It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
>> Awalnya lucu-lucuan malah jadi nerus tuh, hehe
>> tingali anto wae lah, mugi-mugi wae langgeng kitu...
>> Aamiin *berasa jadi Allan*
>> Udaaaaaaa, kangen
nanti bisa-bisa disuruh pindah lapak dong bang, hahaha
tp kok nanggung sih? cpt amat abisnya. di kosan jd gak diceritain?
plisssss
Huhu itu si anu yg gue lupa namanya *plak* itu yg lagi coba move on dr Azka, iya itu... Apa kabar? Duh kasian, pas pulang gebetan dah diambil orang huhu *miris
>Bang Rone mah --" haha
> Sengaja ip, biar greget wkwkwwk
> Siap bakal di mention! hehe... Let's see Senji nanti nya gimana
> Thx udah nimbrung, hhe, will mention you kalo update nanti deh
> hahaha, biarkan teteh berimajinasi liar sendiri, tapi nanti bakal aku bikin chappy terpisah deh buat "HOT STORY" nya di Bs+ haha
> Senji hey, haha... malah inget Azka nya *lol. Thx yan, udah nimbrung hehe
Asep Riau lately tambah parah, kemarin (9/14/15) kita pengguna medsos di Riau serentak menyuarakan #MelawanAsap dan syukurnya diperhatikan media nasional dan sempat menjadi trending. Semoga aja masalah ini gak terulang-ulang terus #SaveSumatera #SaveRiau #MelawanAsap
Anyway, setelah kemarin updatenya sengaja dipendekin biar greget, kali ini aku panjangin dikit deh huehehehe... enjoy reading guys ^^
/Regards
@doodledeedum @lulu_75 @Asu12345 @balaka @DoniPerdana @pokemon @MarioBros @cute_inuyasha @AgataDimas @3ll0 @Rika1006 @ularuskasurius @rama_andika @AbdulFoo @RenoF @rone @kyuuzero @Tsu_no_YanYan @muffle @VeneNara @4ndh0 @hendra_bastian @JimaeVian_Fujo @jimmy_tosca @Agova @Aurora_69 @Rayafitri @Daser @Adi_Suseno10 @AriChimaru @dikhapang @Lovelyozan @diccyyyy @Pradipta24
PART VII – LOVE STRING
***
Allan’s POV
I wake up like this! Ya Tuhan!! Leher jadi merah-merah begini. Haduh, gimana ini. Dasar Ryan geblek, udah dibilangin jangan leher kan. Tapi semalam kita gak terlalu jauh, karena dari awal aku udah jaga diri dan bilang sama Ryan, kalo aku gak mau terlalu jauh. Untungnya Ryan pengertian, tapi tetep aja leher jadi pelampiasan, bahkan kayaknya turtle neck shirt juga gak bisa nyembunyiin red spots di leher ini deh.
“Pagi sayangku” Ryan Bangun dan langsung meluk dari samping. Hm, dan satu lagi, badan kita masih sama-sama polos. Buktinya aja, tenda dibagian bawah masih berdiri teguh.
“Yank, mau lagi dong…” Ryan merengek, dan tentu saja aku menolak. Semalam kita sampai di kosan sekitar jam 1. Dan kalau aku gak salah inget kita baru tidur jam 2. Sekarang jam 6 lewat, yang berarti kita Cuma tidur 4 jam, subuh pun aku lewat, dan aku belum mandi wajib.
“Aku mau kuliah ah, lagian ini masih pagi kamu udah main nagih aja. Aku mau mandi dulu deh”
“Barenggg...”
“Nggak! Kamu nanti aja mandinya! Yang ada nanti aku telat kuliah kalo kamu ikut mandi”
“Yah…ayank pelit”
“Kamu rapihin kasur sana. Oh ya, dan satu lagi, lihat ini! Leher aku merah semua, gimana ni?”
“Hahaha, maaf yank. Aku gak tahan banget semalem, lagian kamu pake mengerang sih, siapa coba yang gak tambah liar. Udah nanti dipakein bedak atau lotion aja. Ada kan?”
“Oh iya, moga aja pudar. Iya deh, aku mandi dulu”
Air yang mengguyur badan terasa lebih segar pagi ini, dan aku tersenyum dibawah shower pagi ini. Kemarin malam, meskipun tidak ada aksi tembak-menembak, tapi kita tahu bahwa kita sudah terikat dengan perasaan satu sama lain, dan kita telah berkomitmen dalam hati masing-masing. Kejadian semalam sungguh benar-benar tidak terduga. Jujur saja, aku sempat mengira Ryan sama sekali bukan seorang Gay ataupun mempunyai potensi untuk menyukai lelaki. Tapi semalam semua tabir abu-abu sudah terbuka, Ryan dia sekarang soulmate bagiku. Begitupun sebaliknya, aku pun juga sudah menyatakan perasaanku.
Tiba-tiba aku melihat ke belakang, aku merasa pintu kamar mandi terbuka. Aduh, begok bisa lupa kunci pintu kamar mandi.
“Dodoon… jangan masuk!” aku secara otomatis membelakangi Ryan yang tiba-tiba masuk. Dan langsung melucuti pakaiannya satu per satu.
