BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

LELAKI TERINDAH 2

edited June 2008 in BoyzLove
Dear all,
Ini sebuah cerita yang saya buat.
dan tentunya ini atas semangat DITOX - my new friend here.

Ini karya pertama saya, semoga disukai.
dan jika dibilang ikut-ikutan trend, bisa dibilang begitu.
jika dibilang tulisan cemen, moga dimaklumi.

Saya memakai judul tersebut, karena menurut saya lebih komersil,
dan tentunya saya juga bukan mas Andrei Aksana,
dan juga tidak sehebat beliau bercerita.
dan maaf, saya juga tidak atas seizin dia.
Mohon dimaklumi.

Jika rekan-rekan ingin berkomen akan tulisan saya,
bisa di warung yang saya buat khusus ini,
agar tidak merusak keutuhan cerita,
keasikan membaca cerita seutuhnya.
So, testimoninya sudah saya siapkan.

Jika ada kesamaan lain banyak hal dalam cerita ini,
akan tempat, keadaan, tokoh, cerita,
ini tidak disengaja.

Selamat menikmati.

Warm regards,
Sunshine
«1

Comments

  • edited May 2008
    CHAPTER ONE
    RIYAN

    Suara mobil yang baru diparkir di pekarangan terdengar. Lelaki itu langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya yang penuh dengan botol anggur yang baru habis diteguknya. Dilihatnya melalui jendala lantai dua dengan perasaan senewen. “Ah, akhirnya datang juga,”bisiknya dalam hati. Sekejap dia langsung berjalan untuk menyambut kedatangan tamu tersebut. Penantian yang lama. Rasa rindu yang terpendam. Sejuta hasrat yang tersimpan. Disambutnya tamunya itu dengan semangat. Dipeluknya tamu lelakinya itu. Pelukan yang semakin erat. Perasaan yang tak terbendung. Perasaan yang tak tertahankan yang dipendamnya selama ini membuatnya tak kuasa untuk mencium bibir lelaki itu. Dihempaskan tubuh lelaki tamunya itu lebih menepi ke dinding rumah berlantai dua itu. Lelaki tamunya itu membalasnya. Kedua lelaki itu berciuman. Menumpahkan. Melampiaskan sejuta rasa rindu selama ini. Sementara di atas melalui jendela berkaca, seorang wanita tak sengaja menyaksikan apa yang terjadi dibawah: suaminya berpelukan dan berciuman dengan lelaki lain.


    “Klik” dipijitnya tombol STOP pada remote DVD Player-nya kemudian tombol POWER dipijitnya kemudian. Muncul tulisan GOODBYE pada layar DVD Playernya. Televisipun dimatikan.

    Sudah untuk ketiga kalinya lelaki ini menyaksikan satu-satunya film bertema gay yang dibelinya secara diam-diam dengan teknik langkah seribu di salah satu mal yang terkenal dengan penjualan DVD bajakan terlengkap. Dan entah mengapa, secuplik adegan dari film BROKEBACK MOUNTAIN itu sangat disukainya.

    Dihempaskan tubuhnya kembali ke ranjang yang berseprai biru muda itu. Sekilas seperti ada yang sedang dipikirkannya. Dipandanginya langit-langit kamar berukuran 3x3 meter itu, tampak beberapa debu menempel disana dan sebuah gantungan berupa burung kertas merah muda menempel dan berayun-ayun lembut.

    Sabtu siang ini terasa panas sekali. Kipas angin yang berputar tidak banyak membantu. Hanya exhaust fan diharapkan lebih bisa sedikit menyejukan dan membantu kelancaran sirkulasi udara di kamarnya. Panasnya udara di siang itu memaksanya hanya mengenakan singlet putih dan celana hawai. Beberapa butir keringat tampak di tubuhnya yang putih dan sedikit berotot.
    Tiba-tiba handphone Nokianya berlabel N73 yang diletakkannya di lantai dalam posisi sedang di-charge berbunyi.

    Terdengar suara nada dering berlagu SO SPECIAL-nya Oka feat Sabria bergema. Dengan sedikit rasa malas diambilnya handphone tersebut. Terkadang dia lebih senang menghabiskan lagu tersebut sebelum membaca sms yang baru dikirim untuknya atau lebih senang mendengar lagu tersebut daripada membaca sms yang dikirimkan untuknya.
  • Dipijitnya tombol “SHOW” sesaat kemudian muncul nama Widi dengan isi pesan singkatnya:

    LAGE DMANA MAS? JALAN YUK.

    Langsung direply-nya.
    LAGE DI KOS. NTAR MO GYM.

    Balasannya,
    NTAR MALAM GMANA?

    Dibalasnya lagi,
    BOLE. MO KMANA?

    Balasannya,
    TERSERAH. GMN KALO ANGGREK AJA?

    Dibalasnya kemudian,
    OK. GW GYM DULU Y.

    Balasan yang diterimanya kemudian,
    SIP, KABARI Y MAS. JAM 7 YA. DAH.

    Ditutupnya sms tersebut. Berharap belum ada sms yang masuk lagi kemudian diletakannya handphone tersebut kembali, kali ini ke di atas lemari pakaian bertinggi 1,4 m yang terletak sejajar dengan pintu kamarnya. Lemari setinggi itu hanya sebahunya saja.

    Kemudian diambilnya dua kaos, sebuah celana training dan sepatu sport ke dalam tas olahraganya yang dari kemarin diletakkannya di samping tempat tidur. Siang begini paling enak fitness, pikirnya.

    Dengan mengenakan jeans berwarna cokelat gelap dan kaos putih dikendarainya motor RX-King menuju sebuah pusat perbelanjaan elite.

    Ditekannya lift ke angka tiga. Pintu terbuka. Suara musik serupa dengan diskotik bergema menyemangati member yang asik berolah tubuh. Disodorkannya kartu membernya yang bermotif ungu ke karyawan front desk pusat kebugaran itu. Sesaat setelah dicek, karyawan front desk dengan tatanan rambut spike itu menyerahkan kartu member kembali kepadanya, dengan senyuman dan ucapan,”Selamat berolahraga mas RIYAN..”

