celana gue dibawah sana. Disaat dia fokus hendak membuka celana gue, gue berusaha meraba-raba sekeliling gue. Ada sepasang lampu meja di kedua nakas ditepi kasur.
Celana guepun lepas. Dia lalu merangkaki tubuh gue -mungkin hendak menciumi gue-. Nampaknya nafsunya udah diubun-ubun karena tubuh gue. Kesempatan, gue langsung mendorongnya tubuhnya lalu menendang tepat diselangkangannya sehingga dia terjungkal jatuh kebelakang dengan posisi kepala dibawah sambil mengerang kesakitan.
Gue tersenyum penuh kemenangan, lalu dengan sigap langsung menghidupkan lampu meja yang udah gue perhitungkan keberadaannya seraya memegang erat lampu meja yang satunya lagi. Gue lalu menggigiti celana gue menatap waspada kepada sipenculik yang hanya nampak kakinya saja. Gue lalu beringsut sedikit demi sedikit dengan lampu meja ditangan, mencari keberadaan baju gue yang rupanya tergeletak di lantai. Celana di mulut dan nafas yang memburu menuju tepian ranjang bersiap-siap merebut baju dan kabur lewat pintu di seberang sana.
Si penculik pun mulai bangkit dengan erangan kesakitan -yang entah kenapa terdengar familiar-. Dia nampak kesusahan dikarenakan posisi jatuhnya yang dapat mengakibatkan cidera parah. Gue sudah mengambil ancang-ancang untuk menghadiahi mukanya dengan lampu meja sebelum si penculik menampakan wajahnya seraya memegang kepalanya yang mungkin saja benjol akibat terjatuh tadi.
Baju yang gue gigit gugur begitu saja, dengan mulut ternganga saking kagetnya. Gue lalu menepuk-nepuk muka memastikan kalau gue bukan lagi bermimpi atau lagi ngigau atau salah lihat atau apalah namanya.
Askar?!
Askar menculik gue? What the fuck!
Fakta yang membuat junior gue lemas seketika.
Gue berusaha menolongnya sebelum gue ingat apa yang udah dia lakuin ke gue. Menculik gue dan menggerayangi tubuh gue dalam gelap. Apa dia segitu frustasinya dengan tantangan gue kemarin, atau segitu kalutnya dia dengan masalah nyokapnya itu.
Gue kembali mengeratkan pegangan gue ke lampu meja jikalau Askar tiba-tiba berubah psikopat, dan melakukan hal yang lebih absurd lagi.
Dia mengerang kesakitan menatap tajam kearah gue. Gue seperti menatap Askar disaat pertama kali gue ke kelasnya waktu itu. Sianak nakal ketua Yakuza Junior yang sok-sok pongah bermain handphone, duduk diatas meja dengan sombongnya. Tapi, mungkin sekarang malah lebih parah. Ada tambahan rasa kesal, sakit hati dan kesedihan, mix jadi satu saat ini nampak dari sorot bayang matanya.
Gue menatapnya nanar dengan lampu meja di tangan gue. Sayup-sayup dari penerangan lampu meja, dia lalu berjalan mendekati gue yang udah berdiri di tepi ranjang.
"Jangan mendekat Kar!" teriak gue memperingatinya yang masih tetap mendatangi gue dengan muka yang mengerikan. "Atau lo gue pukul." tandas gue.
Askar lalu menangkal tangan gue yang siap menghajarnya dengan lampu, lalu meraih lampu tersebut dan melemparkannya kebelakang sehingga menghasilkan bunyi pecah membuat gue kaget sepertiga mati. Sedangkan tubuh semi telanjang gue, langsung dia banting ke ranjang lalu menindihnya dengan penuh nafsu.
Dia lalu memejamkan mata sambil melumat bibir gue. Dia juga menghisap-hisap bibir gue, seraya berusaha melesatkan lidahnya kedalam mulut gue. Gue berusaha untuk menyeimbanginya dengan membalas lumatannya, walau ada rasa was-was takut jikalau dia benar-benar psikopat. Dan tetes-tetes air mengenai pelupuk mata gue, sehingga otomatis membuat gue membuka mata. Askar masih memejamkan matanya walaupun air matanya jatuh bertetesan mengenai muka gue. Perasaan ketakutan tadipun hilang berganti dengan penasaran yang membuncah, ada apa dengannya. Gue menyentuh pipinya, mengusap air matanya sehingga dia menghentikan ciumannya.
"Kar?"
Dia menatap gue dengan mata elangnya yang memancarkan kesedihan. Diapun bangkit lalu duduk bersila memunggungi gue laksana seorang pejantan tangguh yang gagal dalam perang.
"Maaf, hati lo bukan milik gue lagi." ujarnya yang sontak bikin gue terkejut. Gue langsung duduk, menatap punggungnya yang kokoh.
Hati gue bukan miliknya? Maksudnya? Kesambet apa nih anak tadi sampe nyulik gue segala trus mau memperkosa gue trus bilang kata-kata absurd yang nggak masuk akal seperti ini.
"Maksudnya Kar? Hati gue hanya untuk lo dan selalu menjadi milik lo Kar."
