BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Cowok Aneh Itu Pacarku

1585961636473

Comments

  • edited October 2016
    Jangan2 si Hendra humu lagi & suka sama Andri, makanya cemburu buta sama Tora. Wahhh incest nih :D :v @akina_kenji
    *plakkkk*
  • @Algibran26 ohh begitu ya, woke, aku ngerti sekarang..makasih ya koreksinya ^^

    @QudhelMars anak dari wanita lain :v

    @JosephanMartin incest gak ya :v
  • @Abdulloh_12 benar juga, dia ingin kak hendra tidak berpikiran buruk tentang hubungan mereka..
  • edited October 2016
    Hallo semua...maap ya jika masih telat ^^

    Pada part ini aku menyajikan pov nya Hendra. Supaya kalian nggak marah lagi padanya, di sini juga akan dijelaskan penyebab, kenapa Hendra tidak bisa menerima Andri. Semoga kalian suka ya..maap jika masih banyak kekurangan dalam menulis.

    Selamat membaca guys..

    *******



    @denfauzan @3ll0 @Yirly @Sho_Lee @Aurora_69 @arieat @o_komo @okki
    @monic @Adi_Suseno10 @soratanz @asik_asikJos @xmoaningmex @lulu_75 @RifRafReis @LostFaro @amostalee @andi_andee @hananta @Pratama_Robi_Putra @Sicilienne @LeoAprinata @liezfujoshi @josiii @freeefujoushi @RenataF @ricky_zega @ocep21mei1996_ @naraputra28 @AvoCadoBoy @chandisch @RinoDimaPutra @Derbi @JosephanMartin @Viumarvines @akumisteri1 @Obipopobo @babehnero @vane @kunnnee @Rars_Di @abyyriza @adammada @Soshified @SyahbanNa @wisnuvernan2 @yogan28 @kincirmainan @Reyzz9 @Algibran26 @Firman9988_makassar @Rama212 @bayusatpratama @jose34 @ryanadsyah @QudhelMars @Apell @arifinselalusial @Abdulloh_12 @Mr27


    *******


    Part 21




    Hendra



    Apa yang lebih mengejutkan daripada fakta bahwa adikmu seorang penyuka sesama jenis? Pacarmu tidur dengan laki-laki lain? Atau kamu bukan anak kandung orangtuamu? Tidak, bukan itu fakta yang mengejutkan bagiku. Fakta tentang adikku yang menjalin hubungan dengan sesama jenis jauh lebih mengejutkanku. Adik yang selama ini kamu sayangi, tidak pernah kekurangan kasih sayang sedikitpun. Dan saat kamu begitu bahagianya berjalan bersamanya, menikmati tingkah manjanya ketika kalian bersama. Tiba-tiba saja datang seseorang memukulmu dan menyebutkan fakta tentang adikmu. Hei! Kakak mana yang tidak terkejut dan marah mendengarnya. Mungkin kalian bisa menerimanya dengan lapang dada, tapi aku tidak bisa menerimanya begitu saja. Dan kalian tentu mengetahui bagaimana pandangan masyarakat kita terhadap kaum homoseksual atau kaum LGBT itu. Dan bagaimana pertelevisian di negara kita akhir-akhir ini selalu menampilkan berita-berita seputar kaum homoseksual. Berita tentang pedofil, pelecehan seksual, dan penjualan anak dibawah umur. Selain berita-berita itu, ada hal lain yang membuatku tidak bisa menerimanya.

    “Karena saya pacarnya!”

    Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku. Memikirkannya membuatku marah. Mengingatkanku pada kejadian dua tahun silam. Kejadian di mana aku dilecehkan oleh sorang homo, dipesta ulang tahun temanku.

    Malam itu temanku merayakan ulang tahunnya disebuah club yang ada di kota ini. Pesta yang meriah, musik yang menghentak memekakkan telinga. Asap rokok, bau alkohol di mana-mana. Tapi tidak menghalangi kami untuk bersenang-senang.

    Kepalaku begitu pusing karena pengaruh alkohol. Setelah lelah menari di lantai dansa, aku menerobos pengunjung yang begitu ramai. Memilih duduk disudut ruangan sambil memperhatikan teman-temanku yang begitu menikmati musik yang dimainkan dj. Berusaha menahan pusing dikepala, seseorang datang menghampiri tempat dudukku, memperkenalkan diri. Dia orang yang enak diajak bicara, bisa mencairkan suasana. Sehingga kami tidak terlihat seperti orang yang baru kenal. Dia menawarkan minuman yang dibawanya saat kami tengah asyik bicara. Dengan sopan aku menolak karena kepalaku sudah terasa berat, namun dia beralasan sebagai tanda perkenalan. Demi menghargainya karena telah bersikap ramah dan bersahabat, aku meminum sedikit. Tapi dia terus mengajakku minum beberapa gelas lagi sampai aku merasa kepalaku benar-benar sudah berat.

