It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Akan ada masanya, stay tune aja hehehe
Happy reading kawan2
Setelah seharian kemarin libur sekolah karena hari minggu, senin ini aku masuk sekolah dengan seperti biasa di jemput sama Kak Ardit, sebenarnya aku kasihan sama Kak Ardit, karena untuk sampai kerumahku dia melewati sekolahan, padahal kalau tanpa kerumahku mungkin sepuluh menit sudah sampe kesekolah kalau dari rumah dia. Tapi ini dia harus jalannya muter-muter jadi kesannya jauh banget. Aku sempat melarang Kak Ardit untuk antar jemput aku, namun bukan Kak Ardit namanya kalau gak keras kepala, katanya dia gak mau kalau harus liat aku jalan kaki dari rumah ke sekolah sedangkan pacarnya gaya naik motor. Padahal bagiku sih gak apa-apa, kan sehat juga.
Aku berjalan berdampingan dengan Kak Ardit menuju kelasku, di jalan kami bersenda gurau, meski banyak yang ngeliatin kami berdua, namun kami acuhkan. Aku perhatikan, cara berpakaian Kak Ardit sekarang sudah banyak berubah, dia yang biasanya mengeluarkan bagian bawah seragam bajunya sekarang selalu rapih di kedalamkan, terus dia selalu menyisir rambut nya dengan rapi, padahal aku lebih suka sosok Kak Ardit yang acuh akan apapun, dia yang cuek pada siapapun kecuali aku.. hehehe
Tiba di depan kelasku, kami berdua berpisah dan aku langsung masuk ke kelasku. Beberapa siswa/i kelasku sudah pada datang dan berisik seperti biasa. Mungkin di tingkat selanjutnya aku gak akan sekelas sama mereka lagi dan harus menyesuaikan diri lagi. Entah aku akan lebih baik atau tidak yang jelas aku gak akan bertemu dengan Erik CS dan juga gak akan lagi nemuin sikap dinginnya Arsya.
Sikap dinginnya Arsya berpengaruh pada sikap teman-temannya padaku kecuali Dadan. Meski kalau di depan Arsya, Dadan selalu terlihat acuh, namun dia tak pernah absen untuk menyapaku setiap harinya. Dadan juga suka ngajak aku untuk istirahat di kantin bareng, namun ketika aku melihat ekspresi Arsya yang tak senang dengan keberadaanku aku selalu menolak ajakan Dadan. Entah Dadan tahu atau tidak perihal sikap Arsya, namun bagiku dengan Dadan bersikap biasa aja, itu sudah nunjukin bahwa Dadan tidak berubah dan tidk terpengaruh sama Arsya.
Sebentar lagi upacara bendera akan segera dimulai, semua siswa diperintahkan untuk berbaris dilapangan, akupun mengambil perlengkapan upacara yaitu dasi dan topi lalu langsung pergi ke lapangan. Semua siswa sudah berbaris dengan rapih begitupun aku. Seperti biasa aku selalu berbaris di bagian paling belakang. Upacarapun dimulai sebagaimana biasa upacara-upacara hari senin di sekolah lainnya. Aku menengok kearah samping ada beberapa siswa berbaris dibagian belakang malah duduk-duduk, ada yang jongkok bahkan ada yang sampai makan makanan. Aku hanya menggelengkan kepala, aku kemudian menengok kanan kiri mencari Kak Ardit, dia tidak terlihat disekitar teman-teman sekelasnya. Yang terlihat malah Kak Erwan.
Upacara terus dilanjutkan hingga tiba di amanat kepala sekolah, beliau menyampaikan bahwa sekolah telah mendapat juara satu pada turnamen bulu tangkis tingkat Kota dan beliau juga menginformasikan bahwa siswa dari sekolah akan mewakili kota di tingkat provinsi yang diadakan minggu depan. Beliau memanggil siswa yang mewakili sekolah itu untuk menerima penghargaan dari sekolah. Aku menjingjitkan kakiku melihat siapa siswa yang menerima penghargaan itu, dan ternyata aku kaget. Disana nampak Kak Ardit tengah menerima tropi juga piagam penghargaan. Aku bertanya-tanya kenapa Kak Ardit gak pernah cerita soal ini dan berniat akan menanyakan hal ini nanti, namun untuk sementara aku akan marah dulu karena Kak Ardit tidak memberitahuku perihal ini.
Setelah upacara selesai semua siswa diperbolehkan kembali ke kelas masing-masing. Kak Ardit melangkah menghampiri aku, namun aku langsung pergi ke kelas meninggalkan dia. tak lama sampai dikelas, gurupun datang dan aku mulai belajar.
***
Aku berjalan menuju gerbang sekolah melewati parkiran motor, disana ternyata ada Arsya yang baru menaiki motornya, dia melihat ke arahku dan kemudian turun dari motor lagi dan menghampiriku. Aku menghentikan langkahku saat Arysa tiba di depanku. Aku melihat kearahnya, ada perasaan senang di lubuk hatiku karena setelah sekian lama aku tak pernah melihat wajah senyum nya Arsya, dan kini Arsya menyunggingkan senyumannya.