“Salah sendiri pintunya gak dikunci. Udah kenapa lagi malu pake tutup-tutupan! Semalem udah keliatan semua”
“Tapi kan ini mau mandi tahu!”
“Ya sini aku mandiin, sekalian mandi bareng biar hemat waktu, beb!”
“GAK!! Sana keluar! Kamu…..” dan waktu aku berbalik, yang awalnya berniat mau ngusir, aku malah salah fokus karena ngeliat ada sesuatu di bawah sana yang tegak perkasa mengacung ke arahku.
“Kenapa? Kok ngeliatin si adek terus? Udah kangen? Hehe. Aku janji gak ngapa-ngapain kok. Kita mandi aja”
Karena aku yang terlalu shock (dan mungkin sedikit tersipu) dengan pemandangan yang baru saja aku lihat, yaaaa akhirnya aku cuma bisa berdiri pasrah. Akhirnya, kita mandi berdua, aku yang masih canggung dengan kemesraan yang overload ini, gak bisa berenti senyum. Bahkan dibawah guyuran shower, mungkin muka ku pun keliatan merah. Akhirnya karena gak tahan aku berbalik membelakangi Ryan, tapi yang ada aku malah dikejutkan (sekali lagi) dengan Ryan yang memelukku dari belakang, dan benda pusaka yang juga menempel di bagian bawah tubuhku.
“Aku janji, aku gak ngapa-ngapain, please kita kayak gini aja beberapa menit”
Aku merasakan perasaan hangat di dada. Kami berdiam di bawah shower dengan posisi seperti ini beberapa lama. Romantis, bisakah waktu berhenti? Aku cuma gak ingin semua ini berakhir, terlalu manis, bahkan di mimpi pun aku belum pernah membayangkan hal ini terjadi. Lalu akhirnya Ryan, mengambil inisiatif untuk menyabuni tubuhku. Sampai akhirnya kita merasa waktunya untuk menyelesaikan ‘aktifitas’ di kamar mandi itu. Bibirku masih belum lepas dengan lengkungan kebahagiaan ini. Ini terlalu manis untuk seseorang yang bahkan terlalu terkejut karena barusan menjalin sebuah komitmen dengan orang yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Oh Tuhan, bahkan aku sulit merangkai kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Yang jelas, ada rasa hangat di dadaku. Ada sebuah semangat membara yang tiba-tiba menyeruak…oh seperti ini rasanya semangat karena punya pacar. Hihiy.
***
a month later
***
“Tak sulit mendapatkan mu
Karena sejak lama kau pun mengincarku
Tak perlu lama-lama
Tak perlu banyak tenaga
Ini terasa mudah”
Malam ini aku memakai kaos raglan berwarna hitam putih, duduk di depan orang-orang yang sedang menikmati malam hari menyambut datangnya akhir minggu. Lantunan piano yang merdu, dan sebuah tatapan yang meluluhkan hati. Tatapan dari seorang pemuda tampan yang sedang jatuh cinta, begitu pun aku. Hari ini tepat hari jadi kita yang ke tiga bulan. Pria di depanku ini tidak bosan membuat emosiku naik turun, tapi aku juga harus mengakui dia benar-benar sabar dalam menghadapiku.
Aku yang selama ini selalu saja mengeluh (hanya kepada dia) tentang apa pun, entah bagaimana bisa aku bersamanya menjadi sosok orang yang manja, dan dia begitu tenang menghadapiku. Pernah suatu aku begitu emosinya hanya karena Lutfi, teman satu kosanku itu, memakai sendalku seenaknya saja dan berujung sandal yang baru saja aku beli tersebut lecek karena masuk ke genangan air, dan aku sangat benci kalau sandalku basah, apalagi kotor terkena becek. Semua itu berujung aku ngomel dan ngedumel sama Ryan, jujur aku gak bisa marah sama Lutfi, aku cuma diem dan yah bilang “Mau gimana lagi”. Tapi setelah itu, hanya Ryan yang tahu betapa kesalnya aku. Tapi, Ryan begitu sabar menghadapi diriku ini yang kalau sedang emosi bisa lupa diri.
“Kau trima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila ku salah
Engkau selalu memuji apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah
Jangan cintai aku, Apa adanya
Jangan…
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan”
Malam ini, tak terasa bulan pertama hubungan kami, banyak sekali momen yang tidak bisa aku ceritakan satu per satu, tapi ada satu rahasia yang harus aku ungkapkan… okay, begini… emmm, gimana yah, errrr, aku…. Emmm… aku udah melakukan ‘itu’ sama Ryan. Argh! Aku tahu aku melanggar prinsip ku sendiri, tapi tapi tapi, itu baru terjadi sekali karena kita berdua memang sedang dalam keadaan sama-sama khilaf. Uh, gimana aku gak khilaf, liat!! Pria di depanku sekarang, begaya santai dengan balutan kaos hitam ketat dilapisi dengan jaket denim, memakai topi yang membuat penampilannya tambah maskulin, dan celana jeans belel yang memperlihatkan bagian-bagian tertentu dari pahanya yang berotot itu, dan satu lagi, sekarang kumis halus dan janggutnya sudah tumbuh panjang, tapi entah bagaiamana ‘brewok’ nya itu terlihat rapih dan mempertegas kesan maskulinnya. Jadi, tahu kenapa aku bisa khilaf? Tapi kita berusaha….atau lebih tepatnya aku berusaha untuk menahan diri melakukan hal itu. Karena di sisi lain, Ryan sering melakukan serangan dadakan, kadang dia datang ke kos pagi hari setelah jogging, hanya memakai baju kaos tanpa lengan dengan celana pendek ketat dan mukanya yang berkeringat, dan nafas memburu. Aku yang tidak siap menerima serangan dadakan tersebut, langsung tertegun dan hanya bisa menelan ludah menatap sosok yang baru muncul di depan pintu kosanku itu.
