It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tapi aku benar-benar penasaran, apa yang sudah terjadi antara Yusuf dan mandor itu? Aku harus mencari tau tapi kemana? Satu-satunya jalan adalah memaksa Yusuf bercerita, tapi aku gak yakin Yusuf mau menceritakannya padaku.
Aku dan Yusuf sudah berteman lama, meski bukan teman dari kecil tapi kami cukup akrab. Dulu, sekitar setahun lalu Yusuf orang yang sangat terbuka, dia akan dengan mudah menceritakan masalahnya pada tiap orang. Tapi sejak Kinanti, atau tepatnya kekasih Yusuf meninggal. Dia jadi sangat pendiam, Yusuf sangat kehilangan kekasihnya itu.
Aku memang gak begitu kenal Kinanti tapi aku pernah melihatnya beberapa kali saat Yusuf mengenalkan kekasihnya itu padaku. Lalu mendadak Kinanti dikabarkan meninggal, menurut kabar yang beredar Kinanti meninggal karena kecelakaan tapi banyak juga gosip miring yang mengatakan kalo Kinanti dibunuh.
Kalo benar Kinanti dibunuh, mungkinkah ada hubungannya dengan mandor dan tukang-tukang dirumah besar itu? Atau jangan-jangan mandor itu yang sudah membunuh Kinanti? Tapi aku gak bisa menuduh orang sembarangan. Apalagi aku kan gak punya bukti, semua tebakan ku belum tentu benar. Aku terlalu mendramatisir semuanya.
Kuacak-acak rambutku, aku pusing sendiri dengan apa yang kupikirkan. Sebaiknya aku segera berangkat kerja.
Tapi ini sudah hampir satu minggu kami saling diam. Aku bosan. Aku gak suka suasana menyebalkan seperti ini. Ini membuat suasana hatiku buruk. Jadi pagi itu saar Yusuf tengah sibuk dengan pekerjaannya membuat adonan roti. Aku langsung menarik lengannya keluar ruangan. Yusuf sempat menepis lenganku, tapu aku kembali menarik lengannya paksa.
"Apasih!!" ucap Yusuf sambil mendorongku.
"Aku minta maaf" ucapku, meski sejujurnya aku kesal dan gak rela mengatakan hal itu. Tapi ini memang salahku. Jadi aku harus mengatakannya.
"Aku masih jengkel sama kamu, Wo" ucap Yusuf emosi.
"Aku tau, tapi aku capek Yus. Mau sampe kapan kita jadi musuh?" ucapku sedikit terbawa suasana.
"Sampai jengkelku hilang" dengus Yusuf.
"Berapa lama? sehari? Seminggu? Setahun?" ucapku makin kesal.
"Sampai lebaran 20 tahun lagi" ucap Yusuf lalu membalik badannya. Aku segera menarik pinggangnya dari belakang.
"Apaaaaa!!!" ucap Yusuf gak senang.
"Kamu harus maafin aku" paksa ku.
"Aku gak mau!!"
"Harus mau"
"Gak!!"
"Mau"
"Aku bilang aku gak mau, titik" Yusuf pergi dengan langkah lebar. Aku hanya menghela nafas menahan kekesalanku sendiri.
"Kenapa, Wo?" aku memalingkan wajahku menghadap sumber suara.
"Bur, kok gak keliling?" tanyaku saat mendapati Burhan si tukang roti itu berdiri bengong dibelakangku.
"Aku baru mau jalan, tapi gak sengaja liat kalian berantem" jelas Burhan.
"Kami gak berantem, cuma sedikit ribut" ucapku, Burhan tersenyum lalu berlalu.
Aku agak malas bicara dengan Burhan, kabar yang kudengar dia bisa membaca pikiran orang.
Tapi mungkin aku bisa minta bantuan dia, siapa tau Burhan punya pemecahannya. Tapi kalo aku cerita sama Burhan, Yusuf pasti akan makin kesal denganku.
Pulang kerja, kulihat ada banyak polisi dirumah besar itu. Ada apa? Karena penasaran, aku mendekat.
Pulang kerja, kulihat ada banyak polisi dirumah besar itu. Ada apa? Karena penasaran aku mendekat. Kulihat empat dari sepuluh tukang dirumah itu ditangkap polisi.
"Kenapa tukang-tukangnya ditangkap polisi pak" tanyaku pada seorang bapak-bapak gendut yang juga melihat hal itu.
"Mereka nyulik perjaka kampung, mas" jawab bapak itu sambil nyengir. Perjaka?? Perjaka kok diculik, batinku.
"Bingung to, sama aja mas. Saya juga bingung dari tadi" ucap bapak gendut itu lagi.
"Yang diculik perawan apa perjaka, pak?" tanyaku memastikan.