Dia menoleh kebelakang, menatap gue sambil menahan amarah. Apa yang telah terjadi sampai Askar jadi kayak gini.
Gue mendekatinya hendak mengelus pipi dan rahangnya yang telah mengeras. "Ada apa Kar?"
Dia menepiskan tangan gue sambil menatap gue penuh emosi. "Jangan sok-sok perhatian ke gue. Gue tahu kalau lo menyukai si Tia kan, lalu menjauhi gue dengan alasan kalau lo diantar bokap lo atau dijemput Aldi." ujarnya setengah berteriak.
Mata gue mungkin terbelalak saat ini, mencerna kata-katanya tadi. Guepun lalu tertawa sambil memegangi perut gue saking lucunya. Tak lupa gue menepuk-nepuk kasur mentertawakan perkataannya anehnya tadi.
"Astaga Kar, lo dapat darimana tuh informasi Kar? Duh Tuhan, betapa teganya Askar menuduh gue yang bukan-bukan."
"Gue dengar sendiri dari mulutnya si Dwi saat lo dapat bunga pas siap kultum, kalau lo suka sama Tia."
Gue lalu mendekat kearah Askar gue yang udah kayak bocah dengan muka bingungnya yang khas. Gue lalu menggenggam tangannya serta menatap matanya penuh keyakinan, walau gue masih geli dengan tuduhannya tadi.
"Jadi lo nyulik gue, karena ini?"
Dia mengangguk. Astaga gue gemes banget sama Askar sekarang. Ingin sekali gue mencubiti bocah besar gue yang bersegam pramuka ini, atas kelakuannya yang kekanak-kanakan.
"Gue takut kalau dikelas lo bisa mengelak dan kabur. Tapi kalau lo gue culik, minimal lo nggak bisa ngapa-ngapain dan gue minimal bisa nyiksa lo atas penghianatan yang udah lo lakuin."
Gue bergidik ngeri mendengar perkataannya yang polos itu. Gue nggak bisa bayangin, siksaan apa yang bakalan gue dapat jikalau gue berani menghianati Askar. Atau jangan-jangan dia bakalan nyiksa gue dengan memperkosa gue beberapa ronde sampai gue minta nambah. Eh...?!
Gue tersenyum ketika memikirkan kelakuan Askar yang absurd banget. Dasar ketua mafia, cuman tahu yang beginian kalau udah ngebuntu. Nyulik lalu nyiksa orang.
"Oke." gue memulai kata sambil menatap lekat-lekat wajahnya yang tampan. "Jujur gue nggak ada rasa sama si Tia. Hati gue sepenuhnya milik lo, dan selamanya akan menjadi milik lo. Gue jamin itu sayang." ujar gue sehingga membuat Askar gue tersenyum malu penuh kemenangan.
"Bay the way lo dengar Dwi ngomong itu dimana? Lo nanyain ke dia atau gimana?" cerocos gue lagi.
"Gue ngupingin pembicaraan kalian dibalik jendela, karena penasaran kenapa lo kayaknya menghindar dari gue beberapa hari ini."
"Sampai dimana lo nguping?"
"Sampai lo dapat bunga." jawabnya tampa dosa. "Trus gue akhirnya pergi dari kelas lo. Lalu gue semakin panas sebab pas lo telfon tadi pagi, gue mendengar kalo lo dapat bunga lagi, dan sebelum ke kelas gue, lo ngantarin perek itu kedepan gerbang sekolah. Makanya tekad gue bulat buat nyulik lo, nanyain semua kebenarannya, sebelum gue melancarkan serangan balasan."
Gue menepuk jidat gue. Kesalah pahaman sudah membuat semua jadi kacau.
"Kar, kar. Semua itu kesalah fahaman Kar. Gue nggak ada rasa sama Tia, lo harus tahu itu. Lo kenal Ridho anak IPS 3 kan? Nah tuh anak yang mulai menjodoh-jodohin gue sama si Tia. Dia nyangka kalau kita berdua itu lagi cinlok karena sesama satu organisasi. Trus, si Dwi yang hiperbola itu juga membahasnya sampai ke kelas. Trus soal bunga, gue nggak tahu siapa yang ngirimin Kar. Gue kira itu lo. Kebetulan aja saat kita lagi ngebahas si Tia, tuh bunga udah ada aja di laci gue." cerocos gue.
Dia menatap gue penuh keraguan mengkonfirmasi itu semua.
Gue meletakan kening gue ke keningnya sambil tetap terus menatapnya matanya yang tampak ragu-ragu. "Percaya sama gue Kar, hati Adrian Aditya hanya buat Askar Bastian Putra." ujar gue sehingga Askar tersenyum puas mendengar kata-kata gue.
Diapun mendaratkan kecupan hangat ke bibir gue, lalu merebahkan tubuh gue ke ranjang, lalu menindih tubuh gue seraya menyerang gue dengan bibirnya yang penuh gairah.
"Eh tunggu." ujarnya seraya mengangkat badan gue lalu menyandarkan badan gue ke kepala ranjang. "Kenapa lo ngejauhi gue beberapa hari ini?"