    Dibalasnya kembali dengan senyuman dan ucapan,”Thanks!” kemudian berjalan menuju ke ruang loker.

    Tampak seorang member lelaki yang berpapasan dengannya sedikit terkesima melihat penampilan sesosok lelaki, putih bersih, slim, rambut sedikit cepak ini berjalan. Dikiranya Oli Pettigrew, presenter acara SONY STYLE MAGAZINE-nya AXN juga berfitnes disana.
  • Sip...sip...Lanjutt dah :wink:
  • cool story !!
  • jgn kelamaan lanjutinnya...
    ditunggu... :D :D :D
  • calberuz wrote:
    jgn kelamaan lanjutinnya...
    ditunggu... :D :D :D

    Hu..uh...jangan lama lama yah uploadnya :wink:
  • edited May 2008
    CHAPTER TWO
    ANDREE

    Sebuah hiasan meja berbentuk dua bola besi kecil bertali super tipis memantul satu sama lain. Jika didengar dengan teliti akan terdengar bunyi “tek tek tek” ketika kedua bola itu bertemu. Mungkin diletakan di atas lemari buku ditambah dengan suara Kylie Minogue dengan rate volume 9 membuat suara tersebut tidak terdengar.

    Seorang lelaki berkulit cukup gelap dengan jambang tipis yang baru tumbuh di wajahnya sejak dicukur 3 hari lalu tampak tidak menghiraukan pentingnya suara “tek tek tek” dari mainan hiasan yang dibelinya di sebuah pusat perbelanjaan. Dia lebih asyik berbaring terlentang di kasurnya yang super empuk sambil melihat-lihat majalah DAMAN yang dibelinya semalam di toko buku Aksara. Ah, tidak ada isi yang bermutu, komentarnya dalam hati. Tidak ada bedanya dengan majalah life style pria yang lainnya selain bahasa yang digunakannya. Timbul sedikit penyesalan atas pembelanjaan itu. Rasa penasarannya terpenuhi namun dirasakannya harus dibayar cukup mahal untuk itu. Diletakkan seadanya majalah tersebut disamping kasur bagian dalam. Kini dia lebih menikmati irama lagu yang sedang diputarnya dari i-pod 4 GB melalui speaker aktif merek JBL.

    ..I just cant get you out of my head, Boy your loving is all I think about, I just cant get you out of my head, Boy its more than I dare to think about… “Senandungnya sambil menuju jendela besar bertirai putih transparan di kamarnya itu. “Wah, di luar masih panas nih,” bisiknya dalam hati. Sesaat dilihatnya jam dinding yang menempel di atas pintu, “Ehm, sudah jam 2 siang,”katanya senang dalam hati sembari mengambil handphone LG berlabel Shine Series yang sedari tadi ikut berbaring di kasur. Dari handphone tersebut sesekali dia mengagumi pantulan wajahnya yang terlihat dari permukaan bahan gadget itu dibuat, titanium putih mengkilat.

    Dicarinya sebuah nama di CONTACT handphonenya, kemudian ditekannya menu CALL setelah menemukan nama KEV namun niat tersebut dibatalkannya sedetik kemudian menekan menu END CALL.

    “Ah, sudah jam 2 siang,”katanya kembali pada dirinya. Saat yang ditunggunya. Saatnya untuk ke tempat fitnes. Hari ini merupakan hari yang ditunggu-tunggunya selama 2 hari ini. Terasa waktu begitu lama berjalan dan tak sabar baginya untuk menunggu waktu ini tiba.

    Bergegas dibukanya kaos dan celana pendeknya kemudian dengan hanya mengenakan celana dalam, dia berjalan menuju kamar mandi. Dilepaskannya celana dalam tersebut kemudian digantungkannya dibelakang pintu kamar mandi. Air dari shower membasahi tubuhnya sesaat setelah dibukanya kran. Sesekali membersihkan tubuhnya sesekali dia melihat-lihat wajahnya yang sedang berpantul di cermin di dinding kamar mandi, ah..sedikit mirip Evan Sanders katanya bangga dalam hati.

    Disemprotkanya parfum Bvlgari Extreme ke beberapa bagian tubuhnya, dengan mengenakan handuk putih diambilnya celana dalam, kaos oblong warna ungu dan celana jeans untuk dikenakannya. Sedangkan celana dalam lain, kaos berwana biru muda dimasukannya ke tas olahraga yang diletakkannya di kursi dekat meja kerjanya. Sesekali dia berpikir jika ada asisten yang bisa membantu menyiapkan keperluannya untuk ber-fitnes ria sungguh menyenangkan sekali. Dicarinya sepatu, termos air dan mengambil i-pod yang masih tertancap di speaker. Semua barang-barang tersebut disatukannya di tas bersama dengan minyak rambut, sekantong serbuk susu dan sisir yang sudah berada disana sebelumnya.
  • Dengan mengendarai Avanza hitamnya, dia melaju ke tempat fitness yang terletak di pusat perbelanjaan elite di kawasan Thamrin. Siang itu mencari parkir tidaklah begitu sulit. Semua terasa cepat dan mudah, tidak seperti malam hari. Namun itu semua tidak begitu penting baginya. Yang terpenting adalah selekasnya tiba di tempat fitnes dan berharap apa yang ditunggunya, apa yang dicarinya ada pada hari ini setelah kemarin, dua hari berturut-turut tidak menemukan apapun.

    Pintu lift terbuka, dengan cepat disodornya kartu member berwarna ungu tersebut yang sudah disiapkan sejak di dalam lift kepada karyawan front desk bergaya rambut spike. Tak memperdulikan suara musik apa yang sedang berdentam dentum cukup keras melalui speaker besar yang diletakkan di beberapa titik ruang fitness itu. Sesekali matanya melihat dan mencari member lain yang sedang asik berolah tubuh.

    “Selamat berolahraga, Mas ANDREE,”kata karyawan front desk sambil menyerahkan kembali kartu member tersebut dengan kedua tangannya. Diambilnya kartu itu dengan sedikit senyuman dan langsung bergegas menuju ruang loker sembari melihat ke arah ruang lain yang terdapat beberapa member sedang berlatih.

