It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bang @dwippa : Obi bacanya siang siang bang ini, merinding juga (╥﹏╥"), bang @LostFaro iseng (╥﹏╥")
Bang @LostFaro: Just DON'T (╥﹏╥")
Gue perkosa lu bang lost!!!!!
Fakkkkkkkkk
Kalo kecanduan gak nanggung ya~
Xixixixixi
Lu kata cari inspirasi gampang ! Coba belajar buat, biar tau rasanya buntu or malasnya ngetik.
Hahah, ini bang Obi next lagi ‘Permen Gulali Joya’-nya. Obi ingin abang merasakan manisnya gulali Joya sekali lagi. Miniseri yang sengaja Obi buat khusus untuk forum BF tercinta ini.
Yap, seperti biasa sebelum memulai mengikuti chapter miniseri ‘Permen Gulali Joya’, Obi ingin mengenakan tarif buat abang-abang semua (hahah..). Berapa tarifnya? Murah kok, liat rincian di bawah:
1. Baca cerita Obi, bayar dengan 1 ‘Like’ atau 1 ‘LOL’
2. Atau dalam beberapa kasus tertentu, abang bisa membayarnya dengan 1 ‘Kesal’
3. Kasih Obi 1 komentar (wajib).
Yap! Wajib berkomentar, Obi ingin mendengar suara dan tanggapan abang sama temen-temen semua (❀*´ `*). Itu aja deh, selamat mengikuti (❀*´ `*).
❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀❂❁❀✿❂❁❀
Chapter 3. Rumah Mewah
...Orang yang berbuat baik adalah orang yang mampu memenangkan hati dan dunianya...
Bangun pagi, menyiapkan kotak harta karun, mandi...
Sarapan kalo ada sisa makanan semalam, berdoa, berangkat...
Jangan lapar, jangan menyerah, berjuanglah...
Sesuai janji-janjinya kepada Sang Penguasa Bumi, mentari pagi terbit dari belahan bumi bagian timur. Suara ayam berkokok mengiringi naiknya sang mentari. Menggantikan ‘uhu’ burung hantu semalam. Perlahan namun pasti. Bintang besar itu naik menuju puncak langit. Pada jam yang sama. Pada arah yang sama. Orbit yang sama. Sang fajar─bintang itu, menyinari bumi permai nan hijau. Tempat dimana semua manusia menyambutnya. Menjadikannya tanda sebagai dimulainya rutinitas harian. Tidak terkecuali Joya dan si bungsu.
Begitu bangun pagi, mereka─Joya dan si bungsu, menyiapkan kotak harta karun. Sebuah kotak yang akan diisi dengan berbagai macam bentuk permen gulali. Bentuk lingkar. Bentuk bunga. Bentuk daun. Bentuk kincir angin. Dan bentuk yang mereka senangi─ayam jago. Joya dan si bungsulah yang membuatnya. Sebuah keahlian yang didapat dari mendiang ibunya sebelum wafat. Keahlian yang diperoleh dari hasil pengamatan mereka ketika mendiang ibunya membuat permen gulali. Keahlian yang menopang hidup mereka.
Setelah mandi dan selesai berdoa. Memanjatkan untaian-untaian kata nan indah kepada Sang Kristus. Joya segera berangkat untuk menjajakan permen gulalinya. Tidak perlu sarapan pagi itu. Tidak ada sisa makanan lebih semalam. Ia menjinjing kotak harta karunnya. Tidak lupa ia mengepak buku-buku bekas. Buku-buku pelajaran. Joya akan meloakkannya. Bagi Joya, buku-buku tersebut sudah tidak ada gunanya lagi. Toh mereka sudah tidak bersekolah. Paling tidak, buku-buku tersebut masih bisa dijual. Lumayan hasilnya bisa untuk membeli makanan lebih.
“Kau jangan kemana-mana, jaga rumah, aku akan pulang ketika matahari sudah tergelincir di sebelah barat!”
Joya berpesan kepada si bungsu. Si bungsu mengangguk. Joya menepuk pundak si bungsu.
“Tahanlah sebentar lagi, aku akan pulang dengan membawakan makanan.” ucap Joya.
Si bungsu kembali mengangguk.