“Kau terima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila ku salah
Engkau selalu memuji apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah
Jangan cintai aku… Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan
Aku ingin lama jadi petamu
Aku ingin jadi jagoan mu…..
Jangan cintai aku… Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan”
***
Aku turun dari stage kecil tempat aku biasa ‘berekspresi’ lewat suara, dan menghampiri
“Hei, arabku… you look nice, tonight”
“Sttt! Masih banyak orang juga”
“Hahaha…biarin deh, biar orang tahu kalo kamu itu punya aku, biar gak ada lagi yang mau ngerebut-rebut kamu dari aku”
“Hmmm…jangan inget-inget lagi deh”
“Hehe…iya iya. Tapi jujur yank, aku ada rasa nyesel juga, aku terlalu emosi waktu itu. Coba kalo aku sedikit pake logika. Yang pasti hubungan kami gak bakal jadi kayak sekarang”
“Aku udah coba ngomong sama kamu, teriak malah. Inget? Emang kamunya aja yang udah kalap kesetanan, untung waktu itu lagi gak ada orang”
“Justru karena gak ada orang yank, aku jadi khilaf!”
-- FLASHBACK --
***
a month ago
***
Hari ini hari pementasan, kita udah ada di backstage Aula kampus, sesekali aku ngeliat ke arah penonton, bangku-bangku penuh dan cahaya lampu sorot menerangi beberapa sudut Aula yang sudah redup, karena acara akan segera dimulai.
Sore hari ini, kampus heboh! Pentas seni yang diadakan tahunan ini sudah menggema, banyak orang yang menanti-nanti hari ini. Acara ini bukan hanya sekedar acara kecil, karena ada beberapa bintang tamu ternama yang sengaja diundang untuk ikut memeriahkan acara. Ditambah acara ini akan berlangsung sampai malam, dan malam ini adalah malam ini, jadi sudah pasti banyak anak-anak kampus yang akan memenuhi acara ini.
“Hei, lo udah siap kan? Bentar lagi kita tampil”
Aku merasakan tangan di pundakku. Alif, tampak sudah bersiap-siap, karena sebentar lagi giliran kita untuk membuka acara. Sebuah senyuman tersungging dari bibirnya.
“Iy, lif. InsyaAllah udah siap”
“Good! Semoga kita sukses. By the way, lo cakep banget hari ini”
Alif menatapku intens, entah apa arti tatapan itu, dan senyumannya yang tiba-tiba itu. Sosoknya yang selama ini selalu cuek dan dingin, sejenak sosoknya menjadi manis.
“Aamiin. Semoga sukses”
“...kalian berdua udah siap? Kita udah dipanggil”
Ryan muncul dari arah pintu masuk panggung. Okay, ini pertanda kita sudah harus masuk panggung. Wish us luck.
“Siap, ayoo!”
***
“Terima kasih!”
Sorak dari arah penonton menambah hangat suasana, sekembalinya kita ke belakang panggung senyuman Alif tak pudar. Aku dan Ryan saling tukar senyuman dan aku tahu dia seolah berkata latihan kita selama ini sukses. Opening Show yang menakjubkan. Dengan lagu yang memang dari awal sudah aku resapi dan ada Ryan disana, tentu menambah rasa percaya diriku yang tinggi, begitu pun Alif yang memang sudah mahir dalam hal bernyanyi di atas panggung. Tadi bisa dibilang adalah duet yang paling tak terlupakan, Alif memang luar biasa.
“Thanks, Lan. Lo keren banget tadi! Gak nyangka gue, pitch lo ternyata bisa ninggi pas bagian improve tadi. Stunning banget!”
“Kamu juga tadi keren, lif. Berasa banget penjiwaannya”
“Hehe, padahal kan kita berdua baru dua kali latihan bareng. Tapi gak nyangka bisa tampil keren”
“Ryan tadi juga keren main musiknya”
“Iya, bro! Lo keren banget tadi”
“Hehe, gak lah biasa aja kok”
“Gue ke belakang dulu ya. Mau ngurusin acara”
“Oke, lif.”
