It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lulu_75 @adrian69 @digo_heartfire @rama212
@o_komo @RakaRaditya90 @boyszki
@QudhelMars @akina_kenji @Secreters
@Algibran26 @rama_andikaa @DafiAditya
@viji3_be5t @riordanisme @happyday
@CouplingWith @andrik2007 @josiii @master_ofsun @Feri82 @RenataF @Satria91
Selamat membaca...
Bagi yang nggk mau di mention lagi, bilang ya.
Seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamarku sambil memanggil namaku dengan pelan. Aku mengarahkan senter ke arah jam dinding besar yang tergantung di dinding kamar kosku. Ini sudah lewat pukul 11 malam. Dengan senter yang aku gigit di mulut, aku berjalan pelan sambil membawa pemukul kasti yang aku pinjam dari ruang olahraga tadi siang. Jantungku berdegup kencang dengan peluh dingin keluar di sekujur tubuhku.
Aku perlahan membuka kunci pintu dengan pemukul di tangan kanan. Bersiap-siap memukul yang ada di balik pintu apabila dia hendak berniat jahat padaku. Maling, setan, hantu atau orang-orang yang berpura-pura menjadi hantu akan aku libas dengan pemukul kasti dari besi ini.
CETAR!!
Seketika petir langsung menyambar ketika aku membuka pintu. Aku langsung terlonjak ke belakang dengan pemukul mengarah ke arah pintu masuk kamar kosku. Senterku langsung lepas dari gigitanku. Ada sesosok makhluk yang berdiri di depan pintu kamarku dengan bunyi gemerisiknya. Lututku menggigil dan tongkat besi itu bergetar seperti tengah diguncang gempa 7 SR.
"I... I... Itu... lo... lo kan Don?" tanyaku saat sosok tersebut hendak memasuki kamarku. Dia nampak seperti menanggalkan sesuatu sehingga terdengar bunyi gemerisik kresek dan tetesan air hujan. Sosok itu akhirnya benar-benar masuk, lalu menutup pintu kamarku. Dia lalu mengambil senter yang tergeletak di lantai lalu menyenteriku yang terlentang di lantai bertumpukan siku seperti orang yang hendak di perkosa.
"Astaga..., belum juga semalam aja gue tinggal, kondisi lo udah paranoid gini," ujar Doni sambil membuka lemari piringku, mengeluarkan lilin dan menyalakannya. Doni lalu meletakkan lilin di tengah ruangan dan menatapku heran sekaligus geli. "Untuk apa tongkat pemukul itu?" tanyanya.
Aku memandangi tongkat yang aku pegang, sebelum melemparnya ke balik lemari sambil tertawa canggung.
"Hehehe, nggak ada kok. Cuman jaga-jaga aja." Aku lalu duduk bersila di depan lilin sambil menatap apinya yang melayang-layang di terpa angin.
Pria jones itu lalu duduk di depanku sambil terkekeh. "Anjir dah, jaga-jaga kok pake begituan sih. Mana mempan hantu sama pemukul kasti. Yang mempannya sama bawang putih, atau buah pinang," ledeknya.
Aku mendengus, "nggak ada yang begituan di sini," jawabku. "Katanya mau bikin tugas, kok ke sini juga?"
"Rencana gue memang mau bikin tugas," Doni membuka ranselnya, "tapi berhubung kosan lo mati lampu dan lo penakut, sebagai sobat yang baik, terpaksa deh gue hujan-hujanan kesini dari rumahnya Gaga."
Aku tersenyum, walau masih belum mau menatap wajah Doni. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Doni, walau sering korban buli aku dan Rini, tapi dia masih tetap menjadi yang pertama untuk kami disaat kami kesusahan. Mungkin dia salah satu spesies langka di dunia ini.
"Terus, tugasnya gimana?"
"Lo mestinya berterimakasih sama Gaga gih," Doni berkomentar, "demi lo, dia nyuruh gue ke sini dan dia akhirnya bikin tugas sendiri," jawab Doni. Dia mengeluarkan laptop dan menghidupkannya.
Aku tersenyum, "gue minta nomornya dong, buat terima kasih."
"Nggak usah. Gue takut lo khilaf trus godain dia. Ngeri dah kalau sobat cowok gue maho semua," ujarnya sarkas.
