It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tulisanmu bikin orang menjadi nguras bajet ke warnet..
1. kalimat yang dipake mudah dipahami dan dimengerti semua kalngan dan kelas sosial.
2. kalimat yang dipake mampu memancing penasaran orang..setidaknya akan timbul pertanyaan, setelah ini apa selanjutnya yang terjadi lagi..
3. ceritanya seakan hidup dan punya jiwa jadi seakan akan pembaca melihat kejadiaan sesungguhnya, dengan kata lain orang membaca mampu mengimajenasikan dalam cerita.
salut untuk remy..sy tunggu cerita berikutnya..
salam
sandy,
maksudnya siapa?
remy?
yah. dia kan banyak cowoknya. iqbal buat kita aja dehh.
~ kidding.. piss ah..
Makasih yah udah baca.... 8) lam kenal...
heheh.. sori bro.. eh.. tapi enggak kirim tagihan ke ane kan?? hehehe.. 8) thanks dah baca...
Thanks reviewnya yah.... lam kenal...
Weks.. heheh.. hompimpa dulu gih... wkwkwkwk...
@aku.biasa, ane lebih seneng kalo kasih pujian langsung ketemu orangnya.... :twisted: :twisted: :twisted:
Trus pollingnya juga, spesial yang milih ane.. makasih ya... akhirnya.. beda-beda tipis ama yayang iqbal... 8) 8)
X-DOSEN-X Part-4
Sebenarnya aku merasa kakiku seperti sudah tidak menapak lantai saat itu. Bagaimana tidak? perasaanku kalut menunggu kedatangan Pak Anwar. Berkali-kali aku melirik arloji berharap waktu segera berlalu. Tapi walau bagaimanapun juga aku harus menghadapi Pak Anwar! aku harus mendapatkan seluruh hakku sebagai alumni walau godaan untuk segera meninggalkan kampus teramat besar saat itu. Kemudian aku mengeluarkan ponsel dan mulai mengetik sebuah pesan untuk seseorang.
"Sudah lama?" sapa sebuah suara ramah yang selalu membuatku merinding saat mendengarnya. Aku melihat Pak Anwar sudah berdiri di hadapanku. Dia lebih kurus sekitar dua atau tiga kilogram sejak terakhir kali aku melihatnya saat wisuda tahun lalu. Kembali, dengan keramahan luar biasa Pak Anwar tersenyum dan mengulurkan tangan menjabat tanganku. "katanya udah pindah kerja ya Rem?" tanyanya. Aku yang terbuai oleh keramahannya mau tak mau menjawabnya sambil tersenyum "iya pak. Tahu dari mana pak?"
"Dari teman kamu. Rya. Dia ada cerita sama saya, yuk kita ke ruangan saya?" ajaknya. Dan seperti terhipnotis, aku menuruti ajakannya itu.
Sampai di ruangan Pak Anwar, dia menyuruhku duduk. Hal yang mulai mencurigakan mulai terjadi. Pak Anwar mengunci ruangan kantornya. Itu belum seberapa. Jantungku mulai berdebar tak karuan saat Pak Anwar juga mencabut kabel telepon di atas mejanya.
"Udah hampir setahun akhirnya kamu datang juga..." kata Pak Anwar, wajahnya kini berubah suram, keramahannya menguap begitu saja.
"Kamu ganti nomor telepon?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk.
"Saya minta transkrip nilai saya dikembalikan pak!" aku berkata mencoba terdengar tegas, namun tidak berani menatap wajahnya.
Pak Anwar menyeringai. Kemudian dia berjalan menuju sebuah filling cabinet dan mengambil sebuah map merah dari dalamnya. Lalu dia meletakkan map itu di depanku. "Silakan kamu ambil..." katanya.
Tidak mungkin semudah itu pikirku! tapi walau ragu aku tetap meraih map itu. Aku melihat isinya, memang benar transkip nilaiku. Pak Anwar tertawa mengejek sehingga aku menghentikan gerakanku meraih map itu. "Sebenarnya saya ingin sekali sering-sering dengan kamu... tapi kamu menghilang..." kata Pak Anwar sambil meletakkan satu telapak tangannya pada tanganku. Aku mengawasi seringainya. Lalu buru-buru melepas tanganku dari pegangannya. Lalu Pak Anwar menarik tanganku dan mencengkeramnya kuat-kuat. Aku menatap wajahnya yang kini tersenyum. Ya Tuhan! betapa mudah baginya berganti-ganti raut wajah.