Aku merasakan bahagia, karena entahlah, ini penampilan perdanaku di depan panggung yang menurutku seperti panggung konser beneran. Apalagi duet dengan Alif tadi memang luar biasa, dan Ryan juga memukau memainkan melodi dan instrumennya. Sebenarnya yang membuat aku lebih bahagia adalah ini merupakan puncak dari semua hasil latihanku bersama Ryan. Siapa sangka, karena amanah penampilan perdanaku ini aku malah semakin dekat dengan Ryan, dan berujung akhirnya kita seperti sekarang “kamu + aku = kita”... hal yang selalu aku ucapkan pada Ryan. Aku benar-benar tidak tahu kemana arah jalan cerita kehidupanku, awalnya ada Senji yang dijodohkan Fandy, tapi malahan karena hujan malam minggu, aku dipertemukan dengan Ryan yang sama sekali tidak pernah aku rencanakan akan berakhir seperti sekarang.
“Allan...”
“....Senji?”
Oh, Tuhan? Senji? Barusan aku mikir tentang Senji, dan dia udah ada di hadapan aku sekarang.
“...Kamu bisa disini?”
“Diajakin Fandy sih. Gue weekend ini pulang, karena ada yang harus gue urus, surat-menyurat dan sekalian mau nemuin lo deh.”
Dari sudut mata, aku melihat Ryan dengan ekspresi heran dan menginginkan penjelasan.
“Maaf gue sibuk beberapa minggu ini, gak ada kabar juga... Oh iya, penampilan lo tadi keren banget”
“Oh, iya, makasih, hehe...”
“Lo malem ini manggung di cafe?”
“Eh, nggak sih, Sen, aku izin karena kayaknya acara bakal selesai sampai malem banget. Kebetulan aku masih bakal tampil beberapa kali nanti”
“Oh gitu, hmmmm. Tapi besok pagi lo ada acara?”
“Ehmmmm....”
Aduh, gawat! Semuanya serba mendadak, aku bener-bener nggak menduga Senji bakal muncul tiba-tiba, apalagi sekarang keadaannya aku udah punya seseorang, dan orang itu sekarang sedang berdiri tepat di belakangku.
“Besok gue kosong, lan. Sebelum sore gue balik ke Jogja, pagi mau ketemuan dulu gak? Atau kita makan siang bareng gimana?”
“Sen, maaf kayaknya gak bisa”
Dari belakang aku merasakan Aura kemarahan dan kecemburuan. Tuhan! Aku gak berani liat ke belakang.
“Kenapa? Lo besok ada agenda?”
Jujur, aku bingung gimana harus nyeritain dan bilang bahwa aku udah nggak available lagi. Karena diawal aku dan Senji memang belum ada rencana untuk komitmen, kita hanya dipertemukan sekali, dan kemudian ada jeda yang panjang yang membuat seolah semuanya gak ada kelanjutan. Jujur, karena kejadian aku yang sempat menyinggung masalah mantannya itu, aku sempet gak enakan sama Senji. Apalagi ditambah dia yang sedang magang di Jogja yang membuat aku tahu diri, dan melepas apa pun yang pernah terjadi begitu saja. Karena sepertinya hubungan ini hanya sebatas perkenalan saja.
Aku tahu ini bukan drama, tapi setidaknya aku lumayan gak enakan karena sepertinya Senji masih menaruh harapan terhadapku.
“Iya, Sen..besok aku ada masih harus bantu-bantu acara, soalnya pensi nya juga sampe besok”
“Ohh, gitu. Oke deh. Tapi kalo lo bisa sekedar ketemu bentar, plis kabarin gue yah”
“Sip, Sen”
“See you, lan”
Setelah Senji melenggang pergi, aku berbalik badan dan melihat Ryan dalam mode ‘Death Glare’ alias Tatapan Mematikan.
“Siapa?”
Tuh kan, Ryan mendadak jadi dingin, dan Cuma ada satu kata yang keluar.
“Ehm...oh...itu, Senji”
“Iya, tadi aku udah denger nama dia disebut berkali-kali, tapi ‘SIAPA’ dia?”
“Dia itu...temennya Fandy...”
Ryan masih mengernyit, tak yakin akan jawabanku. Aku sudah beberapa kali menceritakan tentang Fandy, tentang Fandy yang seorang yang bisa disebut ‘player’, teman kosanku yang sudah tahu identitasku, tapi secara fisik Ryan belum sempat bertemu dengan Fandy, dan belum tahu apa-apa mengenai Fandy secara pribadi.
“temen Fandy? Terus maksudnya ngajakin jalan?”
“Hmmm..gini... ikut aku dulu”
Karena sepertinya keadaan backstage yang tidak kondusif, aku takut ada orang yang melihat drama kecil ini berlangsung dan menaruh kecurigaan, jadi aku mengajak Ryan untuk ke tempat yang lebih sepi.
“Kamu selingkuh? Kita belum ada sebulan udah selingkuh????”
Dan akhirnya, seperti yang aku duga sebelumnya, Ryan meledak.
“Huh....sayang....dengerin aku dulu. Tadi itu Senji, temennya Fandy yang dulu sempet mau dijodohin sama aku. Dulu waktu aku pertama kali kerja di cafe, dia dikenalin Fandy ke aku. Singkat cerita, dia itu belum bisa move on dari mantannya yang meninggal, dan Fandy merasa kita cocok. Aku sama dia gak ada apa-apa jujur, karena kita cuma kenal dua hari, dan komunikasi kita putus karena dia yang harus ke Jogja buat magang. Setelah itu barulah datanglah kamu, dan aku memang belum ada perasaan dan hubungan apa pun sama Senji”
“Hmmmmm....”