    “Aku akan membawamu ke tempat yang lebih tenang.” Itu kalimat yang sempat kudengar sebelum dia memapah tubuhku, meninggalkan tempat duduk kami. Aku hanya memejamkan mata sejenak menahan sakit di kepala, tidak peduli dengan ucapan laki-laki itu.

    Mengikuti langkah laki-laki itu melewati lorong yang menampakkan beberapa pasang manusia yang tengah asyik berciuman penuh nafsu, bahkan aku melihat seorang pria yang tak peduli dengan keadaan sekitar sibuk menjilat leher, meremas pantat dan payudara seorang wanita. Dia hanya menyeringai ketika pandangan mata kami bertemu. Hingga tubuhku menghilang dibalik sebuah pintu. Laki-laki yang tadi memapahku menjatuhkan tubuhku ke atas sebuah sofa panjang yang ada di dalam ruangan tersebut dengan hati-hati. Merasa nyaman dengan posisiku, aku menutup mata dengan lengan kananku. Istirahat sejenak akan lebih baik sebelum pulang nanti.

    Rasanya belum lama aku terlelap, ketika aku merasa sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Aku berusaha membuka mata, namun sangat sulit untuk terbuka. Sebuah benda basah dan kenyal menerobos masuk ke dalam mulutku, menggelitik rongga mulutku. Tidak lama benda basah itu menyentuh leherku beserta gesekan yang kurasakan pada bagian bawahku, memberikan sensasi geli sekaligus nikmat secara bersaamaan. Aku memaksa mata agar terbuka walaupun terasa berat.

    Mataku terbelalak kaget melihat laki-laki yang tadi berkenalan denganku tengah asyik mencumbu leher hingga dadaku. Mendorong tubuhnya kasar disaat tangannya menerobos masuk ke balik celanaku. Tak lupa mendaratkan sebuah pukulan ke wajahnya. Aku ingin menghajarnya lagi, tapi karena bangun dan berdiri secara mendadak membuat kepalaku terasa pusing lagi.

    “Homo brengsek!”

    Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku, lalu berjalan sempoyongan menuju pintu, keluar dari ruangan itu tanpa mempedulikan kancing kemejaku yang telah terbuka beberapa buah.

    **

    Sekarang fakta tentang adikku yang seorang homo, mengingatkanku kembali pada malam itu. Malam di mana seorang homo melakukan hal yang menjijikan itu terhadapku. Walaupun Kak Inka memberitahuku, bahwa tidak semua homo itu bersikap dan melakukan hal-hal yang negatif. Tapi hatiku tidak bisa menerimanya. Dan sudah hampir satu bulan aku mendiamkan Andri.

    Saat ini aku berada di dalam kamarnya, memperhatikan setiap sudut ruangan. Seolah menampilkan tayangan slide tentang kebersamaan kami di ruangan ini. Aku yang memeluknya dari belakang saat kami tidur besama, membangunkannya dengan sebuah ciuman seakan-akan dia adalah putri tidur. Menggendongnya ke kamar mandi jika dia sudah manja dan menggelitikinya sampai puas sebelum tidur. Tak terasa airmataku jatuh membasahi pipiku. Aku merindukannya. Merindukan adikku yang manja.

    Mataku berhenti pada sebuah laptop yang terletak di atas meja belajar Andri. Mendekati meja belajarnya dan membuka laptop tersebut. Melihat isi setiap folder yang ada di dalam laptopnya, tidak ada hal-hal aneh di dalamnya. Sampai kursorku berhenti pada sebuah folder dengan nama ‘AnT’. Setelah meng-klik dua kali, aku menemukan lagi sebuah folder di dalamnya dengan nama ‘love’. Aku membuka folder tersebut. Terdapat puluhan foto di dalamnya. Foto Andri dan laki-laki itu.

    Penasaran, aku melihat satu-persatu foto-foto itu. Foto pertama, Andri sedang duduk di sebuah bangku taman, tersenyum menghadap kamera. Aku tersenyum melihatnya. Dia tampak bahagia. Beralih ke foto berikutnya, menampilkan laki-laki itu duduk di sebelah Andri dengan tangannya menggenggam tangan Andri yang ada di atas pahanya. Foto selanjutnya masih mereka berdua, kali ini laki-laki itu memeluk Andri dari belakang dan mencium pipi Andri. Lalu foto mereka berdua di sebuah restoran. Dan terus berlanjut pada foto-foto lainnya. Begitu banyak foto mereka berdua dan juga mesra. Andri begitu bahagia bersama laki-laki itu, pun sebaliknya dengan laki-laki itu. Aku menghela napas, kemudian menutup folder tersebut. Mematikan laptop dan meninggalkan kamar Andri.