    Dipertengahan jalan menuju ke ruang loker, darahnya langsung berdesir saat melihat ke tempat galon air mineral. Tampak seorang lelaki berkulit putih, hidung mancung, agak ramping, dan potongan rambut pendek yang disasak sedikit wax sedang mengisi air di botol minumnya. Tinggi lelaki itu setinggi tubuhnya namun tidak sebentuk bentuk tubuhnya. Saat itu dia mengenakan kaos putih, celana training dan dengan earphone yang menancap di telinganya sedangkan di lengan tangan kirinya menempel i-pod 2 GB berwarna silver.

    Tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Hatinya begitu gembira namun juga begitu tidak menentu. Rasa senang, rasa kagum, rasa penasaran dan sejuta rasa bercampur aduk di dalamnya. Saat yang seakan dia tidak ingin dirasakannya. Saat yang membuat dia tidak bisa berpikir secara sehat mengenai apa yang harus dilakukan. Saat yang seakan waktunya berhenti. Saat yang seakan waktunya ingin tetap seperti ini selamanya. “Oh, datang juga,” katanya sambil memasuki ruang loker.
  • CHAPTER THREE

    BERSAMA KEVIN

    Gerimis sedikit mengguyur di malam itu. Sungguh cuaca yang sangat tidak bisa ditebak sekarang ini. Sebentar panas sebentar hujan. Akankah panas atau hujan, bukan itu yang berkelebat dipikirannya Masih ada yang mengganjal di dalam hatinya. Ada rasa penyesalan mengapa di tempat fitnes tadi dirinya sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mendekati lelaki itu. Atau memang tidak memiliki celah waktu untuk melakukannya disebabkan lelaki itu lebih tertarik dengan perangkat pembentuk otot tubuh dan mungkin lagu picisan apapun dari i-podnya itu, sulutnya dengan jengkel.

    Usaha yang direncanakan dua hari ini berlalu begitu saja tanpa hasil. Kini hatinya pun kembali merasakan rasa keingintahuannya. Rasa penasaran. Rasa yang timbul dari hasratnya kepada lelaki itu. Rasa seakan ingin mencumbui bibir dan setiap pori di tubuhnya. Hatinya kini kembali merindu.

    Dikendarainya Avanza hitam itu melalui jalan-jalan basah, berharap juga bisa membasahkan hatinya yang merindu pada yang tak tepat. Ah,
    sungguh lagu Kau yang sedang diputar di radio ini menyindir dirinya.

    / oh mengapa terjadi pertemuan dengan seorang yang mempesonaku / di kala diri ini tlah berpadu janji / tak mungkin kan ku hindari apa daya ku kuharus menghadapimu.../ nyanyinya mengikuti suara vokalis Bunglon itu.

    Tiba-tiba suara dari lagu Shadow berbunyi dari handphone yang sedang bergetar. Muncul nama KEV di layarnya yang saat itu ikut bercahaya.

    “Ya, Halo?” katanya sesaat setelah menekan menu YES.

    “Sudah dimana mas?” tanya suara itu.

    “Neh, bentar lagi mo sampe. Lage di lampu merah,” jawabnya menjelaskan.

    “Lampu merah mana, mas?” tanya suara itu lagi.

    “Lampu merah perempatan Harmoni,” katanya,”Oya, ntar aku gak parkir lagi. Kamu tunggu di lobi saja ya,”pintanya pada suara itu.

    “Aku udah dari tadi disini mas,” jawab suara itu.

    “Ya, udah tunggu saja, udah ya,”jawabnya sambil menutup pembicaraan melalui handphone.

    Lampu merah disini cukup lama waktunya. Jika dihitung dalam menit bisa mencapai angka 3. Dalam kondisi terburu-buru adalah penyiksaan bila terhalang oleh warna merah dari tiga lampu yang bergantian memberikan peringatan warna. Sangat enggan bagi Andree untuk melalui jalan ini, namun apa daya ini adalah salah satu jalan terbesar dan terpadat di Jakarta dan dia harus menuju Mal ini karena memenuhi janji untuk menjemput di tempat tersebut.

    “Kok lama banget sih mas?” tanya lelaki yang dijemput itu setelah dengan terburu-buru memasukan beberapa kantong barang belanjaanya ke jok bagian tengah dan menutup pintunya.

    “Kan tadi ngegym dulu. Lagean kan tadi three in one,” jelasnya,” Seat belt please.” Sambungnya sambil menyerahkan tiket parkir kepada seorang perempuan yang sedang sibuk di depan layar computer berluas ruang sekitar 1m2 itu.

    Sambil memasang seat belt, lelaki yang berkulit putih itu bertanya lagi,”Tadi ngegym dari jam 2 kan?”

    “Ya, jam dua,”jawabnya sambil melihat ke kaca spion bagian kiri mobilnya.

    “Lama banget! 5 jam. Ngapain aja mas?”tanya lelaki itu penuh tahu.

    “Ya, ngegym lah. Emang mo ngapain lagi?” tanyanya balik. “Oya, beli apaan sebanyak itu?,” tanyanya kemudian.

    “Makanan buat Lilis, udah tinggal semangkuk.”

    “Oya, gimana, Lilis jadi dikawinin ama si Jaka?”

    “Gak mas, kayaknya si Jaka itu homo deh, masak sudah disatu-kandangkan tapi gak kawin-kawin juga,”jelas dengan kesal.

    “Ya udah, dikawinkan ama kucing kampung aja,”sarannya asal dan hambar.

    “Mo kemana mas?”

    “Makan dulu, terus aku antarin kamu pulang.”

    “Nonton ajah yok mas. Lage ada film bagus neh. Di Blitz Megaplex.” Balas suara itu enggan untuk pulang ke kostnya pada jam segini.

    “Jam berapa?”

    “Jam Sembilan aja mas. Masih ada satu setengah jam.”

    “Ya udah. Ok.” Katanya singkat sambil melajukan kendaraannya menuju Jalan Sabang.

