It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Doni POV
Gue menggenggam tangan sobat gue yang belum juga sadarkan diri. Sobat gue langsung pingsan setelah dia menggerebek pacarnya Reza di kosannya. Gue tidak begitu jelas apa yang telah terjadi di kamar kos Reza. Yang pasti cowok jahanam selingkuhan Reza itu keluar dengan baju berantakan. Cukup lama, sehingga sobat gue keluar dan berjalan kearah kami di pos satpam dengan linglung. Gue langsung berlari kearahnya sambil memayunginya dengan jaket gue yang mahal. Tidak berapa langkah lagi menuju pos satpam, sobat gue yang nampak tidak baik-baik saja itu tiba-tiba limbung menghantam tanah.
Kita semua panik saat itu, gue langsung mengangkat badannya dan mendudukkannya di kursi yang tersedia di dalam pos satpam. Rini langsung menggoyang-goyangkan tubuh sobat gue yang tidak bergeming. Gue langsung berlari kearah bangunan kos Reza untuk meminta bantuan, meninggalkan si satpam bodoh yang bengong tak tahu berbuat apa. Sayang sekali, di balik badan dan nafsunya yang besar, tersimpan otak yang sangat kecil.
Syukurlah, ada salah seorang penghuni kos yang keluar setelah mendengar ribut-ribut di luar. Dia pria tinggi, dengan stelan kemeja yang mencegat gue ketika gue hendak menuju kamar Reza di lantai dua, meminta pertanggung jawaban. Apa yang telah dilakukan oleh homo jahanam itu sehingga sobat gue mendadak pingsan seperti itu.
"Ada apa dek ribut-ribut?" tanya pria itu seraya meraih tanganku.
"Tolong saya pak, teman saya tadi tiba-tiba pingsan," gue menunjuki pos satpam, "tolong saya minta diantarkan ke rumah sakit."
"Kebetulan saya ada mobil. Mari saya antar," ujar pria itu sambil masuk kedalam kamarnya. Dia lalu keluar dengan berpakaian rapi lalu buru-buru mengunci kamarnya yang terletak di lantai dasar. Dia lalu segera ke garasi dan gue langsung kembali ke dalam pos satpam.
Rini masih menepuk-nepuk wajah sobat gue yang memucat sambil meletakan botol minyak kayu putih di depan hidung sobat gue. Sedangkan satpam bodoh itu nampak sedang mencuri-curi kesempatan menikmati lekuk tubuh Rini yang setengah basah.
"Bagaimana?" tanya gue sambil mendorong satpam mesum itu kesamping.
Rini nampak cemas, "badannya panas," jawabnya sambil memanggil-manggil nama sobat gue. "Apa gue panggil Alfi aja buat jemput kita?" tanyanya was-was sebelum gue langsung mencegahnya.
"Nggak usah, gue udah minta tolong sama penghuni kosan. Ah... Itu dia mobilnya."
Gue lalu mengangkat tubuh sobat gue kedalam mobil pria itu sambil menyuruh Rini masuk ke dalam mobil itu. Sedangkan gue langsung memasukkan motor Rini ke dalam bagasi kosan Reza dan gue lalu pergi ke rumah sakit dengan motor gue. Syukurlah satpam itu tidak banyak cincong ketika gue menitipkan motor Rini di sana.
"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya seseorang, mengagetkan gue dari lamunan. Gue menoleh ke samping, mendapati Rini yang menatap sobat gue penuh kesedihan. Ada juga Alfi, sang ketua HMJ dan juga pacarnya Rini sambil meneteng parsel di tangannya.
Gue menggeleng lemah, "belum juga sadar. Tapi kata dokter kondisinya sudah membaik, dan panasnya udah turun," jawab gue sambil berdiri mempersilahlan Alfi untuk duduk. Dia menggeleng sambil mempersilahkan gue kembali duduk. Rupanya Rini sempat menelfon Alfi, sehingga ketua HMJ itu langsung ke sini.
"Mas Aryo tadi mana?" tanya Rini, menanyakan pria yang menolong kami tadi.
"Dia izin untuk pergi ke kantor, katanya ada urusan penting di kantornya."
Rini mengangguk-angguk sambil menatap sobat gue yang tergolek lemah di ranjang besi Rumah Sakit. Syukurlah sobat gue tidak kenapa-kenapa. Dia hanya demam dan kelelahan saja. Kami tinggal menunggu kapan sobat gue sadar dari pingsannya.