    **

    Hari ini sangat melelahkan bagiku.

    Selesai menghadap dosen pembimbing, aku dan beberapa orang teman memutuskan pergi ke PH guna mengisi perut yang sudah lapar. Beruntung kami tidak mengalami kendala yang sulit dalam mengerjakan skripsi. Aku berharap segalanya berjalan lancar hingga wisuda nanti. Begitu sampai di PH, kami memilih duduk di tengah. Setelah memesan menu, kami lanjutkan dengan membahas tentang skripsi masing-masing.

    Tengah asyik bercengkrama bersama teman-temanku, tiba-tiba pandangan kami teralihkan pada gelak tawa yang berasal dari meja yang tak jauh dari meja kami. Seketika aku terpaku melihat salah seorang diantara mereka. Dia, Andri. Tertawa lepas dan bahagia bersama teman-temannya. Sudah lama aku tidak melihat tawa itu. Tawa adikku yang manja.

    Aku masih memperhatikan Andri yang tertawa lepas, hingga tatapan kami bertemu. Aku sempat kaget karena ketahuan sedang memperhatikannya. Dengan cepat aku mengalihkan pandangan kepada teman-temanku yang sedang asyik bicara. Aku merindukan adikku, tapi kejadian di club dulu membuatku merasa jijik. Ditambah kejadian ketika laki-laki yang mengaku pacar Andri itu memukulku seenaknya. Membuatku semakin marah dan membayangkan, jika seandainya dia marah kepada Andri, pasti dia juga akan main tangan kepada adikku itu. Walaupun Kak Inka sudah pernah meyakinkanku kalau Andri tidak seperti yang ada di dalam pikiranku, dan laki-laki itu sangat mencintai Andri. Aku menolak, tidak bisa menerima. Aku tidak tahu apakah suatu saat nanti bisa menerima mereka atau tidak. Yang aku tahu saat ini, aku merindukannya, tapi juga menolaknya karena dia seorang gay.

    **

    Setiap pagi aku selalu berangkat lebih awal dari biasanya. Aku masih belum mau berhadapan dengannya. Mama selalu bertanya, kenapa aku selalu terburu-buru. Kenapa aku tidak menunggu dan mengantarkan Andri ke sekolah. Maka aku akan selalu memberikan alasan yang sama. Karena aku harus bertemu dosen. Seperti sekarang ini. Aku kesiangan, dan ingin meninggalkan rumah secepatnya. Tapi Mama menahanku supaya sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Jadilah sekarang aku duduk di sebelah Papa menyantap sarapanku. Tapi baru separuh aku menyantap sarapan, Andri sudah turun dari atas menuju meja makan. Dengan terburu-buru aku meneguk minuman dan beranjak dari tempat dudukku, bertepatan dengan Andri yang baru saja mendudukan pantatnya di kursi sebelah Kak Inka. Mama menatapku heran karena sarapanku belum habis.

    “Aku sudah selesai,” kataku, lalu melangkahkan kaki menjauhi meja makan.

    “Nasimu masih banyak, Hendra. Andri juga belum selesai sarapan. Anterin adikmu!” teriak Mama dari ruang makan. Tidak menghentikan langkah, aku balas menyahuti Mama.

    “Hendra harus ketemu dosen, Ma. Nggak boleh telat,” alasanku.

    Menghidupkan motor, aku menoleh sebentar ke dalam rumah dengan tatapan sedih. Aku tahu, aku sudah bersikap keterlaluan kepada adikku sendiri. Tapi hati kecilku masih menolak dirinya.

    Sebenarnya akhir-akhir ini aku sering datang ke restoran, memastikan dengan siapa adikku itu pulang. Ternyata laki-laki itu yang selalu menjemputnya. Melihatnya membuatku marah, tapi aku juga merasa lega karena Andri tidak harus naik kendaraan umum sepulang kerja yang sudah malam. Di sekolahnya aku juga pernah diam-diam melihatnya. Dan laki-laki itu juga yang mengantarkannya pulang. Seperti hari ini. Dan aku tidak menyangka kalau laki-laki itu bertamu ke rumah. Sebelumnya aku melihat, dia hanya mengantarkan Andri sampai di depan rumah. Tapi, sekarang kami bertemu lagi.