    Sepanjang jalan mereka ditemani dengan beberapa lagu yang diputar oleh stasiun I-Radio. Andree tampaknya sangat konsentrasi mengendarai kendaraannya, namun tak dapat dipungkiri bahwa di dalam hatinya yang terdalam masih terselip rasa rindu kepada lelaki yang dijumpainya di tempat fitness. Perasaan yang sungguh menyiksa. Perasaan yang harus disembunyikannya. Biarlah cukup dia yang mengetahui persis apa yang sedang dirasakannya ini.

    Sementara lelaki disebelahnya yang bertubuh cukup berisi dengan rambut hitam lebat, agak sedikit gondrong dengan gaya sisiran ke samping kanan, alis mata yang cukup tebal, bibir berbentuk sedikit tebal dan bentuk wajah segi lima itu sedang asik mengamati kartu kredit HSBC yang diambilnya di dompet. Ujung kanan dari kartu yang tertulis nama KEVIN PUTERA tersebut sedikit retak. Ah, semoga masih bisa digunakan, doanya dalam hati.
  • CHAPTER FOUR

    P.S I LOVE YOU


    Interior ruangan di bioskop itu dapat dibilang cukup megah dengan dominan warna merah menyala pada sebagian elemen ruangnya. Tampak beberapa poster film berukuran besar menghiasi ruang masuk dan ruang tunggunya. Malam ini dapat dibilang bioskop tersebut semakin padat mengunjung. Banyaknya pengunjung serta hingar bingar live music yang dipersembahkan di café-nya membuat seakan setiap pengunjung sedang berada di ruang pesta.

    “Aduh, sori gw telat,” ucap seorang lelaki yang baru tiba dan segera mendekati seorang wanita yang sedang duduk di sofa berbentuk bulat berwarna merah. Wanita itu bernama Widi, saat itu sedang asyik menyaksikan cuplikan-cuplikan trailer film yang ditampilkan di beberapa layar televisi yang digantung di ruang tunggu.

    “Gak papa lagi. Lagian juga gw yang ngrubah rencana kok,” balas Widi sambil memandang ke arah lelaki tersebut.

    “Gak papa. Lagean lo juga gak terlambat beritahu.”

    “Tadinya gw pikir mau ke Anggrek tapi gw denger ada kecelakaan di Slipi. Pada stuck tuh,” Widi membenarkan posisi duduknya dari bersandar ke arah yang lebih tegak.

    “Kecelakaan apaan, Wid?” sembari lelaki itu duduk di sofa tersebut persis di samping kanan Widi itu sambil membuka jaketnya yang berwarna cokelat.

    “Katanya sih truk pengangkut kaca ikatannya gak kuat. Pas rem dadakan, kacanya pada jatuh. Pecah dan berantakanlah di jalanan.“ Sesaat aroma parfum Bvlgary Extreme langsung tercium oleh hidungnya. Wangi yang khas dari seorang Riyan.

    ”Ada-ada aja,“ komentar Riyan,“Emang jadinya mau nonton film apa?”

    ”P.S I Love You.“

    “Jam berapa mainnya?”

    ”Jam sembilan. Setengah jam lagi kok,” Widi menentramkan. Riyan melihat jarum pendek menunjukan antara angka 8 dan 9 sedangkan jarum panjangnya menunjukan angka 6 pada jam tangan Swiss Army berbentuk segi empat di tangan kanannya.

    “Tiketnya udah dibeli?”

    “Udah, gw udah dari jam setengah delapan disini. Nih,” Disodorkannya 2 tiket berwarna kuning muda.

    “Berapa neh harga tiketnya?” katanya lagi sambil mengambil dan melihat huruf-huruf dan angka yang tercantum di tiket tersebut kemudian meletakan tangan kanannya di pada bagian saku belakang celana jeansnya untuk mengambil dompetnya.

    ”Gak usah, gw traktir. Lagean kan buy 1 get 1 free,“ Widi menghalau dompetnya yang sedang berada di tangan Riyan.

    ”Kalo gitu gw yang beli popcorn ama minumnya, ok?“

    ”Ok deh“ senyumnya semakin manis.

    ”Mo minum apa?“

    ”Ehm..lemon tea ajah deh, cup kecil,“ pinta Widi sambil memperagakan bentuk kecil dengan menggunakan jari telunjuk dan jempolnya.

    “Sip.”

    “Tapi gak pake…” Sesaat Widi terdiam tidak melanjutkan kalimatnya.

    “Gak pake apa?” Tanya Riyan lagi penasaran.

    “Gak pake lama,” Widi senang seakan sudah mengerjain lelaki yang disukainya itu.

    Riyan hanya tersenyum dan kemudian beranjak berdiri dengan jaket yang dipegang dengan tangan kanannya.

    ”Jaketnya ditinggal aja.“

    ”Titip ya, Wid. Jangan hilang ya. Harganya mahal loh,“ canda Riyan sambil menyerahkan jaketnya dan beranjak menuju counter snack.

    Widi mengambil jaket tersebut dan diletakkan di pangkuannya. Aromo parfum masih menyebar dari jaket tersebut. Aroma khas Riyan. Aroma yang sedikit meningkatkan hormon esterogennya. Baginya memangku jaket ikut ibarat memangku sang pemilik jaket, sang Riyan.
  • Di lantai dua pusat perbelanjaan elite terbaru di kawasan Thamrin itu, tampak dua orang lelaki sedang menunggu lift menuju lantai delapan. Satunya lelaki berkulit agak gelap dengan postur tubuh setinggi 173 cm sementara satunya lagi, lelaki yang berkulit putih bernama Kevin kembali memijit angka delapan.

    Lampu lift disebelah kanan berkelap kelip, sejenak kemudian pintunya terbuka. Untuk ketiga kali lift itu penuh dengan orang.

    "Wah, kayaknya gak keburu deh, mas. Udah jam setengah sembilan lewat." katanya sambil melihat jam tangan digital berwarna hitam di tangan kirinya.

    "Memangnya filmnya main berapa?"

    "Jam sembilan."

    "Keburu sih, cuman belum tentu bisa dapet tempat bagus lagi." balas lelaki berkulit gelap yang bernama Andree itu. "Gimana, mau pulang saja?" tanyanya lagi sambil melihat-lihat lampu kotak bertulis angka yang sedang menyala pada lantai yang pintunya terbuka.