Aku mendengus. Dasar Doni, mulutnya tidak bisa di jaga. Apa dia kira semua homo itu sama dengannya, nampak cewek bohay sedikit langsung di embat. Boro-boro hendak menggoda Gaga, melupakan Reza saja sudah membuatku pusing tujuh keliling. Aku lalu naik ke atas kasur dan merebahkan badanku di sana. Aku tidak mau berdebat dengan si mulut besar itu.
"Ya udah. Terserah lo lah. Gue mau itikat baik juga."
Doni nampak memutar bola matanya tanpa meresepon perkataanku tadi. Aku jadi jengkel sendiri dengan sikap acuh tak acuhnya itu. Aku lalu memunggunginya yang sedang asyik dengan laptopnya.
Suara aneh itu kembali terdengar. Pekikan mengerikan yang berhasil membuat bulu romaku berdiri dan nyaliku ciut. Aku langsung terlonjak, memeluk Doni.
"Don..., lo denger nggak itu..."
"Denger apa?" tanyanya.
Aku menjitak kepalanya sambil melepas earphone yang terpasang di telinganya. "Dasar dodol, lo pakai ginian mana kedengeran," umpatku.
"Emang suara apaan sih?" tanya Doni sambil menoleh ke arahku yang bergelayutan di punggungnya.
"Lo coba dengar deh."
"Mana?" tanya Doni. Sial suara itu tidak terdengar lagi. "Lo ngayal kali. Berhalusinasi."
"Gue bukan beralusinasi, gue dengar sendiri dengan telinga gue suara pekikan gitu. Makanya gue nelpon lo tadi."
"Alesan," cibirnya.
Dan suara pekikan itu terdengar lagi, sangat keras membuat badanku menggigil seketika. "Nah lo dengar tuh, suaranya dari luar. Jangan-jangan..."
Doni langsung bangkit sehingga aku terjerembab ke lantai. Dia mengambil senter dan berjalan ke arah pintu jendela kamar. Mataku terus mengikuti gerak gerik Doni yang sedang membuka jendelaku. Nafasku tertahan ketika pria itu menyenteri sekelilingnya di tengah cuaca yang dingin ini. Nampaknya hujan sudah mulai reda. Bunyi petir kembali berdentum sehingga aku menutup wajahku dengan tangan. Terdengar suara grasak grusuk dan pekikkan itu kembali terdengar sehingga aku memejamkan mataku. Cukup lama sehingga Doni menepuk bahuku sambil duduk di posisinya semula.
"Dasar penakut," cemoohnya. "Itu aja takut," ujarnya lagi. Aku mendengus. Doni tidak seperti Reza. Reza pasti akan menuntunku ke kasur dan memelukku dari belakang, menenangkanku hingga aku tertidur. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa Doni. Dan lagian, dia pria normal yang menyukai wanita.
"Emang pekikan tadi apaan?"
Doni melirikku dengan tatapan menghina. "Kucing berantem aja lo takutin."
Apa? Kucing berantem. Aku melongo menatapnya tidak percaya.
"Kaget?" Doni menaikkan sebelah alisnya. "Dasar penakut," cemoohnya lagi.
"Gue nggak penakut kok. Cuman gue agak sedikit cemas aja dengan insiden beberapa hari yang lalu, jadi..."
"Bilang aja penakut, nggak usah banyak alesan deh," potongnya sambil kembali mengutak atik laptopnya. Dia nampak memindahkan file dari flashdisk ke laptopnya.
"Ya deh, gue emang penakut. Jadi selama lo disini, lo nggak boleh pakai earphone. Biar lo bisa dengar saat gue manggil lo."
Doni tersenyum sambil mengutak-atik laptopnya. Aku kembali jengkel dengan sikapnya yang acuh tidak acuh. "Lo ngapain sih? Sibuk banget."
Dia tersenyum penuh arti kearahku. "Gue dapat bokep baru nih," jawabnya.
"Dari Gaga?"
"Nggak. Gue dapat dari teman gue yang lain, satu jurusan juga," jawabnya. Aku memandang jijik ke arahnya, sekaligus ke arah laptopnya yang sedang mentransfer file. "Lo mau nonton nggak. Lumayan banyak nih, 2 giga. Ada blonde, milf, gang bang, Jepang, bahkan bokepnya Mirabella Candy faforit gue juga ada."
