It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3 @JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo @PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova @jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro @new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18 @delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia @diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku @ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan @Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie @sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday @Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran @rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto @Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream @shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji @abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar @kaha @blasteran @BN @dian_des @Pyromaniac_pcy @melkikusuma1 @asik_asikJos @jj.yuan @opatampan @The_jack19 @ori455 @lukisan_puisi @usernameku @dadanello @boncengek3 @earthymooned @gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama @OkiMansoor @Ninia @ananda1
Bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 25
"Wow! Melelahkan banget." Ujar Sandy seraya merentangkan tangannya melonggarkan kontol eh otot-ototnya yang tegang.
Gue tersenyum lega. Gimana nggak gembira coba, kita dari panitia inti acara perpisahan telah berhasil merumuskan konsep yang akan kita bikin di acara perpisahan yang tak sampai 3 minggu lagi bersama ketua angkatan dan perwakilan kelas XII tahun ini. Dan mereka mensetujui apa kosep-konsep yang telah panitia rancang sebelumnya. Semuanya berjalan mulus tanpa pertentangan sehingga nggak memakan waktu yang lama.
"Ini bakalan membuat lo segar lagi bro..., ceweknya sexy ..." ujar Ridho mengeluarkan handphone dari sakunya dan menggoyang-goyangkannya di depan muka Sandy. "Gang bang and cum shot, baby."
"Idiih pasti bokep dah tu." Celetuk Vivi dengan memasang tampang sok jijik. "Yaiks ... kalian berdua kapan tobatnya sih. Selalu bokep mulu nih." Tambah Caca menunjuki Ridho dan Sandy bergantian.
"Kalian berdua sok muna, pasti kalian di rumah sering nonton bokep kan? Apalagi yang bergenre gay tuh, cowoknya banyak yang menggairahkan dengan badan yang sispek. Iya kan?" Celetuk Ridho. "Lagian siRian aja nonton bokep, kenapa kami nggak boleh?" Tambahnya cuek. Kampret si Ridho, mau jatuhin martabat gue didepan dua orang cewek ini apa? Dan lihatlah tampang kedua cewek alay ini melotot memandangi gue meminta penjelasan.
"Nggak...!!" Gue mengangkat kedua tangan gue. "Gue nggak pernah nonton gituan kok." Bantah gue lagi.
"Boong lo." Celetuk Sandy sambil tertawa cekikikan. "Kemarin aja gue liat bokep di flashdisck lo. Gay lagi. Apaan itu coba?" Dan sontak Ridho dan Sandy ketawa ngakak.
Gue menggeram sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Terserah lo berdua mau fitnah gue kayak apaan. Dan teserah lo berdua ..." sambil menatap Caca dan Vivi bergantian "... percaya ato nggak."
"Hayati pasrah uda..." celetuk Ridho sambil menyeka matanya yang berair.
"Lo kan nggak suka yang begituan kan?" Ekspresi jijik Caca sambil nuntuk handphone yang dipegang Ridho.
Gue mengangguk.
"Ah lupain si bangsat berdua itu Rian." Ucap Vivi sambil menggeser duduknya ke dekat gue. Dia memajukan dadanya menekan lengan gue. "Askar, tolongin kita berdua dong. Dekatin sama Aldi dong." Rengeknya ke gue dengan nada manja. Kayak perek horni yang pengen di 'goyang'.
"Iya Rian, tolongin kita berdua ya..." tambah si Caca yang juga mendekat ke gue. Gila jakun gue naik turun menahan gugup.
"Gue usahain deh..." ujar gue bangkit dan mengambil posisi di dekat Ridho berusaha menghindari duo cewek sarap itu. Gue yakin nggak bakalan deh dua cewek alay itu mau dekat-dekat ama Ridho yang punya otak mesum, karna kalau mendekat ke Ridho, bisa digoyang di tempat deh duo cewek itu ntar.
"Eh ngomong-ngomong Rian, bagaimana lo sama Tia, huh?" Sandy mencoleki gue. "Gue yakin seyakin yakinnya tuh cewek suka ama elo."
Gue memandang Sandy yang melontar pertanyaan yang nggak pengen gue jawab itu. "Ngg..., gue nggak ada kefikiran buat pacaran dulu deh." Jawab gue bohong. Nggak mungkinkan kalo gue jawab kalo gue sekarang nggak suka cewek dan lagi dekat dengan ketua Geng Yakuza Junior.