    "Lihat ajah dulu deh. Siapa tau masih ada atau nonton film lain," katanya mengusulkan dengan sedikit sewot,"Makanya kalo makan jangan lama-lama,"omelnya.

    "Lama gimana? Tadi kan macet, terus cari parkir juga susah, kok makan yang disalahin," balas Andree membela diri padahal sebenarnya dia enggan untuk ke bioskop ini berdua karena bakal banyak ketemu teman satu fitnes.

    Ting tong

    Pintu lift kembali terbuka.
    Tak tahan menunggu lagi, keduanya memaksakan diri untuk masuk dan sedikit berjubel dengan pengunjung lain di dalam lift itu. Keduanya berharap semoga masih cukup kapasitasnya dan setidaknya tidak lucu jika harus keluar lagi karena kepenuhan. Pintu lift tertutup dan mengantarkan mereka menuju angka delapan. Ketika pintu terbuka, suasana lain langsung terasa. Seakan berada di dunia lain seperti halnya saat Harry Potter baru memasuki Diagon Alley dari kehidupan dunia Muggle.

    Dikarenakan berada tepat persis di depan pintu lift, Kevin langsung bergegas keluar dan berjalan cepat menuju counter penjualan tiket sementara Andree mengikutinya, beberapa meter dibelakang.


    "Aduh, sorry," kata Kevin terkejut kepada seorang lelaki yang hampir ditabraknya.

    Lelaki itu juga terkejut. Hampir saja 2 cup lemon teh tumpah mengenai kaosnya.

    "That's ok!" Lelaki itu sedikit jengkel,"Hati-hati mas," katanya lagi.

    "Sorry, mas," mohon Kevin lagi sambil merapatkan kedua telapak tangannya di dada seperti salam rakyat Thailand .


    Andree dibelakang menyaksikan apa yang terjadi di depannya. Terkejut dengan apa yang terjadi dengan Kevin dan lelaki itu, dan lebih terkejut lagi, lelaki yang dirindukannya tersebut juga ada disana. "Oh, God!" bisiknya dalam hati. Sekejap niat enggan nonton malam itu menjadi sesuatu yang sangat menarik dan menggembirakan hatinya.


    Lelaki itu menghampiri seorang wanita yang sedang menunggunya di sofa.

    "Ini, Wid," Riyan menyerahkan cup lemon tea yang berukuran lebih kecil.

    "Thengkyu" Widi mengambil cup lemon tea yang disodorkan padanya.

    "Mau,” Riyan menyodorkan sekotak popcorn.

    "Rasa karamel ya?" katanya lagi,"Kok lo tau seh gw suka karamel?" Widi bertanya penuh senang.

    "Ya ampun, kayak gw baru sekali ini nonton ama lo," balasnya.

    Diambilnya beberapa butir popcorn."Enak tapi manis banget," katanya lagi sambil menikmati lemon tea dingin yang berada di cup warna kuning tua. Tampak butir-butir air mewarnai bagian luar cup. Sesekali menetes dan jatuh mengenai jaket Riyan yang berada di pangkuannya.

    "Gila, basah deh," katanya sambil memindahkan jaket tersebut ke samping kiri.


    Saat itu Andree berada di depan counter penjualan tiket. Sesekali matanya melihat kesibukanya Kevin mengantri tiket. Sesekali juga melihat ke arah lelaki yang juga sedang sibuk berbicara dan bercanda dengan seorang wanita di sampingnya. Entah dia harus berbahagia atau tidak. Hatinya terasa patah. Kekaguman yang terkumpul seakan tiada berguna. Rasa penasaran yang bertumpuk seakan musnah tiada harapan. Apa yang disempat dipikirkannya terbukti sudah, bahwa lelaki itu tidak seperti dirinya. Tiba-tiba terasa terbentuk dinding pemisah antara dirinya dengan lelaki itu, yang tak akan mungkin ditembusnya dengan cara apapun.

    Kemudian dilihatnya Kevin yang sedang mengantri. Hatinya pun bercampur aduk. Antara emosi dan kenyataan sedang beradu. Apa yang harus dilakukannya pada saat seperti ini, terpesona dengan orang lain sementara dirinya masih memiliki jalinan dengan yang sedang mengantri.


    Sesaat kemudian terdengar suara seorang wanita mempersilahkan penonton untuk memasuki ruang pertunjukan bernomor dua yang akan yang memutar film P.S. I Love You.


    Dilihatnya lagi ke sofa tersebut. Tampak lelaki itu sudah berdiri dengan memegang kedua cup lemon tea. Sementara wanita disebelahnya memegang satu kotak popcorn dan berjalan menuju ruang pertunjukan yang dimaksud. Terlihat jaket berwarna cokelat tertinggal. Ingin rasanya dibiarkan jaket itu disana dikarena sama sekali dia tidak mengenal dengan jelas lelaki itu, terlebih lagi egonya yang marah akan kenyataan yang ada di depan mata. Diambilnya jaket tersebut, sempat terbesit niat untuk mengambilnya saja dan dibawa pulang, sebagai pelampiasan hasratnya. Jaket yang beraroma sama dengan parfum kesukaannya. Namun akalnya kembali perpikir sehat. Langkah kakinya dipercepat dengan hati meragu.


    "Mas..." katanya sedikit grogi.

    Merasa lengan kanan tangannya sedikit ditepuk, Riyan menolehkan wajah dan sedikit tubuhnya ke arah sang penyapa. Dihadapannya berdiri seorang lelaki yang sering dicuri-pandangnya di tempat fitnes. Wajah lelaki yang tampan, tampak sedikit jambang tumbuh menghiasi rahang wajahnya yang berbentuk kuat. Dan selama ini dia tak memiliki keberanian yang cukup untuk mendekati atau berkenalan dengan lelaki itu. Bukan dikarenakan kurang percaya diri namun lebih menjaga diri. Dan kini tak disangka lelaki itu menegur dan menyerahkan jaketnya yang tertinggal di sofa. Sedetik tidak sempat berpikir apapun. "Ya?" katanya kemudian.

    "Jaketnya tertinggal," Andree menyerahkan jaket warna cokelat itu.