"Perjaka loh mas, malah katanya anak lakinya pak RT mas" jelas bapak itu. Aku masih bingung dengan jawaban bapak itu. Lalu diwaktu bersamaan, pak RT keluar dari rumah besar itu sambil gendong anak lelakinya.
"Loh?? Itukan Bayu" ucapku spontan.
"Kan saya udah bilang tadi mas, tukang-tukang itu nyulik anak pak RT tadi siang waktu anak itu pulang sekolah. Kebetulan ada tukang rumput yang liat trus laporan sama pak RT" jelas bapak itu, aku hanya menganggukan kepala ku.
"Tapi anak Bayu gak apa-apakan, pak?" tanyaku penasaran, karena kulihat wajah pak RT begitu emosi saat melintas didepanku tadi.
Aku gak bisa liat wajah Bayu, karena anak itu menyembunyikan wajahnya dipunggung bapaknya.
"Saya kurang tau mas" jawab bapak gendut itu, setelah pamitan dengan bapak itu aku mengayuh kembali sepedaku pulang kerumah.
Tukang-tukang itu menculik Bayu, padahal Bayu kan anak lelaki. Kenapa gak nyulik perawan?? Aku memang gak begitu kenal Bayu, aku hanya tau Bayu itu anak pak RT, dan dia masih kelas dua STM, itu aja yang aku tau.
Padahal banyak gadis yang bahenol didesa ku ini, tapi kenapa yang diculik Bayu? Mendadak aku ingat ucapan Yusuf tentang tukang-tukang itu. Jangan-jangan Yusuf mengalami hal serupa seperti yang baru aja Bayu alami tadi. Bisa jadi begitu, makanya Yusuf terlihat sangat gusar pagi itu.
Aku harus tanya Yusuf, agar semuanya jelas batinku. Aku bergegas mandi, niatnya setelah mandi aku akan pergi kerumah Yusuf.
Usai mandi dan berpakaian, aku segera meluncur dengan sepeda ku kerumah Yusuf tapi ibu Yusuf bilang Yusuf sedang nyekar ke makam Kinanti.
Sepertinya Yusuf belum bisa melupakan kekasihnya itu. Padahal ini sudah setahun sejak Kinanti pergi. Kuputuskan untuk menyusul Yusuf ke makam, kebetulan tempatnya gak terlalu jauh dari rumah Yusuf.
Sampai dimakam, kudapati Yusuf tengah duduk disamping pusara Kinanti. Dari kejauhan kulihat Yusuf mengusap wajahnya. Dia menangis.
"Yus" panggilku saat jarak kami sudah dekat. Yusuf mengangkat wajahnya menatapku.
"Kenapa kamu kesini, Wo?" ucap Yusuf serak.
"Aku ada perlu" ucapku lalu berjongkok disamping makam Kinanti.
"Perlu apa?" Yusuf masih menatapku.
"Kita ngobrol sambik jalan" tawarku
"Disini aja, aku belum pingin pulang" jawab Yusuf sambil mengusap nisan Kinanti penuh sayang. Mendadak aku gak tega mau tanya.
"Dia gadis yang baik" ucap Yusuf sedih, aku hanya diam sambil menatapnya.
"Tega sekali mereka menyakiti Kinanti ku" Yusuf mulai terisak.
"Mereka siapa?" tanyaku ingin tau. Yusuf mengosok air matanya kasar.
"Hari itu, aku mengajak Kinanti berkeliling kampung. Dijalan aku ketemu Kemal" Yusuf mulai bercerita.
"Siapa Kemal?"
"Kemal, dia kawan mainku waktu kecil. Dia mandor dirumah besar itu" jelas Yusuf.
"Trus gimana?"
"Kemal mengajak ku dan Kinanti singgah disebuah rumah, aku gak punya pikiran apa-apa waktu itu jadi aku juga Kinanti mau aja waktu diajak. Dirumah itu ada empat orang kawan Kemal, waktu mau masuk kerumah itu Kinanti melarangku. Tapi Kemal terus aja membujuk ku, akhirnya aku juga Kinanti masuk. Kami disuguhkan banyak makanan juga minuman. Meski sebenarnya aku juga gak nyaman dengan suasana rumah itu tapi aku tetap makan juga minum untuk menghormati Kemal" Yusuf menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya.
"Lama-lama aku pusing, aku masih dengar waktu Kinanti panggil-panggil namaku, sebelum aku benar-benar gak sadar. Kemal sengaja meletakan obat tidur dalam minuman ku. Bangun-bangun aku sudah telanjang, tangan juga kaki ku di ikat dan Kinanti gak ada disekitarku" Yusuf meremas tanah makam Kinanti.