"Nggak ah males," elakku sambil beranjak menuju kasur. "Gue suka sukatoro, ada nggak?"
Doni tertegun mendengar ucapan gue yang ngasal itu. Dia lalu tersenyum, "oh ya gue lupa, lo kan sukanya cowok main ama cowok ya."
"Nah lo tau."
"Iya deh, iya. Yakin nih nggak mau lihat?"
Aku memutar bola mata jengah. Aku memang tidak begitu tertarik menonton film seperti itu.
"Kalo lo mau ngebokep, terserah. Tapi jangan bawa-bawa gue." Aku lalu berbaring di kasur seraya membelakanginya. "Oh ya, satu lagi jangan coli di sini oke. Kebetulan tisu gue abis," ujarku sarkas.
Doni terdengar terkekeh di belakangku. Dia terdengar bergeser ke arahku sambil berbisik pelan. "Gue nggak butuh tisu kok, kan ada lo yang bakal nolongin nyepongin gue," bisiknya tepat di telingaku. Darahku berdesir seketika, membuat mukaku memanas. Aku langsung menendangnya hingga sahabatku yang ameh itu hampir terjungkal ke belakang. Dia terdengar mengiris kesakitan.
"Najis gue nyeponginl lo, kecil gitu."
"Hih siapa bilang kecil, besar ya. Lo belum liat udah asal tuduh aja."
"Terserah lo lah. Biasanya orang yang ngaku-ngaku punyanya gede mah biasanya jauh dari realita. Tong kosong nyaring bunyinya," tukasku. "Gue malas berdebat, gue mau tidur." Aku menarik selimut dan memejamkan mata, membiarkan Doni yang menggrutu di belakangku.
Suara pekikan itu kembali terdengar. Dasar kucing sialan, larut malam seperti ini masih juga bertengkar. "Dasar kucing sialan! Jam segini masih aja memekik-mekik," umpatku. Emosiku mendadak kacau karena di goda Doni tadi.
"Kenapa tertawa?" tanyaku saat aku mendengar Doni tertawa di belakang sana.
"Itu bukan suara kucing kali."
"Kalo bukan suara kucing, trus suara apa?"
"Nih suara dari bokep yang gue tonton."
Aku terdiam dibalik tawa Doni dan pekikkan suara artis bokep yang di tonton Doni.
Sial!
---
Suasana kantin gedung MKU saat ini sangat ramai dengan mahasiswa yang kelaparan, sehingga sang pemilik kantin beserta karyawan sampai kewalahan melayani para mahasiswa yang hendak mengisi perut mereka.
"Itu ibu kantin lama banget sih," erang Dita sambil menoleh ke arah jam tangannya. "Benar lagi masuk nih, tugas belum di print juga."
"Sabar, orang sabar di sayang Tuhan," ujar Widia sambil membarut-barut dada Dita menenangkan. Dita lalu tersenyum sambil memeluk Widia seraya mengucapkan terima kasih. Aku yang duduk di depan mereka hanya memandangi mereka malas.
"Kenapa lo, lemes gitu?" tanya Rini yang sedang memainkan ponselnya. Aku menarik nafas panjang, melirik Doni yang acuh tak acuh. Karena cowok itu, aku tidak bisa tidur semalaman. Suara dari bokepnya sangatlah mengganggu tidurku.
"Nggak ada," jawabku sekenanya.
Sambil menunggu pesananku yang tidak kunjung tiba, aku lalu mengeluarkan ponselku sambil membuka aplikasi Instagram. Ada beberapa foto yang menarik perhatianku, di antaranya adalah foto-foto yang di repost oleh akun Instagram aktifitas kampusku. Ada beberapa foto yang beruntung di repost oleh akun Instagram aktifitas kampusku. Yang paling menarik perhatianku adalah, foto dari Alvin yang juga di repost beberapa jam yang lalu. Aku membuka akunnya, menampilkan foto-fotonya yang kekinian dengan pengikut yang cukup banyak.
Aku menoleh ke arah Eva yang tengah berbincang dengan Widia. Ikut pula Doni -yang sedang PDKT- yang juga ikut dalam obrolan gadis-gadis cantik itu.
"Va, ini adiknya bang Revan kan? Yang anak FE itu kan?" tanyaku berlagak polos.