    "O, thengkyu...thengkyu...." Riyan berulang sambil menyerahkan 1 cup lemon tea untuk dipegang oleh Widi yang berada di samping kirinya dan mengambil jaketnya.

    "Ok," Andree mengangkat kedua tangannya dengan kedua jempol yang berdiri tegak.

    "Member di My Fitnes juga?" Riyan sedikit memberanikan diri untuk bertanya hal yang sepertinya tidak penting.

    "Ya," Andree mengangguk.

    "Ayo, duluan." Riyan tersenyum kepada lelaki itu sambil mendekati petugas tiket yang sudah berada di depannya dan memberikan tiket untuk disobek.
    Senyuman itu dibalas dengan sedikit senyuman oleh Andree.


    Dihampirinya Kevin yang sedang mengantri. Kini posisinya sudah berada di depan counter.

    "P.S I Love You-nya sudah tinggal bangku depan mas," Kevin melihat-lihat layar yang berada di depan tubuhnya. Tampak dilayar susunan kursi yang sebagian besar bertanda merah dan sederet kursi depan masih bertanda biru.

    Ingin rasanya di-iya-kan oleh Andree. Tidak peduli baginya untuk dideretan mana asalkan bisa satu ruang pertunjukan dengan lelaki yang tertinggal jaketnya itu. Untuk sejenak hatinya tidak bisa memutuskan.

    "The House aja deh, jam setengah sepuluh dan kursinya masih banyak," kata Kevin cepat dikarenakan antrian di belakangnya cukup panjang.

    "Ya udah.“ Andree tidak konsen. Sudah tidak peduli film apa yang akan ditonton. Pikirannya seakan terbawa ke dalam ruang pertunjukan bernomor dua yang gelap itu. Seandainya dia lebih cepat tadi mungkin mereka masih kebagian kursi dan bisa menikmati film yang sama dengan lelaki itu. Aura lelaki itu sangat berpancar disana. Namun aura yang dirasakannya itu kembali dihapusnya. Percuma saja karena lelaki itu bukan miliknya, tidak mungkin menjadi miliknya sekejap pun, bisiknya dalam hati. Mungkin hatinya akan lebih pupus jika melihat secara langsung lelaki itu bermesraan dengan wanitanya itu.

    Sementara di dalam, Riyan masih terkesan dengan apa yang terjadi di depan tadi. Sudah berapa lama lelaki itu ada di ruang tunggu itu tanyanya pada dirinya sendiri. Saat ini ingin rasanya membatalkan film yang akan disaksikan tersebut. Rasanya ingin keluar saja dan berbicara dengan lelaki itu. Ah, seadainya tadi dia tidak pulang ke kos terlebih dahulu dan datang terburu-buru, mungkin dia sudah mengenal lelaki itu sedari tadi.
  • keren trusssssss
  • CHAPTER FIVE

    10 MENIT SAJA


    Suara musik dari lagu Shadow versi house music menggema dan menguasai seiisi ruangan fitnes. Menghentak-hentak mengajak semua membernya untuk bersemangat berolahraga. Siang itu ruangan fitnes cukup terang benderang dikarenakan bias sinar matahari memancar menerangi ruangan dari jendela kaca besar yang terletak pada sisi-sisi luar dinding ruang.

    Pintu lift terbuka tampak dua orang member ber-tas olahraga keluar dan melangkah mendekati meja front desk. Seorang bapak yang berada menyerahkan kartu member kepada petugas front desk sementara dibelakangnya seorang lelaki berjaket cokelat sedang menunggu. Kemudian lelaki itu kembali menglihat jam tangan Swiss Army di tangan kanannya. Jam itu sudah hampir menunjukan angka empat. Harusnya jadwal latihan dia pukul dua namun karena kebablasan tidur siang membuatnya terlambat pada jadwal biasanya.

    Sejenak Riyan mengamati dan melihat ke ruangan fitnes. Mencari sesuatu yang membuatnya lebih bersemangat untuk datang di siang ini. Tampak seorang lelaki yang semalam menemukan dan mengembalikan jaket cokelat yang sedang dikenakan saat ini sedang asik berlari kecil di atas treadmill dengan kedua earphone yang melekat di daun telinganya. Keringat membasahi rambut, leher, tangan dan tubuhnya. Terlihat kaos berwarna abu-abu tersebut basah pada beberapa bagian.

    Senang dan grogi menyelumuti perasaan Riyan. Hanya satu yang direncanakannya yaitu bisa berkenalan dengan lelaki itu.

    Riyan menyerahkan kartu membernya kepada petugas front desk tersebut. Tiba-tiba perasaan tidak sabar untuk mengambil kembali kartu tersebut dan segera berganti baju di ruang loker menguasai emosinya.
    "Selamat berolahraga, mas Riyan,“ petugas front desk menyerahkan kembali kartu member kepada Ryan sembari tersenyum ramah.
    Seperti biasa dijawab Riyan dengan kata,“Thanks“ dan senyuman balasan.
    Kemudian Riyan bergegas menuju ke ruang loker. Sepanjang perjalanan menuju ke ruang tersebut, tidak sedikit member yang mencuri pandang kepadanya sembari asik berolahraga.


    *

    Sambil asik berlari kecil di treadmill tersebut, kali ini Andree kembali menoleh ke arah meja front desk yang berada di bagian kanannya. Berharap member yang datang adalah si empunya jaket yang dikembalikannya semalam dan ternyata bukan.

    Sudah hampir dua jam dia menunggu. Hampir semua alat yang dibutuhkannya untuk membentuk otot dada dan bisep sudah digunakan, bahkan alat-alat yang bukan merupakan target pembentukan otot ditubuhnya juga digunakannya. Latihan di atas mesin treadmill selama 30 menit sudah dilakukan. Harus berapa lama lagi harus menunggu kehadiran lelaki itu sementara pukul lima ini dia sudah berjanji dengan Kevin untuk mengantar Lilis (kucing Anggora betina berwana abu-abu) yang rencananya akan dikawinkan dengan kucing jantan di kawasan jalan Barito. Waktunya hanya tinggal satu jam saja.