    Hari ini aku membawa kekasihku, Mia, untuk bertemu dengan mama. Kebetulan aku tidak terlalu sibuk hari ini, begitupun Mia. Setelah dari rumahnya, aku membawanya ke rumah. Kami sudah satu tahun lebih menjalin hubungan, dan sekarang aku merasa sudah waktunya aku memperkenalkan Mia kepada orangtuaku, sekaligus meminta restu. Karena kami ingin melanjutkan kejenjang yang lebih serius lagi.

    Perkenalan mama dan Mia berjalan sukses, dan mama kelihatan menyukai Mia. Terbukti ketika Mia memperkenalkan dirinya kepada mama. Mama menyambutnya dengan hangat. Menemani Mia berbincang dengan Mama sebentar, selanjutnya aku pergi ke atas guna mengganti pakaian karena kami harus pergi lagi, ke rumah sakit menjenguk salah seorang teman. Sepuluh menit mandi, ganti pakaian, lalu kembali ke ruang tamu.

    Mama dan Mia begitu akrab dan asyik ngobrol sampai tidak tahu kedatanganku hingga aku berdehem, barulah mereka menyadarinya. Aku duduk di sebelah Mia, mengambil cemilan dan menyandarkan punggungku ke sandaran sofa yang kududuki. Sementara mama dan Mia kembali melanjutkan pembicaraan mereka.

    Aku ikut tertawa ketika mereka membahas kejadian lucu yang berhubungan denganku juga. Tapi tawaku langsung terhenti karena kehadiran Andri dan laki-laki itu. Mereka berdiri di hadapan kami bertiga. Aku mengepalkan tangan dengan kuat, dengan rahang mengeras dan menatap tajam kepada mereka. Mereka berdua datang dari atas, yang sudah pasti dari kamar Andri. Tak bisa kupungkiri, pikiran negatif segera hinggap di otakku. Apa yang mereka lakukan di dalam kamar berduaan. Apakah mereka melakukan hal yang...... aku memejamkan mata dan menghembuskan napas perlahan menenangkan diri. Mengenyahkan pikiran-pikiran buruk itu.

    Sekuat tenaga aku menahan emosi, karena tanganku sudah gatal ingin menghajar laki-laki itu. Tapi di sini ada Mama dan juga Mia. Jadi aku memutuskan untuk diam, hanya menatap mereka dengan tajam. Dan bisa kulihat Andri sangat gugup saat ini. Buru-buru dia pamitan pada mama, menarik tangan laki-laki itu dan berlalu dengan cepat dari hadapan kami. Aku memperhatikan mereka sampai menghilang dari hadapanku. Mama melirikku, yang kutanggapi dengan pura-pura mengecek ponsel. Tidak lama, aku dan Mia juga berpamitan kepada mama.

    **

    Aku pulang tepat pukul setengah sembilan malam, semua keluargaku, kecuali Andri, tengah asyik menonton televisi di ruang keluarga. Mama menyandarkan kepalanya ke bahu papa,dan Kak Inka asyik sendiri dengan setoples kripik di tangannya. Aku hanya menyapa mereka sekedarnya saja. Lebih memilih meneruskan langkah ke kamar daripada ikutan menonton sinetron yang mebosankan, menurutku. Membuka pakaian, menyisakan celana boxer saja. Aku merebahkan tubuhku ke atas tempat tidur, mengirim pesan kepada temanku, menanyakan pukul berapa kami berangkat besok. Teman-teman sesama SMAku mengajak reunian ke puncak selama dua hari. Kami akan menginap di villa salah seorang temanku itu. Puncak sepertinya tempat yang cocok untuk menenangkan pikiran. Dan aku merasa sangat membutuhkan refreshing.

    Tanganku masih sibuk membalas pesan-pesan dari teman-teman hingga terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar, dan suara Mama.

    “Hendra. Boleh mama masuk, Sayang?!” tanya mama lembut dari luar sana.

    “Masuk saja, Ma. Pintunya nggak Hendra kunci,” sahutku, menghentikan aktifitasku.

    Perlahan pintu kamarku dibuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang sangat aku sayangi. Mama berjalan mendekat ke arahku dan duduk di sampingku yang sudah duduk di pinggir tempat tidur.

    “Kamu, malam-malam nggak pakai baju. Apa nggak kedinginan?” mama mengelus kepalaku dengan sayang.

    “Hendra gerah, Ma,” jawabku sambil menyandarkan kepalaku ke pundak Mama. Mama mengambil tanganku dan mengelus-ngelusnya dengan lembut. “Ada apa mama mencari Hendra?” tanyaku, yang masih menyandarkan kepalaku.