Rini menoleh sekilas kearah pacarnya penuh arti. Alfi lalu tersenyum sambil meletakkan parsel ke nakas besi yang berada di samping ranjang sobat gue. "Nampaknya kalian butuh waktu berdua saja," ujar Alfi sambil garuk-garuk kepala canggung, "gue keluar dulu ya, cari angin," ujarnya lagi sambil keluar ruangan.
Gue melirik Rini, "lo tega ya, ngusir pacar lo keluar."
Gadis berambut panjang itu mempeleteti lidahnya, lalu kembali menatap gue serius. "Mending dia nggak usah ikut, jikalau dia nggak tau duduk perkara tentang sobat kita, ntar dia sendiri yang bakalan bingung."
Gue mengedikkan bahu sambil menoleh kearah sobat gue. Ntah apa yang telah dilakukan oleh si keparat Reza sehingga sobat gue terkapar seperti ini di rumah sakit. Gue nggak terima apa yang telah dilakukan pria itu kepada sobat gue.
"Reza udah ke sini?" tanya Rini berhati-hati.
"Dia nggak kesini, dan nggak bakalan kesini," jawab gue meremas tangan. "Gue pastikan pria pengecut itu nggak akan mengganggu sobat kita lagi."
"Maksud lo? Jangan lo kira kalau lo..." dia menggantung perkataannya.
"Gue nggak bakal apa-apain dia kok," jawab gue sambil tersenyum.
Rini mendesah sambil menatap sobat gue kembali. "Gue nggak nyangka sobat kita bakalan diselingkuhi seperti ini Don. Ntah apa kurangnya sobat kita sampai Reza tega nyelingkuhin dia kayak gini. Gue sangka mereka akan bertahan hingga salah satu diantaranya akan menikah, tapi nyatanya..."
"Minimal mereka udah pacaran selama setahun kan," potong gue. "Itu aja udah prestasi yang membanggakan. Syukur sobat kita cepat melihat kebusukan Reza."
Rini berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Lo emang ya, nggak ada simpati-simpati sedikitpun ama sobat kita. Dia di selingkuhi, lo malah bilang syukur." Rini melirik jam tanganya sekilas, "mending lo pulang gih. Tenangkan pikiran lo."
Gue tersenyum, inilah kesempatan yang gue tunggu-tunggu. Gue harus memberi Reza pelajaran. Tangan gue udah gatal untuk menghajarnya.
Gue lalu bangkit sambil memandangi wajah sobat gue yang belum sadarkan diri. Rini menepuk bahu gue sekedar memberi penguatan. "Lo jangan kemana-mana, langsung pulang," instruksi Rini ketika gue hendak pergi dari kamar sobat gue.
"Nggak bakalan," jawab gue. Rini nampak tidak begitu percaya dengan jawaban gue. Gue lalu keluar sehingga Alfi yang duduk di kursi tunggu berdiri. "Gue pulang dulu Al, tolong jaga Rini sama sobat gue." jawab gue sambil berlalu pergi. Reza harus gue beri pelajaran, minimal seperti apa yang telah dia lakukan ke sobat gue.
---
Rini POV
Perasaanku berubah tidak enak setelah kepergian Doni beberapa saat yang lalu. Alfi lalu masuk sambil menatap sobatku dengan jarum infus dan alat bantu pernapasan yang terpasang di tubuhnya. Alfi lalu memelukku dari belakang sambil mengelus rambutku.
"Sabar ya sayang, dia pasti sembuh," bisik Alfi menguatkanku.
Aku mengangguk sambil meraih tangan Alfi. "Doni tadi kemana sayang?"
"Nampaknya dia pulang. Kenapa?"
Aku menggigit bibir bawahku, "aku khawatir kalau Doni kenapa-kenapa di jalan. Bolehkah aku memantaunya? Aku takut kalau dia nanti berbuat yang aneh-aneh."
Alfi berfikir sejenak lalu membalikkan badanku, memandangiku intens. Dia kembali membelai rambut panjangku sambil tersenyum. "Jangan lama-lama ya," jawabnya sambil menyerahkan kunci motornya padaku. Aku tersenyum lebar sambil menerima kenti motornya.
"Makasih ya sayang," aku berjingkrak, mengecup pipinya kilat sambil mengambil tas dan jaketku di kursi. "Kalau ada apa-apa, tolong di kabari ya sayang," pintaku ke Alfi sambil keluar kamar. Alfi tersenyum sambil mengingatkanku untuk berhati-hati.