    Sejak semalam Andree sudah tidak berharap lebih dengan lelaki itu. Jelas terlihat di depan matanya lelaki itu tidak seperti dirinya bahkan sudah memiliki wanita yang dicintai. Perbedaan keadaan sudah tampak disana. Blok dinding tebal sudah terpasang. Sudah tak bisa berharap. Siang itu hanya ada satu hal yang diharapkannya, melihat sosok lelaki itu untuk sekedar memuaskan indera penglihatan sudah sangatlah cukup. Cukup itu saja. Dirinya tidak menginginkan jika akhirnya lelaki itu tahu dirinya memiliki orientasi kepada sejenis.

    Ditekannya menu STOP di mesin treadmill tersebut. Diambilnya botol air minum yang diletakannya di sebelah kiri dan diteguknya air bening tak berasa itu kemudian dengan handuk kecil di lap-nya keringat yang semakin mempertegas bentuk otot-otot pada tubuhnya. Setelah melakukan stretching (peregangan) dengan jalan lemas tanpa hasil dirinya menuju ke ruangan loker.
  • “Dah kelar?” Andree memberanikan diri menyapa lelaki yang bersebelahan loker dengannya sambil memasukan kunci ke gembok yang mengamankan. Lelaki itulah yang ditunggunya selama hampir 2 jam ini. Saat itu lelaki itu hanya menutupi bagian bawah tubuhnya dengan handuk putih. Tampak masih terdapat beberapa butir air di bagian pundaknya. Lelaki itu habis mandi. Tubuhnya begitu bersih. Tercium aroma sabun mandi cair yang disedikan di bilik-bilik mandi fitness tersebut.

    Sejenak lelaki itu menoleh ke sumber suara tersebut hanya untuk memastikan apakah pertanyaan tersebut memang ditujukan untuk dirinya.

    “Oh, gak baru mo mulai,” jawabnya setelah meyakini bahwa pertanyaan itu memang ditujukan kepadanya. Pertanyaan dari seorang lelaki yang dijumpainya semalam di pintu masuk ruang pertunjukan. Dengan sedikit grogi Riyan mengeluarkan beberapa pakaian yang akan dikenakannya. Riyan tak menyangka apa yang ada di depannya ini. Hatinya berdebar.
    Gugup. Belum siap dengan apa yang dihadapinnya sekarang ini.

    “Oh..kiraan dah kelar,” Andree berusaha menutupi kegrogiannya juga sambil mengambil tasnya yang berada di dalam loker. Hatinya pun begitu gugup. Dilihatnya jam dinding menunjukan pukul empat tepat.

    “Oya, thanks ya buat jaketnya semalem,” Riyan berusaha membuka pembicaraan lagi.

    “That’s ok. Kebetulan gw lihat.” Andree duduk di ambalan setinggi 50 cm di depan lokernya. Hatinya bermaksud untuk menanyakan status wanita yang menemani lelaki itu semalam, tapi niat itu dibatalkannya. Terlalu pribadi dan terlalu aneh untuk ditanyakan. Lelaki itu belum dikenalnya.

    Sejenak mereka tidak bersuara apa-apa. Masing-masing mencoba untuk sibuk berkonsentrasi dengan tujuan mereka di ruang loker tersebut. Andree melepaskan sepatu olahraganya.

    “Udah lama latihannya?” Riyan memberanikan diri bertanya.

    “Udah satu setengah tahun.”

    “Oh,” batin Riyan. Merasa pertanyaannya dijawab salah, akhirnya dia bertanya lagi,”Udah kelar?” sambil mengeringkan bagian tubuhnya yang sedikit basah dengan handuk kecil. Saat mengeringkan rambut kepalanya tangannya terangkat. Terlihat jelas dihadapan Andree bulu-bulu ketiak berwarna hitam sedikit lurus tumbuh di pangkal tangan tersebut. Beberapa rambut halus tumbuh di pangkal perutnya lurus kebawah hingga batas handuk di pinggangnya. Darah Andree berdesir.

    “Oh, udah. Udah dari jam 2 tadi,” Andree berusaha menyibukan diri dan berusaha agar tidak terlihat jika dirinya mencuri melihat tubuh Riyan,”Kamu member baru ya?”

    “Ehm..udah hampir 4 bulan.” Riyan meletakan handuknya dan mengenakan kaos hijau. Sesekali dirinya melihat tubuh atas Andree yang sudah tidak berpakaian atas. Kaos abu-abu yang basah itu tergeletak begitu saja di atas tas. Tampak otot-otot yang sudah terbentuk di tubuhnya yang berwarna gelap tetapi bersih itu. Jelas juga kedua puting hitam kecil di dada yang keras itu.

    “Bagus badannya. Dah terbentuk,” Riyan mengomentari tubuh Andree tiba-tiba.

    “Butuh latihan yang keras untuk ini,” Andree menjawab sambil melihat ke cermin-cermin besar yang berada di ruang loker tersebut sembari menekan-nekan otot perutnya dengan tangan kanannya,”Badan kamu juga bagus. Dah terbentuk juga,” balasnya seakan mereka sudah berteman lama.

    “Masih butuh waktu lama kayaknya. Masih kerempeng mas,” Riyan berusaha untuk dapat mengendalikan diri dan berkomunisasi dengan nalar yang sehat. Kemudian Riyan mengambil celana dalamnya yang berwarna putih. Hati Andree makin berdegup melihat celana dalam putih tersebut. Dengan masih mengenakan handuk, Riyan mengenakan celana dalam tersebut. Tampak sesekali berusaha untuk menutupi bagian tubuhnya yang itu.

    “Aku yakin kamu bisa kok. Tadi gw liat udah terbentuk kok. Tinggal latihan yang terarah dan terencana aja.” Pembicaran mereka mulai mencair. Kini Andree kembali melihat otot tangannya sesekali melihat pantulan di cermin akan tubuh Riyan. Dicuri lihatnya bagian bawah dari tubuh Riyan. Tampak tonjolan di celana dalam putih yang sudah dikenakannya. Kakinya putih bersih serta sedikit rambut tumbuh di kaki dan pahanya.