“Kamu pulang sama siapa?” Ucap Arsya.
“Sendiri, Sya”
“Kenapa gak sama si Ardit?”
“Emzz, emangnya harus ya setiap hari sama dia?”
“Yaa enggak juga sih. Kamu mau aku anterin?”
“Emang gak apa-apa?”
“Justru harusnya aku yang nanya gitu. Apa-apa enggak kalau aku nganterin kamu?”
“Ya enggak lah”
“Ya udah, berarti kamu mau?”
Aku menjawab ajakan Arsya hanya dengan anggukan kepala. Arsya melangkah menuju motornya dan akupun mengikutinya dan naik ke boncengan motornya. Arsya menstater motornya dan melajukan motornya, namun sesuatu terjadi. Sebuah tangan memegang tangan kananku hingga Arsya menghentikan niatnya untuk melajukan motor. Aku menengok kebelakang dan ternyata Kak Ardit memegang tanganku dan mengisyaratkanku untuk turun dari motor Arsya. Aku turun dari motor diikuti dengan Arsya. Aku melihat raut marah pada muka Kak Ardit hingga tanganku di pegang dengan sangat erat hingga aku kesakitan.
“Lepasin, Kak. Sakit” lirihku
“Lepasin si Al” bentak Arsya ke Kak Ardit. Aku memiliki firasat buruk bahwa sebentar lagi perkelahian akan terjadi, namun aku masih mencoba melepaskan genggaman tangan Kak Ardit yang menyakitiku itu.
“Lebih baik Lo diam” bentak Kak Ardit balik ke Arsya. Kemudian menyeretku menuju motornya dan meninggalkan Arsya yang terlihat menahan emosi.
Kak Ardit akhirnya melepaskan genggaman tangannya saat kita berdua berada di depan motor Kak Ardit.
“Naik Lo!!” Perintah Kak Ardit dengan memakai kata-kata kasar. “Cepet” bentaknya lagi. Akupun tanpa berkata apa-apa menuruti perintahnya dan naik ke motornya. Kak Ardit melajukan motornya dengan sangat kencang. Aku berpegangan pada bagian belakang motor. Jujur hatiku sakit saat mendengar Kak Ardit membentakku apalagi memakai bahasa Lo-Gue. Aku menundukan kepalaku dan tanpa terasa air mataku menetes. Motor terus melaju entah kemana karena ini bukan arah menuju rumahku.
Disatu sisi aku sangat kesal dengan kelakuan Kak Ardit, tapi disisi lain aku juga takut dengan apa yang akan terjadi sebentar lagi denganku mengingat Kak Ardit benar-benar marah sama aku. Padahal yng seharusnya marah itu kan aku,kenapa sekarang Kak Ardit yang marah sama aku. Kalau dia cemburu sama Arsya, dia salah besar, karena pada dasarnya kan Arsya hanya berniat nganterin aku pulang karena Kak Ardit yang biasa nganterin aku malah gak ada. Motor terus melaju kencang hingga kami tiba di salah satu tempat wisata di kotaku yang bernama situ gede (danau besar). Kita memasuki kawasan wisata dengan sebelumnya Kak Ardit membayar tiket masuk terlebih dahulu. Kemudian Kak Ardit memarkirkan motor di tempat parkir dan mengisyaratkanku untuk turun dari motornya dan aku hanya menurut apa yang diisyaratkan kepadaku. Kak Ardit turun dari motor dan memegang tanganku kemudian menarikku untuk mengikutinya. Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggaman Kak Ardit namun KakArdit malah semakin erat memegang tanganku, aku melihat kesekitar dan benar saja, kita berdua menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di tempat wisata ini, meski gak banyak tapi aku tetap saja malu.
“Mau kemana Lo tadi sama si Arsya?” Bentaknya yang tak aku jawab. Aku hanya diam sambil menatapnya. “Kenapa Lo gak jawab? Jawaaaaab!!!” Bentaknya lagi namun aku tetap gak bergeming. Percuma saja jika aku menjawab dengan keadaan Kak Ardit sedang marah gini, semua alasanku tak akan diterimanya dengan mudah, jadi aku memilih diam. “Lo gak mau jawab haaaaah???” bentaknya sekali lagi, aku sempat ketakutan saat Kak Ardit mencoba melayangkan tangannya ke mukaku dan aku hanya bisa pasrah menunggu pipiku memanas karena tamparannya. Namun tamparan itu tak kunjung aku dapatkan, dia hanya menempas angin dan mencoba menenangkan dirinya.
“Aku gak mau jawab kalau Kak Ardit masih marah-marah kayak gini, percuma aku jelasin juga kalau ujung-ujungnya Kak Ardit tak akan percaya dan malah tambah marah” Ucapku setelah lama diam. Kak Ardit menatapku dan tatapannya tak dapat aku artikan.