    “Mama, mau bicara tentang kamu dan adikmu.” Aku menegakkan kepala, menarik napas dan menghembuskannya dengan pelan, mengusir rasa gugup yang saat ini melanda. Mama menatapku dengan tatapan sendu. Jantungku berdetak tak karuan, tapi aku berusaha bersikap tenang di hadapan mama.

    “Maksud mama?” hanya itu ucapan yang keluar dari mulutku.

    “Mama perhatikan, akhir-akhir ini kalian terasa jauh. Kalian tidak berangkat bareng lagi. Dan kamu juga tidak pernah menjemput adikmu lagi dari tempat kerjanya. Mama merasa kamu menjaga jarak dari adikmu. Andri juga terlihat sedih setiap kali menemukan kursimu sudah kosong di meja makan. Ada masalah apa diantara kalian?” tanya mama dengan sedih. Aku tersenyum setelah mendengar penuturan mama. Membalas genggaman tangannya dengan erat.

    “Mama, jangan khawatir. Tidak terjadi masalah yang berat antara Hendra dan Andri. Hendra memang sedikit kesal padanya, karena akhir-akhir ini nilainya turun. Hanya itu,” jelasku meyakinkan mama.

    Aku memang pernah memeriksa meja belajar dan tas Andri beberapa waktu lalu. Mencari sesuatu yang mungkin dia simpan di sana. Sesuatu seperti ‘alat pengaman’, mungkin. Ya, sampai sekarang pikiran negatif selalu hinggap di otakku tentang hubungan mereka. Dan aku bersyukur tidak menemukan benda tersebut. Tapi malah menemukan nilai-nilai hasil ulangannya yang menurun dari biasanya.

    “Benar, hanya karena nilainya yang turun?” tanya mama menyelidik. Aku mengangguk sebagai jawaban. Mama menghela napas sejenak kemudian tersenyum.

    “Apapun masalah kalian. Mama harap kalian bisa menyelesaikannya dengan baik. Kalian sudah dewasa, tentu bisa mencari solusi yang terbaik untuk masalah yang kalian hadapi. Mama juga yakin kamu bisa membimbing adikmu. Mama ingin melihat kalian seperti dulu lagi. Bukan saling diam seperti ini,” mama menatapku dengan senyum yang masih menghiasi bibirnya.

    “Mama jangan khawatir. Kami akan baik-baik saja,” kataku, ikut tersenyum kepada mama.

    Selesai bicara. Mama menyuruhku untuk istirahat, lalu pergi meninggalkan kamarku. Aku tahu Mama tidak sepenuhnya percaya dengan alasan yang kuberikan. Tapi aku tahu Mama percaya bahwa kami akan menyelesaikan masalah kami dengan baik. Sementara, aku tidak tahu apakah aku bisa seperti dulu lagi dengan adikku itu atau tidak. Dalam hati aku minta maaf kepada mama, karena tidak memberitahukan alasan yang sebenarnya, kenapa aku menjaga jarak dengan Andri. Aku tidak ingin Mama kecewa jika tahu anak bungsunya seorang homo.

    Aku masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku yang terasa lengket. Aku ingin menjemput Andri malam ini. Entah karena alasan apa, aku tidak tahu. Aku hanya ingin menjemputnya. Jam sudah menunjukan hampir pukul sepuluh. Sebentar lagi Andri akan pulang. Setelah berpamitan kepada kedua orangtuaku dengan alasan membeli sesuatu untuk keperluan ke puncak besok. Aku melajukan motorku dengan kecepatan yang lumayan tinggi agar cepat sampai ke restoran.

    Sudah lewat pukul sepuluh, tapi restoran belum tutup. Sepertinya banyak pengunjung malam ini. Jadi aku memutuskan menunggu di atas motor. Aku menyibukan diri dengan bermain game di ponsel. Bosan bermain, aku mengalihkan pandangan ke restoran dan mataku menangkap sosok yang kembali membuatku marah. Tidak lama, aku melihat Andri keluar dari restoran. Aku menggunakan kembali helm yang tadi kulepas sambil menunggu Andri. Memandangi mereka lagi yang saat ini saling melemparkan senyum. Aku menggenggam stang motor dengan erat tanpa memutus padanganku pada mereka.

    Rupanya Andri mengetahui kalau aku terus memperhatikan mereka dari tempatku. Dia menemukan keberadaanku. Dia menghentikan langkahnya memandangku yang dari tadi sudah memandangnya. Kemudian dia terlonjak saat laki-laki itu menyentuh bahunya, kemudian menoleh pada pacarnya itu. Aku menggunakan kesempatan ini untuk pergi dari tempat ini. Meninggalkan mereka berdua.

    ..