    “Ngebentukin gitu cuman latihan doang? Minum supplement ga mas?” Riyan ingin mengetahui.

    “Ya, gw minum susu. Kan ada dijual di sini juga.”

    “Merek apa yang bagus ya, mas?” Riyan mengenakan celana olahraganya berwarna hitam. Kalimat Andree “Tadi gw liat udah terbentuk kok” membuat dirinya malu dan minder karena merasa tubuhnya dilihat oleh orang lain.

    “Macem-macem. Tergantung sih. Cocok-cocokan.” Andree membuka celana trainingnya,”Emang kamu minum apa?” Tampak kini tubuhnya hanya ditutupi oleh celana dalam abu-abu bergaris hitam sebuah merek tertulis besar di bagian karet celananya.

    “Gak minum apa-apa mas. Soalnya saya vegetarian. Jadi gak bisa mengandung hewani,” Riyan mengambil sepatu olahraga dan mengenakannya. Terlihat tonjolan di celana dalam yang dikenakan oleh Andree dari sudut ekor matanya.

    “Kayaknya ada deh supplement yang vegetarian friendly. Kagaknya gw pernah liat.” Andree mengambil handuk dan menutupi bagian bawah tubuhnya.

    “Oya? Dimana mas?” Riyan begitu tertarik.

    “Coba ntar tanya di kafe My Fitness ini. Kayaknya ada.” Saran Andree sambil mengambil handphone Shine-nya yang baru berbunyi. Dibacanya sms yang baru masuk, kemudian diletakannya kembali ke dalam tasnya.
    Dengan keberanian yang tinggi diulurkan tangan kanannya,”Oya, gw Andree.”

    “Riyan,” Riyan membalas uluran tangan tersebut dengan sedikit salah tingkah.

    “Kerja dimana?” Andree memasukan sepatunya ke dalam loker.

    Merasa pertanyaannya terlalu pribadi. Sempat Riyan tidak ingin menjawabnya dan terbesit untuk berbohong. Namun bibirnya tak dapat terkendali, meluncurlah kalimat dari mulutnya,”Globe, mas.”

    “Majalah Globe? Sebagai apa?” Sebelum pertanyaannya dijawab sudah ditimpali pertanyaan baru oleh Andree sendiri.

    “Account executive mas.”

    “Oya? Kenal sama mbak Septi donk?” tanya Andree sambil memasukan tasnya.

    “Mas kenal dia?”

    “Dia-kan AE Globe untuk kantor saya. Biasanya kalo urusan iklan kita berhubungan ama dia. Tapi susahnya kalo mo nyari dia. Sibuk terus.” Andree semakin lancar. Saat itu mereka sudah seakan berkenalan lama. Begitu cepat mereka mengakrabkan diri.

    “Ya, mas. Soalnya dia juga tangan kanan manager juga.” Riyan mengambil i-pod dan botol minumnya,”Mas di kantor mana?”

    Sebelum menjawab pertanyaan Riyan, Andree mengambil tas-nya dan mengambil sesuatu disana, setelah menemukan lembar yang dicari kemudian disodorkannya sebuah kartu nama kepada Riyan,”Ini.”

    Riyan mengambil kartu nama tersebut. Dibacanya, tertulis nama BINTANG ANDREAN, dibawahnya tertulis Marketing & Promotion Manager dari sebuah perusahaan sepatu pria. Nama yang keren sekeren orangnya bisiknya dalam hati.

    “Kok gak dipanggil Bintang saja, mas?” tanya Riyan kemudian sambil mengamati kartu nama yang berwarna kream dengan desain dan tata letak yang cukup artistik.

    “Dulunya sih gitu, tapi suka diplesetin teman-teman. Jadi Andree ajalah, lebih keren.”

    Riyan ingin bertanya kembali ke Andree maksud kalimat tersebut, namun dirinya langsung mengetahui plesetan yang bisa dibuat dari nama tersebut, jadi dibatalkan niat bertanya tersebut sambil mengambil kartu namanya,”Ini mas.”

    RIYAN tercantum namanya disitu,”Singkat sekali namanya,” balas Andree berkomentar.

    “Ya, simpel dan mudah diingat.” Riyan menyimpan kartu nama Andree ke dalam tasnya dan mengunci lokernya dengan gembok. “Yuk, saya latihan dulu mas,” pamitnya.

    “Ok. Selamat latihan. Saya juga dah mau pulang,”balas Andree sambil menyimpan dan mengunci lokernya untuk menuju ke ruang sauna. Dipandangnya tubuh Riyan yang menjauh darinya.

    Andree melihat jam dinding yang digantung di dinding ruang loker. Jam sudah menunjukan angka 4.10. Akhirnya dia mengenal lelaki ini juga ujarnya dalam hati. Ada kepuasan tersendiri dari dirinya dan juga tidak mempercayai akan keberanian dirinya. Semua serba tak terduga, semua diluar rencana dan semua serba kebetulan. Waktu selama 10 menit berkenalan dan berbincang dengan lelaki itu sudah sangatlah cukup baginya. Dengan wajah tersenyum sendiri Andree menuju ke ruang bilas. Senyuman sempat disalah-artikan oleh member lelaki lain yang berpapasan dengannya saat itu. Ah, gw bener-bener gila katanya pada dirinya sendiri. Tidak bisa memiliki lelaki itu, berteman saja sudah sangatlah cukup, Andree berusaha membesarkan dan menghibur diri sendiri.

    *

    Akhirnya berkenalan juga, Riyan tersenyum seneng. Harinya begitu berbunga. Sepanjang koridor menuju tempat latihan hatinya begitu berbunga. Ingin rasanya membatalkan latihannya di sore itu dan berbincang lebih lanjut dengan lelaki itu di ruang sauna, steam atau di suatu tempat. Ah, sudahlah, Riyan berusaha mengendalikan dirinya. Berusaha agar akal sehatnya tetap mengendalikan emosi dan perasaannya. Dicarinya lagu Bila Aku jatuh Cinta-nya Nidji di i-podnya. Didengarnya lagu tersebut dengan sedikit kepuasan yang tersisa. Keinginannya terpenuhi dengan cara yang tak terduga.
Sign In or Register to comment.