"Maaf pak! saya harus buru-buru pergi." kataku.
"Satu kali Rem? sebagai perpisahan..." pintanya.
"Enggak bisa pak!" aku bangun hendak keluar.
"Kamu tahu Rem? saya bisa laporkan kamu sama pimpinan kampus untuk membatalkan seluruh nilai ujian kamu...." ujar Pak Anwar membuatku mengentikan langkah.
"Dengan cara apa? tak ada bukti...." kataku.
"Perkataan saya akan lebih dipercaya..."
Akhirnya aku menyerah dan kembali duduk di kursi tamu ruangannya. "Mau bapak apa?" tanyaku ketus.
Pak Anwar tidak menjawab. Sambil tersenyum dia kemudian menyuruhku menghampirinya. Lalu aku melihat Pak Anwar mulai membuka ikat pinggang dan kancing celananya.
*****
Sepuluh menit yang menyebalkan! Apalagi Pak Anwar sepertinya suka sekali menjambak rambutku. Apa dia tidak tahu betapa sayangnya kalau rambut yang selalu rajin aku creambath ini sampai rontok akibat perlakuan kasarnya. Sesaat setelah dia selesai, aku yang telah bersiap dengan ponselku buru-buru mengeluarkannya dari saku celana. Dan sekali tekan tombol shortcut, aku berhasil mengambil gambar Pak Anwar yang belum merapikan celananya. Haha! aku berhasil mengambil gambarnya dengan penisnya yang masih terlihat. Sadar telah kuambil gambarnya, Pak Anwar marah.
"Apa itu? kamu ambil gambar saya?" kata Pak Anwar.
"Ya! kalau bapak masih berniat melaporkan saya soal nilai-nilai yang ingin bapak anulir... enggak cuma saya yang harus terseret.... Bapak juga harus ikut!" ujarku.
"Pimpinan akan lebih percaya saya..." kata Pak Anwar dingin namun kini terdengar ada sedikit ketakutan dalam nada suaranya.
"Oya? mau coba? saya enggak takut!" ujarku sambil membuka kunci pintu ruangan Pak Anwar dengan terlebih dahulu mengambil map berisi transkrip nilai asli milikku dari atas mejanya.
Aku meninggalkan Pak Anwar yang buru-buru merapikan celananya untuk segera menyusulku. Sialan! aku bergegas ke lobi kampus sambil mengelap sisa-sisa yang tertinggal di sudut bibirku dengan sapu tangan, berharap orang yang aku tunggu sudah datang. Aku bersyukur sekali saat melihat Rya dan Mas Widodo suaminya yang sedang berseragam perwira polisi lengkap sudah menunggu di Lobi. Rya yang sedang menggendong Tegar, anaknya, bangkit dari duduk dan segera menghampiriku.
"Ada apa Rem? kamu tadi SMS nyuruh kita berdua ke kampus... bikin khawatir... oh iya... apa kabar?" Kata Rya lembut namun terdengar sangat cemas.
"Iya.. kenapa Rem?" tanya Mas Widodo. Alisnya bertaut.
Aku kemudian menjabat tangan Rya dan Mas Widodo. "Enggak Rya! Mas! aku cuma mau ngajak makan... aku mau traktir kamu berdua..." kataku mencoba meyakinkan mereka. Kemudian Pak Anwar muncul tergesa-gesa. Melihat kami bertiga, langkahnya langsung tertahan dan wajahnya langsung berubah ramah. Rya masih bingung namun dia sepertinya menerima penjelasanku. Sedangkan Mas Widodo masih terlihat curiga, mungkin nalurinya sebagai polisi masih merasakan ada ketidakberesan.
"Eh, Rya... reunian ya?" tanya Pak Anwar.
"Iya pak, Remy udah jarang ke Bogor sekarang, dia mau ajak makan." ujar Rya.