"Ah... masa lo udah kelas XI gini nggak kefikiran buat pacaran sih?" Celetuk Ridho. "Tia itu perempuan sempurna coy! Alim, rajin, pinter, cantik, sopan dan terpenting dia nggak cabe-cabean." Ujarnya menekan kata cabe-cabean sambil melirik si duo alay yang sibuk dengan handphone mereka masing-masing. "Gue rela deh ngelakuin apa saja untuk dapatin si Tia."
"Ada apa nyebut-nyebut nama Tia?" Terdengar suara Tia dibelakang kami bertiga yang sedang membawa beberapa perlengkapan OSIS. "Kalian nggak lagi nggosipin Tia kan?" Kita bertiga gugup bukan main karena tertangkap basah lagi ngegosipin Tia si kembang sekolah.
"Nggak...!" Bantah gue dan merebut perlengkapan OSIS itu dari tangannya. "Biar gue bantu. Mau dibawa kemana?" Ujar gue mengalihkan perhatian. Si Ridho sama si Sandy cuma cengengesan nggak jelas.
Tia menundukan wajahnya, "Oh itu, mau dibawa ke ruang perlengkapan." Tia menjawab sambik tersenyum. Apa benar kalau Tia suka sama gue. Hey...
"Mana kunci ruangannya, biar gue yang bawa kesana. Kalian tunggu aja disini." Perintah gue ke anggota (panpel perpisahan) gue. "Tia kunci ruangannya?" Tanya gue sambil mengulurkan tangan.
"Eh ini..." Tiapun menyerahkan kunci ke gue. "Mau Tia temenin?" Tanya Tia. "Nggak usah, Tia disini aja ya." Jawab gue dan guepun cabut ke ruang perlengkapan menghindari diri dari Tia. Gue nggak mau dia terlampau terbawa perasaan ke gue sehingga dia ada harapan lagi sama gue. Gue nggak mau menyakitin hati cewek sepolos Tia. Setelah memasukan perlengkapan, mengunci pintu dan menitipkannya ke Kang Ujang -penjaga sekolah yang kece badai-, gue dengan tergesa-gesa menuju halte di depan gerbang sekolah.
Seperti biasanya mereka sudah menunggu di halte depan sekolah. Nampak Tia yang melambai-lambaikan tangannya ke gue. Dengan memasang senyum paling manis se Indonesia gue berjalan menghampiri mereka yang sibuk berdebat. Nampak Askar sudah duduk ganteng diatas Kawasaki Ninjanya yang membuat jantung gue berdegup kencang.
"Rian... setelah ini kamu sibuk nggak?" Tanya Tia setelah gue mengambil posisi duduk di samping kiri Ridho. Jaga-jaga kalau duo fans Aldi merayu gue lagi.
"Ngg... aku udah ada janji sama seseorang." Gue melirik Askar sebentar dan membali menatap Tia kembali, "Kenapa?".
"Nggak kenapa-kenapa kok." Jawab Tia sambil menekur tanpa memandangi gue seperti sebelumnya. Dia nampak kecewa. Sebegitukah? Apa seperti yang Ridho bilang kalau memang Tia suka sama gue? Sedangkan Ridho sibuk klasak klusuk menyikuti gue berkali-kali memberi kode supaya gue menjawab tidak sibuk.
Gue melirik Askar lagi, dan sialnya si Askar kampret cuman memandang gue intens dengan wajah poker face-nya yang bikin gue kesal, karena gue harus bijaksana ambil keputusan sendiri. "Ngg..., maaf Tia. Aku udah janji sama seseorang itu dari kemarin. Aku nggak mungkin membatalin janji tersebut." Gue melirik Askar sebentar dan kembali menatap Tia, "Janji tetaplah janji dan janji harus ditepati kan? Mungkin lain waktu. Aku ada untukmu kok." Beuh kata-kata laksana angin surga.
