It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lima belas sama kamu dek @QudhelMars
Lgi proses om... @Rama212
@lulu_75 @adrian69 @digo_heartfire @rama212
@o_komo @RakaRaditya90 @boyszki
@QudhelMars @akina_kenji @Secreters
@Algibran26 @rama_andikaa @DafiAditya
@viji3_be5t @riordanisme @happyday
@CouplingWith
Selamat membaca...
Bagi yang nggk mau di mention lagi, bilang ya.
"Mending lo ganti aja deh tuh wallpaper hape lo," ujar Doni sambil merebahkan badannya di ranjangku. Bekas luka lebam di wajahnya masih ada, walau sudah dua hari aku keluar dari rumah sakit.
Aku meletakkan ponselku di meja belajar sambil memandang keluar jendela, menatap matahari yang mulai tenggelam di balik gedung-gedung kotaku. Ada rasa ketidak relaan ketika aku berniat hendak mengganti latar belakang ponselku. Rasa yang selalu mencegahku untuk menggantinya.
Rini menepuk bahuku sekedar menguatkan hatiku yang belum dapat mempercayai apa yang telah Reza lakukan padaku. Terlebih, sikap pengecutnya yang tidak menjengukku yang terlelap selama lima hari di ranjang rumah sakit, membuat semua pengharapanku hancur. Dia memang sudah muak denganku, membenciku karena kekuranganku. Reza telah berubah.
"Hey nggak usah nangis gitu," ujar Rini menyeka air mataku yang tiba-tiba mengalir dari pelupuk mata, "cowok kok cengeng gitu sih. Doni aja yang diputusin pacarnya nggak nangis tuh," sindir Rini ke Doni yang mendengus kesal sambil berlipat tangan.
Aku terkekeh sambil kejadian setahun yang lalu. Doni yang di putusin oleh pacarnya itu meraung-raung seperti orang gila di kosannya sambil mengancam hendak bunuh diri. Saking nekatnya, dia berniat hendak memanjat tiang tower sebelum niatnya dia urungkan karena Doni takut ketinggian. Kami sempat repot beberapa hari sebelum kondisi Doni kembali stabil. Syukurlah kejadian itu tidak diketahui oleh temannya yang lain sehingga tidak menjadi trending topic kampus.
"Gue tau move on itu sulit bro. Tapi lo harus bisa, lo harus lupain dia karena dia tidak pantas lo pertahanin." Doni berkomentar sambil menatap layar ponselnya tanpa memandangiku. "Gue tahu lo masih cinta sama dia, tapi lo harus menghapus semua rasa cinta lo. Salah satunya dengan menganti wallpaper lo itu."
"Nah denger tuh kata suhu," celetuk Rini memandangi Doni yang acuh tak acuh. "Wallpaper sih emang diganti, tapi foto si doi masih di simpan tuh," sambung Rini, membuat tawaku pecah dan muka Doni memerah menahan malu.
"Okedeh, gue dengerin dah saran suhu," aku menekankan kata suhu sambil melirik Doni. Aku meraih ponselku dan menyerahkannya ke Rini, "tolongin gue gantiin Rin," pintaku ke Rini.
Rini meraih ponselku. Dia lalu membuka galeri sambil bergumam-gumam kecil mengacak-acak galeriku yang penuh dengan kumpulan foto itu. Sesekali dia tersenyum-senyum sendiri bahkan sempat tertawa terpingkal-pingkal sambil mengarahkan layar ponsel kearahku.
"Gimana kalau yang ini?" tanyanya, "Doni sange banget deh di sini, kolornya aja sampai nampak tuh, warna ijo pula," Rini berkomentar geli. Doni langsung bereaksi sambil melompat kearah kami, merampas ponselku dari tangan Rini. Dia nampak berfikir keras sebelum memelototi Rini tidak terima.
"Gila lo ah Rin. Yang benar-benar aja deh lo. Masak yang kayak ginian sih lo jadiin wallpaper? Gue nggak setuju dengan yang ini, ganti."