    Aku menghempaskan tubuhku ke atas tempat tidur, menggeram dengan kesal. Setiap melihat laki-laki itu, selalu mengingatkanku pada perkelahian kami beberapa pekan lalu. Aku masih marah padanya. Pikiran-pikiran jika dia sedang marah dan memukul Andri juga terus terbayang olehku. Aku ingin laki-laki itu menjauh dari Andri. Aku tidak rela jika adikku menjadi korban kekerasannya. Tapi Andri sangat bahagia bersamanya. Aku mengacak rambut frustrasi karena hal-hal negatif yang menghinggapiku.

    Aku mendengar suara mesin mobil di luar. Dengan buru-buru aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah jendela. Dari sini aku melihat Andri keluar dari dalam mobil dan membuka pintu pagar. Akupun berjalan menuju pintu kamar, memilih menunggunya di depan kamarku. Aku melipat tangan di dada, memandangnya yang sudah sampai di atas dengan tajam.

    “Kakak belum tidur?” tanyanya pelan.

    “Jangan pernah membawa homo menjijikan itu ke rumah ini lagi,” ujarku dingin, masih menatapnya dengan tajam. Andri kaget mendengar ucapanku. Aku juga tidak menyangka kata-kata tersebut keluar dari mulutku.

    “Jika bagi Kakak homo itu menjijikan dan tidak mau melihat kedatangan Tora di rumah ini lagi. Apakah itu artinya Kakak juga tidak ingin melihat Andri berada di rumah ini lagi? Karena Andri juga seorang homo dan homo itu menjijikan, seperti yang Kakak bilang. Apa Andri harus menghilang dari hadapan Kakak?” tuturnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

    Tidak, aku tidak ingin dia pergi dari rumah. Aku juga tidak bermaksud mengusirnya, atau apapun itu. Aku hanya tidak ingin dia bersama laki-laki bernama Tora itu. Aku tidak ingin dia menampar, atau memukul adikku jika sedang marah. Tapi aku hanya bisa diam, tidak bisa menjawab pertanyaan Andri. Lalu lebih memilih masuk kedalam kamarku.

    Tanpa kuduga Andri masuk kedalam kamarku, berjalan mendekatiku.

    “Kak. Andri minta maaf jika sudah membuat kakak kecewa. Karena Andri tidak seperti adik teman-teman kakak yang mungkin semuanya normal. Andri memang berbeda, tapi Andri tidak seperti yang pernah kakak bilang. Gonta-ganti pasangan nggak jelas. Seks bebas, atau apapun itu. Kami juga sama seperti pasangan-pasangan nomal. Kami juga ingin menikah dengan orang yang kami cintai, hidup bahagia dengan satu pasangan hingga maut memisahkan.

    Mungkin bagi kakak hal itu sangat konyol karena hubungan sesama jenis dipandang sebelah mata di negara ini. Tapi itulah harapan dan impian kami. Andri tidak seperti yang kakak pikirkan. Andri hanya menjalin hubungan dengan satu orang. Tora. Dan jika memang menurut kakak, kami orang yang menjijikan. Andri akan usahakan tidak akan menampakan diri di hadapan kakak. Atau Andri bisa pergi dari sini, agar kakak tidak merasa jijik lagi. Sekali lagi, maafkan Andri karena sudah membuat kakak kecewa,” ucapnya panjang lebar.

    Lagi aku hanya bisa diam mendengar ucapannya. Dan dadaku tiba-tiba terasa sakit dan sesak melihat airmatanya yang sudah membasahi pipinya. Aku ingin menghapus airmatanya, tapi aku hanya diam mematung menatapnya. Hingga Andri menghapus airmatanya sendiri dan melangkahkan kaki meninggalkan kamarku. Sampai di depan pintu, dia membalikan badan lagi menghadapku.

    “Andri kangen kakak....” lirihnya, sebelum menutup pintu kamarku.

    Aku terduduk di atas kasur, meremas rambutku gusar. ‘Andri kangen kakak....’. kata-kata Andri barusan terngiang lagi di telingaku. Airmatanya, kesedihannya. Semua nampak jelas dihadapanku. Aku merutuk diri karena telah melukai hati adikku sendiri.

    “Kakak juga kangen kamu, Dri,” gumamku. Kurasakan cairan hangat keluar dari mataku.

    ***

    Sudah lebih dua minggu aku tidak bertemu dengan Andri. Terakhir kami bertemu adalah pada malam itu. Malam di mana dia mengatakan tidak akan menampakkan diri lagi di hadapanku. Mama memberitahuku setelah pulang dari puncak, bahwa Andri menemani Andre di rumahnya selama beberapa hari, karena orangtua Andre sedang pergi ke luar negeri. Tapi ini sudah lebih dari dua minggu dia menginap di rumah Andre. Ternyata dia benar-benar menghilang dari hadapanku.