Selepas memberikan pesan kepada si bungsu, Joya mulai melangkahkan kakinya. Dengan beralaskan sandal jepit butut, ia menyusuri daerah pemukiman bantaran sungai. Joya melempar pandangan kesana-kemari. Melihat dua sisi kehidupan yang saling berseberangan. Rupanya sungai besar ini tidak hanya membelah Kota dimana Joya tinggal di dalamnya. Sungai ini juga memisahkan dua buah perkampungan tengah perkotaan. Jelas sekali perbedaan derajat antara kedua perkampungan tersebut. Kampung si kaya dan si miskin. Sungguh kesenjangan sosial yang menyedihkan. Dimana kita sesama manusia, merasa terkotak-kotakkan dengan adanya kasta kasat mata tersebut. Dan sialnya, setiap hari Joya harus melalui jalan tersebut. Jalan dimana rumah-rumah mewah bertingkat menyeruak bak hutan rimba. Kali ini pun sama. Joya dengan langkah paginya, menyusuri jalanan rumah-rumah bertingkat itu.
Pernah ada suatu kejadian. Itu ketika Joya melewati jalanan rumah-rumah tersebut dipagi hari. Ia hendak berangkat menjajakan permen gulalinya waktu itu. Joya melihat seorang anak yang usianya sebaya dengannya mengamati Joya. Anak itu akan berangkat sekolah dengan mobil yang sudah siap jalan. Namun tiba-tiba anak itu meludah ke arah Joya setelah mengamatinya. Seakan-akan anak itu jijik dengan sosok Joya yang compang-camping menjinjing kotak harta karunnya. Joya hanya bisa terdiam menelan ludah mendapatkan perlakuan tersebut. Bagi Joya, sudah biasa hal tersebut. Semua orang kaya seperti itu. Sombong! Angkuh! Tidak derma! Dan selalu memandang rendah anak-anak seperti Joya. Sampai sekarang, Joya masih bisa mengingat dengan jelas tatapan hina mereka. Tatapan hina dan remeh itu. Itulah yang membuat Joya benci terhadap mereka─kaum elit yang seperti itu.
Ketika hampir sampai di bibir jalan utama, langkah kecil Joya tiba-tiba terhenti. Joya mengamati sebuah rumah mewah bertingkat. Megah sekali rumah itu. Bak istana yang memberikan perlindungan serta kehangatan bagi siapa saja yang menghuni di dalamnya. Rumah besar 2 tingkat. Bercat hitam dan putih. Elegan. Satu-dua pohon tumbuh di pekarangan rumah megah tersebut. Tumbuh tinggi, namun tidak menutupi kemegahannya dari depan. Pagarnya dibuat dari kombinasi apik kayu dan besi. Dua elemen yang saling berseberangan, namun mampu menyatu dan memberikan kesan kontemporer. Siapapun yang melihat kemegahan rumah itu, pasti akan langsung terpana. Seperti Joya dengan kesenyapannya yang tengah mengamati rumah megah tersebut dari seberang jalan.
Ia teringat akan janjinya kepada si bungsu. Janjinya semalam yang sudah terucap. Terikhrar mantab tanpa keraguan di dalamnya. Kelak ia akan membangun rumah mewah seperti itu. Mempersembahkannya untuk adik semata wayangnya. Agar mereka berdua dapat menghabiskan sisa hidup di dalamnya. Hidup dengan tenang dan nyaman. Tanpa kekurangan suatu apa. Ahh! Sungguh angan yang muluk. Indah sekali kalau semua itu akan terwujud. Entahlah! Joya tidak pernah tau berapa kali pun matanya berkedip. Tapi ia yakin. Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Joya anak yang baik. Ia berhati mulia. Tegar menghadapi cobaan. Tetap berdiri kokoh tanpa gentar. Seberapa pun dunia dengan kejam menempa raganya.
Joya masih mengingat-ingat pesan-pesan mendiang ibunya. Suatu ketika, mendiang ibunya pernah berkata bahwa “...Orang yang berbuat baik adalah orang yang mampu memenangkan hati dan dunianya...”. Joya yakin. Ia akan memenangkan semuanya.