Tia menarik nafas dan tersenyum, senyumnya sangat manis. Pantesan mantan KetOs dulu sampai ngebet menembak Tia di lapangan untuk jadi pacarnya. "Iya, nggak apa-apa kok Rian. Janji adalah hutang. Dan janji haruslah di tepati. Jarang ada laki-laki yang mau menepatin janjinya seperti kamu ini" Ujar Tia sambil merunduk. Mukanya memerah. Astaga... dia emang suka dengan gue. "Mungkin lain kali ya..." tandasnya.
Gue mengangguk dan memberi kode ke Askar. Dia mulai memakai helmnya dan menyerahkan helm ke gue. Yaiks warnanya norak lagi, punya Kayla lagi kah. Gue mendengus kesal kearahnya. "Gue duluan dulu semua." Ujar gue seraya naik keatas motornya Askar. Askarpun menstarter motornya, mengancungkan jempol dan berlalu meninggalkan para panitia perpisahan.
Gue bisa melihat mulut Ridho dan Sandy melongo melihat kita berdua, dan gue nggak tau apa yang mereka fikirkan sekarang.
---
"Cewek tadi siapa?" Suara Askar membuyarkan semua lamunan gue tentang kejadian tadi.
Gue memandang muka Askar dari kaca spion "Cewek yang mana?".
"Itu, cewek yang tadi melambai-lambaikan tangan ke lo di halte."
"Ooh ...," gue mengusap-usap dagu gue. "Namanya Tia, anak IPS 1. Kenapa?".
"Nggak ada."
"Hmmm..." gue memandang muka Askar intens. "Tia itu pengurus OSIS dan juga panpel acara perpisahan nanti."
"Ooh..."
"Oh ya ..., katanya tuh cewek suka ama gue loh." Gue kembali mengelus-elus dagu gue sambil melirik kaca spion. Dan air muka Askar berubah dari yang sebelumnya sehingga membuat gue tidak bisa menahan tawa.
"So, lo suka sama dia?" Tanyanya hati-hati.
"Hmm..., gimana ya?" Senyum jahil gue mengembang. "Menurut lo, gue suka sama dia ato nggak?"
"Nggak tau." Jawabnya ketus.
"Lo nggak cemburu kan?"
"Nggak, gue nggak cemburu kok."
"Serius?"
"Serius."
"Alaa nggak yakin gue, ngaku aja lo, lo cemburu kan? Jujur sama gue." Gue menyenggol punggungnya dengan dada gue. "Ketahuan banget dari sikap lo itu. Mudah ketebak."
"Iya gue cemburu! Gue cemburu lo dekat-dekat sama dia. Puas lo." Teriaknya keras-keras sehingga beberapa pengendara di samping kita melihat kearah kita.
Senyum gue semakin mengembang, hidung gue melebar dan hati gue meletup-letup kayak erupsi gunung Krakatau. Anjiir ... kupu-kupu bertebrangan di perut gue.
"Gue nggak suka sama dia kok." Gue berkata jujur. "Lo harus tau Kar, hati gue ini cuma untuk hati lo seorang Kar." Gue merunduk menahan malu, takut dilihat sama si bangsat Askar. Pasti hidungnya udah lebar selebar lapangan bola tuh. Ini pertama kalinya gue ngomong kayak gitu sama orang yang gue sayangi."
Dia berdehem dengan senyum mengembang, senyum-senyum nggak jelas kayak orgil yang baru keluar dari RSJ.
"Peluk gue dong beb." Ujarnya manja banget. Tangannya begerilya menarik tangan gue supaya melingkarkan tangan gue ke pinggangnya. "Ayolah beb!" Pintanya memelas. Disertai dengusan, gue melingkarkan tangan gue ke pinggangnya walau dalam hati gue nggak menolak. Hehehe.
Persetan lah dengan pandangan orang-orang. EGP, emang gue pikirin.
"Kita kemana nih Kar?"
"Kok Kar?"
Kening gue berkerut, "jadi gue harus panggil lo apa?"
"Panggil 'Beb' dong, beb." Ucapnya menggerling nakal. Sambil memonyong-monyongkan bibir merah merekahnya seperti hendak mencium gue di udara.
Gue memutar bola mata gue. "Okeh okeh. Kita kemana nih beb?"
"Ikeh ikeh apaan nih?"
"Oh Tuhan. Oke, bukan ikeh dodol."
"Eh maap beib, kirain. Hehehe. Kita ke Plaza aja gimana beb? Jjs."