"Oh ya, dia itu Alvin," jawab Eva. Cewek di depanku langsung menatapku sambik tersenyum, "fotonya di repost akun aktifitas kampus loh."
"Ih beruntung banget ya, mereka-mereka yang kena repost, gue udah tag beberapa kali nggak pernah ke repost," ujar Gia, cewek yang duduk di samping Eva.
"Makanya, lo perlu belajar nih, sama selebgram kampus kita," celoteh Eva sambil menaikan dagunya ke arahku.
Aku cuman menghela nafas panjang sambil menggeser foto-foto Instagram Alvin. Syukurlah tidak ada fotonya dengan Reza. Hanya ada foto dirinya dan foto bersama teman-temannya.
"Eh Va, kok gue nggak liat doi foto bareng keluarga ya?"
Eva dan Widia saling bertatapan-tatapan. Begitupun Rini dan Doni menatapku aneh. "Hmmm..., sebenarnya kak Revan dan Alvin itu anak yatim," ujar Widia, "Ayah mereka meninggal saat mereka kecil. Ibu mereka lalu menikah kembali dan mereka di titipkan pada nenek mereka."
Aku mengangguk-angguk. "Kasihan sekali mereka," gumamku. Memang jadi rahasia umum bahwa apabila orang tua anak berpisah, atau salah satu dari orang tua meninggal, maka sang anak akan menjadi korbannya. Berarti dengan kata lain, pria yang digamit Alvin di Grand Plaza beberapa waktu yang lalu bukanlah keluarganya. Sebab apabila itu keluarganya, contoh pamannya, jarang seorang keponakan akan menggamit pamannya seperti itu. Kecuali yang di gamitnya itu adalah paman jadi-jadiannya.
Tiba-tiba wajah Reza terbayang begitu saja di benakku. Aku harap apa yang aku fikirkan salah. Aku tidak ingin Reza tersakiti seperti apa yang telah terjadi padaku. Ada perasaan tidak rela apabali itu sampai terjadi.
"Lama lagi nggak ya?" Dita menoleh ke arah Ibu Kantin yang sedang meracik pesanan. "Bisa telat nih," racaunya cemas.
"Sabar Dit, nggak usah cemas gitu. Kita makan bareng-bareng, berarti kita juga harus masuk kelas bareng-bareng. Dita nggak sendiri kok," ujar Widia.
Tidak ada pembicaraan diantara kita lagi, karena kita sibuk dengan aktivitas dan fikiran masing-masing. Mereka nampak tegang dengan waktu yang terus berjalan. Terlebih Dita yang belum sempat mencetak tugas yang diberikan Pak Burhan kepadanya.
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya pesanan kami tiba. Mereka terdengar bersorak rendah ketika makanan tersebut diantarkan ke meja kami. Aku bisa pastikan, seluruh makhluk yang semeja denganku akhirnya dapat bernafas lega.
---
Dengan setengah berlari, kami akhirnya sampai di depan pintu kelas kami yang telah tertutup. Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan bahwa kami telah terlambat lima menit. Tidak ada ampun bagi mahasiswa yang terlambat pada kamus pak Burhan. Aku mendorong Doni untuk masuk duluan sekaligus membuka pintu. Bukan hanya aku, Rini dan Widia juga mendorong Doni untuk masuk duluan, sehingga tidak ada penolakan lagi dari Doni. Dia nampak cemas sambil menatap kami semua yang ada di belakangnya.
Doni mengetuk pintu sambil membuka pintu perlahan. Tidak ada jawaban dari dalam, sehingga Doni menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan dari celah pintu. Terdengar suara dosenku yang botak itu menggelegar, menyuruh kami masuk. Sambil mengekori Doni, kami lalu masuk berbarengan. Setiap pasang mata tertuju pada kami dengan iba.
"Kenapa kalian terlambat?!" tanya Pak Burhan dengan volume suara keras, mengagetkan setiap insan yang ada di ruangan kelas itu.
"Aa... anu Prof," Doni menunjuki Dita yang menjadi biang kerok keterlambatan kami.
"Anu apa?! Anumu!" Bentak Pak Burhan menatap Doni garang. Aku bisa melihat setiap mata yang memandangi kami tadi tengah menahan tawa mereka masing-masing.