"Yus, gak usah dilanjutin. Kita pulang aja ya" ucapku sambil merangkul Yusuf.
"Aku belum sadar dengan apa yang aku alami. Sampai tiba-tiba Kinanti masuk kedalam ruangan tempatku terikat. Kondisinya gak jauh beda denganku, pakaiannya sobek, wajahnya babak belur. Kinanti melepas ikatanku tanpa bicara, dia mengabaikan pertanyaanku. Baru saat akan berdiri dari tempatku terikat, aku merasakan sakit dibagian bawahku, aku melihat darah mengalir dari sana. Aku bahkan kesulitan berjalan" aku merangkul Yusuf makin erat, tubuhnya gemetaran.
"Kami pulang dengan kondisi menyedihkan, gak ada satupun dari orangtua kami yang lapor polisi karena gak tega pada Kinanti. Dia pasti akan malu, tapi siapa sangka Kinanti justru bunuh diri. Aku yang sudah membuatnya melakukan semua ini. Aku juga yang memberi kesempatan pada Kemal meski tanpa ku sengaja. Aku yang salah Wo, aku" Yusuf menangis dalam pelukan ku. Jadi begitukan ceritanya. Yusuf menyembunyikan semua ini selama setahun, dan sebagai kawannya aku gak tau.
Mungkin, jika aku yang ada diposisi Yusuf saat itu. Aku pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang Kinanti lakukan. Bagaimana Yusuf bisa mengatasi perasaannya saat itu? Wajar aja kalo setelah itu dia jadi sangat tertutup. Saat itu aku hanya berpikir kalo Yusuf sangat terpukul karena kehilangan Kinanti.
"Wo, ada satu hal lagi yang belum kuceritakan sama kamu" ucap Yusuf tiba-tiba.
"Hah? Soal apa?" tanyaku setengah terkejut.
"Tentang Kemal" ucap Yusuf sambil menghentikan langkahnya.
"Ada apa dengan Kemal" tanyaku.
"Dia sudah mati" Yusuf menyeringai membuatku bergidik.
"Mati??"
"Tanah menelannya" ucap Yusuf sambil terkekeh.
“Maksudnya?" aku menatap Yusuf yang masih terkekeh.
"Hari itu saat akan kerumahmu. Aku berpapasan dengan Kemal dirumah besar itu. Dia menyerangku, aku memukulnya dengan kayu. Dia jatuh tapi bangkit kembali. Saat akan berlari mengejarku tanah yang dipijaknya amblas, dia jatuh dan tertimbun" jelas Yusuf tampak sangat senang.
"Menurutmu? Bukankah seharusnya aku senang? Orang yang selama ini memberiku mimpi buruk sudah mati" jawab Yusuf seraya menatapku.
"Tapi kamu gak senang" ucapku.
"Aku senang, aku senang. Begitulah seharusnya kan? Tapi kenapa aku justru merasa bersalah, kenapa?" Yusuf terlihat kalut.
Gak ada seorangpun yang bisa tau apa yang dalam hati manusia satu dan lainnya. Meski Kemal sudah berbuat jahat pada Yusuf dan Kinanti tapi membiarkan Kemal terkubur hidup-hidup nyatanya gak bisa mengobati luka pahit yang Kemal juga temannya perbuat pada Yusuf dan Kinanti.
Yusuf berjalan gak tentu arah, langkahnya gak beraturan karena pikirannya melanglang keluar dunia. Aku menarik lengannya, Yusuf menatapku dengan pandangan yang gak bisa ku mengerti.
"Yus, empat dari tukang dirumah itu sudah ditangkap polisi" ucapku sambil melangkah lebar-lebar karena gerimis yang mulai turun.
"Semua itu gak bisa membuat Kinan ku kembali, Wo. Lagipula, ada satu orang yang melihat saat Kemal mengejarku hari itu, cepat atau lambat dia akan menceritakan pada semua orang tentang apa yang dilihatnya" jelas Yusuf lalu berlari untuk berteduh dibawah pohon beringin tua yang tumbuh disekitar jalan itu karena gerimis berubah menjadi hujan deras.
"Siapa orang itu Yus?" teriak ku sambil menyusul langkah Yusuf.
"Orang yang pagi itu kamu temui dirumah besar itu" jawab Yusuf lalu duduk di akar beringin yang menjulur keluar.
"Kita akan temui orang itu"
"Untuk apa, Wo?"
"Kita beri dia uang tutup mulut" Yusuf menatapku sejenak lalu tersenyum.
"Kita? Kamu gak ada sangkutan apa-apa dalam masalahku, Wo" ucap Yusuf kemudian.
"Tapi aku kawan mu Yus, aku akan bantu kamu menyelesaikan semua ini" Yusuf terkekeh lalu menggusak rambutku.