    Aku teringat lagi dengan liburan di puncak beberapa hari yang lalu bersama teman-temanku. Kami menikmati liburan dan bernostalgia di sana. Mengunjungi tempat-tempat yang pernah kami singgahi dulu. Kami bercanda dan saling berbagi cerita. Hingga pada malam terakhir kami di sana, salah seorang teman yang sekamar denganku. Lingga. Memulai percakapan tentang adiknya. Tanpa memikirkan, apakah aku orang yang bisa dipercaya atau tidak. Lingga tetap menceritakan tentang adiknya padaku. Adiknya memiliki orientasi seksual yang sama dengan Andri. Sayangnya adik Lingga tidak seberuntung Andri dalam berteman. Dia sering dibully dan di ejek oleh teman-teman sekolahnya. Mereka mencerca adik Lingga dengan sebutan, homo hina, jalang, bahkan disebut sampah oleh orang-orang yang benci dengannya. Hanya satu orang teman sekelasnya yang mau berteman dengannya. Salah seorang teman wanitanya.

    Awalnya Lingga tidak tahu tentang adiknya yang berbeda dari cowok-cowok lain. Sampai beberapa bulan yang lalu dia menemukan foto-foto cowok shirtless di laptop adiknya. Tapi adiknya beruntung karena Lingga mau menerima keadaan adiknya itu. Adiknya akhirnya menceritakan semua perlakuan buruk yang dialaminya di sekolah. Sekarang Lingga sedang mencari sekolah baru untuk adiknya. Ibunya pernah menentang Lingga soal kepindahan adiknya itu, namun akhirnya beliau setuju karena Lingga menceritakan semuanya. Aku menyarankan Lingga agar memindahkan adiknya ke sekolah Andri, yang kutahu dari Kak Inka, murid-murid, bahkan guru-guru di sekolah Andri tidak pernah mempermasalahkan tentang orientasi seksual siswanya.

    Mendengar cerita Lingga, aku merasa tercubit. Sikapku yang menolak dan menjauhi Andri. Wajah kesedihannya saat aku mengucapkan kata-kata yang menyakitinya. Aku benar-benar kakak yang buruk. Aku juga menceritakan tentang Andri kepada Lingga dan tentang sikapku terhadap Andri. Lingga menyuruhku untuk menerima dan menjaga adikku.

    Pulang dari puncak, aku memutuskan untuk menerima keadaan Andri. Bagaimanapun dia adalah adikku. Adik yang harus kujaga. Walaupun beberapa minggu yang lalu aku telah menyakitinya. Namun yang kudapatkan setelah pulang adalah kekecewaan. Andri menghilang dari hadapanku. Sekarang aku menyesali semua sikap burukku padanya. Aku juga terlalu pengecut untuk menghubunginya. Aku takut dia membenciku.

    ..

    Aku mengetuk pintu kamar Kak Inka beberapa kali. Dari dalam terdengar suaranya menyuruh masuk. Aku membuka pintu kamarnya dan menemukan Kak Inka tengah asyik membaca novel di tempat tidurnya. Aku berjalan mendekat, merebahkan tubuhku di atas kasur, menjadikan pahanya sebagai bantal. Kak Inka menutup buku bacaannya, kemudian beralih menatapku.

    “Ada apa, Hen?” tanyanya penasaran. Aku meraih tangannya dan memainkan jemari-jemari lembut Kak Inka.

    “Hendra, kangen Andri,” lirihku. Kak Inka tersenyum sambil mengusap-ngusap rambutku.

    “Kalau gitu hubungi dia,” balasnya.

    “Hendra takut, Andri tidak mau menerima panggilan telepon dari Hendra. Hendra kakak yang jahat.”

    “Andri itu sangat menyayangimu. Dia tidak mungkin membencimu. Dia pasti senang jika kamu hubungi.”

    “Kakak yakin?”

    “Iya, Kakak yakin...atau kamu temui saja dia setelah pulang sekolah besok,” usul Kak Inka padaku. Aku mengangguk setuju dengan usul Kak Inka.

    “Kakak senang, akhirnya kamu mau menerima Andri.”

    “Maafkan Hendra, Kak,” sesalku kepada Kak Inka.

    “Kamu tidak salah. Kamu hanya trauma dengan kejadian yang menimpamu dua tahun lalu,” ujar Kak Inka menenangkan. Ya, kemarin aku sudah menceritakan tentang kejadian yang menimpaku dua tahun yang lalu. Kejadian yang membuatku berpikiran semua kaum homoseksual itu sama. Sekarang aku tahu bahwa tidak semua kaum homoseksual itu bersikap buruk.

