It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku berniat untuk pura-pura gak melihat atau mendengar apapun saat ku lihat Wisnu mendekat dengan motornya.
Wisnu tampak sangat gusar, aku bergidik sendiri saat mata kami bertemu tatap. Dia seperti bukan Wisnu yang ku kenal.
Wisnu melintas begitu saja dari hadapan ku. Seperti gak mengenalku. Kami memang belum saling kenal lebih dekat, tapi kalau membandingkan sikapnya sebelum bertemu sosok misterius itu, sungguh sangat berbeda.
Apa hubungan Wisnu dengan makhluk itu??
Ah sudahlah, nanti saja kupikirkan lagi. Sebaiknya aku segera pulang sekarang.
Aku tiba dirumah dengan selamat, setelah mandi dan membersihkan rumah. Aku menyiapkan makanan untuk makan ku nanti malam.
Tepat bersamaan dengan berpindahnya tumis kangkung ke mangkok, kudengar suara pintu rumahku diketuk. Siapa yang bertamu jelang magrib begini??
Aku gak segera membuka pintu, kubereskan dulu kompor dan alat bekas memasak ku.
Sedangkan sipengetuk pintu tampak gak sabar, hingga suara ketukan berubah jadi gedoran.
"Iyaaaa....." ucapku kesal. Aku hanya terpaku saat membuka pintu.
"Wisnu??"
"Mas tadi pulangnya kok ninggalin aku sih?" ucap Wisnu dengan polosnya. Aku melongo beberapa saat. Bukannya tadi dia yang pergi gitu aja. Apa karena sankin marahnya dia gak sadar??
"Mas" ucap Wisnu sambil mendorong bahuku, aku gelagapan gak tau mau jawab apa.
"Masuk Wis, kok tau rumahku disini??" akhirnya aku cuma bisa mengucapkan kalimat itu.
"Mas lupa lagi. Kan aku yang nganterin mas malam itu"
"Ahh iyaa, aku lupa"
"Mas habis masak ya? Baunya wangi" ucap Wisnu, lalu tanpa permisi dia masuk menuju dapur dan langsung membuka tudung saji.
"Wahh keliatannya enak, makan yuk mas. Aku jadi lapar liatnya" ucap Wisnu lagi.
"Aku shalat magrib dulu Wis"
"Nanti aja, kita makan dulu mas" ucap Wisnu sambil menarik ku.
"Aku shalat dulu, cuma sebentar kok nanti baru kita makan" ucap ku sambil melerai cengkraman Wisnu ditanganku.
"Shalatnya aja yang nanti" nada suara Wisnu tiba-tiba berubah lebih berat.
"Wis kalo lapar makan duluan aja. Aku mau shalat"
AKU BILANG NANTI !!!" BRUGH!!
Aku meringis menahan sakit pada punggungku yang terbentur tembok. Kepala belakangku berdenyut nyeri, entah apa yang terjadi barusan.
Aku hanya merasa tubuhku terdorong dengan cepat.
"Kenapa kamu gak mau dengerin ucapanku" jemari Wisnu menekan kuat leherku. Apa yang terjadi dengan Wisnu? Kenapa dia jadi menakutkan??
"Wis... Le... Lepas" Sekuat tenaga kutarik jemari Wisnu yang menekan leherku tapi gagal.
"Kamu harus menurut dengan apa yang aku mau. kamu DENGAR!!" Bentak Wisnu sambil mencekik ku kuat.
"Ukh... Wis... Lepas sakit" ucapku tercekat, Wisnu menatapku lekat.
Tiba-tiba dia melepaskan cekikannya dileherku, lalu berdiri memandangi tangannya sendiri. Dia terlihat kebingungan, sementara aku hanya bisa terbatuk-batuk. Leherku sakit sekali. Aku pusing.
"Mas, kenapa aku disini??" tanya Wisnu panik. Aku hanya bisa menatapnya bingung.
"Aku udah nyakitin mas Burhan, maaf mas maafin aku" Wisnu mulai terisak
"A... Air..." ucapku serak, Wisnu segera mengambilkan ku segelas air dengan airmata beleleran dipipinya.
"Maaf mas...." ucap Wisnu lagi, aku hanya menatapnya. Matanya sudah kembali seperti biasa, wajahnya juga tampak ketakutan.