“Kenapa? Masih marah?”
“Iya masih.... cium dulu”
“Dasar kamu!”
“Aduuuuh, kok dicubit sih yank. Kamu jahat banget si”
“Abisnya, kamu sih”
“Ya, kan wajar aku nya cemburu, yank. Aku gak mau kamu sama orang lain. Abis ini pokoknya kamu harus kasih tau ke dia kalo kamu udah ada yang punya. Atau kalo nggak biar nanti aku yang kasih tahu”
“Hahahah...iya deh iya. Nanti biar aku bilang sama Fandy aja, biar Fandy yang bilang ke Senji”
“Telpon Fandy sekarang!”
“Apa? Ih kamu stress”
“Kalo gak aku masih marah”
“Kok kamu jadi kayak anak kecil sih”
“Marah nih, masih marah!”
“Apaan sih kam....”
Cuppp...bibirku dicium, dan aku belum siap. Bukan kaget, tapi lebih gak siap, dan takut masih ada orang yang lihat.
“Arabku....maaf aku cemburu, tapi aku gak mau sampe ada yang asal nyerobot kamu lagi, dan tadi itu malah di depan aku yang pacar kamu ini”
“Hmmmm...iya. Aku SMS Fandy sekarang. Pulsa aku kayaknya gak cukup”
“Heheheh, makasih yank!”
Aku akhirnya memberi tahu Fandy tentang hubunganku dengan Ryan yang belum sampai seminggu ini. SMS ku langsung di balas oleh Fandy, dan reaksinya seperti yang aku bayangkan, Fandy langsung histeris dan mengutuki ku yang belum memberi tahunya. Aku juga menjelaskan bahwa tadi Senji datang setelah aku tampil di pentas seni, dia minta maaf karena dia yang ajak Senji untuk datang, karena dia belum tahu kalau aku sudah ada Ryan. Senji sekarang sedang berada di kosan, menunggu pacarnya untuk menjemput nanti malam. Dia juga berjanji nanti akan menemukan cara untuk memberi tahu Senji bahwa aku sudah tidak available lagi. Takutnya karena Senji masih berharap padaku, dan yah, dia yang masih belum sepenuhnya move on bisa saja kembali menutup diri. Semoga saja tidak.
Berikutnya aku dan Ryan bergegas ikut bantu-bantu acara, meskipun kami berdua bukan panitia inti, yah, hanya sekedar ikut membantu, karena acara ini lumayan besar dan panitia membutuhkan tenaga lebih untuk ikut membantu, seperti mempersiapkan peralatan, check kesiapan acara, dan masih banyak hal lainnya.
Acara berlangsung secara meriah, dari mulai penampilan dari Unit Kegiatan Mahasiswa Tari Tradisional dan Modern, penampilan Vocal Grup, dan aku juga yang masih ikut tampil dalam Paduan Suara, dan beberapa penampilan band indie kampus. Rencananya artis yang diundang akan tampil nanti sekitar jam 8 malam. Jadi semakin larut acara akan semakin ramai, bisa dibayangkan, tribun-tribun Aula kampus yang besar ini nantinya akan dipenuhi oleh orang-orang yang bahkan berasal dari luar kampus, karena acara ini terbuka untuk non-mahasiswa kampus, selagi mereka membeli tiket.
Waktu magrib telah tiba, semua kegiatan acara dihentikan sejenak, dan akan dilanjutkan lagi pada pukul 7 nanti. Panitia sengaja memberikan jeda waktu sore ke malam, karena pada sore hari, petinggi kampus diundang untuk ikut pembukaan acara pentas seni ini, dan pada malam hari merupakan acara anak muda yang benar-benar dipenuhi dengan penampilan-penampilan yang spektakuler, termasuk nantinya artis undangan yang ditunggu-tunggu.
Ryan dan aku baru saja selesai mengerjakan solat, dan sekarang kita sedang makan ‘mealbox’ yang disediakan untuk makan malam.
“Hei, pelan-pelan makannya. Ntar keselek!”
Ryan menegurku yang memang aku makan serampangan, tanpa jeda, tanpa kunyah 23 kali tapi langsung telan.
“Ehmm..iya haha, laper banget nih bolak balik backstage, dari siang udah kelaperan”
“Kamu sih tadi aku suruh makan dulu gak mau”
“Aku kebiasaan kalo udah nervous mau manggung pasti nafsu makan ilang. Pas udah legah baru deh lapernya dateng”
“Minum dulu, sini!”
“Eh, aku bisa sendiri”
“Sini, ah bawel kamu”
Sambil lirik kanan kiri, ya mumpung kita makan di dekat laboratorium teknik mesin yang ada di sebelah masjid kampus, jadi cukup sepi, Ryan menyodorkan jus kotak dan aku meminumnya karena memang tenggorokan udah seret gak berasa.
“Ciyeeeee, so sweet deh kalian!”
Dari kejauhan aku mendengar suara yang aku kenal, ini pasti....
“Fandy.......”