"Bukan anu saya Prof, anu Prof. Eh bukan itu Prof, kami terlambat karena menunggu Dita mencetak tugas Prof," jawab Doni sambil menunjuki gadis yang ada di belakang Widia itu. Gadis itu nampak menggigil ketakutan sambil memegang tugasnya. Alamat mengulang untuk dirinya.
"Benar itu Rita?"
"Dita Prof," koreksi Widia.
"Eh iya, Dita. Benar itu?"
"Benar Prof, mereka menunggui saya yang menprint tugas pak. Kebetulan tempat printer sedang ramai Prof. Jadi karena kasihan melihat saya, mereka akhirnya menunggui saya Prof."
Pak Burhan mengangguk-angguk menatap kami satu persatu. Nafasku tertahan menunggu keputusan final dosenku yang telah bergelar guru besar itu. Beliau nampak memejamkan mata, "Baiklah kalian boleh duduk!" perintah beliau sehingga aku dapat bernafas lega. "Jangan lupa, mana tugas kamu?" ujar Pak Burhan ke arah Dita. Aku langsung mencari kursi yang masih kosong. Tak jauh dariku, hanya beberapa kursi, aku melihat Reza yang acuh tak acuh dengan kehadiranku. Aku tidak berharap lebih kepadanya, tapi aku tidak menyangka bahwa Reza akan bersikap seperti ini kepadaku.
Suasana kembali kondusif, dengan Pak Burhan yang kembali ke kursinya. Nampaknya beliau sedang memeriksa sesuatu dari buku beliau. Dita juga langsung berlari ke arah bangku kosong yang ada di sampingku. Gadis itu nampak lega, seperti baru terbebas dari beban berat.
"Nggak jadi mengulang aku," racaunya sambil membarut dada. "Oh ya...," dia mencolek tanganku, "Thanks ya."
Aku tersenyum, "seharusnya kamu berterima kasih pada Doni dan Widia, Dit."
Dia nyengir, "hehe iya nanti. Kamu juga membantu kok," ujarnya sambil menggaruk tengkuk.
"Saudara Reza?! Mana tugas saudara?" tanya Pak Burhan di depan sana. Kami yang ada di ruang kelas langsung terlonjak dengan suara dosenku itu. Aku menoleh ke arah Reza yang nampak tenang di kursinya.
"Maaf Prof, saya lupa," jawabnya tenang. Tidak ada ketakutan dari gerak-geriknya. Itulah yang aku suka dari Reza, pria yang berani. Tapi berani yang tidak tepat untuk saat ini.
"Saya tidak mau tahu. Lupa, hilang atau tinggal, saudara harus kumpulkan tugas itu paling lambat nanti sore. Jika tidak, saya pastikan saudara tidak dapat mengikuti ujian dan saudara dapat mengulang mata kuliah ini tahun depan," ujar Pak Burhan dengan mata berkilat-kilat.
"Baik Prof," jawab Reza. Pak Burhan memperbaiki letak kacamatanya sambil memeriksa buku yang ada di hadapan beliau.
Aku menatap Reza. Dia sangat dingin sekarang, berbeda dengan dulu yang sangat hangat. Aku tidak tahu apa yang difikirkannya sekarang. Rasanya aku ingin sekali menuju ke arahnya dan memeluknya dari belakang. Menyemangatinya untuk menyelesaikan tugasnya. Dia pasti sangat senang. Tapi..., Itu tidak mungkin. Aku bukan siapa-siapanya. Dia telah berselingkuh, menghancurkan semua kepercayaanku padanya.
Aku mencolek Dita, "Dit, gue boleh nanya nggak?" Si cewek tersebut lalu mengangguk.
"Boleh dong pastinya. Nanya apa?"
"Kalau boleh tahu, apa aja sih tugas yang di kasih Prof ke lo?"
"Pasti mau nolongin Reza ya," bisiknya sambil mencolekku, "tunggu sebentar, kebetulan ada gue catat," bisiknya lagi. Dia nampak mengambil binder dari tasnya. Dia lalu menyodorkan bindernya ke depanku.
Akupun menerima binder tersebut, kemudian membacanya. Cukup banyak sehingga sangat sulit bagi Reza untuk menyelesaikannya hingga nanti sore. Aku kembali membaca tugas-tugas berupa kumpulan materi itu sekali lagi. Rasanya, aku mempunyai materi tersebut di flashdiskku. Aku pernah meminta kumpulan tugas-tugasnya kepada seniorku di Psikologi -yang pernah belajar dengan Pak Burhan- sebagai bahan untuk belajar. Aku menoleh ke arah Reza yang nampak lesu tidak bergairah di depan sana.