Kuseka airmatanya, lalu memeluknya yang masih saja menangis.
Sebenarnya dia kenapa?
Wisnu memapahku ke kamar, setelah shalat berjamaah dengannya tadi aku memilih membaringkan tubuhku. waktu shalat tadi dia juga gak kepanansan apalagi terbakar. Kalau dia kesurupan pasti saat shalat dia akan mengamuk, tapi Wisnu gak berbuat apa-apa. Terus tadi kenapa dia mencekik ku? Dan dapat kekuatan darimana Wisnu, sampai bisa mendorongku ketembok? Padahal jarak meja makan dan tembok lumayan jauh.
"Mas makan ya" aku menatap Wisnu yang duduk disisi tempat tidurku.
"Kamu aja, leherku sakit" Wisnu menundukan kepalanya mendengar ucapanku.
Punggungnya tampak bergetar, dia nangis lagi.
"Maaf mas, mas jadi sakit gara-gara aku" isaknya, aku hanya menghela nafas mendengar ucapannya.
lantjur mas @seabird
lapra coalnya tatah....
Seuruem ihhhhh
@boyszki
@misterjang
@lulu_75
@kurniaeric
@Kim_Hae_Woo679
Aku ingin mengabaikan isak tangis Wisnu, tadikan dia yang buat badanku sakit begini. Meski pusing dikepalaku sudah berkurang karena Wisnu mengompresnya dengan air hangat.
Tapi makin kudiamkan, isakan Wisnu berubah menjadi raungan. Dia menangis seperti anak kecil, dengan suara keras dan akh...
Cairan itu keluar dari hidungnya, ngalir kemana-mana, apalagi kalau bukan ingus.
"Wis...." panggilku, Wisnu menatapku dengan wajah yang berantakan. Mata bengkak, hidung merah dan ingus yang mengalir. Aku gak tega kan jadinya, lagipula dia pasti sudah menyesali kesalahannya. Nangis sampai jelek gitu.
Kuambil kain handuk yang berisi bungkusan air hangat, ku letakan bungkusan air hangat ke pangkuan ku. Wisnu memperhatikan semua gerakan ku.
Dengan gemas kuraih kepala Wisnu lalu membersihkan wajahnya terutama bagian hidung.
"Ah aduh, sakit mas" Wisnu mengusap hidungnya yang bertambah merah karena kupencet tadi.
"Aku udah maafin kamu, sekarang cuci wajahmu. Jangan lupa cuci juga handuknya. Aku mau merem sebentar" ucapku sambil melemparkan handuk itu pada Wisnu.
"Iya mas" usai mengucapkan itu Wisnu keluar dari kamarku. Bagus, cuci yang bersih batinku.
Baru aja mau pejamin mata, Wisnu sudah bersuara lagi.
"Maaaaas, sabun cucinya yang mana?" jeritnya dari arah belakang
"Didalam ember, ada dipojok kamar mandi" sahutku sambil menahan sakit pada leherku. Kudengar Wisnu masuk kekamar mandi, bagus sekarang waktunya tidur.
"Maaaas sabunnya yang cair apa yang serbuk?" Grrrrr
"Terserah, dua-duanya sabun cuci" jawabku mulai kesal, gak lama kudengar suara kran diputar.
"Maaaas airnya mati" ohh ayolah, kenapa kamu jadi bodoh gitu Wisnu rutuk ku emosi.
Perlahan aku beranjak dari tempat tidur. Mungkin sebaiknya aku mengusir Wisnu.
"Mas kok bangun?" aku hanya menatap Wisnu kesal
"Kamu pulang aja" ucapku akhirnya
"Tapi handuknya belum aku cuci, mas"
"Biar aja, taruh aja dalam ember" ketusku
"Tapi aku mau cuci handuknya, mas"
"Gak usah, biar aku cuci sendiri besok"
"Gak, handuknya kotor karena aku jadi harus aku yang cuci, mas" ucap Wisnu ngotot
"WIS ! uhuk uhuk aww leherku" aku merintih menahan nyeri pada leherku.
"MAS, cepat minum" Wisnu panik, dia segera kedapur mengambilkan ku segelas air.
Sepertinya aku butuh dokter, leherku nyeri seperti tertancap duri.