“Hih, lo yah, Allan, ada pacar baru gak ngenalin lagi. Fine! Padahal gue kan selalu ngenalin pacar gue ke elo. Dan elo belom apa-apa udah mojok lagi pas magrib”
“Eh, nggak kita cuma makan kok. Gak kenapa-napa”
“O em ji, Allan sekarang udah nakal yah, hahaha”
“Hei, Fandy, kenalin aku Ryan”
“Hai, iya aku Fandy, salam kenal ya, Ryan”
Fiuh, aku gak nyangka ternyata keputusan aku buat sedikit menjauh dari keramaian malah dikira mojok. Untung aja Ryan memecah keadaan dimana aku sedang disudutkan sama Fandy. Ada aja sih ni orang.
“Ehmmm.. sebenernya aku gak maksud buat diem-diem sih, kita soalnya baru sama-sama beberapa hari, dan belum ketemu aja waktu yang tepat buat ngomong sama kamu, lagian kamunya juga pacaran terus sih. Eh, ngomong-ngomong mana pacar kamu?”
“Ada di depan lagi ketemu sama temen sekolahnya. Biasa deh, brondong SMA kalo udah ketemu temen nongkrongnya. Oh, jadi kalian baru beberapa hari jadiannya, congratulation ya anyway. Ikut bahagia gue, hehe. Oh iya, soal Senji. Ntar gue kasih tau dia besok pagi deh, soalnya gue juga ada urusan sama dia masalah kuliah. Jadi sekalian aja deh gue mikirin gimana caranya biar dia gak shock. Ahahaha”
“Thanks ya, Fan”
“Iya deh, masa gue berani ganggu lo berdua gara-gara gue yang miskom ke Senji”
“Eh, bentar lagi acara mau mulai, yok kita gabung ke dalem”
Kita berjalan ke arah Aula, dan kita ketemu pacarnya Fandy, cowok SMA yang sama yang nganter dia waktu itu. Orang-orang udah penuh ngantri masuk ke dalem, sambil nunjukin tiket masuknya. Fandy dan pacarnya berpisah dengan kita, berhubung aku dan Ryan memakai name tag ‘Committee’ jadi kita masuk melalui pintu panitia.
Di dalem Aula sudah rame penonton di area festival, tepat di depan stage yang tadinya berisi kursi-kursi, sekarang sudah kosong dan menjadi space untuk para penonton dengan tiket tipe festival berdiri, sedangkan tribun di atas kanan kiri juga sudah mulai terlihat berisi dengan penonton dengan tiket silver, sedangkan tribun di atas depan yang berada tepat berhadapan dengan panggung juga sudah mulai berisi dengan penonton yang memiliki tiket gold dan platinum. Malam ini bakalan jadi malam yang crowded.
Bunyi musik mulai menggema, lampu sorot warna warni gemerlap menyoroti setiap sudut aula, tanda bahwa acara sudah dimulai. Suara sorak penonton mulai bergema, seiring MC yang masuk dengan membawa aura semangat.
Acara akhirnya dimulai dengan kata sambutan dari ketua pelaksana, Alif. Dia membawakan kata sambutan dengan raut kebahagiaan dan semangat. Malam ini Alif kelihatan sedikit berbeda, entah dia yang memang sedang berbahagia, atau ada sesuatu yang membuatnya memiliki raut kebahagiaan yang belum pernah aku lihat sebelumnya malam ini. Seteleh Alif turun dari panggung, acara kemudian diisi dengan pertunjukan fashion show oleh salah satu sponsor, aku melihat beberapa mahasiswa kampus yang juga ikut dalam pagelaran, cewek-cewek FISIP yang memang dikenal di kampus karena mereka di luar kampus juga sering ikut dalam dunia modelling. Ternyata fashion show ini tidak hanya diisi oleh wanita, tapi ada juga cowok yang ikut dalam pagelaran ini. Cowok yang pertama tampangnya maskulin, tinggi dan badannya tegap. Cowok kedua memiliki rambut yang sedikit panjang dan disisir ke arah samping, aku tidak cukup jelas melihat mukanya, hanya saja sepertinya aku kenal dengan raut muka dan juga postur tubuhnya. Tunggu, sepertinya aku kenal.... dia itu.... Arsal! Dia kelihatan begitu gagah dan tampan dengan kebolehannya jalan di runway dengan pembawaan yang mempesona. Aku bener-bener gak nyangka ternyata Arsal ada bakat di dunia modelling, hehehe.
“yank, kamu kenal? Kok keliatannya muka kamu excited banget?”
“Ah...ehm iya...itu temen satu jurusan aku. Namanya Arsal. Aku gak nyangka ternyata dia seorang model”
“Oooh, bener cuma temen?”
“Hahaha, kamu cemburuannya level akut deh. Iya dia temen satu jurusan aku kok, dia gak suka cowok kayak kamu kok”
“Eh kok kayak aku? Aku kan suka nya sama cewek. Ini cewek nya di depan aku”
“Otak kamu gak beres!”
