It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Terus berjuang ya. Harapan saya, kamu bisa lolos. Jangan lupa tersenyum dan jangan suka melamun."
Sofyan menganggukkan kepala dan memberikan senyuman manisnya kepada Deni. Merekapun berkelana dalam lamunan masing-masing yang membedakan Sofyan berkelana dengan berita bahagia sedangkan Deni berkelana dengan senyum tipis di wajah Sofyan sehingga ia merasa bahagia.
Salah satu penggalan cerita di chapter ini
Kehidupan terketuk dalam irama
Menyanyikan nada penuh pesona
Derap hentak dan denting dalam birama
Mengiringi s'tiap cerita yang mengalun lembut
Deni menemani Sofyan di rumah sakit di dekat Kartasura setelah kecelakaan kerja menimpa laki-laki siswa SMK tersebut. Gerangan yang belum pernah ia lakukan seumur hidupnya bahkan ketika adiknya sendiri harus masuk UGD. Ia menyuapi Sofyan yang tangan kanannya harus diperban karena terjepit mesin cetak koran.
"Pak Deni tidak kembali ke perusahaan?" tanya Sofyan.
"Nanti saja sebelum waktu jam pulang, kamu tidak ada teman." jawab Deni.
"Tinggal saja pak, bentar lagi teman-teman PSG juga datang."
"Tidak mungkin teman-temanmu akan datang selarut ini, sudah tidak perlu kamu pikir. Sekarang kamu istirahat, tanganmu sangat sakitkan."
Sofyan hanya mengangguk saja setelah itu ia memejamkan mata. Ruangan rumah sakit ini meski dingin namun ada kehangatan menyeruak masuk disela jaringan kulit beberapa saat setelah ia memejamkan mata. Hangat yang membuat jantungnya berdegup kencang.
"Ian, aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Rasa ini tidak wajar, rasa kagumku atas kepandaianmu berbicara, kecepatan kerjamu, kerapian cara pakaianmu meski pakaian yang biasa. Namun kagumku tumbuh menjadi emosi untuk menyayangimu bukan sebagai adik. Rasa kagumku berubah ingin melindungimu." ungkap Deni dalam hati.
Deni tersenyum dan mengusap ubun-ubun kepala Sofyan sebelum pergi ke ruang perawat.
"Permisi mbak, bisa pinjam telponnya sebentar?" tanya Deni ke petugas perawat ruangan.
"Silahkan, hanya mohon maaf tolong berbicaranya dibatasi."
Dengan jawaban tersenyum ke perawat tersebut, perawat tersebut meyakini kalau ia mengerti. Denipun memantau pekerjaan yang dia tinggal melalui pesawat telepon rumah sakit.
"Hallo pak boy, bagaimana proses produksi kabar solo?"
"Sudah masuk proses platting setelah itu tinggal naik cetak"
"Baik pak Boy, saya tidak bisa bantu untuk mengecek proses produksi, Ian tidak ada yang menemani. Saya percayakan pada kepada pak Boy sebagai QC malam ini. Laporan tertulis silahkan taruh di meja kantor ya"
"Baik pak Deni, saya akan buatkan laporan tertulis untuk produksi kabar solo malam ini."
"Terima kasih mbak, maaf merepotkan," sambil menutup gagang telepon.
Deni kembali ke ruangan tempat Sofyan dirawat, rasa sayang sangat terpancar di wajahnya. Sentuhan di ubun-ubun kepala Sofyan membuatnya terbangun dari tidurnya.
"Pak Deni, tidak kembali ke perusahaan?"
"Sudah dihandle sama Boy, Ian ndak usah khawatir. Saya akan menemani kamu di sini."
"Tapi"
"Percaya sama saya Ian, pak Boy udah biasa menghandle produksi jika saya libur. Sekarang kamu tidur, saya temani kamu di sini."
Sofyan hanya tersenyum dan kembali tidur beberapa lama kemudian. Wajah tegar, tegas namun lembut sangat terpancar di wajahnya. Wajah yang penuh teka-teki dibalik wajahnya yang tegar dan tegas.
Tidak seperti biasanya Deni terbangun dari tidurnya di tengah malam. Mimpi masa lalunya hadir di tidur yang baru 2,5 jam ia lalui. Ia bertemu laki-laki dengan usia 7 tahun lebih muda yang mampu menggetarkan setiap denyut kehidupannya.
Pertemuannya beberapa tahun silam telah mewarnai cerita kehidupannya. Warna yang tidak lagi putih dan hitam namun warna abu-abu. Warna yang menebarkan cerita cinta penuh drama. Tertawa, tangisan, senyuman menjadi coretan di lembaran cinta dalam kehidupannya
Waktu bergulir ke pagi hari meski langit cukup gelap, Deni kembali membuka matanya setelah kembali tertidur. Kebiasaannya memeluk dan mencium anak kesayangannya menjadi ritual wajib setelah bangun tidur.
"Sayang, terima kasih keceriaan kalian telah membuat papa kuat untuk tetap hidup meski papa harus berjuang sendiri dalam membesarkanmu." ungkap Deni dengan suara yang hampir tidak terdengar di telinga.