"Thanks ya Dit," ujarku kepada Dita sambil menyunggingkan senyum semanis mungkin padanya. Dia nampak tersipu menerima bindernya kembali. Aku membuka tasku sambil mencari-cari flashdiskku itu. Ketemu. Aku ingat, aku menandai tugas kak Tiva (seniorku itu) dengan judul 'tugas akhir pak botak'.
Aku menatap Reza kembali, lalu menoleh ke arah Rini yang ada di sampingku. Cewek tersebut nampak antusias memperhatikan Pak Burhan yang tengah mengajar di depan. Sambil menggigit bibir bawah, aku menyobek secarik kertas dan menuliskan kata-kata yang aku tujukan untuk Reza,
Buka di file Bahasa Inggris. Di dalamnya ada word tugas akhir pak botak. Ubah sedikit redaksinya, print dan serahkan ke Pak Burhan sebelum sore.
Akhirnya beberapa SKSpun berlalu. Pak Burhanpun telah keluar beberapa saat yang lalu sambil memberi sebuah kutipan perpisahan. Tidak lupa sebelumnya beliau meminta maaf apabila ada sikap beliau yang tidak berkenan dihati kami mahasiswanya. Dibalik tampang Pak Burhan yang sangar, terdapat hati yang tulus dan jiwa yang lembut. Jangan lihat buku dari sampulnya.
"Keluar yuk!" Rini menarik tanganku. Begitupun Doni yang nampak menungguiku di balik Rini.
"Sebentar," jawabku berpura-pura sibuk sedang mencari sesuatu, "kalian duluan saja."
"Okedeh, kami tunggu di luar," ujar mereka sambil meninggalkanku yang tengah klasak-klusuk di atas kursi. Sesekali, aku melirik Reza yang juga hendak keluar dari ruangan. Aku lalu bangkit sambil menyandang ranselku, berjalan ke arah Reza yang masih duduk di kursinya. Sambil berlalu, aku lalu meletakkan flashdiskku tadi di atas mejanya tanpa berkata sepatah kata apapun, tak lupa dengan secarik kertas yang telah aku buat tadi.
Reza nampak terperanjat, lalu mengambil flashdisk berwarna putih tersebut sambil menatapku yang berjalan ke arah pintu keluar.
Aku memang berusaha melupakanmu Za, tapi aku tidak sanggup melihat orang yang aku cinta kehilangan senyumnya.
--- tbc
R~
Berhubung cerita gue di terbitkan di Wattpad, maka dengan berat hati gue akhirnya mengubah judul cerita ini dri 'Why?' menjadi 'After You Go'. Maaf dg ketidak isriqamahan gue dlm membuat cerita.
Karena udah d terbitin d Wattpad, teman2 smua dapat juga membaca d Wattpad dg judul yg sama. Jngn lupa yes, d komen n d vote d sana, tanpa mengabaikan cerita yg ad d bf.
Klo boleh curcol dikit sih, gue rasa entah kenapa semakin kesini, gue merasa nih forum jdi sepi dah. Nggk tau apa sebabnya. But gue berharap boyzstories n boyzstories+ ttp berjaya seperti yg dulu2. Aamiin...
Okeh, sekian n selamat malam.
Salam
R~
Ternyata..... Hmm Reza kayaknya dapet kucing tuh yaa.... Rasain... Terus mulai ada cowok baru.... Gaga? Lord Gaga? Dan si tokoh utama kok mau2nya nolong Reza? Huh! Kalo gw mah udah gw jitak!
Emang bener Forum makin sepi. Kenapa? Ah masa nggak tahu.....
Selamat malam juga (siang di sini)
Hooh, blum bisa move on dia dri Reza.
@o_komo soalnya blum ikut katakan putus kali ya. Wkwk
Baru d terbitkan kok, jdi mending d sini u/ sementara waktu. Jngn lupa yes vote d wattpad.
@andrik2007 ulah kpi pula nggak? Terlampau lebay deh mrka. Akhirnya akses bf penuh intrik n pengorbanan yes.