Sambil setengah berlari, aku menuju parkiran rumah sakit yang sudah mulai lengang. Jam besukpun sudah selesai beberapa jam yang lalu. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh sudut parkiran mencari keberadaan Doni. Aku sedikit khawatir jikalau dia melakukan tindakan bodoh. Aku mendapati Doni yang bersiap-siap hendak pergi dari parkiran rumah sakit. Sehingga aku bergegas menuju motor Alfi, hendak memastikan jikalau dia benar-benar pulang ke kosannya.
Doni nampak tidak konsentrasi dalam berkendara. Dia hampir beberapa kali menabrak pengendara lain yang ada didepannya. Beberapa kali Doni sempat menerobos lampu merah walaupun lalu-lintas malam ini sangat padat. Dia seperti memikirkan sesuatu.
Aku terus membuntuti Doni yang berbelok diperlimaan tugu Adipura, mengarah ke arah kosan Reza. Apa yang telah aku khawatirkan sedari tadi rupanya terbukti. Dia tidak berniat kembali ke kosannya, tapi malah menuju ke arah kosan Reza. Kemana lagi dia kalau tidak pergi ke kosan Reza, mengajak Reza untuk ribut. Gelagatnya sudah mencurigakan semenjak aku menyuruhnya pulang.
Doni berhenti di depan kosan Reza. Dia nampak bersitegang dengan si satpam mesum bernama Agus itu, mereka kelihatan beradu argumen hingga saling mengangkat kerah lawan masing-masing. Syukurlah si satpam itu menyerah dan mempersilakan Doni untuk masuk. Si satpam itu kembali masuk ke dalam posnya sambil memandang kearah Doni yang nampak memarkirkan motornya di garasi dekat motorku.
Aku lalu mematikan mesin motor Alfi sambil mendorongnya mendekati pos Mas Agus. Aku tidak ingin Doni mengetahui kalau aku mengikutinya. Aku melongokkan kepalaku kearah pos satpam.
"Sst... Mas Agus. Bukain pagarnya dong," bisikku sambil melirik Doni yang sedang naik ke lantai dua. Semoga dia tidak mengetahuiku.
"Eh eneng yang tadi," ujar Mas Agus terkejut dengan kedatanganku. "Ada yang bisa mas bantu?"
"Tolong bukain pagarnya mas," jawabku memohon ke mas Agus. Aku harus bersikap manja kepadanya seperti tadi siang.
Mas Agus mengelus-elus dagunya menatapku seperti sedang menatap daging segar yang siap di garap. Dengan risih aku tetap tersenyum ke arah pria yang sekarang hanya memakai kaus oblong bewarna putih.
"Boleh neng, tapi ada syaratnya..." ujarnya tersenyum genit ke arahku. Demi Tuhan, aku mau mual melihat senyumannya yang penuh arti itu. Aku terpaksa tersenyum-senyum manja seperti cewek-cewek yang minta di booking.
"Apapun syaratnya, aku turuti mas."
Dia terkesiap. "Apapun?"
"Iya mas," ujarku lagi. Terserah dengan syarat itu, yang jelas pagarnya di buka.
Mas Agus terkekeh-kekeh sambil menggosok-gosok telapak tangannya. Dia terlihat lebih mirip om-om dari pada seorang pria muda yang aku perkirakan belum beristri tersebut. "Untuk sekarang cium dulu deh," ujarnya sambil menyodorkan pipinya dari dalam pos kearahku.
Alfi, maafkan aku. Ini semata-mata hanya demi sobatku yang tertidur di rumah sakit sekarang. Aku menutup mata sambil memberikan kecupan ke pipi Mas Agus yang kasar. Dia nampak senang dengan muka memerah. Ya, dia pasti belum punya pasangan, apalagi istri.
Aku tersenyum manja, walau perutku bergejolak karena kecupan tadi. "Mas, makanya bukain dong pagarnya..." pintaku dengan suara yang diseksi-seksikan.
Mas Agus lalu keluar dari posnya sambil membuka pagar. Aku langsung naik ke atas motor sambil mendorongnya masuk. Memarkirnya di dekat pos satpam. Mas Agus yang genit lalu mengedipiku nakal sebelum kembali ke dalam posnya. Aku lalu berjalan menuju pagar melewati kamar Mas Aryo yang menolong sobatku tadi. Nampaknya beliau belum pulang.
Aku mengendap-endap menaiki tangga supaya tidak ketahuan. Terdengar ribut-ribut dari kamar Reza. Aku langsung berlari dengan langkah berjinjit mendekati pintu kamarnya yang terbuka lebar. Suara Doni jelas lantang terdengar dari dalam.