Dia kemudian melangkah mendekat dan memelukku dengan pelukan hangatnya. Aku membalas pelukannya, air mataku terus mengalir sambil sesegukan aku tenggelamkan wajahku di tekuk Kak Ardit. Dia membisikan permintaan maaf atas sikapnya tadi dan memintaku untuk memaafkannya. Aku hanya mengangguk karena aku gak sanggup untuk mengeluarkan kata-kata saat air mataku mengalir seperti sekarang, aku tahu kalau Kak Ardit hanya cemburu sama Arsya. Aku mencoba menenangkan diriku terlebih dahulu sebelum akhirnya aku perlahan melepaskan pelukanku dari Kak Ardit. Aku menatap Kak Ardit begitupun dia menatapku. Dia memegang kedua belah pipiku dan mengusap air mataku. Jujur saja, meski Kak Ardit sudah bersikap kasar sama aku, namun rasa sayangku ke dia sudah membuat rasa kesalku karena apa yang dia lakukan padaku luruh seketika. Aku gak mau kehilangan Kak Ardit.
“Makasih ya, kamu sudah memaafkan aku” Ucap Kak Ardit mengajak aku duduk di rumput hijau di sela-sela pohon-pohon tinggi.
“Iya, Kak. Makasih juga karena Kak Ardit sudah mau mengerti aku”
“Kamu hutang penjelasan sama aku soal tadi kamu pulang sama Arsya”
“Kak Ardit juga hutang penjelasan kenapa Kak Ardit gak bilang kalau Kak Ardit ikutan turnamen bulu tangkis dan menang. Kak Ardit juga gak cerita soal minggu depan Kak Ardit akan mewakili kota untuk turnamen tingkat provinsi. Namun sebelum itu Kak Ardit harus bayar penjelasan kenapa Kak Ardit tadi istirahat gak ke kelas aku ataupun ngajak aku istirahat bareng”
“Banyak juga ya hutangku sama kamu” Ucap Kak Ardit sambil sedikit berfikir. Aku senang karena Kak Ardit pake bahasa aku-kamu lagi. Kami duduk bersampingan menghadap danau yang airnya cukup jernih. Di danau itu terlihat ada beberapa perahu yang berlayar entah hanya ingin menikmati keindahan danau ataupun untuk sekedar memancing ikan. Aku menengok kesekitar dan tak ada satupun orang di dekat kami, karena kami duduk di bagian paling tinggi di daerah ini. Lagipula ini bukan hari libur jadi wajar jika sedikit orang yang kesini.
“Maka dari itu Kak Ardit harus mulai menjelaskan semuanya sekarang”
“Iya-iya. Pertama pas aku ikut turnamen tingkat kota aku gak ngasih tahu kamu karena waktu itu kamu selalu ngajauhin aku. Yang sekarang aku tahu bahwa kamu marah karena taruhan itu. Kamu tahukan kenapa aku gak ikut kumpulan sangga waktu mau kemah dulu? Itu karena aku latihan selama seminggu full dilanjut tanding dan akhirnya aku menang sampe juara 1. Dan kemarin aku baru dikasih tahu kalau aku harus ngewakili kota untuk tanding badminton di tingkat provinsi dan rencananya tadi aku mau ngasih tahu kamu eh kamunya malah pergi pas aku mau samperin. Terus pas istirahat aku dipanggil Pak Adi dan di kasih wejangan-wejangan buat nanti tanding di Kota B****.
“ooooooooohhhhhhhh”
“Aku panjang lebar jelasin kamu cuman ber OOO ria?” ucap Kak Ardit sambil nyubit hidungku. Aku sedikir meringis kesakitan.
“Tunggu, berarti tadi Kak Ardit cemburu??”
“Enggak, siapa yang cemburu? Kamu kepedean”
“Udah ngaku aja”
“Enggak, apaan”
“Pokoknya Kak Ardit cemburu”
Setelah obrolan panjang dan sedikit bercanda kami berduapun sadar kalau hari sudah mulai sore dan memutuskan untuk pulang. Aku berjalan dibelakang Kak Ardit, beberapa orang menihat kearah kamu karena daritadi Kak Ardit memegang tanganku. Aku menundukan kepala karena malu, lain dengan Kak Ardit yang dengan santai melangkahkan kaki menuju parkiran motor yang cukup jauh.
Sampai diparkiran motor, Kak Ardit dan aku menaiki motor itu dan lekas pergi dari tempat wisata itu. Selama diperjalanan kami saling bercanda dan ngobrol ngalor ngidul. Kak Ardit minta selama dia diluar kota, aku tidak mendekati Arsya, entah kenapa namun aku pikir dia beneran cemburu. Selama istirahat sekolahpun aku harus bareng Kak Lukman dan Kak Dedi. Berangkat atau pulang sekolah aku harus di antar jemput oleh Kak Dedi atau Kak Lukman. Aku sih iya in aja agar Kak Ardit gak banyak bicara. Kalau aku nolak salah satu permintaan dia, kan bisa aja dia ngomel lagi.
@cowokkumal apa yg janggal?? Dari penulisan? Atau jln cerita??
Hihiihi
Maaf ya kalo byak kekurangan, ini tulisan pertama aku... Hehehe
Ia, tunggu aja yaa... Ada apa diantara Ardit, Arsya, Erwan?? Atau bahkan Dadan....
Hehehehe