"Ya terserah lo deh mau yang mana," Rini mengangkat bahunya, " kalau gue sih itu," sambungnya sambil mengedipiku. Doni lalu mendengus sambil menggeser layar ponselku beberapa kali. Dia begitu tidak suka dengan foto kita di air terjun awal semester kemarin. Doni lupa mengangkat resleting celananya sehingga celana dalamnya yang bewarna hijau itu kelihatan. Terlebih posisinya yang sangat pas di foto tersebut membuat celana dalam sahabatku itu terekspos sempurna, sehingga menjadi bahan ledekan Rini.
Aku memandangi Doni yang asik dengan ponselku, memandangi beberapa bagian wajahnya masih membiru itu. Rini menceritakan semuanya kepadaku setelah jarum infusku dicabut, sehari sebelum aku diperbolehkan dokter untuk pulang. Doni yang dengan berani menghajar Reza di kosannya hingga babak belur. Aku kagum dengan kesetia kawanannya, walau kami selalu menjadikannya sebagai objek ledekan, tapi Doni selalu ada di barisan pertama dalam membela kami berdua.
"Gimana kalau ini?" tanya Doni sambil menyodorkan ponselku kearahku. Rini dengan cepat langsung menyambar ponselku. Dia berfikir keras sebelum mengarahkan layar ponsel ke arahku.
"Gue suka, gue cantik disini," ujarnya sambil menjulurkan lidahnya. Foto tersebut diambil setahun yang lalu disaat kita bertiga bermain-main ke kebun teh. Hanya bertiga tanpa yang lain. Foto tersebut terlihat natural dengan senyum kebahagiaan kami. Aku tersenyum mengiyakan. Rini langsung tersenyum puas sambil mengganti latar belakang ponselku.
Oke, selamat tinggal Reza, mantan pacarku.
---
Suara deru kereta api yang memekakkan telinga itu tidak mematahkan semangat ibuku untuk menyuapiku dengan paksa. Apalagi senyuman ibu kosku yang penuh arti itu membuatku risih berlama-lama di ruang makan rumah ibu kos. Ibuku sudah beberapa hari menginap di rumah ibu kosku semenjak aku harus di opname di rumah sakit.
"Sarah kemana Bude?" tanya Doni yang sedang asik memainkan ponselnya, memecah kesunyian diantara kami yang ada di ruangan ini.
"Sarah lagi pergi les nak, persiapan kuliah ke Amerika," ujar ibu kosku sambil tertawa. Tapi mendadak beliau berubah cemberut sambil menopang dagu, "tapi saya takut jeung," ujar beliau ke ibu yang asik menyuapi bubur ke mulutku, "katanya presiden terpilih sekarang nggak bolehin orang Islam masuk ke Amerika jeung. Saya takut kalau cita-cita anak saya kandas begitu saja."
Ibuku terdiam sejenak sebelum berkomentar sedikit tentang keprihatinannya dengan Sarah, si anak ibu kos yang terancam gagal kuliah ke Amerika Serikat. Aku hanya bisa memandang miris ibu kos yang dikibuli oleh anak satu-satunya itu. Terlebih dia menggunakan alasan ikut les supaya dapat melanjutkan kuliah ke Amerika Serikat untuk berpacaran dengan pacar brondongnya dan menghabiskan uang pemberian orang tuanya yang sedianya untuk pembayaran uang les.
Doni melirikku sekilas. Bukan hanya aku, Doni dan Rini juga tau kelakuan Sarah pada ibunya. Hanya saja kami belum menemukan waktu yang pas untuk memberitahukan kepada ibu kos tentang semua perilaku anaknya itu.
Ibu kembali menyuapiku. Beliau lalu menceritakan diriku yang masih duduk di bangku SMA sambil melirikku sekilas. Aku yang dulu sangat malas untuk ikut les, ingin menjadi seorang dokter tapi malah masuk jurusan IPS, aku yang saat SMA tidak punya pacar -membuat Doni melirikku meledek-, sampai aku yang jarang membawa teman ke rumah.
"Tante, cita-cita sobat Doni ini dulu apa tante?" tanya Doni antusias.
Ibu nampak berfikir keras sebelum menoleh ke arahku sambil tersenyum. "Sobat Doni yang nakal ini," ibu mencubit hidungku gemas, "cita-citanya banyak. Ingin jadi dokter, terus ingin jadi mentri kesehatan, mau berangkatin tante naik haji, terus punya istri cantik dan punya anak banyak," jawab ibu yang diikuti tawa geli beliau.