Joya memutuskan untuk duduk sejenak. Mengagumi kemegahan arsitektur rumah tersebut. Mengagumi gaya kontemporer-modern yang menonjol. Ia mengambil sebuah buku gambar yang masih putih polos dari tumpukan buku-buku yang akan ia loakkan. Ahh..., seharusnya buku-buku itu penuh dengan tulisan-tulisan teori pendidikan. Itu akan terjadi jika mereka─Joya dan si bungsu, masih mengenyam di dunia pendidikan itu. Dunia pendidikan yang di koar-koarkan dengan kata ‘wajib’ bagi seluruh rakyat negeri ini. Sebuah kata provokasi yang runtuh seketika jika tidak ada biaya untuk menopangnya. Membayar ini-itu. Serba-serbi dunia pendidikan. Hah! Bagai omong kosong yang tertiup angin.
Ia mengambil sebuah pensil kayu pendek. Dalam hitungan menit, pensil tersebut sudah menari-nari diatas lembaran putih buku gambar. Menggoreskan sesuatu yang indah. Joya menggambar kemegahan rumah tersebut. Paling tidak untuk saat ini, hal itulah yang bisa Joya berikan buat adik semata wayangnya. Sebuah sketsa megah rumah pinggir jalan. Dengan satu-dua pohonnya. Dengan dua tingkatnya. Dengan pagar eloknya. Setiap detil sudut rumah yang tampak dari luar pagar, tidak ada yang luput dari pandangan matanya yang selaras dengan gerakan pensilnya.
Dua puluh menit sudah Joya dengan khusyuk menorehkan pensil kayunya. Hingga kegiatannya terhenti seketika. Joya melihat ada seorang anak muda keluar dari pagar rumah tersebut. Mungkin usianya 2 tahun lebih tua dari padanya. Anak itu tengah membuang sampah. Berjalan menuju tempat sampah yang terbuat dari semen. Seketika juga kedua mata mereka bertemu. Anak itu melihat Joya yang sedang duduk bersila di seberang jalan. Joya tau bahwa ia akan segera mendapatkan perlakuan yang memuakkan. Pandangan anak konglomerat tempo hari masih tergambar jelas di kepalanya. Sejelas kemegahan rumah yang ia torehkan di kertas gambar yang ia pangku. Pandangan hina itu. Tatapan jijik itu. Cara mereka meludah. Semuanya benar-benar memuakkan!
Joya segera melipat buku gambarnya dan mengemasi barang-barangnya. Lebih baik ia angkat kaki terlebih dahulu. Dari pada ia mendapatkan serangan yang kurang mengenakkan. Ia sama sekali belum sarapan. Tidak ada makanan lebih sisa semalam. Mendapatkan perlakuan yang sama seperti tempo hari bukanlah menu sarapan yang tepat bagi Joya. Namun ketika Joya hendak melangkahkan kakinya, diluar dugaan anak tersebut melemparkan sebuah senyuman kepada Joya. Bukan senyuman meremehkan. Bukan senyuman menghina. Bukan senyuman merendahkan. Bukan! Bukan itu semua. Melainkan sebuah senyuman hangat.
Joya tersentak seketika. Bukan karena senyuman yang hangat tersebut. Melainkan karena awalnya ia menduga akan mendapatkan pandangan hina seperti apa yang dilakukan anak konglomerat tempo hari. Tapi sayang. Joya sama sekali tidak membalas senyuman hangat tersebut. Ia terlanjur kaku berjalan. Ia membuang muka. Bagi Joya, tidak ada gunanya beramah-tamah. Toh mereka hidup di dunia yang berbeda. Dikalangan berbeda. Biarlah anak tadi menelan ludahnya sendiri.
“Siapa anak dengan wajah lucu tadi. Kenapa dia tersenyum kepadaku? Apa dia berbeda dari yang lain? Anak-anak konglomerat itu?”
Hanya itulah sebuah pertanyaan yang mucul dalam benak Joya. Ia baru sekali bertemu dengan anak tersebut. Selama ia rutin melewati jalanan itu, tadi adalah kali pertama ia bertemu dengannya─anak dengan wajah lucu.
Entahlah. Waktu yang akan memberikan jawaban. Biarkan pertanyaan tersebut bergulir mengikuti aliran waktu. Hingga akan berhenti meberikan jawaban dari teka-teki aneh ini. [Bersambung]
❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀✿❂❁❀
p.s “Jangan lupa tarif sama komentarnya yah bang (❀ *´ `*)”