“Hahahah, ih sayang kamu gemesin tahu gak”
***
Setelah beberapa rangkaian acara, sampailah pada acara yang ditunggu-tunggu, yaitu penampilan artis yang sedang albumnya sedang banyak digandrungi anak muda sekarang. Aku juga termasuk salah satu penggemarnya sih, hehe. Makanya aku rela ikut berdesakan di samping panggung bersama beberapa panitia lain.
Lagu pertama dinyanyikan dengan pembawaan yang santai. Meskipun begitu aku yang dari tadi mendengarkan sudah berlonjak-lonjak dan girang dalam hati, bisa mendengar langsung penyanyi favorit yang menjadi inspirasi selama ini. Beberapa lagu kemudian tambah membuat suasana riuh dan penonton yang jeprat jepret kayak paparazzi, entah selfie atau motoin si penyanyi.
Beberapa lagu barat yang di cover ulang juga dinyanyikan yang membuat suasana tambah hidup. Lagu berikutnya, dia isyaratkan terkhusus untuk orang yang sedang kasmaran. Sontak aku tersenyum sendiri. No, aku gak mau ngelirik Ryan, karena dia pasti juga ngelirik-lirik aku. Dari samping aku merasakan tanganku digenggam, dan aku gak perlu menebak siapa, karena aku tahu itu pasti Ryan.
“buat kita yank....”
Bisik Ryan di telinga kananku, dan aku berlagak tak mendengarkan, padahal dalam hati aku senangnya minta ampun.
“Tak sulit mendapatkan mu
Karena sejak lama kau pun mengincarku
Tak perlu lama-lama
Tak perlu banyak tenaga
Ini terasa mudah
Kau terima semua kurangku
Kau tak pernah marah bila ku salah
Engkau selalu memuji apapun hasil tanganku
Yang tidak jarang payah
Jangan cintai aku… Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan
Aku ingin lama jadi petamu
Aku ingin jadi jagoan mu…..
Jangan cintai aku… Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu
Biar kita jalan
ke depan”
Aku gak bisa ngomong, senyumku udah selebar sampe telinga mungkin. Penyanyi favorit dan lagu yang dibawakan super duper ngena! Satu lagi, ada orang yang selama lagu menggemgam tangan kamu dengan erat. How am i suppose to not fallin in love, again and again!
Dear God, terima kasih. Dear you, i love you
***
Pukul 11 malam, acara diakhiri dengan meriah, orang-orang terlihat mulai keluar aula dengan raut muka puas dan masih ‘excited’, keseruan pentas seni malam ini memang luar biasa, dan bagiku malam ini juga bermakna. Ada-ada saja yang membuat suasana naik turun, tadi sore secara mendadak Senji yang hilang tanpa kabar mendadak datang dan lumayan membuat suasana sedikit tegang antara aku dan Ryan. Kemudian malam ini suasana kembali mencair dengan atmosfer romansa yang kurasakan dari Ryan.
Aku sedikit letih karena dari pagi sudah gladi bersih, siang hari persiapan acara, bahkan sampai aku melewatkan makan siang. Tapi semuanya terasa enteng, momen yang berat pun terasa lebih mudah dihadapi. Aku bisa karena ada seseorang yang ada untukku. Hadir seseorang yang begitu bermakna memberi secercah sinar semangat.
Oh iya, ngomong-ngomong masalah kehadiran seseorang, malam ini aku merasakan Alif benar-benar berbeda. Beberapa kali aku menangkap sorot mata Alif yang mengarah kepadaku, dan juga pembawaannya yang begitu ramah malam ini, tidak sedingin biasanya.
Saat ini aku sedang berada di ruang ganti, panitia yang lain sudah banyak yang berpulangan dan beberapa stand by di dekat panggung untuk berberes pasca acara. Kebetulan HP ku saat ini sedang mati, dan aku mencari charger di tas yang ada di ruang ganti. Waktu aku membuka ruang ganti, aku melihat Alif sedang berada di sudut ruangan, tempat dimana tas-tas dikumpulkan. Bunyi pintu yang terbuka membuatnya kaget, dan melihat ke arahku, ekspresinya terlihat tambah salah tingkah dan kikuk.
“Alif... kamu ngapain?”
“Ah, gue...nggak kenapa-napa kok”
“Ehm, itu tas aku? Kamu ngapain buka-buka tas aku?”
“...gue gak ada maksud buruk, lan. Sumpah!”
“terus kamu mau ngapain sama tas aku?”
“....ehm itu, gue...”
“Allan!....” dari belakang aku menoleh ke arah suara yang akrab di telingaku, Ryan.
“Kamu kemana aja aku cariin, aku telfon gak angkat”
“Maaf, HP aku abis batre, ini baru mau ngambil charger, tapi pas aku masuk aku liat ada Alif yang lagi buka tas aku”
“Hah?? Lo mau ngapain, lif? Lo mau niat maling?”
“...eh..enggak...sumpah! gue berani sumpah gue gak ada niat maling! Gue cuma...ehm gue”
“Lo kenapa, lif?”
“Lif, itu yang ditangan kiri kamu apa?” Aku baru sadar kalau ada sesuatu seperti bingkisan di tangan Alif.
“...ini...ehmm”
“Itu apaan? Sini gue liat!” Ryan mencoba untuk merebut benda itu dari tangan Alif yang belum siap. Sontak Alif kaget karena Ryan langsung merebut benda tersebut.