    Aku sangat berterima kasih kepada Lingga yang telah menyadarkanku lewat cerita tentang adiknya, dan kepada Kak Inka yang sangat pengertian. Dan aku bertekad akan menemui Andri sepulang sekolahnya besok.

    **

    Aku menaiki sebuah bus menuju sekolah Andri. Karena motorku sedang di service dan perlu mengganti ban, terpaksa aku menggunakan bus ke sekolahnya. Dan aku harus menyeberang terlebih dahulu untuk bisa sampai tepat di depan sekolah itu. Aku sudah mengirim pesan ke Andri agar menunggu di depan gerbang.
    Ponselku berbunyi, menandakan ada panggilan masuk. Ternyata Andri yang menelpon. Aku mengangkatnya dengan semangat. Sudah lama aku tidak mendengar suaranya.

    “Kakak ada di mana?” tanyanya di seberang sana saat aku menjawab panggilannya. Aku sangat senang mendengar suaranya.

    “Sebentar lagi kakak sampai. Tunggu kakak,” jawabku dengan tenang.

    “Baiklah,” katanya patuh. Aku memutus pembicaan kami setelah melihat halte yang terletak tak jauh dari sekolah Andri. Aku segera turun dari bus begitu sampai di halte tersebut.

    Gerbang sekolah dipenuhi oleh siswa-siswi yang mau pulang. Diantaranya ada Andri yang sedang melambaikan tangan kepadaku, di sebelahnya ada laki-laki itu. Andri bergerak dari tempatnya mau menghampiriku, tapi aku memberikan isyarat supaya dia tetap di sana, biar aku yang menghampirinya.

    Aku menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada kendaraan yang lewat. Setelah yakin, barulah aku mulai menyeberangi jalan. Tapi baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba sebuah kendaraan dengan kecepatan tinggi datang dari arah kananku. Dan...

    “KAKAAAK!!”

    Aku masih sempat mendengar teriakan Andri, sebelum semuanya berubah menjadi gelap.


    *******



    Seperti biasa jangan lupa komennya ya. Yang suka diam-diam membaca, aku harap kalian muncul memberikan komen juga. Kasih masukan, kritik, atau saran yang positif. Dan maap jika ada typo...kasih tau aja, biar bisa kuperbaiki..
  • edited October 2016
    Udah aku duga dari tadi, pasti di akhir part akan ada sesuatu yg mengejutkan. Ehhh ternyata benar, kak Hendra yg ganteng kecelakaan...Huhuhu :'(
  • hiks" demen banget buat saya jd mewek hihi
    Kak @akina_kenji

    syukurlah hendra udh bisa nerima, tp kok kecelakaan sih? Baru aja mau happy T.T
  • iye neh...
    kenapa harus ada kisah kecelakaan? yg nanti ujung2nye si andri merasa bersalah, dan juga ujung2nye ai andri akan minta putus dari tora.
  • @JosephanMartin salah dia sendiri yang nyebrang jalan gak hati hati..

    @Abdulloh_12 cupcupcup...
    dianya gak hati hati, makanya jadi kecelakaan...
    kamu kalo nyebrang jalan harus hati hati ya?! :v

    @arieat sudah takdirnya begitu hehe....si andri mana berani dia minta putus...palingan nanti dia bisanya hanya kabur, trus bikin tora setres xixixi
  • jgn di buat meninggal or luka serius...
    di buat semacam shock je karna kangen berat
    hehehe...
  • Beneran mewek :D @akina_kenji
    Jgn dulu diilangin hendranya
  • emngnya aku masih kecil apa huu -_-
    Tp bener hehe, orang yg kecelakaan nggak mandang kecil dewasa haha
    Iya nih, hendranya ditahan dulu kan kak @akina_kenji?
  • Duuhh.. aku mewek sumpah T.T
  • hendra syok, trus pingsan ya? @arieat :v

    :v trus bagusnya dikemanain dulu hendranya? @QudhelMars

    hahaha walopun udah gede, tetap harus hati2 @Abdulloh_12
    iya, hendra ditahan di kantor polisi :v

    @Rama212 aku punya tisu nih, kamu mau gak? ^^

    kak hendra lagi tidur @bayusatpratama :v
  • hendra syok, trus pingsan ya? @arieat :v

    :v trus bagusnya dikemanain dulu hendranya? @QudhelMars

    hahaha walopun udah gede, tetap harus hati2 @Abdulloh_12
    iya, hendra ditahan di kantor polisi :v

    @Rama212 aku punya tisu nih, kamu mau gak? ^^

    kak hendra lagi tidur @bayusatpratama :v
Sign In or Register to comment.