Doni melirikku, "bukan punya suami yang ganteng ya tante?" ledeknya.
Sambil tertawa ibu mengibaskan tangan, "Doni kira anak tante GLBB apa," jawab beliau. "Tau nggak jeung, anak jeung ini dulu ingin punya istri cantik, katanya mau punya banyak istri seperti Pak RW di dekat rumah saya yang beristri 4 itu. Terus punya anak 11 orang, biar bisa buat kesebelasan sepak bola. Tapi jeung, sekarang, boro-boro istri cantik, gebetan aja di tikung orang." Dan pecahlah tawa dua wanita separuh baya tersebut.
"Kalau gebetan kamu direbut sahabat, mending kamu sama anak Bude aja nak," seloroh ibu kosku yang membuat aku bergidik ngeri. Begitupun Doni yang tertawa puas melihat hasil kerjanya dalam mengarang cerita beberapa hari yang lalu.
"Bay the way, kok anak kosan saya kemarin bisa pingsan gitu jeung?"
"Gini jeung," ujar ibu melirikku sebelum melanjutkan cerita beliau, "jadi dia nih suka sama cewek. Sudah cinta mati, rupanya si cewek malah di gebet sama cowok lain. Malangnya, tuh cewek malah suka sama cowok lain jeung. Karena nggak terima gebetannya direbut orang, akhirnya nih anak jeung ini pergilah ke kosan tuh cowok. Mungkin karena kehujanan dan terlalu emosi, belum sampai di kosan tuh cowok udah pingsan dia. Syukurlah jeung pingsan duluan. Takutnya dia ninju anak orang, penjara tantangannya."
Ibu kos bergidik ngeri, "iya jeung, kemarin anak kosan sebelah adu jotos sama pacar mantannya, badan sudah bonyok-bonyok, malamnya di jemput polisi jeung."
"Itulah jeung," ibuku memandangiku iba.
"Kamu juga nak, mohon bersabar ini ujian dari Allah. Manusia boleh kecewa, apalagi masalah cinta. Jodoh di tangan Allah. Mohon bersabar, nggak langsung pergi ke kosannya," ujar ibu kosku memberikan wejangan tingkat Dewanya. Doni sudah berusaha menahan tawanya, dengan menutup mulutnya dengan tangan.
"Kamu juga nak, ketawa mulu. Itu biru-biru kenapa?" tanya ibu kos ke Doni. Sekarang, gantian aku yang terkikik melihat Doni yang kehilangan kata-kata.
"Katanya gara-gara jatuh ke selokan Bude," jawabku asal sambil menahan tawa melihat Doni yang cemberut kearahku. "Gara-gara di putusin pacarnya," tambahku lagi.
Ibu kosku yang berbadan besar khas ibu kos geleng-geleng kepala menatap kami bergantian. "Kalian ini, kalau sudah soal cinta udah pada nggak beres," ujar beliau.
"Cinta membuat orang buta jeung," seloroh Ibuku sambil beranjak membawa piring dan gelas kotor ke dapur.
Bude geleng-geleng kepala menatap kami bergantian. "Mungkin kalian belum pernah merasakan apa yang bude rasakan."
Doni nampak antusias sambil mencondongkan badannya ke arah Bude. Berbeda denganku yang acuh tak acuh dengan cerita Bude yang bakalan panjang dari pada sinetron manapun.
"Apa itu Bude?" tanya Doni.
Ibu kosku menghembuskan nafas berat. "Dulu sebelum Bude kenal dengan Pakde, Bude pernah berpacaran dengan seorang cowok. Kami sudah berpacaran selama lima tahun, sehingga kami telah berniat untuk menikah. Tapi sayang, beberapa hari sebelum hari pernikahan kami, Bude mendapati cowok itu main panas dengan wanita di rumah bordir. Tentu semua gempar dan akhirnya Bude memutuskan membatalkan pernikahan." Bude menarik nafas sebelum melanjutkan cerita belau. Sedangkan Doni malah melirik ke arahku. Aku baru tahu bahwa Bude memiliki kisah hidup yang hampir sama denganku.