“Eh, balikin! Jangan!!!”
“Lo diem dulu!” Baru kali ini aku lihat Ryan marah. Bahkan status pertemanan bukan jadi alasan buat gak marah. Alif yang tersudutkan hanya bisa diam, dan aku melihat ekspresi cemas dan pasrah dari raut muka Alif.
“Cokelat? Surat?.....”
“......”
“Lif... ini....buat”
“IYA!! Gue bermaksud buat ngasih ini diem-diem buat Allan!”
“......”
Keadaan seketika hening. Ryan, mukanya datar, tapi aku tahu dia gusar dan tidak tahu harus bagaimana, karena secara status dia belum terbuka dengan orang lain mengenai hubungan kita berdua, dia sendiri yang memberitahuku kalau dia belum memberi tahu baik Alif maupun Rama. Tapi keadaan seketika jadi runyam, Alif, yang juga teman dekat Ryan sendiri, ternyata menyimpan rasa suka terhadap orang yang saat ini sedang mengisi hatinya, Aku, yang menjadi objek, dan melihat kedua orang di depanku ini, jujur, aku kebingungan harus bereaksi seperti apa.
“Lan, gue sejak lama suka merhatiin elo. Gue udah suka dari pertama kali liat lo waktu pertama kali join paduan suara kampus. Lo sosok yang beda, buat gue lo itu yang bikin hari-hari gue terasa lebih hidup. Gue tahu gue selalu dingin di depan lo, tapi jujur itu karena gue bingung mesti bersikap gimana sama lo, dan waktu gue bisa duet bareng sama lo, perasaan gue udah gak bisa gue tahan. Tapi gue belom berani buat ngucapin secara langsung.... tapi berhubung semuanya udah tahu, gue sekarang mau jujur sama lo dan perasaan gue. Lan, gue suka sama lo! Please, jadi pacar gue”
Alif secara agresif menarik tanganku dan memegan pipiku, aku yang kebingungan dan juga kikuk tidak tahu harus bagaimana tidak bisa melawan aksi Alif yang mendadak itu. Ryan dari belakang aku lihat memburu ke arah kami berdua.
“Ryan...jangan...jangan!”
Buukkkk
“Ahhh...Alif!”
Alif jatuh tersungkur ke belakang, Ryan terlihat sangat emosi, mukanya merah padam, dan sorot matanya tajam. Aku kaget setengah mati, Ryan secara tiba-tiba mendaratkan bogem mentahnya ke rahang Alif, yang sama sekali tidak menduga akan mendapat serangan.
“Allan itu pacar gue! Lo jangan berani-beraninya pegang-pegang dia!”
“Argh...! Anjing! Lo udah ada Intan, taik!”
“Gue udah kelar sama Intan!”
“Sejak...sejak kapan...kalian.... Fuck! Kenapa harus begini sih!”
Alif keluar dengan muka tatapan yang aku sendiri gak bisa ngartiin. Aku tahu dia pasti kesal, tapi aku juga gak bisa berbuat apa-apa, karena semua ini benar-benar di waktu yang tidak tepat. Seandainya cuma aku di ruangan ini mungkin tidak akan terjadi kejadian seburuk ini.
- END OF FLASHBACK –
“Jujur, aku nyesel, yank. Aku terlalu terbawa emosi malem itu”
“Iya, tapi aku juga ngerti keadaan itu ada di saat yang bener-bener gak tepat. Tapi aku harap kamu sama Alif jangan sampe putus komunikasi”
“Sampe sekarang kita gak pernah ketemu lagi, yank. Dia seolah-olah menghilang, bahkan Rama juga gak ada update dari dia”
“Rama juga?”
“Iya”
“Alif bener-bener hilang, nomornya yang lama udah gak aktif, di jurusan juga aku jarang ngeliat dia”
“Aku juga sempet denger waktu penutupan panitia dia gak dateng. Terakhir aku ketemu dia waktu pulang kuliah sore, dia awalnya gak liat, tapi pas liat aku dia langsung buang muka, dan langsung pergi ke arah lain”
“Hmmm...aku gak enak, yank”
“Aku rasa kita kasih dia waktu buat sendiri, nanti pasti bakal ketemu waktu yang pas, dan semoga aja kalian bisa temenan lagi”
“Iya, yank. Makasih ya”
“Skripsi kamu gimana?”
“Masih stuck, yank. Bantuin lagi yah? Aku bawa laptop kok, aku tidur di kosan kamu ya? Besok bantuin aku ngerjain bab 3 yang revisi terus dari kemarin”
“Apa? Masih revisi? Astaga, kamu ngapain aja?”
“Kan nemenin sayang latihan terus kemarin-kemarin, jadi banyak ketinggalan, hehehe”
“Kamuuuu ih dasar!”
“Yank, pulang yuk. Udah malem”
“Yok, aku juga udah ngantuk nih”
“Emmm... malem ini minta jatah boleh gak yank? Udah sebulan nih, pengen yank”
“Yaudah, aku balik sendiri aja yah!”
“Hehehe, just kidding, my honey bunny sweety”
***