Gue mengangkat bahu "Aku akan mengikuti kamu, beb." Jawab gue dengan muka semanis mungkin. Sekali-kali jjs k Plaza bareng orang yang kita suka bolehlah. Jarang-jarang kan. Hehehe.
Setelah memarkirkan motor, gue dan Askarpun keliling-keliling mengitari Plaza, mall terbesar di kota gue. Selama itu pula, Askar tetap menggenggam tangan gue seakan dia tidak akan melepaskan gue. Semula, gue sempat risih dengan pandangan mata anak cucu Adam yang memandang aneh ke kita berdua. Ada yang melongo, memandang jijik, menggeleng-gelengkan kepala bahkan yang nggak gue duga ada juga yang mekik-mekik kegirangan kayak liat Cameron Dallas bareng Kang Min Hyuk jalan berdua sambil genggaman tangan. Hohoho, apaan sih Rian. Tapi setelah beberapa lama, guepun cuek bebek seperti Askar -yang nggak punya malu menggandeng tangan gue- yang nggak ambil pusing dengan pandangan orang-orang. Biarlah apa yang mereka fikirkan.
"Kamu ganteng deh hari ini." Gombal Askar dan entah kenapa kita udah ada di stand pakaian dalam pria. Dia menghembuskan nafasnya tepat di belakang telinga gue sehingga gue mengelinjang keenakan. Anjiir...
"Kita pergi dari sini yuk!" Ujar gue mendorong tubuhnya yang telah dirasuki oleh fikiran mesumnya itu. Ditambah perasaan gue yang nggak nyaman banget semenjak kita di parkiran tadi. Kita seperti dibuntuti oleh seseorang. Gue berusaha untuk membuang fikiran jelek itu, tapi semenjak di stand pakaian dalam ini, insting gue yakin kalo kita memang diawasi ntah dari mana. Gue juga bingung, siapa yang mengawasi kita dan apa tujuannya?
"Kenapa? Lo tegang liat tonjolan-tonjolan itu?" Ujarnya membuat gue terkejut sambil menunjuki bungkus kolor yang jujur bikin darah ini serseran. "Salurkan aja, gue ada disini buat nolong lo." Bisiknya nakal dengan tangannya yang memijat-mijat bahu gue. Dia mancing-mancing gue nih. Tahan Adrian ... tahan.
Gue memutar mata gue sambil menghembuskan nafas. 'Lo nggak tau apa kalo kita lagi di buntuti' rutuk gue ke Askar dalam hati. Gue menyeret Askar keluar dari stand kolor -yang menggugah iman- tadi sambil bergeming, mengawasi si penguntit yang dapat gue rasakan mengikuti kita berdua. Insting Conan Edogawa gue bilang sih tuh penguntit nggak begitu jauh. Dan secara sembunyi-sembunyi gue mengedarkan pandangan gue ke segala penjuru yang gue harap nggak diketahui oleh penguntit itu.
"Rian!" Sontak Askar mengagetkan gue. Askar menyeret gue ke stand aksesoris. Dengan mengangkat sebelah alis gue, gue mengikuti Askar di stand aksesoris. Dia nampak memilih-milih beberapa kacamata hitam dan memakainya. "Cocok nggak gue?"
Gue tersenyum, mencopoti kacamata hitam itu dan menggantinya dengan kacamata berbingkai hitam yang gue rasa cocok buat mukanya yang tampan itu. "Ini lebih cocok." Jawab gue tersenyum memandanginya. Dan dia tersenyum sangat manis.
"Coba lo pakai ini deh!" Dia memakaikan gelang kulit simpul berwarna coklat ke pergelangan tangan kiri gue. Gue memandangnya nggak percaya, tau aja tipe gelang kesukaan gue kayak apa. "Cocok di tangan lo." Seutas senyum tepatri di wajah tampan Cameron Dallasnya yang hot itu. Hehehe.
"Apaan nih?"
"Terima aja, itu hadiah dari gue untuk lo. Nih gue juga pake, kita pake gelang samaan." Ujarnya sambil menggoyang-goyangkan tangan kanannya. "Sebenarnya gue mau yang couplean sih, tapi gue yakin lo nggak suka."
Binggo ... tebakan lo tepat sekali Askar.