"Bude sempat depresi beberapa bulan. Bude sudah dibawa ke beberapa dokter jiwa kala itu. Jiwa Bude terguncang karena penghianatan calon suami Bude. Semua keluarga Bude telah putus asa tidak tau berbuat apalagi untuk Bude. Tak lama, Bude secara tidak sengaja bertemu dengan seseorang di pasar. Dia baik, ramah, alim dan juga tampan. Dialah yang menolong Bude bangkit dari keterpurukan Bude selama beberapa bulan. Dialah Pakde kalian. Bude sadar, Allah tidak mengizinkan Bude dengan orang itu karena dia tidak baik, Allah tidak benci Bude tapi Allah sayang. Allah mengganti orang itu dengan orang yang lebih baik, yaitu Pakde."
Gue langsung termenung dengan apa yang dikatakan Bude. Bude tersenyum sambil menatapku, "kalian masih muda. Perjalanan kalian masih panjang. Mungkin kalian putus dari cewek kalian atau ditikung oleh orang, karena Allah tau kalau cewek itu tidak cocok untuk kalian. Ada cewek yang lebih baik yang telah dipersiapkan Allah untuk kalian. Selalu berbaik sangka pada Allah, dan InsyaAllah kalian akan bahagia. Kalian bisa mendapatkan cewek yang lebih baik, contohnya Sarah anak Bude," tandas Bude menatapku penuh makna. Semoga Bude tidak berencana untuk menjodohkanku dengan anaknya.
Aku langsung membuang muka. Tidak baik berlama-lama disini. Aku bisa menjadi bulan-bulanan nantinya. Aku melirik jam dinding yang telah menunjukan pukul sembilan lewat dua puluh lima menit.
"Jeung nonton Thapki beberapa hari kemarin?" tanya Ibuku sekembali dari dapur. "Saya tidak bisa nonton di rumah sakit jeung," keluh ibuku sambil duduk disamping ibu kosku. Ibu kos dengan antusias bercerita sambil sesekali melirik jam dinding menunggu anaknya Sarah pulang. Doni lalu mohon izin untuk pulang, begitupun dengan aku yang mohon izin untuk kembali ke kamar kosku. Sedangkan Ibu tinggal di kamar tamu rumah utama ibu kos.
Setelah mengantarkan Doni hingga pagar, aku kembali memikirkan cerita ibu kosku tadi. Mungkin Reza bukan yang terbaik untukku. Dia hanya seorang pria yang menginginkan kesenangan yang ujungnya akan menyakitiku saja.
Aku tersenyum sambil berjalan menuju kamarku. Aku harus move on dari Reza, karena Tuhan telah mempersiapkan orang yang lebih baik dari Reza untukku.
---tbc
R~
Tuhan tidak memberi dia ke dalam kehidupan saya...
Yang akan Tuhan berikan bukan dia yang saya pinta...
Tapi jauh lebih indah...
Karena tak selamanya Tuhan memberi apa yang kita inginkan. Justru Tuhan memberi yang kita butuhkan dan yang terbaik. Karena terkadang yang kita inginkan adalah bukan yang kita butuhkan dan bukan yang terbaik...
Jadi ingat dengan perkataan sahabat saya, "Jadilah homo dengan versi terbaikmu"
Salam...
Semoga Tuhan menyertai dan memberikan yang terbaik kepada Anda...
Eh BTW itu rumah bordil bukan rumah bordir Jeung....... Rumah bordir sih nanti tuh mantan cowoknya ibu kos sama ceweknya ngejahit dan ngebordir kain bareng2
ahahhahahabababababhahahahahahahhahaha //ketawa laknat
@andrik2007 Ninggalin jejak doang, ninggalin uangnya kapan om?
@Algibran26 Yups betul banget kak. Jangan pernah berburuk sangka dg Tuhan, ataupun menyalahan nasib. Karna Tuhan lebih tau kebaikan u/ kita daripada diri kita sendiri.
Aamiin, salam kembali kk.
@Adrian69 Belum om, tokoh utamanya memang belum 'out' sma keluarganya.
Maklum jeung, itu Ibu kos cadel. L diubah jadi R jeung.
@CouplingWith Tergantung sikon kakak. Kebetulan part ini nggk nanggung.
@josiii Sipo2 nanti aku mention kk.
@digo_heartfire Wkwk pangeran naik buraq sih sampai lebaran kuda jga nggk akan datang kakak. Coba berharapnya pangeran bermotor/ bermobil putih.