"Ya udah, kita berangkat? Mari Pak Anwar.. terima kasih transkrip nilainya..." aku berpamitan pada Pak Anwar sambil menjabat tangannya. Rya dan Mas Widodo pun melakukan hal yang sama. Kemudian kami bertiga ditambah Tegar anak mereka, bergegas ke tempat parkir.
"Rem.. kamu ada masalah sama Pak Anwar?" Tanya Mas Widodo menyelidik sambil memegang pundakku.
"Enggak Mas.. udah beres... aku cuma bisa bilang terima kasih banget kalian berdua udah bisa dateng ke kampus.. itu aja..." kataku mencoba menenangkan Mas Widodo. Akhirnya walau masih kelihatan ragu Mas Widodo tidak bertanya apa-apa lagi.
"Kita makan di Pizza Hut ya?" tawarku.
"Kamu naik apa ke kampus Rem? Motor?" tanya Rya.
"Enggak... gue naik angkot ke sini."
"Ya udah, naik mobil kita aja Rem!" ajak Mas Widodo. Sambil tersenyum aku mengikuti mereka ke tempat Mas Widodo memarkir mobil. Saat itu aku melihat Isuzu Pather biru tua milik Pak Anwar. Tak ada yang berubah, hanya saja ada satu stiker baru menempel di kaca bagian belakang. Stiker bertuliskan The Jungle, wisata air di Bogor yang sampai tahun lalu belum tertempel di situ. Aku berpikir, Pak Anwar masih mencoba menjadi kepala keluarga yang baik dengan mengajak keluarganya ke tempat wisata itu, tanpa mereka sadari perbuatannya denganku di kampus. Melihat mobil itu, aku merasa tidak ada lagi perasaan takut dan ngeri dengan segala kenangan yang ditinggalkannya.
"Kamu kenapa Rem, ngeliatin mobil Pak Anwar sampai segitunya?" tanya Rya keheranan.
"Enggak, cuma ingat dulu gue pernah diantar sama dia waktu pulang dari kampus..." jawabku sambil tersenyum.
*****
Kami makan di restoran Pizza Hut yang tidak begitu jauh dari kampus. Si kecil Tegar yang sedang duduk di kursi khusus balita sedang mengacak-acak sepotong roti yang diberikan ibunya. Mas Widodo sibuk melahap nasi Tuna pedas pesanannya, sedangkan aku dan Rya menikmati potogan pizza kami masing-masing.
"Oiya Rem, kamu sudah tahu kan, kalau Ice nikah dengan Johan?" tanya Rya hati-hati.
Aku mengangguk. Rya sudah memberitahukan aku saat dia datang ke resepsi pernikahan Ice dan Johan. "Iya... gue enggak diundang kan?" aku memang tidak menerima undangan saat itu. Lagipula aku memang tidak berniat datang.
"Mmmm.. sebenernya kamu di undang Rem, aku baru tahu sebulan kemudian." kata Rya.
"Masa? kok aku enggak terima?"
Sesaat Rya terdiam, lalu melanjutkan, "Tau enggak Rem, Ice enggak tahu kalau kamu sudah pindah kerja waktu mereka nikah bulan Februari. Dia langsung datang ke kantor lama kamu, sendirian, buat antar undangan. Tapi kamu udah enggak kerja di situ lagi, dan dia kecewa karena kamu udah ganti nomor... aku juga enggak bisa beritahu nomor baru kamu Rem, karena kamu bilang tolong jangan disebarluaskan."
Aku terdiam. Pikiranku langsung membayangkan betapa kecewanya wajah Ice yang mendapati aku tidak lagi bekerja di kantor itu.
"Aku tahu kamu sakit hati Rem, tapi enggak boleh terus-terusan begitu..." ujar Rya. Aku memang sakit hati saat tahu kalau akhirnya Ice dan Johan berpacaran tanpa sepengetahuanku. Kadangkala kupikir, rasa benciku pada Ice lah yang menyebabkan aku menjadi seorang player, padahal dulu aku sama sekali bukan orang yang sering berpindah-pindah dari satu cowok ke cowok lainnya. Aku merasa benci sosok seorang wanita gara-gara Ice. Saat aku begitu mencintainya, dia tidak bisa menunggu aku yang belum siap menikah sampai aku lulus kuliah. Padahal dia sendiri menikah setelah lulus! Namun mengetahui cerita itu, bagaimanapun sudah membuat hatiku yang agak keras pada Ice menjadi sedikit melunak. Ya, aku memang sakit hati, tapi nomor ponsel Ice tidak pernah aku hapus dari daftar kontak di ponselku.