"Anjing lo setan! Lo ngentot sama lonte ini disaat pacar lo yang udah lo khianatin tergolek di rumah sakit hah?!" terdengar suara Doni disertai bunyi pukulan beberapa kali.
"Lo nggak usah ikut campur urusan orang anjing!" teriak Reza disertai bunyi pukulan dan erangan. Mereka berdua berkelahi. Nafasku memburu seperti nafas mereka yang saling adu jotos di dalam sana. Terdengar pekikan pria sambil menyebut nama Reza. Itu pasti cowok simpanan Reza. Aku tidak menyangka kalau Reza selingkuh sampai sejauh ini.
"Setan lo. Lo udah salah membuat sobat gue menangis," teriak Doni. Terdengar suara benturan ke dinding disertai pekikan cowok selingkuhan Reza. Doni pasti telah kalap. "Mati lo Za, mati," ujar Doni sambil tertawa puas sehingga gue langsung masuk ke dalam kamar Reza.
Aku langsung melerai Doni yang sudah kesetanan itu. Nafasnya terengah-engah seperti banteng yang siap menerjang sang matador. Aku langsung mendorongnya menjauhi Reza yang babak belur. Dia masih berusaha hendak meninju Reza sehingga aku langsung memegang kedua pipinya. Mulutnya mengeluarkan darah dan ada beberapa luka lebam di wajahnya.
"Sadar Don, sadar. Ini nggak akan menyelesaikan masalah," bisikku menatapnya lekat-lekat. "Sobat kita bakalan tambah menderita kalau lo kayak gini," ujarku lagi.
Doni mulai menenang sambil menyenderkan tubuhnya ke dinding kamar Reza. Dia menerawang sambil memikirkan kembali apa yang telah dia lakukan. Aku menoleh ke arah Reza yang tertunduk dengan wajah babak belur, tak ada bedanya dengan Doni. Disampingnya, ada selingkuhannya yang memeluk Reza ketakutan. Mereka berdua hanya memakai celana pendek, menguatkan dugaan kalau mereka melakukan perbuatan nista di kamar ini.
"Yuk Don, kita keluar dari sini," ujarku ke Doni yang menatap Reza tajam. "Nggak usah lo kotori tangan lo buat dia. Dia memang nggak pantas buat sobat kita. Jauh bedanya. Dia bukan orang yang setia seperti apa yang dikatakan oleh sobat kita. Huh, apa salah sobat kita sehingga mendapatkan pacar seperti dia."
Doni mengangguk. Matanya masih tetap mengarah ke Reza yang memandang Doni penuh perlawanan. "Lo nggak usah ganggu sobat gue lagi. Atau lo berurusan dengan gue," ancam Doni. "Satu lagi, atas nama sobat gue, lo sama dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi."
Aku membenarkan dalam hati, keputusan yang telah Doni ambil. Dia mengambil keputusan yang sangat tepat. Doni lalu menoleh kearahku mengajakku untuk keluar dari ruangan penuh dosa ini. Perutku mual. Aku mengangguk sambil menatap Reza tajam.
Ponsel gue berbunyi, sehingga aku langsung merogoh saku celanaku. Panggilan dari Alfi. Aku menatap Doni sebelum mengangkat panggilan dari pacarku itu.
"Halo?" tanyaku. Jantungku mendadak berdetak cepat mendengarkan apa yang Alfi katakan. Begitupun Doni yang seperti menahan nafasnya sehingga aku menutup ponselku.
Aku mengambil nafas dalam, berusaha membendung air mataku supaya tidak tumpah.
Suaraku seperti tertahan di tenggorokan. "Sobat kita..."
--- tbc
R~
entah buat doni atau si tokoh utama....
awwww ❤
Aaaaakkkk
Yang panjang Napa Uda update nya. Kurang puas aku bacanya huhuhuhu
bikin sendiri boi
bikin sendiri boi
@viji3_be5t Makasih udah membaca. Semoga nggak, doain aj moodku bagus ya bang... Hehehe.
@digo_heartfire Hehehe, d tunggu ya Bang...
@boyszki Maaf ya dek, kemampuan uda hanya segitu. Nanti uda usahakan lbih panjang lgi deh supaya boy puass.
@adrian69 Maksud makin parah om? Jadi cemas aku. Semoga aj nggak om, semoga cuman kelelahan biasa.
@rarasopi Tidak bang... Betapa teganya dirimu... Wkwk
@QudhelMars Eh iya... Wkwk. Ob kemarin kurang fokus yb, mungkin butuh pejuh, eh Aq*a mksdny.
Puasin aquh skrg dumz