Gue tersenyum sambil menundukkan kepala, menahan malu. "Thanks ya..."
Insting gue menangkap pergerakan seseorang dibalik rak aksesoris di kanan kami. Gue melepaskan pegangan Askar dan berlari kearah sana. Ingin sekali gue menangkap basah si penguntit itu. Dan kalian tahu, mata gue melotot dan mulut gue menganga saking tidak percaya gue dengan orang yang menguntiti kami.
"Ibeth?"
"Eh ... Rian." Ujarnya seraya menggaruk tengkuknya yang pasti nggak gatal. Dia seperti kucing yang ketahuan nyolong ikan asin.
"Ngapain lo nguntitin gue?" Tanya gue to the point dengan volume keras. Cewek berkacamata tebal dengan behel di giginya nampak syok dengan ekspresi gue. Apalagi yang dia buntuti bukan hanya gue, tapi juga ketua dari geng Yakuza Junior. Geng mafia sekolah gue. Mukanya memucat dan dia sangat ketakutan.
"Maafin gue Rian..., tdi gue ngeliat lo bareng ..." Ibeth melirik Askar "... jalan berdua semenjak dari parkir. Karena penasaran, gue ngebuntutin kalian. Gue penasaran kalo kalian itu adalah ..." ujarnya terhenti. "Maaf..."
Gue menelan ludah. Gue amat takut kalo identitas gue di sekolah kebongkar, dan gue belum siap saat ini. Gue memandang Ibeth yang merunduk ketakutan.
"Lo fujoshi?" Tanya Askar sambil memegang kedua bahu Ibeth yang nampak ketakutan. Dia mengangguk. Dia memandangi gue dan Askar bergantian. "Dia uke gue." Ujar Askar sambil mempererat pegangannya di bahu Ibeth sehingga cewek itu meringis kesakitan. "Gue harap lo bisa tutup mulut soal ini. Bisa?" Ucapan Askar mengintimidasi dan Ibeth mengangguk. "Lo taukan gimana kalo berita ini terdengar sama orang lain kan?" Dan Ibeth kembali mengangguk ketakutan. "Bagus!" Dan Askar melepaskan pegangannya dari Ibeth. Sehingga cewek tersebut terhuyung.
"Gue janji akan tutup mulut." ujarnya seraya menangkupkan kedua tangannya. "Maafin gue Rian." Dia memandangi gue dengan muka memelas memohon untuk dimaafkan. "Gue pergi dulu." Ujarnya diapun ngacir melarikan diri keluar dari stand.
Gue memandang Askar tidak percaya. Jadi begini caranya mengintimidasi orang-orang. Gue bahkan sempat takut kalau dia ngelakuin kekerasan ke Ibeth tadi. Tapi didepan gue, wajah beringasnya yang bikin gue merinding itu berubah menjadi muka yang penuh kelembutan yang bikin hati gue adem sentosa. Dia seperti melindungi gue dari apapun yang akan mencelakakan gue.
Askar mengacak-ngacak rambut gue dan merangkul gue mesra. "Nonton yuk!" Ajaknya seraya menuju kasir untuk membayar barang-barang yang kami beli.
Gue tersenyum. Setelah membayar belanjaan kami, guepun menyatukan genggaman gue dengan genggaman Askar. Semula dia sangat terkejut dengan memandangi gue sebentar, kemudian kembali fokus ke depan dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Gue merasa nyaman dan terlindungi saat Askar berada di samping gue. Terlebih dengan aura penguntit yang masih dapat gue rasakan yang masih memandangi kita dari kejauhan.
--- tbc
R~
@shandy76 aduh bang ... udah sampai k situ fikirannya? ditunggu y bang ...
jangan lama2
@boncengek3 udah d mention kok bang ...
@mustajab3 maaf bang, gue bingung apa yg terbongkar bang? dan yg seru itu mksdny?
@boncengek3 udah d mention kok bang ...
@mustajab3 maaf bang, gue bingung apa yg terbongkar bang? dan yg seru itu mksdny?
kirain tadi ada askar di dalam kelasnya rian...eh ternyata vivi bertanya ke rian,,,,ts nya salah tulis nama kayaknya...
Yang salah tulis nama d adegan mna ya bang? biar nnti aku bza d perbaiki. maklum pikiran k Askar mulu nih.