"Satu lagi Rem, apa Ice udah hubungin kamu?" tanya Rya lagi.
Aku menggeleng, "Belum... emang dia tahu nomor gue yang baru?" tanyaku.
"Aku yang kasih... maaf ya Rem. Tapi dia bilang dia belum tenang kalau belum minta maaf langsung sama kamu..." ujar Rya. Aku menghela nafas namun tak bisa marah.
"Tapi kok dia belum hubungin gue?" Tanyaku.
"Mungkin dia khawatir kamu enggak bakal jawab telepon dari dia. Kamu kan kadang-kadang bisa kejam juga Rem!"
Aku mendelik pada Rya, namun perkataannya ada benarnya. Kalau aku sudah tidak lagi ingin berhubungan dengan seseorang, dengan mudahnya aku mengabaikan sms darinya, tidak menjawab teleponnya, bahkan YM nya aku blokir dan delete begitu saja dengan mudah dan tanpa rasa bersalah.
"Telepon dia Rem... jangan biarin kamu sakit hati terus...." Pinta Rya.
*******
Aku memang tidak berjanji pada Rya untuk menelepon Ice. Tetapi keesokan harinya, di Minggu pagi itu aku mencari-cari nomor ponsel Ice pada daftar kontak. Setelah kutemukan aku segera mennghubunginya.
"Halo, assalamualaikum..." sapaku saat diujung sana panggilanku terjawab.
"waalaikumsalam... Remy ya?" tanya suara lembut di speaker yang selalu membuatku luluh. Suara Ice.
"Apa kabar Ce? maaf ya, gue enggak sempat datang ke nikahan kamu.... mmm.. selamat ya?"
"Makasih ya Rem... kabar aku baik, kamu sendiri? kok pindah kerja enggak bilang-bilang?"
"Iya... gue emang sengaja enggak mau gembar-gembor... enggak enak..."
Kemudian kami terdiam seakan kehabisan bahan pembicaraan.
"Rem, kita ketemuan ya? aku pengen ngomong sama kamu." Pinta Ice.
"Um.. gue enggak tahu deh, bisa ketemuan sama kamu apa enggak..."
"Aku ngerti kalau kamu masih marah Rem, tapi please... aku pengen ngomong sama kamu..."
"Kalau ini soal minta maaf seperti Rya bilang, gue rasa enggak ada yang perlu dipersoalkan Ce..." kataku terus berusaha menolak.
"Aku enggak bahagia Rem......." potong Ice.Suaranya terdengar seperti hendak menangis.
Mendengar ucapan Ice yang terakhir itu, pikiranku mendadak hilang. Aku terdiam. Yang aku dapat dengar hanya tarikan nafasku sendiri.
*** X-DOSEN-X, end of story ***
Waaah.... Bentar lagi liburan euy... 11 Hari!! keknya mau cuti dulu neh.. hehehehehe... Met Taun Baru yah.....
udh si Ice jadiin pacar cwe lu aja. Biar pas saatnya lu udh mo merit, ga ush mikir siapa calon elu :P
Oia, slmt natal buat yg merayakan dan happy new year utk yg semua tman2 BF Oh senangnya cuti panjanggg 8)
yakin?
biasanya gw sering hoki loh kalo lagi hompimpa..
wkwkwkwkwkwkwk :twisted:
hhmmmm..
PMnya aja belom di bales, gimana mau ketemu..
8) 8) 8) yang mana yah? kok nick ente gak ada di PM ane... kecuali..... ente pake nick laen yang itu... trus pas ane cek fs ente....
KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA..... CUTE BANGEEEEEET.... *histeris dan menggila*
:oops: :oops: :oops:
Duh.. Fe mana yah?? Fe.... bantuin gue dong fe.... belakangan banyak brondong cakep pada PM ane, gila!!!! too much too handle niiiih........ !!!