Gue melempar pandangan kearah selimut yang gue remas. Ada rasa was-was yang muncul di hati gue sekarang. Gue menatap wajahnya sebelum perkataan Aldi tadi pagi terngiang-ngiang di fikiran gue.
"Kenapa?" desaknya tidak sabaran.
"Tas gue mana?" tanya gue sambil mengedarkan pandangan kesekeliling mencari tas gue yang ntah dimana batang talinya.(?)
Askarpun bangkit dari tubuh gue, lalu berjalan menuju sebuah pintu -yang mungkin itu pintu kamar mandi-, mengambil sesuatu di dalamnya lalu berjalan kembali keranjang meneteng tas gue, tak lupa menghidupkan lampu utama lalu menyerahkannya ke gue.
"Nih!" ujarnya menyerahkan tas gue. "Gue umpetin di kamar mandi kalau lo ntar kabur."
Gue tersenyum, dengan kecerdikannya dalam menyembunyikan tas gue di tempat yang tidak disangka-sangka. Dengan menyembunyikan tas gue, gue nggak bisa kabur begitu aja. Huft pinter banget nih anak.
Guepun membuka tas gue, mengobok-obok isinya mencari smartphone gue. Setelah menemukannya, gue lalu membuka aplikasi Line dan menyerahkan handphone gue itu ke Askar. Askar menerima handphone gue dengan kebingungan sambil menatap gue meminta penjelasan. "Baca aja." ujar gue.
Askarpun mulai membacanya chat gue dengan anonymous dengan khusu. Ekspresinya berubah sangat marah, lalu menyerahkan smartphone itu ke gue kembali.
Sambil meremas rambut dia bertanya ke gue, "Siapa dia?"
Gue mengangkat kedua bahu gue tanda tidak tahu.
"Jadi karena ini lo menjahui gue?"
"Ya, seperti ancamannya, gue nggak kepengen kalau bonyok gue jantungan gara-gara liat foto itu." jawab gue sambil menekurkan kepala.
Askar lalu meninju kasur dengan mata menerawang entah kemana. "Kenapa lo nggak bilang ke gue langsung?"
Gue menekurkan kepala, sangat sulit gue menjelaskan kepada orang yang lagi emosinya yang nggak stabil kayak gini. Takut dia tambah marah dan malah ngamuk-ngamuk nggak jelas.
"Mmm..., sebenarnya bukan hanya lo, Aldi dan Dwi juga," ujar gue memulai jawaban yang sontak membuatnya menatap gue terkejut, "Gue nggak ingin kalau lo dan sahabat gue terancam bahaya dan terseret-seret kasus ini.
Tapi setelah mereka mengetahui semua, mereka malah menyuruh gue untuk bilang keelo. Karena mereka yakin lo bisa bantu gue."
Dia kembali melempar pandangan ke dinding putih ruangan sambil berfikir keras. Mungkin dia juga menenangkan dirinya yang syok dengan teror yang dialamatkan seseorang ke gue. Gue juga mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ada beberapa furnitur yang membuat gue semakin penasaran dimana gue sekarang.
"Sekarang Aldi dan Dwi lagi nyelidikin semua." gue buka suara. Askar menoleh ke gue. "Kalau lo mau nolong, lo bisa tanya ke mereka, mereka akan kasih tahu kok. Nggak usah difikirin banget." gue lalu menepuk pundaknya. "Yang jelas, ada sesuatu yang ingin gue tanyakan ke elo," gue menarik nafas.
Dia menatap gue, emosinya masih menggelora. "Tanya apa?"
"Gimana lo nyulik gue disaat sekolah lagi rame-ramenya?"
Dia tersenyum. "Apa sih yang nggak bisa gue lakuin." jawabnya sombong.
Gue makin gemas aja. "Gimana?" tanya gue sedikit membentak.
"Oke, oke. Gue ngasih lo sedikit obat bius lalu menyumpalkannya ke mulut lo. Setelah lo nggak sadar, gue lalu menggotong lo ke mobil yang udah gue siapkan. Lo lihat mobil merah yang terparkir di depan gerbang?" gue menggeleng membuatnya menepuk jidat. "Ya... Dengan mobil itu lo gue culik"
"Motor lo?"
"Ntar ada supir yang bakalan jemput."
Gue ngangguk-ngangguk.
"Trus gimana lo bawa gue ke mobil?"
"Itu mudah, gue gotong aja lo. Semua anak sekolahan tau kalau seseorang yang berurusan dengan gue, pasti telah punya masalah besar dengan Yakuza Junior." dia tertawa. "So nggak ada yang nolongin lo karena mereka takut sama gue dan mereks tahu kesalahan lo. Kan lo gue yang paling vokal ngebubarin geng gue dulu.
Gue kembali ngangguk-ngangguk sambil memainkan ujung tepi selimut.
"Ada pertanyaan lain?"
Gue menarik nafas menanyakan pertanyaan terbesar, sebelum menatap mata elangnya. Gue meneguk ludah, berhati-hati agar Askar bin Fulan tidak tersinggung.
"Lo bakalan pindah ke Surabaya kan?"
Askar nampak sangat terkejut dengan nafas tertahan.
--- tbc