"Mas duduk sini ya, aku nyuci handuk dulu. Mas disitu aja jangan kemana-mana. Habis ini aku antar mas ke dokter" oceh Wisnu setelah mendudukan ku dikursi yang diambilnya dari dapur, lalu diletakannya didepan pintu kamar mandi.
Sebenarnya aku ingin mengomelinya tapi melihat tingkah polosnya sekarang, aku jadi lupa dengan kesalku.
"Mas, kita romantis ya. Aku nyuci mas Burhan nemenin" ucap Wisnu tersipu-sipu.
Bodoh, batinku mangkel. Siapa coba yang mau nemenin orang nyuci.
"Mas....."
"Apalagi" sewotku
"Gak jadi ah, malu bilangnya" Wisnu menundukan wajahnya tapi sesekali matanya mengerling centil padaku. Aku mengurut kepalaku yang mendadak puyeng melihat tingkah Wisnu.
"Mas kita kedokter ya" ucap Wisnu sambil menarik ku mengikutinya.
"Besok aja Wis, sudah malam. Kamu pulang aja" ucapku malas
"Aku gak suka ditolak" Aku mundur beberapa langkah dari Wisnu. Suaranya berubah berat. Pandangan matanya jadi aneh.
Dengan nafas memburu Wisnu mendekati ku, hingga membuatku tersudut ke tembok.
"Ayo kita kedokter" ucap Wisnu lagi
"Ta... Tapi ini sudah malam" ucapku was was, aku takut Wisnu mencekik ku lagi.
"Ayo mass.... Ayoooooo...." ucap Wisnu sambil menarik-narik lenganku. Glek! Wisnu bersikapk manja lagi. Dia kenapa?
"Wis, aku capek. Kamu pulang aja ya" ucapku pelan
"Mas gak suka aku disini?" tanya Wisnu murung
"Bu... Bukan gitu, tapi inikan sudah malam"
"Baru jam delapan mas, aku masih mau disini" jawab Wisnu kemudian menarik ku keruang tamu. Kami duduk diam cukup lama. Aku bingung mau ngomong apa, sementara Wisnu asik menonton acara dangdut ditelevisi.
"Wis...."
Hmmm....." jawab Wisnu tanpa menoleh.
"Ke... Kenapa tadi kamu mencekik ku?" Wisnu menatapku sendu, ada luka dimata itu. Aku bisa merasakannya. Tapi luka karena apa??
"Maaf. Aku hanya gak suka kalau kemauanku ditolak" ucap Wisnu disela helaan nafasnya.
"Aku gak nolak, cuma minta waktu untuk shalat" balasku, Wisnu menatapku kesal.
"Sama aja" ketusnya.
"Tapikan..."
"Kenapa sih semuanya gak ada yang bisa ngertiin aku. Ibu, mas juga dia. Ibu bahkan memilih mengorbankan aku hanya untuk menolong dia. Kenapa harus dia?! KENAPA!!" Wisnu berteriak keras.
Aku cuma bisa melongo, aku gak ngerti apa maksud ucapan Wisnu. Mengorbankan Wisnu lalu memilih dia? Dia siapa??
"Aku juga punya hak untuk diselamatkan, untuk bisa menjalani hari seperti dia. Dia sudah puas menghabiskan waktunya bersama ayah juga ibu. Aku juga ingin disayang, aku juga ingin punya pacar tapi mereka merenggut semuanya dariku" Wisnu makin histeris, sementara aku gak ngerti dengan apa yang diucapkannya.
"Wisnu" panggilku mencoba menghentikan ocehannya. Wisnu kembali menatapku. Nafasnya memburu, matanya bergerak-gerak menahan emosi.
Kuraih tubuh kecilnya dalam pelukanku, Wisnu menegang sejenak lalu terisak. Aku mengelus punggungnya pelan.
Ada banyak pertanyaan yang berseliweran dibenak ku, tentang siapa sosok misterius itu? Tentang dia yang berulangkali Wisnu sebutkan. Juga tentang kehidupan pribadi Wisnu, siapa keluarganya? Dan adakah hubungan sosok itu dengan dia yang Wisnu maksudkan?
Semuanya masih tanda tanya buatku.
Jadi om burung itu tanteh? Omg
#plak sotau
gyaaaa siang om
malam tantek eiym (kutekan)
kembar gak eaaa cekikikik